{"title":"PERAN LEGISLATOR PEREMPUAN DALAM MENGAWAL PENGESAHAN RUU TPKS","authors":"Toni Kurniawan, Anna Zakiah Derajat","doi":"10.15408/harkat.v18i2.23753","DOIUrl":"https://doi.org/10.15408/harkat.v18i2.23753","url":null,"abstract":"Abstract. The purpose of this study is to determine the role of female legislators in efforts to oversee the ratification of the TPKS Bill against victims of sexual violence. The role of women legislators will be seen using the roots of Betty Friedan's liberal feminist thought. This type of research is qualitative research with a descriptive analysis method. The research approach used is a gender approach. In searching for data, researchers use library research techniques, which are taken from various journal articles, theses, or books. The results of this study are the role of women legislators in terms of escorting the ratification of the Draft Law on Sexual Violence (RUU TPKS) can be done in several ways, such as by having a discussion forum that thoroughly discusses the TPKS Bill, holding hearings with Komnas Perempuan, conducting various forms of advocacy, and strive to continue to push the TPKS Bill so that it can be discussed in the Legislative Departement. Abstrak.Tujuan penelitian ini untuk mengetahui bagaimana peran legislator perempuan dalam upaya pengawalan pengesahan RUU TPKS terhadap korban kekerasan seksual. Peran legislator perempuan akan dilihat menggunakan akar pemikiran feminis liberal Betty Friedan. Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan metode deskriptif analisis. Pendekatan penelitian yang dipakai adalah pendekatan gender. Dalam pencarian data, peneliti menggunakan teknik studi kepustakaan atau library research, yang diambil dari berbagai artikel jurnal, tesis, ataupun buku. Hasil penelitian ini adalah peran legislator perempuan dalam hal pengawalan pengesahan Rancangan Undang-undang Tindak Kekerasan Seksual (RUU TPKS) dapat dilakukan dengan beberapa cara, seperti dengan adanya diskusi forum yang membahas tuntas draft RUU TPKS, melakukan audiensi dengan Komnas Perempuan, melakukan berbagai bentuk advokasi, dan berupaya untuk terus mendorong RUU TPKS tersebut agar dapat dibahas di Badan Legislatif. ","PeriodicalId":420598,"journal":{"name":"Jurnal Harkat : Media Komunikasi Gender","volume":"11 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-10-03","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"125538428","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"AUW TJOEI LAN SEBAGAI REPRESENTASI PERJUANGAN TRIPLE DISCRIMINATION SEJARAH PERGERAKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA","authors":"J. Nafisah","doi":"10.15408/harkat.v18i2.26441","DOIUrl":"https://doi.org/10.15408/harkat.v18i2.26441","url":null,"abstract":"Abstract. This article describes the ethnic Chinese as a minority who had to go through various discriminations, especially violence against women, thus giving birth to a new female figure, namely Auw Tjoei Lan during the national movement. The researcher hopes that this figure can inspire multicultural-based history learning in schools. So that students can understand that the Indonesian struggle is not only carried out by men. Many women have contributed to achieving the unity of Indonesia. In addition, the concept of women's emancipation tends to only apply to indigenous women such as Raden Ajeng Kartini and Dewi Sartika. Whereas ethnic Chinese are also part of Indonesian society and are involved in Indonesia's independence efforts. The formulation of the problem in the study of this article is \"How is Auw Tjoei Lan's efforts in fighting for three discriminations in the history of the movement in Indonesia?\". The process of this study uses the historical method with data sources in the study of literature. The result of this study is that Auw Tjoei Lan played a very important role during the movement in Indonesia. Auw Tjoei Lan has a high social awareness in an effort to fight for discrimination in Indonesia, especially for women. Abstrak. Artikel ini memaparkan mengenai etnis Tionghoa sebagai minoritas yang harus melalui berbagai diskriminasi khususnya kekerasan pada perempuan sehingga melahirkan seorang tokoh perempuan baru yakni bernama Auw Tjoei Lan pada masa pergerakan nasional. Peneliti berharap tokoh ini dapat menginspirasi pembelajaran sejarah berbasis multicultural di sekolah. Sehingga siswa dapat memahami bahwa perjuangan Indonesia tidak hanya dilakukan oleh kaum laki-laki. Banyak perempuan yang berjasa dalam mencapai persatuan Indonesia. Selain itu konsep emansipasi wanita cenderung hanya dinobatkan pada perempuan pribumi saja seperti Raden Ajeng Kartini, dan Dewi Sartika. Padahal etnis Tionghoa juga merupakan bagian dari masyarakat Indonesia dan ikut terlibat dalam upaya kemerdekaan Indonesia. Rumusan masalah pada kajian artikel ini adalah “Bagaimana upaya Auw Tjoei Lan dalam memperjuangkan triple discrimination pada sejarah pergerakan di Indonesia?”