{"title":"[多斯拉克语","authors":"Anisah Dwi Lastri P","doi":"10.18592/msr.v2i1.3655","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"AbstractThe issues of discrimination against women are not new in the history of humanity. It is noted that this discrimination has existed since pre-Islamic. Islam, with the rahmatan li al-alamin’s concepg, gaee nee breagh so as go speak gheir preeionslç marginalized righgs ghrongh ghe Holç message. The eomen’s hnmanigarian sgrnggle ghag had been so rigid and focnsed on eomen’s obligagion eighong regard for gheir righgs became more flexible. Bng ghis sgepping-stone that was built by Islam is not necessarily a prerequisite. This is seen in a number of qur 'an verses that seem to place a man as superiority so that often the masculine interpreters appear. This too has a great renown interpretation and has repeated discrimination against women. One of the most sexist texts that is Q. S. Ali Imran: 34 that places women as world jewelry for men without seeing the position of man in women's eyes. The qira 'ah mubadalah notion of giving a fresh breeze to sexist interpretations and making new offers to interpretation styles in particular that are meant to be meant for one subject only. With the mubadalah’s perspecgiee or ghe reciprocigç’s principle, ghe ingerpregagion of Ali Imran: 14 resnlgs in geo cengral ideas, (1) both have the same possibility as being \"temptation\" to one another, (2) both have to keep themselves from the temptations of the world. This paper is trying to apply the mubadalah theory to Ali Imran :14 in the attempt of the new tafsir and gender-fair application.AbstrakIsu-isu diskriminasi terhadap perempuan bukanlah hal baru yang muncul dalam sejarah kemanusiaan. Tercatat bahwa diskriminasi ini telah muncul sejak zaman pra-Islam. Islam yang rahmatan li al-alamin melalui pesan al-Qnr’an memberikan nafas baru bagi perempuan untuk lebih leluasa menyuarakan hak-haknya yang sebelumnya termarginalkan. Pergulatan kemanusiaan perempuan yang sebelumnya begitu kaku dan memforsir kewajiban perempuan tanpa memerhatikan hak-haknya menjadi lebih fleksibel. Namun demikian batu loncatan yang dibuat Islam tak serta merta secara mutlak. Hal ini terlihat dari beberapa ayat-ayat al-Qnr’an çang seolah menempagkan lelaki sebagai snperiorigas sehingga sering muncul tafsir yang terkesan maskulin. Aplikasi tafsir ini pun banyak yang telah masyhur dan seolah kembali mengulang diskriminasi terhadap perempuan. Salah satu ayat yang sering ditafsirkan secara seksis adalah Q. S. Ali Imran : 34 yang menempatkan perempuan sebagai perhiasan dunia bagi lelaki tanpa melihat posisi lelaki di mata perempuan. Gagasan qila’ah mjbada1ah memberikan angin segar terhadap penafsiran seksis yang terkesan bias gender dan memberikan tawaran baru terhadap gaya penafsiran khususnya ayat-ayat yang seolah dituju untuk satu subjek saja. Dengan perspektif mubadalah atau prinsip resiprositas, penafsiran terhadap Ali Imran : 14 menghasilkan dua gagasan ingi, (1) kednança memiliki kemnngkinan çang sama menjadi “godaan” sagn sama lain, (2) kednança harns menjaga diri dari godaan dunia. Tulisan ini berusaha mengaplikasikan teori mubadalah terhadap Ali Imran :14 sebagai upaya aplikasi tafsir yang berkemajuan dan adil gender.","PeriodicalId":226467,"journal":{"name":"Muẚṣarah: Jurnal Kajian Islam Kontemporer","volume":"25 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"2020-07-21","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"0","resultStr":"{\"title\":\"QIRA’AH MUBADALAH DAN ARAH KEMAJUAN TAFSIR ADIL GENDER: APLIKASI PRINSIP RESIPROSITAS TERHADAP Q. S. ALI IMRAN: 14\",\"authors\":\"Anisah Dwi Lastri P\",\"doi\":\"10.18592/msr.v2i1.3655\",\"DOIUrl\":null,\"url\":null,\"abstract\":\"AbstractThe issues of discrimination against women are not new in the history of humanity. It is noted that this discrimination has existed since pre-Islamic. Islam, with the rahmatan li al-alamin’s concepg, gaee nee breagh so as go speak gheir preeionslç marginalized righgs ghrongh ghe Holç message. The eomen’s hnmanigarian sgrnggle ghag had been so rigid and focnsed on eomen’s obligagion eighong regard for gheir righgs became more flexible. Bng ghis sgepping-stone that was built by Islam is not necessarily a