Fauzan Ghafur, Fazari Zul hasmi Kanggas, Setiawan bin Lahuri
{"title":"KEDUDUKAN PENCATATAN PERKAWINAN DALAM HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF DI INDONESIA","authors":"Fauzan Ghafur, Fazari Zul hasmi Kanggas, Setiawan bin Lahuri","doi":"10.21111/jicl.v3i2.5389","DOIUrl":"https://doi.org/10.21111/jicl.v3i2.5389","url":null,"abstract":"Pemerintah telah mewajibkan pencatatan perkawinan bagi seluruh warga negara Indonesia yang telah melangsungkan perkawinan. Dengan adanya “kewajiban” pencatatan perkawinan tersebut apakah kewajiban tersebut setara dengan syarat dan rukun nikah yang telah ada sebelumnya di dalam ketentuan Agama Islam? Bila dikatakan tidak setara dengan rukun dan syarat nikah yang ada di Agama Islam, lantas bagaimana kedudukan pencatatan perkawinan dalam Hukum Islam dan Hukum Positif di Indonesia? Jenis penelitian ini merupakan penelitian hukum yuridis-normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual. Adapun bahan hukum yang digunakan bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder dengan menggunakan analisis kepustakaan. Hasil penelitian ini yaitu: 1) kedudukan pencatatan perkawinan dalam hukum positif merupakan kewajiban administratif yang tidak dapat dijadikan sebagai syarat sah atau rukun perkawinan. 2) Di dalam Hukum Islam, pencatatan perkawinan harus dilakukan untuk mendapatkan keabsahan secara hukum (normatif-yuridis) akan tetapi bukan bagian syarat untuk mendapatkan keabsahan secara agama (normatif-teologis). Kata kunci : pencatatan perkawinan, hukum positif, hukum islam.","PeriodicalId":108315,"journal":{"name":"Journal of Indonesian Comparative of Law","volume":"77 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-12-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"128953227","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"Tinjauan Fiqh Jinayat dan Hukum Pidana Terhadap Pembelaan Terpaksa yang Melampaui Batas dalam Tindak Kejahatan","authors":"Zulfikri Sidik, A. Santoso, Diah Widhi Annisa","doi":"10.21111/jicl.v3i2.5386","DOIUrl":"https://doi.org/10.21111/jicl.v3i2.5386","url":null,"abstract":"Penegakan hukum di Indonesia adalah berdasarkan kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Dalam menindak lanjuti perkara hukum, Indonesia berpedoman kepada Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Indonesia adalah negara yang mayoritas penduduknya memeluk agama Islam, maka sudah seharusnya penindakan hukum harus berdasarkan hukum pidana Islam juga. Tidak semua tindakan pidana dapat dihukum, salah satu bentuk tindakan mendapatkan penghapusan pidana ialah tindakan yang dilakukan oleh seseorang dalam rangka membela diri. Pada pasal 49 ayat 1 dan 2 KUHP telah disebutkan bahwa seseorang yang terpaksa melakukan tindak pidana untuk menyelamatkan dirinya, diri orang lain, hartanya ataupun harta orang lain tidak akan dipidana. Pada pasal tersebut belum dijelaskan batasan membela diri yang dibebaskan dari hukuman pidana seperti apa dan bagaimana. Pembelaan adalah sebuah upaya menyelamatkan diri dari sendiri, diri orang lain, harta sendiri maupun harta orang lain dari sebuah serangan yang menimbulkan kerugian. Pada hukum Islam penjelasan tentang daf’u As-sail atau pembelaan terpaksa terdapat pada ayat 194 di surah Al-Baqarah yang artinya dapat diambil makna bahwa orang yang menerima serangan dapat diserang balik namun seimbang dengan serangan yang didapatkan. Metode yang digunakan adalah penelitian normatif deskriptif dengan cara menelaah data-data dari buku, jurnal dan tulisan-tulisan. Penelitian ini menggunakan pendekatan komparatif yang mana membandingkan antara hukum pidana dan fiqh jinayat dalam masalah yang diangkat oleh penulis. Dari penelitian ini penulis mengambil beberapa point penting. Bahawasanya ada sebuah keselarasan antara hukum pidana dan fiqh jinayat dalam memandang pembelaan terpaksa. Kata kunci : Pembelaan diri, Hukum pidana, Fiqh Jinayat","PeriodicalId":108315,"journal":{"name":"Journal of Indonesian Comparative of Law","volume":"76 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-12-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"116764996","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"PRAKTIK