. Proses kajian ini menggunakan metode historis dengan sumber data secara studi literatur. Hasil dari penelitian ini adalah Auw Tjoei Lan berperan sangat penting pada masa pergerakan di Indonesia. Auw Tjoei Lan memiliki kesadaran sosial yang tinggi dalam upaya memperjuangkan diskriminasi di Indonesia khususnya bagi kalangan perempuan. ","PeriodicalId":420598,"journal":{"name":"Jurnal Harkat : Media Komunikasi Gender","volume":"1 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-10-03","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"129045041","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"PEDOPHILIA (DITINJAU DARI ASPEK PELAKU, KRIMINALITAS DAN PERLINDUNGAN ANAK)","authors":"Ratna Azis Prasetyo","doi":"10.15408/harkat.v14i2.12814","DOIUrl":"https://doi.org/10.15408/harkat.v14i2.12814","url":null,"abstract":"Abstract. This article aims to explain the concept of pedophilia in terms of the perpetrators, criminality and child protection aspects. During this time children who are victims of pedophiliac suffer prolonged psychological injuries and even lead to death. Meanwhile, the legal settlement is not yet comparable to the injuries suffered by the victims and light punishment tends to make the sexual violence repeated. One of the light sentences for pedophiliacs is that the criminal law in this country has not specifically regulated criminal offenses and on the other hand, the concept of pedophilia is still considered as a mental disorder. Therefore, in handling it is not enough to rely on a legal approach, more than that the handling orientation needs to be directed at child protection. This is done by taking preventive measures such as fostering social sensitivity of the community, optimizing the role of social agents such as local social and institutional organizations and instilling early sex education in children. Abstrak. Artikel ini bertujuan untuk menjelaskan konsep pedophilia ditinjau dari aspek pelaku, kriminalitas dan perlindungan anak. Selama ini anak-anak yang menjadi korban para pedophiliac mengalami luka psikologis berkepanjangan dan bahkan berujung kematian. Sementara itu, penyelesaian secara hukum dirasa belum sebanding dengan luka yang dialami korban dan hukuman yang ringan cenderung membuat tindakan kekerasan seksual tersebut terulang. Hukuman yang ringan bagi para pedophiliac ini salah satunya karena hukum pidana di negara ini belum mengatur secara khusus dalam delik pidana dan disisi lain, konsep pedophilia ini masih dianggap sebagai salah satu gangguan mental. Oleh sebab itu, dalam penanganannya tidak cukup dengan mengandalkan pendekatan hukum, lebih dari itu orientasi penanganan perlu diarahkan pada perlindungan anak. Caranya dengan melakukan upaya-upaya preventif seperti menumbuhkan kepekaan sosial masyarakat, mengoptimalkan peran agen-agen sosial seperti organisasi kemasyarakatan dan kelembagaan lokal dan menanamkan pendidikan seks usia dini pada anak-anak. ","PeriodicalId":420598,"journal":{"name":"Jurnal Harkat : Media Komunikasi Gender","volume":"14 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-10-07","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"124456662","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"URGENSI REVITALISASI DAYCARE DALAM LINGKUNGAN KERJA RAMAH ANAK","authors":"L. Maknun","doi":"10.15408/harkat.v14i2.12818","DOIUrl":"https://doi.org/10.15408/harkat.v14i2.12818","url":null,"abstract":"Abstract. