{"title":"MODERASI ISLAM DALAM KITAB SABILAL MUHTADIN: KEARIFAN LOKAL TANAH BANJAR","authors":"A. Syaifullah","doi":"10.18592/msr.v2i1.3676","DOIUrl":"https://doi.org/10.18592/msr.v2i1.3676","url":null,"abstract":"AbstractThis writing discusses the moderation of Islam in the Sabilal Muhtadin scripture as one of the local wisdom manuscripts of the Banjar land. This book was written by a great Islamic Borneo scholar named Sheikh Muhammad Arsyad Al-Banjari, he wrote many books during his life and one of them was the Sabilal Muhtadin scripture, in this book he wrote about the law of worship, muamalah, and the habits of the Banjarese people. Banjar community habits that are found in the Sabilal Muhtadin scripture and occurred during his time writings, such as, burying a corpse with Tabala, the concept of latrines in taking care of and providing food for mourners. Some of the habits of the Banjarese people in fiqh scriptures written by ulama in Arab countries are identified as illegal or Haram. But in the Sabilal Muhtadin scripture it allows the ones. The habits are still practiced by the Banjar community until modern times now. Therefore it is important to know comprehensively and deeply about the moderate or moderation of Islam contained in the Sabilal Muhtadin scripture. Furthermore, the concept of moderation with wrapping local wisdom in the Sabilal Muhtadin scripture will be assessed using literature research methods and reading material relevant to the research as the source. The result of this study is that Sheikh Muhammad Arsyad Al-Banjari provided legal clarity by considering the condition of the Banjar community at that time. The conclusion of the study is that Sheikh Muhammad Arsyad in the Sabilal Muhtadin scripture provides a middle ground (as mediator) between the habits of the people and the Islamic religion in order to live in synergy and harmony. AbstrakTulisan ini membahas tentang moderasi Islam dalam kitab Sabilal Muhtadin sebagai salah satu manuskrip kearifan lokal tanah Banjar. Kitab ini ditulis oleh seorang ulama besar asal Kalimantan bernama syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari, beliau banyak menulis kitab semasa hidupnya dan salah satunya adalah kitab Sabilal Muhtadin, dalam kitab ini beliau menulis tentang hukum ibadah, muamalah, dan kebiasaan masyarakat banjar. Kebiasaan masyarakat banjar yang terdapat di dalam kitab Sabilal Muhtadin dan terjadi pada masa beliau menulis kitab tersebut seperti mengubur mayat dengan Tabala, konsep jamban dalam buang hajat dan menyediakan makanan untuk pelayat. Kebiasaan orang banjar yang dilakukan tersebut sebagian dalam kitab fikih tulisan ulama di negara Arab hukumnya haram. Tetapi dalam kitab Sabilal Muhtadin membolehkan kebiasaan masyarakat banjar. Kebiasaan tersebut masih dipraktikkan oleh masyarakat banjar sampai zaman modern sekarang. Oleh karena itu penting untuk dikethaui secara komprehensif dan mendalam mengenai Moderat atau moderasi Islam yang terdapat dalam kitab Sabilal Muhtadin. Selanjutnya konsep moderasi dengan balutan kearifan lokal dalam kitab Sabilal Muhtadin ini akan dikaji dengan menggunakan metode penelitian studi pustaka dan bahan bacaan yang relevan dengan penelitian sebagai sumbernya. ","PeriodicalId":226467,"journal":{"name":"Muẚṣarah: Jurnal Kajian Islam Kontemporer","volume":"96 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-07-21","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"124695548","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"QIRA’AH MUBADALAH DAN ARAH KEMAJUAN TAFSIR ADIL GENDER: APLIKASI PRINSIP RESIPROSITAS TERHADAP Q. S. ALI IMRAN: 14","authors":"Anisah Dwi Lastri P","doi":"10.18592/msr.v2i1.3655","DOIUrl":"https://doi.org/10.18592/msr.v2i1.3655","url":null,"abstract":"AbstractThe issues of discrimination against women are not new in the history of humanity. It is noted that this discrimination has existed since pre-Islamic. Islam, with the rahmatan li al-alamin’s concepg, gaee nee breagh so as go speak gheir preeionslç marginalized righgs