EUTHANASIA TERHADAP PASIEN COVID-19 PADA MASA PANDEMI DITINJAU DARI FIQIH JINAYAH","authors":"A. Santoso, A. Fitriani","doi":"10.21111/jicl.v3i2.5383","DOIUrl":"https://doi.org/10.21111/jicl.v3i2.5383","url":null,"abstract":"Masa pandemi COVID-19 masih menjadi momok umat dunia. Wabah yang sampai saat ini belum ditemukan penawarnya membuat masyarakat resah.. Praktik euthanasia kemungkinan menjadi opsi penanganan Covid oleh tenaga medis spanyol,dikarenakan angka kematian di episentrum virus corona Eropa yang jauh lebih besar melampaui angka kematian resmi Covid-19 di negara asalnya Cina. Euthanasia memang sudah ada dari abad pertengahan, namun keberadaannya masih tetap eksis sampai saat ini. Praktik yang di asumsikan yunani ternyata tidak sesuai dengan negara pertiwi, dimana negara ini memprioritaskan keagamaan dalam segala aspek kehidupan. Darisinilah muncul permasalahan dengan anggapan euthanasia termasuk aktifitas pembunuhan baik sengaja maupun direncana, serta menyalahi aturan kehidupan yang Allah tetapkan. Maka hadirlah hukum pidana Islam sebagai sarana penentuan kehakiman agar hukum yang ditetapkan membawa keadilan dan kedamaian. Penetapan hukum pidana Islam sering dianggap mengerikan, padahal jika kita melihat lebih dalam, apa yang dikandungnya memiliki interpretasi kehidupan yang sempurna, dimana Allah telah mengatur dengan sebaik-baiknya aturan. Didasari dari perdebatan tersebut, peneliti mengupas lebih dalam praktikeuthanasia pada wabah covid 19 dari segi hukum pidana Islam, penelitian ini merupakan penelitian pustaka yang bersifat kualitatif. Teknik pengumpulan data yang digunakan yakni pengumpulan data dengan studi pustaka yang bersumber dari buku primer, serta beberapa literatur. Sedangkan untuk analisis data, penulis menggunakan metode deskriptif analitik, yaitu data yang didapatkan dari sumber literatur kemudian dilakukan penarikan kesimpulan. Dalam prespektif hukum pidana Islam, praktik euthanasia aktif tidak memiliki ruang untuk diterima. Karena perbuatan ini telah menyalahi aturan kehidupan yang Allah ciptakan. Seseorang yang melakukan praktik ini, baik keluarga, pasien sendiri yang meminta ataupun inisiatif dari sang dokter, semuanya memiliki beban hukuman dari Sang Maha Pencipta. Kata kunci : COVID-19, Euthanasia, Hukum Pidana Islam","PeriodicalId":108315,"journal":{"name":"Journal of Indonesian Comparative of Law","volume":"276 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-12-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"116115446","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"Pertimbangan Hakim Dalam Kasus Nomor 29/Pdt.P/2019/PA.Yk tentang Dispensasi Nikah Akibat Hamil di Luar Nikah di Pengadilan Agama Yogyakarta 1A Perspektif al-Madzahib al-Arba’ah","authors":"Akhlis Azzamuddin Tifani, Rashda Diana, Nadya Dhini","doi":"10.21111/jicl.v3i2.5384","DOIUrl":"https://doi.org/10.21111/jicl.v3i2.5384","url":null,"abstract":"Penelitian ini mengkaji putusan Hakim Pengadilan Agama Yogyakarta Nomor 29/Pdt.P/2019/PA.Yk. yang melegalkan permohonan dispensasi nikah akibat hamil di luar nikah perspektif al- Madzahib al-Arba’ah. Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan yang mengkaji dokumen-dokumen terkait penelitian. Sumber data primer dalam penelitian ini adalah putusan hakim PA Yogyakarta sedang data sekunder yang digunakan sebagai penguat argument adalah wawancara dengan pihak terkait dalam hal ini adalah hakim. Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa pelegalan permohonan dispensasi nikah akibat hamil di luar nikah yang dilakukan oleh hakim berdasarkan tiga landasan; UU No. 1 tahun 1974 tentang batasan umur, hadits tirmidzi nomor 995 dan qaidah fiqhiyyah. Jika dipandang dari perspektif al- Madzahib al-Arba’ah apa yang dilakukan oleh hakim terkait pelegalan permohonan pernikahan karena hamil di luar nikah senada dan sesuai dengan apa yang diterapkan dalam Madzhab Hanafi dan Syafi’i, dengan alasan bahwa dalam hukum Islam wanita yang hamil tidaklah termasuk wanita yang haram untuk dinikahi. Kata kunci: Putusan, Hakim, Legal, Dispensasi Nikah, Luar Nikah, Madzhab.","PeriodicalId":108315,"journal":{"name":"Journal of Indonesian Comparative of Law","volume":"67 