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Daycare was established not only as a day care center, but also as a laboratory for the development of childcare at the beloved UIN campus. But in practice, Daycare seems to only run the work program of the Gender and Children's Study Center. Many things have been a factor in the narrowing of the opinion of the academic community on the connotation that UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Daycare is only a formality and has not been able to accommodate the needs of its employees. To assess the urgency of Daycare revitalization, SWOT analysis is carried out which is commonly done at each institution. After getting the results of the analysis, the author recommends important points that are expected to revitalize Daycare, including improving quality, improving the system, adding infrastructure and evaluating. In conclusion, UIN Jakarta Daycare is very likely to become a childcare laboratory, but it requires the application of noble values such as courage and openness in carrying out management functions (POAC) for the creation of a child-friendly work environment at UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.Abstrak. Daycare UIN Syarif Hidayatullah Jakarta didirikan bukan hanya sebagai tempat penitipan anak semata, tetapi merupakan laboratorium pengembangan pengasuhan anak di kampus UIN tercinta. Namun pada prakteknya, Daycare seolah hanya menjalankan program kerja Pusat Studi Gander dan Anak. Ada banyak hal yang menjadi faktor mengerucutnya opini civitas akademika pada konotasi bahwa Daycare UIN Syarif Hidayatullah Jakarta hanya formalitas dan belum mampu mengakomodir kebutuhan pegawainya. Untuk mengkaji sejauh mana urgensi revitalisasi Daycare dilakukan analisis SWOT yang lazim dilakukan pada setiap lembaga. Setelah mendapatkan hasil analisis, penulis merekomendasikan poin-poin penting yang diharapkan dapat merevitalisasi Daycare, di antaranya peningkatan mutu, perbaikan sytem, penambahan infrastruktur dan evaluasi. Kesimpulannya Daycare UIN Jakarta sangat mungkin untuk menjadi laboratorium pengasuhan anak, namun dibutuhkan aplikasi nilai-nilai luhur seperti keberanian dan keterbukaan dalam menjalankan fungsi managemen (POAC) demi terciptanya atmosfir lingkungan kerja ramah anak di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. ","PeriodicalId":420598,"journal":{"name":"Jurnal Harkat : Media Komunikasi Gender","volume":"2 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-10-07","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"117206019","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PENDIDIKAN PESANTREN: KAJIAN FEMINISME ISLAM","authors":"Masthuriyah Sa’dan","doi":"10.15408/harkat.v14i2.12812","DOIUrl":"https://doi.org/10.15408/harkat.v14i2.12812","url":null,"abstract":" Abstract. Exit of the Beijing Platform For Action (BPFA) on gender equality mainstreaming was incorporated into development policy during the fourth world women's conference in Beijing in 1995 so Abdurrahman Wahid declared Presidential Instruction number 19 December 2000. 9 of 2000 on gender mainstreaming in national development. This is where the islamic boarding school is required to be able to respond to the dynamics of the era along with the development of modernization and globalization, so that islamic boarding school can answer the issue of gender equality discourse that goes into the boarding booths. This paper wants to answer how the strategy and implementation of Gender Mainstreaming in islamic boarding school education. This review is literature review using feminist approach and gender analysis in Islam. After the review, the authors found that the strategy for realizing gender mainstreaming in islamic boarding school education is to re-design the gender perspective teaching curriculum and the implementation of Gender Mainstreaming is through the main stakeholders of islamic boarding school namely Kyai, Nyai, Ustadzah and ustadz.Abstrak. Dikeluarkannya Beijing Platform For Action (BPFA) tentang gender mainstreaming (PUG) kesetaraan gender masuk dalam kebijakan pembangunan pada saat konferensi perempuan dunia keempat di Beijing tahun 1995 sehingga Presiden Abdurrahman Wahid pada tanggal 19 desember 2000 mengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres) No. 9 Tahun 2000 tentang pengarusutamaan gender dalam pembangunan nasional. Disinilah pesantren dituntut untuk mampu merespon dinamika zaman seiring berkembangnya arus modernisasi dan globalisasi, sehingga pesantren mampu menjawab persoalan wacana kesetaraan gender yang masuk ke dalam bilik-bilik pesantren. Tulisan ini ingin menjawab bagaimana strategi dan implementasi PUG dalam pendidikan pesantren. Kajian ini adalah kajian pustaka dengan menggunakan pendekatan feminis dan analisa gender dalam Islam. Setelah dilakukan kajian, penulis menemukan bahwa strategi untuk mewujudkan PUG dalam pendidikan pesantren adalah melakukan re-desain kurikulum pengajaran