ghrongh ghe Holç message. The eomen’s hnmanigarian sgrnggle ghag had been so rigid and focnsed on eomen’s obligagion eighong regard for gheir righgs became more flexible. Bng ghis sgepping-stone that was built by Islam is not necessarily a prerequisite. This is seen in a number of qur 'an verses that seem to place a man as superiority so that often the masculine interpreters appear. This too has a great renown interpretation and has repeated discrimination against women. One of the most sexist texts that is Q. S. Ali Imran: 34 that places women as world jewelry for men without seeing the position of man in women's eyes. The qira 'ah mubadalah notion of giving a fresh breeze to sexist interpretations and making new offers to interpretation styles in particular that are meant to be meant for one subject only. With the mubadalah’s perspecgiee or ghe reciprocigç’s principle, ghe ingerpregagion of Ali Imran: 14 resnlgs in geo cengral ideas, (1) both have the same possibility as being \"temptation\" to one another, (2) both have to keep themselves from the temptations of the world. This paper is trying to apply the mubadalah theory to Ali Imran :14 in the attempt of the new tafsir and gender-fair application.AbstrakIsu-isu diskriminasi terhadap perempuan bukanlah hal baru yang muncul dalam sejarah kemanusiaan. Tercatat bahwa diskriminasi ini telah muncul sejak zaman pra-Islam. Islam yang rahmatan li al-alamin melalui pesan al-Qnr’an memberikan nafas baru bagi perempuan untuk lebih leluasa menyuarakan hak-haknya yang sebelumnya termarginalkan. Pergulatan kemanusiaan perempuan yang sebelumnya begitu kaku dan memforsir kewajiban perempuan tanpa memerhatikan hak-haknya menjadi lebih fleksibel. Namun demikian batu loncatan yang dibuat Islam tak serta merta secara mutlak. Hal ini terlihat dari beberapa ayat-ayat al-Qnr’an çang seolah menempagkan lelaki sebagai snperiorigas sehingga sering muncul tafsir yang terkesan maskulin. Aplikasi tafsir ini pun banyak yang telah masyhur dan seolah kembali mengulang diskriminasi terhadap perempuan. Salah satu ayat yang sering ditafsirkan secara seksis adalah Q. S. Ali Imran : 34 yang menempatkan perempuan sebagai perhiasan dunia bagi lelaki tanpa melihat posisi lelaki di mata perempuan. Gagasan qila’ah mjbada1ah memberikan angin segar terhadap penafsiran seksis yang terkesan bias gender dan memberikan tawaran baru terhadap gaya penafsiran khususnya ayat-ayat yang seolah dituju untuk satu subjek saja. Dengan perspektif mubadalah atau prinsip resiprositas, penafsiran terhadap Ali Imran : 14 menghasilkan dua gagasan ingi, (1) kednança memiliki kemnngkina","PeriodicalId":226467,"journal":{"name":"Muẚṣarah: Jurnal Kajian Islam Kontemporer","volume":"25 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-07-21","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"121148614","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"FORMULASI KONSEP MODERASI ISLAM BERBASIS KEINDONESIAAN DALAM MEREDUKSI RADIKALISME AGAMA DI INDONESIA (KAJIAN EPISTIMOLOGIS-HISTORIS)","authors":"M. Syifa","doi":"10.18592/msr.v2i1.3673","DOIUrl":"https://doi.org/10.18592/msr.v2i1.3673","url":null,"abstract":"AbstractThe phenomenon of Islamic religion in Indonesia after the reformation is suspected to have experienced extremism and radicalism. The explosion of terrorism in the name of Islam that occurred between 1998 and 2018 brought the face of Indonesian Islam to the spotlight in the world. In fact, the true Islam in Indonesia is Islam which puts forward the principle of moderate (tawassuth / washatiah) in da'wah, which is to take a middle ground between two opposing extremes. The Washatiyatul Islam method or Islamic Moderation is a method of promoting Islamic values Rahmatan Lil Alamin. Da'wah that is friendly with tradition, so that it can grow in a multicultural and multireligious society. This characteristic of accommodative Islam has become a bulwark of preventing radical religious ideology. This article uses an epistemological- historical-holisitic approach to explore the concept