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-12-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"126296778","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"KARIR WANITA DALAM ISLAM (Kritik atas Pemikiran Feminisme & Gender)","authors":"Firda Inayah","doi":"10.21111/jicl.v3i2.5379","DOIUrl":"https://doi.org/10.21111/jicl.v3i2.5379","url":null,"abstract":"","PeriodicalId":108315,"journal":{"name":"Journal of Indonesian Comparative of Law","volume":"109 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-12-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"122432080","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"Konsep Gratifikasi dalam Kitab Nihâyah az-Zain Karya Syekh Nawawi al-Bantani (Studi Komparasi dengan Undang-undang dan Fatwa MUI)","authors":"W. Yusuf, M. S. Hidayatullah","doi":"10.21111/jicl.v3i2.5378","DOIUrl":"https://doi.org/10.21111/jicl.v3i2.5378","url":null,"abstract":"Tujuan penulisan artikel ini adalah menguraikan konsep gratifikasi dalam kitab Nihâyah az-Zain karya Syekh Nawawi al-Bantani dan membandingkannya dengan gratifikasi dalam Undang-undang No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Undang-undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan Fatwa Musyawarah Nasional VI Majelis Ulama Indonesia tentang Risywah (Suap), Ghulul (Korupsi) dan Hadiah kepada Pejabat. Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif dengan pendekatan perundang-undangan, konseptual dan komparatif. Konsep gratifikasi dalam kitab Nihâyah az-Zain mengarah pada pemaknaan pemberian hadiah kepada hakim ( qadhi) yang keberadaannya dipengaruhi jabatan, wilayah kerja dan urusan (sengketa) serta dikaitkan pada kebiasaan pemberian hadiah bagi si pemberi sebelum diterima jabatan oleh yang bersangkutan. Dalam studi komparasi dengan Undang-undang dan Fatwa MUI terkait gratifikasi, maka persamaan ketiganya sama-sama merujuk pada pemberian hadiah kepada pejabat terkait dengan kedudukannya dan ketiganya sama-sama melarang keras praktik gratifikasi. Sedangkan perbedaan yang mendasar dilihat dalam perspektif hukum Islam tentang muamalah, bahwa kitab Nihâyah az-Zain dan Fatwa MUI tidak menjadikan pinjaman uang tanpa bunga sebagai bagian dari gratifikasi sebagaimana Undang-undang Pemberantasan Tipikor yang menjadikannya salah satu bentuk gratifikasi, sebab pinjaman uang berbunga merupakan bagian transaksi ribawi yang diharamkan dalam hukum Islam, karena itu sudah seharusnya akad pinjaman uang ( qardh) itu tanpa bunga","PeriodicalId":108315,"journal":{"name":"Journal of Indonesian Comparative of Law","volume":"158 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-12-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"121123425","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"PENCEMARAN LINGKUNGAN DALAM FIQIH ISLAM DAN UNDANG-UNDANG NO. 32 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP","authors":"Ruqoyyah Habibaturrahim, Wahyudi Bakrie","doi":"10.21111/jicl.v3i1.4513","DOIUrl":"https://doi.org/10.21111/jicl.v3i1.4513","url":null,"abstract":"Abstrak Pencemaran merupakan masalah lingkungan yang dihadapi oleh seluruh Negara. Peningkatan jumlah industry serta aktiftasnya yang kurang memperhatikan standar pelaksanaan dan pengaruh pada lingkungan yang akan ditimbulkan memberikan dampak buruk yang besar. Hukum Islam telah melarang melakukan kerusakan demi terjaga dan terjaminnya kehidupan setiap manusia. Begitu pula di Indonesia, secara tegas telah mengatur dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Peraturan Pemerintahan No. 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui tentang bagaimana pencemaran lingkungan dalam Fiqih Islam dan UndangUndang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup serta bagaimana persamaan dan perbedaan antara pencemaran lingkungan dalam Fiqih Islam dan Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Penelitian ini adalah penelitian kepustakaan (library research) dengan menggunakan pendekatan kualitatif sedangkan untuk menganalisis data penulis menggunakan metode penelitian komparatif. Hasil dari penelitian ini menjelaskan bahwa Fiqih Islam memandang pencemaran lingkungan sebagai suatu kerusakan dan