berprespektif gender dan implementasi PUG adalah melalui pemangku utama pesantren yaitu Kyai, Nyai, Ustadzah dan ustadz. ","PeriodicalId":420598,"journal":{"name":"Jurnal Harkat : Media Komunikasi Gender","volume":"91 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-10-07","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"121512071","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"PEMBANGUNAN DAN FEMINISASI TANAH DI INDONESIA (KAJIAN EKOFEMINISME GLOBAL)","authors":"M. Sulistyati","doi":"10.15408/harkat.v14i2.12810","DOIUrl":"https://doi.org/10.15408/harkat.v14i2.12810","url":null,"abstract":"Abstract. Until now, the development process in most Third World countries including Indonesia still places women as second-class citizens; while leaving a latent environmental crisis problem. This paper examines the influence of development practices through the face of mining corporations, and examines the experiences of the struggles of the people who are in the circle of power relations. The global ecofeminism approach of Vandana Shiva and Maria Mies is used as a linguistic nomenclature that helps explain each of the key words in concepts that have previously been tendered by the patriarchal power system. In the end, the value of ecofeminism as the ethics of life becomes a solutive choice to restore traditional and relational awareness that transcends the binary barriers of the human genitals, and transcends the boundaries of human egoism towards non-humans.Abstrak. Hingga kini, proses pembangunan di sebagian besar negara Dunia Ketiga termasuk Indonesia masih menempatkan perempuan sebagai warga kelas dua; sekaligus menyisakan problem krisis lingkungan yang laten. Tulisan ini mengkaji pengaruh praktik pembangunanisme melalui wajah korporasi tambang, serta mengkaji pengalaman perjuangan masyarakat yang berada di dalam lingkar relasi kuasa tersebut. Pendekatan ekofeminisme global Vandana Shiva dan Maria Mies digunakan sebagai nomenklatur linguistik yang membantu memaparkan setiap kata kunci dalam konsep- konsep yang sebelumnya telah tergenderkan oleh sistem kuasa patriarki. Pada akhirnya, nilai ekofeminisme sebagai etika kehidupan menjadi pilihan solutif untuk mengembalikan kesadaran tradisional dan relasional yang melampaui sekat-sekat biner kelamin manusia, serta melampaui sekat egoisme manusia terhadap non-manusia. ","PeriodicalId":420598,"journal":{"name":"Jurnal Harkat : Media Komunikasi Gender","volume":"30 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-10-07","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"115041640","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"PENERAPAN DALIL SYAR’I : UPAYA MENCIPTAKAN LINGKUNGAN KERJA RAMAH MANUSIA","authors":"M. Farid","doi":"10.15408/harkat.v14i2.12821","DOIUrl":"https://doi.org/10.15408/harkat.v14i2.12821","url":null,"abstract":"Abstract. The difference between causal about gender and its practice makes problems related to economy, welfare and education more prominent. The majority understands that gender is an equal right between men and women. Such understanding is what erodes the role as well as the inner degree of a woman. This condition can be seen in the current work environment which increasingly alienates women from their families. So that the work environment that should be a factor driving the economy becomes a new problem because of its inferiority towards women and children. Islam as a religion of mercy for all nature provides solutions and enlightenment related to the problem. With the application of the arguments syar’i (Islamic law) is expected to all run accordingly. So that balance and satisfaction will be achieved by all parties. In this paper describes a good work environment from an Islamic perspective, namely a work environment that is friendly to children, women and the company itself.Abstrak. Adanya perbedaan antara kausal tentang gender dan praktiknya membuat masalah-masalah terkait dengan ekonomi, kesejahteraan dan pendidikan semakin mencuat. Mayoritas memahami bahwa gender merupakan persamaan hak antara laki-laki dan perempuan secara penuh. Pemahaman seperti itulah yang sejatinya menggerus peran sekaligus derajat bathiniah seorang wanita. Kondisi tersebut dapat dilihat pada lingkungan kerja kekinian yang semakin menjauhkan perempuan dengan keluarganya. Sehingga lingkungan kerja yang seharusnya menjadi faktor pendorong ekonomi justru menjadi masalah baru sebab ketidak ramahannya