{"title":"Perlindungan Korban Terorisme dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018","authors":"M. S. Al Ayyubi","doi":"10.15642/mal.v3i04.130","DOIUrl":"https://doi.org/10.15642/mal.v3i04.130","url":null,"abstract":"Abstract: The Indonesian government has enacted Law Number 5 of 2018 to address acts of terrorism and protect victims of terrorism. However, until now, no Government Regulation has been issued related to handling the fulfilment of rights for victims of terrorism crimes. The article aims to qualitatively analyse the protection of victims of terrorism as stated in Law number 5 of 2018. This research is normative and juridically analysed qualitatively. This research concludes that Law number 5 of 2018 has not guaranteed all the rights that must be obtained for victims of acts of terrorism. To get their rights as victims, victims must first apply to the authorities, whereas should these rights be granted when based on the results of investigations, they are proven to be part of the victims of the action terrorism. The lack of fulfilment of the rights of victims of terrorism will lead to secondary victimisation for both primary and secondary victims.\u0000Keywords: Protection, victims, terrorism.\u0000Abstrak: Pemerintah Indonesia telah mengesahkan Undang-Undang Nomor 5 tahun 2018 untuk mengatasi aksi terorisme dan melindungi korban terorisme. Namun, sampai sekarang belum ada Peraturan Pemerintah yang dikeluarkan terkait penanganan pemenuhan hak-hak bagi para korban tindak pidana terorisme. Artikel ini bertujuan menganalisis secara kualitatif tentang perlindungan korban terorisme yang tercantum dalam Undang-Undang nomor 5 tahun 2018. Penelitian ini adalah yuridis normatif yang dianalisis secara kualitatif. Penelitian ini menyimpulkan bahwa Undang-Undang nomor 5 tahun 2018 belum menjamin seluruh hak-hak yang harus didapatkan bagi para korban aksi terorisme. Untuk mendapatkan hak-haknya sebagai korban, para korban harus mengajukan dahulu kepada pihak yang berwenang, padahal seharusnya hak-hak tersebut bisa diberikan ketika berdasarkan hasil penyelidikan dan penyidikan mereka terbukti menjadi bagian dari korban aksi terorisme. Kurangnya pemenuhan hak-hak terhadap korban terorisme ini akan menyebabkan terjadinya viktimisasi sekunder untuk para korban primer maupun sekunder.\u0000Kata kunci: Perlindungan, korban, terorisme.","PeriodicalId":377312,"journal":{"name":"Ma’mal: Jurnal Laboratorium Syariah dan Hukum","volume":"109 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-08-08","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"132356764","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"Positivisme dan Pengaruhnya Terhadap Perkembangan Hukum di Indonesia","authors":"Habibi, Moh. Bagus, Siti Partiah, Mochammad Fauzi","doi":"10.15642/mal.v3i3.135","DOIUrl":"https://doi.org/10.15642/mal.v3i3.135","url":null,"abstract":"Positivisme hukum atau hukum positif merupakan aliran yang menjunjung tinggi aturan hukum tertulis sebagai hukum tertinggi dalam suatu negara. Positivisme hukum berpandangan bahwa perlu adanya pemisahan yang tegas antara hukum dan moral, antara hukum yang berlaku dan hukum yang seharusnya (das sein dan das sollen). Pengaruh positivisme sangat erat dengan penegakan hukum di Indonesia karena Indonesia membentuk sebuah norma-norma yang dipositifkan dan diwujudkan dalam bentuk undang-undang dengan tujuan untuk mengatur kehidupan masyarakat. Keunggulan dari positivisme hukum diantaranya adanya kepastian hukum, mempermudah hakim dalam pengadili suatu perkara. Namun, disisi lain dampak negatifnya adalah ketika hakim memutuskan suatu perkara yang hanya berpedoman pada undang-undang sehingga mengesampingkan nilai moral. Hal ini harus dihindari karena menimbulkan ketidakadilan masyarakat menengah kebawah. Solusinya hakim harus memaksimalkan tugasnya dengan cara melihat nilai sosial dan moral disamping berpedoman pada hukum tertulis dengan tujuan adanya kepastian hukum yang mencakup adanya nilai keadilan dan kemanfaatan.","PeriodicalId":377312,"journal":{"name":"Ma’mal: Jurnal Laboratorium Syariah dan Hukum","volume":"24 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-06-12","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"116667751","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"Tradisi