merugikan orang lain, yang hukumnya haram dan dapat dikenakan hukuman ta’zir bahkan qotl jika menyebabkan kematian orang lain. Sedangkan menurut Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, pencemaran lingkungan adalah masuk atau dimasukkanya komponen ke udara yang menyebabkan udara tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Perbuatan ini dilarang oleh pemerintah dan dikenakan hukuman tergantung jenis dan berat pelanggarannya. Kata Kunci : Hukum Islam, Linkungan Hidup, Undang-Undang","PeriodicalId":108315,"journal":{"name":"Journal of Indonesian Comparative of Law","volume":"189 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-06-20","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"115239291","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"ولاء النصرة في المنظور الإسلامي دراسة تحليلية عن مجموعة الأحكام الإسلامية المادة 58","authors":"Ahmad Arif, Muhtarom Muhtarom","doi":"10.21111/jicl.v3i1.4515","DOIUrl":"https://doi.org/10.21111/jicl.v3i1.4515","url":null,"abstract":"Abstrak Hukum pewarisan Islam ditetapkan atas dasar kaidah-kaidah tertentu antara lain adalah orang yang peringkat hubungan kekeluargaannya terdekat dengan pihak yang meninggal dunia, ia menghajb orang yang peringkat hubungan kekeluargaannya lebih jauh dari pihak yang meninggal dunia, seperti halnya anak pada derajat pertama dan anak dari anak pada derajat kedua, dalam hal ini wafat seorang ayah meninggalkan anak dan cucu, maka dalam keadaan ini anak mewarisi sedangkan cucu tidak, karena derajat anak lebih dekat dengan pihak yang meninggal dunia. Adapun dalam konsep ahli waris pengganti menurut Kompilasi Hukum Islam pasal 185, Ahli waris pengganti menjadi ahli waris karena orang tuanya yang berhak mewaris meninggal lebih dahulu dari pada si pewaris. Dalam penelitian ini penulis mengkaji tentang ketentuan konsep ahli waris pengganti dalam kompilasi hukum Islam pasal 185 dan posisinya menurut kaidah kewarisan Islam. Penelitian Ini adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan library reasearch. Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode yuridis normatif. Penelitian ini bersifat deskriptif analisis dengan menganalisis content pasal tersebut dan posisinya dalam Fiqih kewarisan Islam. Hasil yang diperoleh (1) Hukum kewarisan Ahli waris pengganti tidak pernah ditemukan baik melalui nash Al-Qur’an ataupun dalam literatur Fiqh Islam Akan tetapi syari’at Islam telah memberi solusi terhadap perkara tersebut dengan wasiat wajibah, ataupun ketika pada pembagian Harta kepada ahli waris yang berhak memberi mereka yang hadir pada saat pembagian baik dalam bentuk hadiah atau hibah, selanjutnya agar ditetapkannya undang-undang Nafaqoh dalam Islam. (2) Bahwa Ketentuan ahli waris pengganti yang terdapat dalam Kompilasi Hukum Islam Pasal 185 berisikan Ahli waris yang meninggal lebih dahulu dari pada pewaris maka kedudukannya dapat digantikan oleh anaknya, dengan syarat bagian bagi ahli waris pengganti tidak boleh melebihi bagian ahli waris yang sederajat dengan yang diganti. Pasal tersebut terdapat pembatasan melalui rapat kerja Nasional Mahkamah Agung Republik Indonesia menentukan bahwa Ahli Waris Pengganti sebenarnya terbatas hanya sampai dengan cucu saja. Kata Kunci: Ilmu waris, Kompilasi Hukum Islam, Ahli waris pengganti,Wasiat wajibah.","PeriodicalId":108315,"journal":{"name":"Journal of Indonesian Comparative of Law","volume":"27 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-06-20","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"126756714","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"عقوبة التشهير بوسائل الإعلام الاجتماعية في القانون الإندونيسي رقم 91عام 6102في المعلومات والمعاملات الاكترونية في نظر الفقه الجنائي الإسلامي","authors":"Muhammad Hamim Haidar","doi":"10.21111/JICL.V2I1.4489","DOIUrl":"https://doi.org/10.21111/JICL.V2I1.4489","url":null,"abstract":"Artikel ini membahas tentang tinjauan Hukum Islam terhadap pencemaran nama baik melalui media sosial menurut UU No.19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Pencemaran nama baik diartikan sebagai perbuatan menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum. Pencemaran nama baik melalui media sosial