terhadap perempuan dan anak. Islam sebagai agama rahmat bagi seluruh alam memberikan solusi dan pencerahan terkait masalah tersebut. Dengan penerapan dalil-dalil syar’i (hukum islam) diharapkan semua berjalan semestinya. Sehingga keseimbangan dan kepuasan akan dicapai oleh semua pihak. Dalam paper ini menjelaskan tentang lingkungan kerja yang baik perspektif islam, yaitu lingkungan kerja yang ramah anak, perempuan dan perusahaan itu sendiri. ","PeriodicalId":420598,"journal":{"name":"Jurnal Harkat : Media Komunikasi Gender","volume":"17 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-10-07","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"129579423","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"PENCEGAHAN DAN PERLINDUNGAN ANAK BERBASIS GAMPONG DI ACEH","authors":"Abidin Nurdin","doi":"10.15408/harkat.v14i2.12813","DOIUrl":"https://doi.org/10.15408/harkat.v14i2.12813","url":null,"abstract":"Abstract. This paper discussed the prevention and protection of village-based ABH with the Adat approach in Aceh. The number of ABH continues to grow which is caused by factors, the environment, wrong students, families are not harmonious, the lack of religious education. Not only in Indonesia, but also in Japan, the Philippines, Malaysia and Bangladesh formal legal processes have been left to be replaced by non-formal or diversion. However, the problem is the community's readiness and the responsibilities of parents in providing prevention and protection for ABH. In Aceh with traditional power which is thick with religious values it is able to provide prevention and protection even rehabilitation to village-based ABH. Some villages in Aceh have succeeded in making reusam gampong (village regulations) that put forward aspects of prevention and protection as well as strengthening traditional institutions (keuchik, tuha peut and teungku imum) and the role of parents. Sanctions given that are educational for example, cleaning meunasah, adhan for some time, memorizing some surahs in the Koran.Abstrak. Tulisan ini membahas tentang pencegahan dan perlindungan ABH berbasis gampong dengan pendekatan Adat di Aceh. Jumlah ABH terus bertambah yang disebabkan oleh faktor, lingkungan, salah didik, keluarga tidak harmonis, minimnya pendidikan agama. Saat ini bukan saja di Indonesia, tetapi juga di Jepang, Filipina, Malaysia dan Bangladesh proses hukum formal mulai ditinggal diganti dengan non formal atau diversi. Namun demikian yang jadi masalah adalah kesiapan masyarakat dan tanggung jawab orang tua dalam memberikan pencegahan dan perlindungan terhadap ABH. Di Aceh dengan kekuatan adat yang kental dengan nilai-nilai agama mampu memberikan pencegahan dan perlindungan bahkan rehabilitasi pada ABH yang berbasis gampong. Beberapa gampong di Aceh telah berhasil membuat reusam gampong (peraturan desa) yang mengedepankan aspek pencegahan dan perlindungan serta penguatan lembaga adat (keuchik, tuha peut dan teungku imum) serta peran orang tua. Sanksi yang diberikan yang bersifat mendidik misalnya, membersihkan meunasah, azan dalam beberapa waktu, menghafal beberapa surah dalam al-Quran. ","PeriodicalId":420598,"journal":{"name":"Jurnal Harkat : Media Komunikasi Gender","volume":"63 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-10-07","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"133164448","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"NARASI PERJUANGAN KATINI KENDENG DALAM PERSPEKTIF EKOLOGI LIBERATIF AL-QURAN","authors":"Wildan Imaduddin Muhammad","doi":"10.15408/harkat.v14i2.12816","DOIUrl":"https://doi.org/10.15408/harkat.v14i2.12816","url":null,"abstract":" Abstract. The Women Farmer from Mount Kendeng a.k.a Kartini Kendeng are persistence to refuse the operation of cement factories and its mining in their land. They are representative of consevasion movement to not defferred to corporation and goverment for their own land and water. This article illustrates narratively the fighting of Kartini Kendeng trhough the perspective of ecology and liberation in the Quran. It is the convergence of thought from three women scholars are Nur Arfiyah Febriani, Amina Wadud and Asma Barlas. Those women agree that Quran is book of liberation from any oppression and despotism. By viewing the Quran as book of liberation, this research consider that Kartini Kendeng are appropriate with Quranic values. In other word, the religious preaching has been motivates the persistent of Kartini