Perkawinan Turun Ranjang Perspektif ‘Urf: Studi Kasus di Desa Apiapi, Bontang","authors":"Elsa Fadhilah Safitri, Kurnia Sani, Luthfiyatul Muniroh","doi":"10.15642/mal.v3i3.129","DOIUrl":"https://doi.org/10.15642/mal.v3i3.129","url":null,"abstract":"Penelitian berjudul Analisis ‘Urf Terhadap Perkawinan Turun Ranjang. Dengan teknik pengolahan data wawancara yang kemudian diatur dan dianalisis melalui analogi kualitatif deskriptif, di katakan kualitatif karena bersifat verbal atau kata, di katakan deskrptif kerena menggambarkan dan menguraikan terhadap sesuatu yang berkaitan dengan masalah perkawinan turun ranjang ini. Penelitian ini bertujuan untuk memberitahu kepada para pembaca bagaimana perkawianan turun ranjang baik menurut pendapat para ulama, mengetahui pembagian waris islamnya, serta madzab yang menghalalkan terjadinya perkawinan turun ranjang. Hasil dari penelitian ini menghasilkan tiga kesimpulan yakni: Pertama, perkawinan merupakan perbuatan hukum yang didalamnya terdapat rukun dan syarat dari perkawinan yang sakral. Dan adapun permasalahan yang ada di Bontang Kalimantan Timur yakni terkait dengan perkawinan turun ranjang. Yang mana perkawinan tersebut oleh mantan suaminya dengan adik kandungnya guna untuk meneruskan tali persaudaraan. Kedua, mengenai status serta kedudukan perkawinan turun ranjang menurut hukum adalah selama syarat dan rukun pernikahan telah terpenuhi maka, baik secara hukum Islam, maupun undang-undang, Adat. Maka, perkawinan tersebut boleh dilakukan, kecuali apabila suaminya menikahi kakak beradik dalam waktu yang bersamaan. Ketiga, Akibat yang ditimbulkan dari perkawinan turun ranjang ini yaitu apabila terjadi putusnya perkawinan, maka para pihak yang terkait dalam perkawinan tersebut baik suami, istri, anak-anak berhak mendapatkan nafkah dari sang ayah meskipun anak-anaknya tinggal bersama mantan istrinya. Dari ketiga kesimpulan diatas maka apabila ingin melangsungkan perkawinan harus memikirkan secara matang-matang kerena pernikahan adalah sakral, harus melihat dan mengukur pertimbangan bagi anak-anaknya tidak boleh egois dan mementingkan ego diri sendiri. Karena bagaimanapun pernikahan adalah hukumnya wajib menurut umat Nabi Muhammad SAW","PeriodicalId":377312,"journal":{"name":"Ma’mal: Jurnal Laboratorium Syariah dan Hukum","volume":"17 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-06-06","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"128106721","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"Ihdad dalam Hukum Islam: Studi Komparasi Pemikiran Imam al-Bâjûrî dan Imam al-Syaukânî","authors":"Moch. Zulkarnain Muis","doi":"10.15642/mal.v3i3.137","DOIUrl":"https://doi.org/10.15642/mal.v3i3.137","url":null,"abstract":"Artikel ini mengkaji pemikiran al-Bâjûrî dan al-Syaukânî mengenai ihdad dalam hukum Islam. Kajian ini merupakan kajian normatif dengan menggunakan pendekatan komparatif. Artikel menunjukkan bahwa al-Bajuri dan al-Syaukânî memandang bahwa ihdad bagi wanita yang ditinggal meninggal oleh suaminya adalah wajib. Di posisi ini, perempuan dilarang untuk berhias, memakai perhiasan, mewarnai tubuh, dan memakai pakaian dengan tujuan berhias. Beberapa hal yang diperbolehkan yaitu memakai sedikit wewangian untuk bersuci dan menyisir rambut menggunakan daun bidara. Dalam konteks ihdad, al-Bâjûrî berpendapat bahwa ihdad disunnahkan bagi wanita ditalak raj’i dan ba’in sedangkan al-Syaukâni tidak Bercelak dan memakai pakaian yang diwarna dalam keadaan tertentu boleh bagi al-Bâjûri sedangkan al-Syaukânî melarang. Al-Bâjûri mendasarkan pemikirannya pada pendapat ulama Syâfi’iyyah sedangkan al-Syaukânî pada hadis. Faktor yang mempengaruhi variasi pemikiran keduanya adalah latar belakang pendidikan dan konteks sosial dan politik.","PeriodicalId":377312,"journal":{"name":"Ma’mal: Jurnal Laboratorium Syariah dan Hukum","volume":"38 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-06-06","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"132403374","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Bayu Krisna Adji, M. Saifulloh, Ma’dinal Ihsani, Muhammad Mujiburrohman, Wiwik Indayati, Muhammad Jazil Rifqi