of Islamic moderation in the context of the Indonesian nation and the shallowness of religious reasoning. As a result, there is not a single strong reference that says that the spread of Islam in the ancient archipelago was in radical ways. The history of Islam in the archipelago has experienced struggles with diverse localities. Islam exists not to break down or cut down existing local traditions and culture, but to try to dialect with the context in which Islam exists. Because of its flexible nature, Islam is able to survive and develop so as to emerge a new style of Islam that is unique and does not exist in any part of the world.AbstrakFenomena keagamaan islam di Indonesia pasca reformasi ditengarai banyak mengalami ekstrimisme dan radikalisme. Ledakan terorisme atas nama Islam yang terjadi antara tahun 1998 hingga 2018 menjadikan wajah Islam Indonesia mendapat sorotan di dunia. Padahal sejatinya Islam yang ada di Indonesia adalah Islam yang mengedepankan prinsip moderat (tawassuth/washatiah) dalam berdakwah, yaitu mengambil jalan tengah di antara dua kutub ekstrim yang berlawanan. Metode dakwah Washatiyatul Islam atau Moderasi Islam adalah metode dakwah yang mengedepankan nilai-nilai Islam Rahmatan Lil Alamin. Dakwah yang ramah dengan tradisi, sehingga dapat tumbuh dalam masyarakat yang multikultultural dan multireligi. Karakteristik Islam akomodatif inilah yang menjadi benteng pencegahan faham keagaamaan radikal. Artikel ini dengan menggunakan pendekatan epistemologis-historis-holisitik ingin menelisik konsep moderasi Islam dalam konteks bangsa Indonesia dan kedangkalan nalar beragama. Hasilnya, tak ada satupun referensi kuat yang mengatakan bahwa penyebaran Islam di Nusantara zaman dahulu adalah dengan cara-cara radikal. Sejarah Islam di Nusantara telah mengalami pergumulan dengan lokalitas yang beragam. Islam hadir bukan untuk mendobrak atau membabat habis tradisi dan budaya lokal yang ada, melainkan mencoba untuk berdialektika dengan konteks di mana Islam berada. Oleh karena sifat fleksibelnya itu, Islam mampu bertahan dan berkembang sehingga memunculkan cor","PeriodicalId":226467,"journal":{"name":"Muẚṣarah: Jurnal Kajian Islam Kontemporer","volume":"31 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-07-21","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"121498199","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"DAKWAH DIGITAL UNTUK GENERASI MILENIAL : STUDI ATAS PRAKTIK DAKWAH DI KOMUNITAS OMAH NGAJI, SURAKARTA","authors":"Ayu Kristina","doi":"10.18592/msr.v2i1.3665","DOIUrl":"https://doi.org/10.18592/msr.v2i1.3665","url":null,"abstract":"AbstractTechnological progress has made the propaganda model more rapidly and dynamically developed. It is undeniable that content smells of radicalism, extremism is very quickly spread and able to enter all lines. So, the counter needs to bring fresh air like the Omah Ngaji Community. This study was conducted to find out how religion was understood and practiced by millennial generations and how da'wah was carried out in the millennial era. With a qualitative descriptive approach, through in-depth interviews of (5) informants determined based on purposive sampling the results of the study showed that religion was interpreted as a guideline for human life so as not to cause chaos. The delivery of religion in da'wah through the study of taklim, social media, and psychology emphasis to counter hate speech. That is the reason for the emergence of digital da'wah by 'ustad gaul' who are technologically literate AbstrakKemajuan teknologi mengakibatkan model dakwah semakin bekembang pesat dan dinamis. Tidak bisa dipungkiri bahwa konten-konten berbau radikalisme, ekstrimisme sangat cepat menyebar dan mampu masuk ke semua lini. Maka, perlu counter yang membawa angin segar seperti Komunitas Omah Ngaji. Studi ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana agama dipahami dan dipraktikkan generasi milenial dan bagaimana dakwah dilakukan di era milenial. Dengan pendekatan kualitatif deskriptif, melalui wawancara