Kendeng.Abstrak. Para petani perempuan dari lereng Pegunungan Kendeng atau dikenal dengan Kartini Kendeng sangat gigih menolak operasi Pabrik Semen dan penambangan. Mereka adalah representasi pejuang ekologi yang enggan mengalah dari korporasi yang didukung Negara demi kelestarian tanah dan air. Tulisan ini memotret narasi perjuangan kartini kendeng dengat perspektif ekologi dan liberasi dalam Al-Quran. Perspektif ekologi dan liberasi Al-Quran merupakan konvergensi dari pemikiran tiga tokoh: Nur Arfiyah Febriyani, Amina Wadud dan Asma Barlas. Ketiga tokoh ini sepakat bahwa al-Quran adalah kitab pembebasan dari segala bentuk penindasan dan kesewenangan. Dengan memosisikan al-Quran sebagai kitab liberasi, penelitian ini melihat bahwa perjuangan Kartini Kendeng telah sesuai dengan nilai-nilai dalam al-Quran. Salah satu kesimpulan penelitian ini adalah bahwa ajaran agama turut menjadi motivasi perjuangan para Kartini Kendeng. ","PeriodicalId":420598,"journal":{"name":"Jurnal Harkat : Media Komunikasi Gender","volume":"215 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-10-07","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"134431206","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"Partai Politik dan Keterwakilan Perempuan (Analisis Problematika Partai Politik dalam Memenuhi Keterwakilan Perempuan di DPRD)","authors":"Ana Sabhana Azmy, Isnaini Anis Farhah","doi":"10.15408/HARKAT.V14I1.10396","DOIUrl":"https://doi.org/10.15408/HARKAT.V14I1.10396","url":null,"abstract":"Abstract.This research investigates the problems of political parties in meeting the quota of women’s representation in Parliament of Lebak Regency for the period 2014-2019. The objectives of this research are to know the importance of women’s representation and to analyze the barriers that caused difficulties for political parties to fulfill women’s representation in Parliament of Lebak Regency for the period 2014-2019. Method that used in this research is qualitative research with documentation and interview as the data collection technique. Theories used in this research are political party theories by Larry Diamond and women's representation by Anne Phillips and Nadezhda Shvedova. The research found two findings. First, women’s representation in Parliament of Lebak Regency is strongly important. Due to the presence of women in Parliament of Lebak Regency can bring women’s interests in politics. Second, the importance of women’s representation in Parliament of Lebak Regency is not supported by a quota of women’s representation in Parliament of Lebak Regency at which only 14%. There are three barriers that caused difficulties for political parties to fulfill women’s representation quota in Parliament of Lebak Regency for the period 2014-2019, namely political barriers, socio-economics barriers, and ideological and psychological barriers. Abstrak. Penelitian ini membahas tentang problematika partai politik dalam memenuhi kuota keterwakilan perempuan di DPRD Kabupaten Lebak periode 2014-2019. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pentingnya representasi keterwakilan perempuan dan menganalisis kendala-kendala yang menyebabkan partai politik sulit memenuhi keterwakilan perempuan di DPRD Kabupaten Lebak periode 2014-2019. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif dengan teknik pengumpulan data yaitu studi dokumentasi dan wawancara. Teori yang digunakan adalah teori partai politik dari Larry Diamond dan teori keterwakilan perempuan dari Anne Philips dan Nadezhda Svedova. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, pertama, representasi keterwakilan perempuan di DPRD Kabupaten Lebak sangat penting. Hal ini karena dengan hadirnya perempuan di DPRD Kabupaten Lebak dapat membawa kepentingan-kepentingan perempuan dalam politik. Kedua, pentingnya representasi perempuan di DPRD Kabupaten Lebak tidak didukung dengan kuota keterwakilan perempuan di DPRD Kabupaten Lebak yakni hanya 14%. Ada tiga kendala yang menyebabkan partai politik sulit untuk memenuhi kuota keterwakilan perempuan di DPRD Kabupaten Lebak periode 2014-2019 yaitu kendala politik, kendala sosio-ekonomi, serta kendala ideologis dan psikologis. ","PeriodicalId":420598,"journal":{"name":"Jurnal Harkat : Media Komunikasi Gender","volume":"48 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-01-22","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"123929118","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}