prerequisite. This is seen in a number of qur 'an verses that seem to place a man as superiority so that often the masculine interpreters appear. This too has a great renown interpretation and has repeated discrimination against women. One of the most sexist texts that is Q. S. Ali Imran: 34 that places women as world jewelry for men without seeing the position of man in women's eyes. The qira 'ah mubadalah notion of giving a fresh breeze to sexist interpretations and making new offers to interpretation styles in particular that are meant to be meant for one subject only. With the mubadalah’s perspecgiee or ghe reciprocigç’s principle, ghe ingerpregagion of Ali Imran: 14 resnlgs in geo cengral ideas, (1) both have the same possibility as being \\\"temptation\\\" to one another, (2) both have to keep themselves from the temptations of the world. This paper is trying to apply the mubadalah theory to Ali Imran :14 in the attempt of the new tafsir and gender-fair application.AbstrakIsu-isu diskriminasi terhadap perempuan bukanlah hal baru yang muncul dalam sejarah kemanusiaan. Tercatat bahwa diskriminasi ini telah muncul sejak zaman pra-Islam. Islam yang rahmatan li al-alamin melalui pesan al-Qnr’an memberikan nafas baru bagi perempuan untuk lebih leluasa menyuarakan hak-haknya yang sebelumnya termarginalkan. Pergulatan kemanusiaan perempuan yang sebelumnya begitu kaku dan memforsir kewajiban perempuan tanpa memerhatikan hak-haknya menjadi lebih fleksibel. Namun demikian batu loncatan yang dibuat Islam tak serta merta secara mutlak. Hal ini terlihat dari beberapa ayat-ayat al-Qnr’an çang seolah menempagkan lelaki sebagai snperiorigas sehingga sering muncul tafsir yang terkesan maskulin. Aplikasi tafsir ini pun banyak yang telah masyhur dan seolah kembali mengulang diskriminasi terhadap perempuan. Salah satu ayat yang sering ditafsirkan secara seksis adalah Q. S. Ali Imran : 34 yang menempatkan perempuan sebagai perhiasan dunia bagi lelaki tanpa melihat posisi lelaki di mata perempuan. Gagasan qila’ah mjbada1ah memberikan angin segar terhadap penafsiran seksis yang terkesan bias gender dan memberikan tawaran baru terhadap gaya penafsiran khususnya ayat-ayat yang seolah dituju untuk satu subjek saja. Dengan perspektif mubadalah atau prinsip resiprositas, penafsiran terhadap Ali Imran : 14 menghasilkan dua gagasan ingi, (1) kednança memiliki kemnngkinan çang sama menjadi “godaan” sagn sama lain, (2) kednança harns menjaga diri dari godaan dunia. Tulisan ini berusaha mengaplikasikan teori mubadalah terhadap Ali Imran :14 sebagai upaya aplikasi tafsir yang berkemajuan dan adil gender.\",\"PeriodicalId\":226467,\"journal\":{\"name\":\"Muẚṣarah: Jurnal Kajian Islam Kontemporer\",\"volume\":\"25 1\",\"pages\":\"0\"},\"PeriodicalIF\":0.0000,\"publicationDate\":\"2020-07-21\",\"publicationTypes\":\"Journal Article\",\"fieldsOfStudy\":null,\"isOpenAccess\":false,\"openAccessPdf\":\"\",\"citationCount\":\"0\",\"resultStr\":null,\"platform\":\"Semanticscholar\",\"paperid\":null,\"PeriodicalName\":\"Muẚṣarah: Jurnal Kajian Islam Kontemporer\",\"FirstCategoryId\":\"1085\",\"ListUrlMain\":\"https://doi.org/10.18592/msr.v2i1.3655\",\"RegionNum\":0,\"RegionCategory\":null,\"ArticlePicture\":[],\"TitleCN\":null,\"AbstractTextCN\":null,\"PMCID\":null,\"EPubDate\":\"\",\"PubModel\":\"\",\"JCR\":\"\",\"JCRName\":\"\",\"Score\":null,\"Total\":0}","platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"Muẚṣarah: Jurnal Kajian Islam Kontemporer","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.18592/msr.v2i1.3655","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
引用次数: 0
摘要