{"title":"Penegakan Kode Etik Profesi Terhadap Pelecehan Seksual Oleh Legislator","authors":"Bayu Krisna Adji, M. Saifulloh, Ma’dinal Ihsani, Muhammad Mujiburrohman, Wiwik Indayati, Muhammad Jazil Rifqi","doi":"10.15642/mal.v3i3.140","DOIUrl":"https://doi.org/10.15642/mal.v3i3.140","url":null,"abstract":"Suatu institusi pemerintahan harus membuat sebuah aturan atau kode etik secara sistematis demi menjaga moral, mutu, dan kontrol sosial di masyarakat umum. Begitu juga legislator. Ia harus paham segala tindakan baik di dalam sidang maupun diluar siding demi menjaga nama baik wakil rakyat. Jika melanggar kode etik, ia bisa dikenakan sanksi. Artikel ini merupakan kajian normatif dengan pendekatan konseptual dan perundang-undangan. Kajian ini melihat seperti apa keberlakuan kode etik profesi DPR dalam permasalahan kekerasan seksual dan apa hukuman yang diterima apabila anggota DPR melakukan pelanggaran kode etik profesi. Kajian ini juga melihat substansi hukum yang mengatur antar struktur hukum yang dikenakan pada si pelaku hingga pencegahan dan solusi terhadap pelanggaran kode kode etik apabila terulang kembali.\u0000 ","PeriodicalId":377312,"journal":{"name":"Ma’mal: Jurnal Laboratorium Syariah dan Hukum","volume":"24 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-06-06","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"126731623","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"Perkembangan Konsep Dasar Jaminan Fidusia dalam Praktik","authors":"Daman Huri","doi":"10.15642/mal.v3i3.145","DOIUrl":"https://doi.org/10.15642/mal.v3i3.145","url":null,"abstract":"Semakin meningkatnya kebutuhan masyarakat di bidang ekonomi menjadikan bertambahnya kebutuhan masyarakat terutama dari segi finansial. Maka, untuk melengkapi kebutuhan tersebut dibutuhkan lembaga jaminan utang yang berdasar pada sistem hukum Indonesia. Menurut sistem hukum di Indonesia, terdapat dua jaminan utang. Pertama, jaminan untuk benda bergerak berbentuk gadai. Kedua, jaminan untuk benda tak bergerak berbentuk hipotik (hak tanggungan) yang mana objek jaminan tidak diserahkan kepada kreditur tetapi tetap dalam kekuasaan debitur. Fidusia memang tidak diatur jelas dalam kitab undang – undang hukum perdata akan tetapi fidusia lahir dari pelaksanaan asas kebebasan berkontrak yang telah diatur dalam pasal 1338 Kitab Undang – undang Hukum Perdata yang menyatakan bahwa segala sesuatu perjanjian yang dibuat adalah sah bagi para pihak yang membuatnya dan berlaku sebagai undang – undang bagi yang membuatnya. Tulisan ini bertujuan untuk menggali dasar-dasar perjanjian utang dengan jaminan fidusia dan mengkaji teori dasar jaminan fidusia dari perspektif hukum perdata. Penulisan ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dengan metode analisis data deskriptif dan kualitatif. Data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh melalui penelitian data normatif dan studi kepustakaan. Hasil tulisan ini menunjukkan bahwa benda jaminan fidusia dan benda jaminan fidusia adalah hal yang berbeda. Fidusia adalah suatu proses pemindahan hak milik, sedangkan jaminan fidusia adalah suatu jaminan berupa benda yang diberikan dalam bentuk fidusia","PeriodicalId":377312,"journal":{"name":"Ma’mal: Jurnal Laboratorium Syariah dan Hukum","volume":"71 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-06-06","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"127346193","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"Hukum Tawaf bagi Wanita Haid Menurut Mazhab Hanafi dan Mazhab Syafi'i","authors":"Fitri Madaniah","doi":"10.15642/mal.v3i2.127","DOIUrl":"https://doi.org/10.15642/mal.v3i2.127","url":null,"abstract":"Artikel ini membahas tentang hukum tawaf bagi wanita haid menurut mazhab Hanafi dan mazhab Syafi’i. Jenis penelitian ini adalah penelitian pustaka (library reserch) dengan analisis komparatif. Penelitian ini menghasilkan dua kesimpulan: Pertama, menurut mazhab Hanafi, wanita haid boleh melakukan tawaf. Hal tersebut sebagaimana pendapatnya bahwa tawaf diperbolehkan walau dalam keadaan hadats kecil maupun besar akan tetapi harus membayar dam seekor kambing bagi jama’ah haji yang berhadats kecil, sedangkan untuk jamaah haji yang berhadats besar maka harus membayar dam berupa seekor unta. Menurut mazhab Syafi’i, wanita haid tidak boleh melakukan tawaf, karena tempat