mendalam (in depth interview) dari (5) informan yang ditentukan berdasarkan purposive sampling hasil studi menunjukkan bahwa agama dimaknai sebagai pedoman hidup manusia agar tidak melakukan kekacauan. Penyampaian agama dalam dakwah melalui pengajian taklim, media sosial, dan pendekatan psikologi untuk menangkal jjalan Lebencian. Icj1ah a1asan mjncj1nya daLwah digica1 o1eh ‘jscad gaj1’ yang me1eL ceLno1ogi","PeriodicalId":226467,"journal":{"name":"Muẚṣarah: Jurnal Kajian Islam Kontemporer","volume":"76 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-07-21","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"134206891","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"DIGITALISASI DAN TANTANGAN DAKWAH DI ERA MILENIAL","authors":"Faridhatun Nikmah","doi":"10.18592/msr.v2i1.3666","DOIUrl":"https://doi.org/10.18592/msr.v2i1.3666","url":null,"abstract":"AbstractIn this era of digitisation today people are spoiled for social media. Social media is not only used as a medium of communication and information, but it can be used as a means to preach. Da'wah is not only done by face-to-face with Dai directly, but Da'wah can be done in a way indirectly through the mass media. The mass Media became a great opportunity for the Dai to preach. The purpose of this study describes 1) the optimization of digital media for Da'wah, and 2) The challenge of the challenges of the millennial era. The methods used in this study are qualitative descriptive. The results of this research show that Kopyah Ireng community in optimizing digital media through Da'wah can be done in the first way, spreading the knowledge and instilling confidence in the audience or listeners, second, forming a team Specialized in spreading preaching to social media accounts, third, make websites in which contains community issues, fourth, create content da'wah on social media, such as Youtube, Instagram, and Instagram, 2) in the face The challenge of Da'wah in the millennial era of things done by the community Kopyah Ireng by means of socialize science and the knowledge of science.AbstrakDi era digitalisasi saat ini manusia sudah dimanjakan adanya media sosial. Media sosial tidak hanya digunakan sebagai media komunikasi dan informasi, melainkan dapat digunakan sebagai sarana untuk berdakwah. Dakwah tidak hanya dilakukan dengan cara tatap muka dengan dai secara langsung, melainkan dakwah dapat dilakukan dengan cara tidak langsung melalui di media massa. Media massa menjadi peluang besar bagi para dai untuk berdakwah. Tujuan penelitian ini mendeskripsikan 1) optimalisasi media digital untuk dakwah, dan2) tantangan dai dalam menghadapi era milenial. Metode yang digunakan dalam penelitian ini deskriptif kualitatif. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa komunitas kopyah ireng dalam mengoptimalisasikan media digital melalui dakwah dapat dilakukan dengan cara pertama, menyebarkan ilmu dan menanamkan kepercayaan kepada audiens atau pendengar, kedua, membentuk tim khusus dalam menyebarkan dakwah ke akun media sosial, ketiga, membuat website-website yang di dalamnya berisi permasalahan masyarakat, keempat, membuat konten-konten dakwah di media sosial, seperti Youtube, Instagram, dan Instagram, 2) Dalam menghadapi tantangan dakwah di era milenial hal yang dilakukan oleh komunitas kopyah ireng dengan cara memasyarakatkan ilmu dan melogikan ilmu.","PeriodicalId":226467,"journal":{"name":"Muẚṣarah: Jurnal Kajian Islam Kontemporer","volume":"12 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-07-21","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"123655509","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"AGAMA SIAP SAJI DI KALANGAN MILLENIAL","authors":"W. Wardah","doi":"10.18592/msr.v2i1.3675","DOIUrl":"https://doi.org/10.18592/msr.v2i1.3675","url":null,"abstract":" AbstractMillennial comes from English, Millennium which means a thousand years. Millennials are described as a generation that cannot be far from technology users including \"You Tube\" and \"Instagram\" social media. The development