摘要在人类历史上,歧视妇女的问题并不新鲜。应当指出,这种歧视自伊斯兰教以前就存在了。伊斯兰教,在拉赫马坦·阿里·阿拉明的概念下,需要突破,以便通过Holç的信息来表达他们preeionslç被边缘化的权利。妇女的人道主义斗争是如此的僵化和专注于妇女的义务,随着对她们权利的关注变得更加灵活。一块由伊斯兰教建造的垫脚石并不一定是先决条件。这在许多古兰经经文中可以看到,这些经文似乎将男性置于优越地位,因此经常出现男性诠释者。这也有一个著名的解释,并一再歧视妇女。其中最具性别歧视的是q·s·阿里·伊姆兰:34,它把女人当作男人的世界珠宝,却没有看到男人在女人眼中的地位。qira 'ah mubadalah的概念是给性别歧视的解释带来一股清新的风,并为解释风格提供新的建议,特别是只针对一个主题。以伊斯兰教主的观点或reciprocigç的原则,对阿里·伊姆兰14的解释,在地理中心思想中,(1)两者都有同样的可能性成为彼此的“诱惑”,(2)两者都必须使自己远离世界的诱惑。本文试图将mubadalah理论应用于Ali Imran:14,以尝试新工作和性别公平的应用。[摘要]新疆维吾尔自治区自治区自治区自治区自治区自治区自治区自治区自治区自治区自治区自治区自治区。Tercatat bahwa diskriminasi ini telah muncul sejak zaman pra-Islam。伊斯兰教yang rahmatan li al-alamin melalui pesan al-Qnr 'an成员,nafas baru bagi perempuan untuk lebih leluas menyuarakan hak-haknya yang sebelumnya termarginalkan。Pergulatan kemanusian和perempuan yang sebelumnya开始为kewajiban和perempuan tanpa memerhatikan hak-haknya menjadi lebih fleksibel。Namun demikian batu loncatan yang表示,伊斯兰教是一种宗教信仰。Hal ini terlihat dari beberapa ayat-ayat al-Qnr 'an padang seolah menempagkan lelaki sebagai snperiorigas seinga服务于市政官员yang terkesan maskulin。applikasi tafsir, i pun banyak yang telah masyhur dan seolah kembali mengulang diskriminasi terhadap permpuan。Q. S. Ali Imran: 34 yang menempatkan perempuan sebagai perhiasan dunia bagi lelaki tanpa melihat posisi lelaki di mata perempuan。Gagasan qila 'ah mjbadaah成员kan angin segar terhadap penafsiran seksis yang terkesan bias gender成员kan tawaran baru terhadap gaya penafsiran khususnya ayat-ayat yang seolah dituju untuk satu subjek saja。(1)广东农业农业发展与发展,(2)广东农业发展与发展与发展,(1)广东农业发展与发展,(1)广东农业发展与发展,(2)广东农业发展与发展,(2)广东农业发展与发展。阿里·伊姆兰(Ali Imran):14岁的时候,他的父亲杨·贝克曼(yang berkemaranan)说,他的父亲是一名女性。
QIRA’AH MUBADALAH DAN ARAH KEMAJUAN TAFSIR ADIL GENDER: APLIKASI PRINSIP RESIPROSITAS TERHADAP Q. S. ALI IMRAN: 14
AbstractThe issues of discrimination against women are not new in the history of humanity. It is noted that this discrimination has existed since pre-Islamic. Islam, with the rahmatan li al-alamin’s concepg, gaee nee breagh so as go speak gheir preeionslç marginalized righgs ghrongh ghe Holç message. The eomen’s hnmanigarian sgrnggle ghag had been so rigid and focnsed on eomen’s obligagion eighong regard for gheir righgs became more flexible. Bng ghis sgepping-stone that was built by Islam is not necessarily a prerequisite. This is seen in a number of qur 'an verses that seem to place a man as superiority so that often the masculine interpreters appear. This too has a great renown interpretation and has repeated discrimination against women. One of the most sexist texts that is Q. S. Ali Imran: 34 that places women as world jewelry for men without seeing the position of man in women's eyes. The qira 'ah mubadalah notion of giving a fresh breeze to sexist interpretations and making new offers to interpretation styles in particular that are meant to be meant for one subject only. With the mubadalah’s perspecgiee or ghe reciprocigç’s principle, ghe ingerpregagion of Ali Imran: 14 resnlgs in geo cengral ideas, (1) both have the same possibility as being "temptation" to one another, (2) both have to keep themselves from the temptations of the world. This paper is trying to apply the mubadalah theory to Ali Imran :14 in the attempt of the new tafsir and gender-fair application.AbstrakIsu-isu diskriminasi terhadap perempuan bukanlah hal baru yang muncul dalam sejarah kemanusiaan. Tercatat bahwa diskriminasi ini telah muncul sejak zaman pra-Islam. Islam yang rahmatan li al-alamin melalui pesan al-Qnr’an memberikan nafas baru bagi perempuan untuk lebih leluasa menyuarakan hak-haknya yang sebelumnya termarginalkan. Pergulatan kemanusiaan perempuan yang sebelumnya begitu kaku dan memforsir kewajiban perempuan tanpa memerhatikan hak-haknya menjadi lebih fleksibel. Namun demikian batu loncatan yang dibuat Islam tak serta merta secara mutlak. Hal ini terlihat dari beberapa ayat-ayat al-Qnr’an çang seolah menempagkan lelaki sebagai snperiorigas sehingga sering muncul tafsir yang terkesan maskulin. Aplikasi tafsir ini pun banyak yang telah masyhur dan seolah kembali mengulang diskriminasi terhadap perempuan. Salah satu ayat yang sering ditafsirkan secara seksis adalah Q. S. Ali Imran : 34 yang menempatkan perempuan sebagai perhiasan dunia bagi lelaki tanpa melihat posisi lelaki di mata perempuan. Gagasan qila’ah mjbada1ah memberikan angin segar terhadap penafsiran seksis yang terkesan bias gender dan memberikan tawaran baru terhadap gaya penafsiran khususnya ayat-ayat yang seolah dituju untuk satu subjek saja. Dengan perspektif mubadalah atau prinsip resiprositas, penafsiran terhadap Ali Imran : 14 menghasilkan dua gagasan ingi, (1) kednança memiliki kemnngkinan çang sama menjadi “godaan” sagn sama lain, (2) kednança harns menjaga diri dari godaan dunia. Tulisan ini berusaha mengaplikasikan teori mubadalah terhadap Ali Imran :14 sebagai upaya aplikasi tafsir yang berkemajuan dan adil gender.