melanggar Pasal 27 Ayat (3) jo Pasal 45 ayat (3) UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan denda paling banyak Rp 750.000.000,00 ( Tujuh ratus lima puluh juta rupiah). Menurut Hukum Pidana Islam, tindak pidana pencemaran nama baik termasuk dalam kategori jarimah ta’zir, yaitu tindak pidana terhadap kehormatan. Hal ini karena perbuatan yang dilarang dan menyangkut kehormatan serta nama baik seseorang sehingga dapat menjatuhkan martabat orang itu. Dalam memberikan hukuman bagi pelaku pencemaran nama baik melalui media sosial, hakim dalam hal ini diberi kewenangan untuk menjatuhkan hukuman bagi pelaku jarimah ta’zir dengan mempertimbangkan Undang-Undang yang berlaku di Indonesia, yaitu KUHP dan UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Kata Kunci: Pencemaran nama baik, media sosial, hukum pidana Islam.","PeriodicalId":108315,"journal":{"name":"Journal of Indonesian Comparative of Law","volume":"128 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-07-01","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"116376101","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"HAK-HAK KEPERDATAAN ANAK HASIL ZINA DAN ANAK LUAR NIKAH PERSPEKTIF HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM","authors":"Achmad Arnold","doi":"10.21111/jicl.v2i1.4484","DOIUrl":"https://doi.org/10.21111/jicl.v2i1.4484","url":null,"abstract":"Setiap anak memiliki hak keperdataan yang berhubungan dengan kedua orang tuanya dan hak anak merupakan tanggung jawab dari orang tuanya yang terikat dalam perkawinan yang sah. Adapun anak yang terlahir dari perzinaan atau berhubungan tanpa ikatan perkawinan yang sah, maka anak tersebut dinamakan anak hasil zina. Dalam Hukum Perdata, istilah anak hasil zina terbagi menjadi 2, yaitu: anak hasil zina dan anak luar nikah. Anak hasil zina adalah anak yang lahir dari hubungan laki-laki dan perempuan yang salah satunya atau kedua-duanya masih terikat dengan perkawinan sah dengan orang lain. Anak luar nikah, yaitu anak yang lahir dari hubungan laki-laki dan perempuan yang kedua-duanya belum pernah melakukan pernikahan sah dengan yang lain atau masih dalam keadaan perjaka atau perawan. Tujuan penulisan ini untuk mengetahui bagaimana kedudukan hak anak zina dan anak luar nikah menurut Hukum Positif dan Hukum Islam dan untuk mengetahui perbandingan dari persamaan dan perbedaan hak-haknya. Jenis penelitian ini adalah penelitian pustaka, dengan menggunakan metode yuridis normatif. Adapun sumber yang digunakan adalah sumber primer berupa Undang-Undang Perlindungan Anak dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tentang hak anak zina dan anak luar nikah, serta Kitab Fiqh tentang perlindungan anak. Penulis menggunakan metode analisis komparatif agar mengetahui perbedaan dan persamaan tentang hak keperdataan anak hasil zina antara hukum positif dan hukum islam. Hasil dari penelitian ini, bahwa hukum positif memberikan ketentuan hukum tentang pengakuan anak yang disahkan oleh pengadilan terhadap anak luar nikah. Jadi kedudukan anak luar nikah sama dengan anak sah setelah ayah biologisnya memberikan pengakuan terhadapnya, yaitu hak nasab dari ayahnya, hak waris dari ayahnya, hak wali nikah dari ayahnya, dan hak nafkah sepenuhnya dari ayahnya. Kedudukan anak luar nikah yang tidak diakui memiliki persamaan akibat hukum yang sama dengan anak hasil zina yang tidak ternasabkan kepada ayah biologisnya dan hilangnya semua hak keperdataan dengan ayahnya. Menurut Hukum Islam, tidak ada istilah anak zina atau anak luar nikah, keduanya disebut anak zina. Anak tersebut tidak mendapatkan pengakuan dari ayah biologisnya, sehingga tidak ada hak nasab dan waris. Adapun nafkah dari ayahnya pendapat yang diterima adalah ia berhak mendapatkan nafkah dari ayah biologisnya secukupnya sampai dewasa sebagai hukuman ta’zir bagi ayahnya. Kata Kunci : Hak keperdataan, Anak zina, Anak luar nikah, Hukum Positif dan Hukum Islam","PeriodicalId":108315,"journal":{"name":"Journal of Indonesian Comparative of Law","volume":"1 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-07-01","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"133608355","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}