of technology is now increasing, information is becoming more easily known including in studying theology. Problems that often occur, religion that is presented instantaneously through these two media gives more positive and negative implications, in one side of the media it provides an alternative as a means of knowledge of religion, but on the other hand the media provides a superficial understanding of religion as a whole. According to the Republika Data Center from the Ministry of Communication and Information in Indonesia, a number of adolescents are so aggressive in consuming streaming video entertainment and religious content. Ericson noted that in 2011 around 7% of teens between the ages of 16-19 years watched a lot of videos through You Tube. At this time the business is to consume the internet for 18 hours a day. From these data it is interesting to study the religious studies obtained by the millennials from Instagram and You Tube accounts. The focus of this research is to know in comprehensively and in-depth the practical religion of the millennials from the influence of social media, Instagram and You Tube. The researcher conducted interviews with UIN Antasari Banjarmasin students from five faculties represented by each faculty totaling two people. Sampling uses purposive sampling method. This study aims to add understanding in taking a wise attitude to address the phenomenon of understanding religion instantly. The research method used is qualitative, the technique of data collection is done in triangulation, a combination of observation, interviews and documentation. The results of this qualitative study are to understand the uniqueness in constructing the phenomenon and the results of virtual da'wah containing scriptural content−those who understand religion without interpretation−because it refers to the Qur'an and hadith in text an sich). In addition, it also concludes that there is a hybridization of religious identity in the millennials. Therefore, this study provides recommendations that are expected to grow the awareness of the millennial generation so that understanding religion must be comprehensive and do not always make instant things a source of consumption for their religious studies.AbstrakMillenial berasal dari bahasa Inggris, Millennium yang berarti masa seribu tahun. Millenial digambarkan sebagai generasi yang sangat lekat dengan penggunaan media sosia1 “You Tube“ dan “Instagram“. Perkembangan teknologi kini semakin meningkat, informasi semakin mudah diketahui termasuk dalam mengkaji ilmu agama. Permasalahan yang kerap terjadi, agama yang disajikan secara instan melalui kedua media tersebut sedikit banyak memberikan implikasi positif dan negatif, dalam salah sa","PeriodicalId":226467,"journal":{"name":"Muẚṣarah: Jurnal Kajian Islam Kontemporer","volume":"68 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-07-21","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"132179935","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"TASAWUF DI WILAYAH PERKOTAAN: STUDI KASUS PENGAJIAN GURU YADI DI KOTA BANJARMASIN, KALIMANTAN SELATAN","authors":"Ridha Risda Yanti","doi":"10.18592/msr.v1i1.3269","DOIUrl":"https://doi.org/10.18592/msr.v1i1.3269","url":null,"abstract":"Abstract: In South Kalimantan, there are many tasawuf study groups, including the open and the secretive ones. This article discusses one example of secretive tasawuf study group located in Banjarmasin, the capital of South Kalimantan. The main focus is on the tasawuf teachings and practices of a man called Guru Yadi. To reflect on some sufi teachings, members of this study group practice some rituals unsual to other tasawuf study groups, namely, immersing their bodies in a pool filled with water and ice, laying down in a coffin to reflect on death, and sitting in an area where masquuitoes are plenty, training themselves of contentment. In addition to death reflection and contentment training, the main teachings of this study group are repentance, donation-making, and treating others nicely. Istigfar is a compulsory sacred recitation for the members, beside a variety of sholawat and Surah al-Ikhlas, before they start the above rituals. Based on my observation, this study group develops a falsafi-cum-akhlaki type of tasawuf. Abstrak: Di Kalimantan Selatan, terdapat banyak pengajian-pengajian tasawuf, baik yang terbuka maupun yang rahasia (sirr). Artikel ini mendiskusikan salah satu contoh pengajian tasawuf sirr yang berlokasi di Kota Banjarmasin. Pembahasan di sini meliputi ajaran dan praktek tasawuf asuhan seorang yang dikenal sebagai Guru Yadi. Untuk meresapi ajaran tasawuf, di pengajian ini ada sejumlah praktek yang tidak biasa, misalnya, menghilangkan rasa dengan berendam di kolam es, merenungi kematian dengan berbaring di peti mati, dan duduk tafakkur sambil melatih ikhlas di tempat yang banyak nyamuk. Selain mengingat mati dan melatih ikhlas, ajaran pokok lainnya dalam pengajian ini adalah bertaubat, bersedekah dan berbuat baik dengan sesama makhluk. Istigfar menjadi bacaan wajib bagi semua anggota jamaah pengajian ini, selain bermacam sholawat dan surah al-Ikhlas, sebelum mereka melaksanakan semua praktek di atas. Berdasarkan pengamatan saya, corak tasawuf yang dikembangkan di pengajian ini adalah falsafi dan akhlaqi.","PeriodicalId":226467,"journal":{"name":"Muẚṣarah: Jurnal Kajian Islam Kontemporer","volume":"34 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-10-13","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"132320007","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"JURNAL ONLINE SEBAGAI ALTERNATIF SUMBER PEMBELAJARAN DI IAIN SAMARINDA","authors":"Heisma Yulianita Sari","doi":"10.18592/msr.v1i1.3270","DOIUrl":"https://doi.org/10.18592/msr.v1i1.3270","url":null,"abstract":"Abstract: IAIN Samarinda is one of the higher educational institutions that have used online journals in teaching and learning. This article investigates student attitudes and behavior with regard to the use of internet for the search of references that support the discussion in the classrooms and the writing of papers. This study involves 39 students and 6 lecturers from IAIN Samarinda, who gave data through questionaires. The author finds that the majority of respondents from students used internet for learning. This is in line with the use of digital sources by all lecturers interviewed for this study. The majority of student samples also agreed with the use of online journals for the courses they took. This is in line with the practice of most lecturers in the sample that makes compulsory the use of academic articles for assignments. Finally, the majority of the students in the sample also reported that they found online articles suitable for their courses. This study shows signs that digital literacy has began to entrench in IAIN Samarinda. Abstrak: IAIN Samarinda merupakan perguruan tinggi yang mulai menggunakan jurnal online dalam proses pembelajaran. Penulis artikel ini menginvestigasi bagaimana sikap dan perilaku mahasiswa terkait pemanfaatan internet untuk mencari referensi yang bisa mendukung proses diskusi di kelas dan pembuatan tugas kuliah. Penelitian ini melibatkan 39 mahasiswa dan 6 dosen di lingkungan IAIN Samarinda, di mana mereka memberikan data-data melalui angket. Penulis menemukan bahwa mayoritas sampel mahasiswa menggunakan internet dalam proses pembelajaran. Ini sejalan dengan penggunaan materi perkuliahan berformat digital oleh semua sampel dosen. Mayoritas sampel mahasiswa juga menyetujui penggunaan jurnal online sebagai materi perkuliahan dan pembuatan tugas. Ini juga seirama dengan praktik sebagian besar sampel dosen yang mewajibkan mahasiswa merujuk kepada artikel ilmiah untuk tugas kuliah. Mayoritas sampel mahasiswa juga melaporkan bahwa artikel online yang mereka dapatkan dari internet sesuai dengan kebutuhan mata kuliah. Studi ini menunjukkan tanda-tanda bahwa literasi digital mulai menggeliat di kampus IAIN Samarinda.","PeriodicalId":226467,"journal":{"name":"Muẚṣarah: Jurnal Kajian Islam Kontemporer","volume":"13 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-10-13","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"134040635","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"PANCASILA DAN AJARAN ISLAM: MENEGASKAN KEMBALI ARGUMEN PENERIMAAN PANCASILA SEBAGAI DASAR NEGARA","authors":"Sifa Arif Setiawan","doi":"10.18592/msr.v1i1.3266","DOIUrl":"https://doi.org/10.18592/msr.v1i1.3266","url":null,"abstract":"Abstract: Pancasila has been placed in opposition with Islam recently. This view is ahistorical and does not reflect sound understanding of Islamic teachings. This article re-affirms the argument to accept Pancasila as the state foundation. I combine historical data and reading of Islamic doctrines that emphasize the compatibility of the values of Pancasila and the values of Islam, also practices of Muslims in Nusantara. The implementation of the values of Pancasila will cultivate Islam ala Indonesia, which is friendly towards other ethnic groups, nations and religions, and will facilitate co-existence within diversity.Abstrak: Pancasila kembali dihadap-hadapkan dengan Islam dalam beberapa waktu terakhir. Pandangan ini sebenarnya ahistoris dan tidak mencerminkan pemahaman akan ajaran Islam. Artikel ini menegaskan kembali argumen penerimaan Pancasila sebagai dasar negara. Saya akan memadukan antara data sejarah dan pemahaman akan doktrin agama yang menekankan kesesuaian antara nilai-nilai Pancasila dan nilai-nilai Islam serta praktik Muslim di Nusantara. Saking sesuainya antara kedua hal itu, pengamalan nilai-nilai Pancasila akan memupuk tumbuh suburnya Islam ala Indonesia yang ramah bagi semua suku, bangsa dan agama lainnya serta terwujudnya suatu bangsa yang hidup bersama secara harmonis dan sejahtera dalam keragaman.","PeriodicalId":226467,"journal":{"name":"Muẚṣarah: Jurnal Kajian Islam Kontemporer","volume":"65 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-10-13","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"127401570","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"SASTRA LISAN MENOLAK MATI: CERITA DAN PANTUN ISLAMI SEBAGAI MEDIA DAKWAH DI PUNGGUR, PONTIANAK","authors":"Saripaini Saripaini","doi":"10.18592/msr.v1i1.3268","DOIUrl":"https://doi.org/10.18592/msr.v1i1.3268","url":null,"abstract":"Abstract: Nowadays, television and gadget are so dominant in public and private places. The culture of watching TV and smart phones sidelines the tradition of listening to storytelling. But oral literature is not extinct with the advancement of communication and information technology. The case that this author found in Punggur Village, Pontianak, showed that oral literature, specifically, the religious genre, survived despite the bombardment of various entertainments broadcasted through electronic and digital media. Religious instructors in the village deliver moral messages to children learning al-Qur’an recitation through poems and stories. In fact, the method of storytelling has its own attraction in fostering children's interests to learn about religion. Abstrak: Dewasa ini, kehadiran televisi dan gawai begitu dominan di ruang publik dan privat. Budaya menonton TV dan ponsel pintar menggeser tradisi mendengarkan penuturan cerita secara lisan. Namun sastra lisan tidak punah diterjang perkembangan teknologi komunikasi dan informasi. Kasus yang penulis temukan di Desa Punggur, Pontianak, menunjukan bahwa sastra lisan, spesifiknya, yang bergenre agama, bertahan di tengah gempuran tontonan dan hiburan yang disiarkan melalui media elektronik dan digital. Di sana, guru-guru agama menyampaikan pesan moral kepada anak-anak yang belajar membaca al-Qur’an dengan menggunakan pantun dan cerita. Metode bercerita memiliki daya tarik tersendiri dalam menumbuhkan minat anak-anak untuk belajar agama.","PeriodicalId":226467,"journal":{"name":"Muẚṣarah: Jurnal Kajian Islam Kontemporer","volume":"13 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-10-13","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"117354572","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}