tawaf adalah masjid dan wanita haid dilarang masuk masjid. Kedua, terdapat persamaan dan perbedaan dalam pandangan mazhab Hanafi dan mazhab Syafi’i tentang hukum tawaf bagi wanita haid. Persamaannya adalah dalam hal melakukan suatu ibadah terutama ibadah tawaf, maka harus dalam keadaan bersuci dari hadats besar yaitu haid. Imam Hanafi berpendapat bahwa suci dari hadats itu bukan syarat sahnya thawaf, akan tetapi wajib haji. Imam Syafi’i berpandangan bahwa thawaf tanpa suci itu tidak sah, baik disengaja ataupun lupa.","PeriodicalId":377312,"journal":{"name":"Ma’mal: Jurnal Laboratorium Syariah dan Hukum","volume":"33 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-04-04","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"132874686","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"Tradisi Bilas Nikah karena Kawin Hamil di Luar Nikah Perspektif Hukum Islam","authors":"Aludia Salsabila Basuki, Anisya Salsabila, Rizaldi Firdaus","doi":"10.15642/mal.v3i2.116","DOIUrl":"https://doi.org/10.15642/mal.v3i2.116","url":null,"abstract":"Abstract: This article discusses the analysis of Islamic law on the tradition of remarriage for pregnant women in marriage. This research is field research conducted in Maumbi Village, Kawangkoan Village, Kalawat District, North Minahasa. Data collection is carried out by observation and interviews with the people of Maumbi Village, Kawangkoan Village, Kalawat Subdistrict, North Minahasa, then the data is analyzed with a pattern of pikir inductive to clarify the conclusion. The results of the study concluded that the practice of remarriage in Maumbi Village is carried out for married couples because the woman is already pregnant out of wedlock. The remarriage is done after the baby girl gives birth to her baby. The remarriage is done because there is an assumption that marriage in a pregnant condition is invalid so it must be Repeated. Other people are of the view that remarriage is done to solidify marriage because there is a sense of worry and belief in myths and to purify the marriage. In the review of Islamic law, the remarriage law carried out in the village of Maumbi Village, Kawangkoan Village, Kalawat Subdistrict, North Minahasa is permissible for the reason of bringing benefits and no prosperity. Islamic Law Compilation does not regulate remarriage only mentioned that the marriage of a pregnant woman out of wedlock with the man who was impregnated is permissible and does not need to be repeated.\u0000 \u0000Abstrak: Artikel ini membahas tentang analisis hukum Islam terhadap tradisi bilas nikah untuk perempuan hamil di luar nikah. Penelitian ini adalah penelitian lapangan yang dilakukan di Desa Maumbi Kelurahan Kawangkoan Kecamatan Kalawat, Minahasa Utara. Pengumpulan data dilakukan dengan observasi dan wawancara kepada masyarakat Desa Maumbi Kelurahan Kawangkoan Kecamatan Kalawat, Minahasa Utara, selanjutnya data dianalisis dengan pola pikir induktif untuk memperjelas kesimpulannya. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa praktik bilas nikah di Desa Maumbi dilaksanakan bagi pasangan yang menikah karena perempuannya sudah hamil di luar nikah. Bilas nikah dilakukan setelah bayi sang perempuan melahirkan bayinya. Bilas nikah dilakukan karena ada anggapan bahwa pernikahan dalam kondisi hamil adalah tidak sah sehingga harus diulang. Masyarakat lain berpandangan bahwa bilas nikah dilakukan untuk memantapkan pernikahan karena ada rasa kekhawatiran dan kepercayaan kepada mitos serta untuk mensucikan pernikahan. Dalam tinjauan hukum Islam, hukum bilas nikah yang dilakukan di desa Desa Maumbi Kelurahan Kawangkoan Kecamatan Kalawat, Minahasa Utara adalah boleh dengan alasan mendatangkan kemaslahatan dan tidak ada kemadharatan. Kompilasi Hukum Islam tidak mengatur tentang bilas nikah hanya disebutkan bahwa pernikahan wanita hamil di luar nikah dengan pria yang menghamilinya adalah boleh dan tidak perlu diulang.","PeriodicalId":377312,"journal":{"name":"Ma’mal: Jurnal Laboratorium Syariah dan Hukum","volume":"25 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-04-04","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"123536628","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Cahaya Suratin, Erika Zakiyah, M. S. Al Ayyubi, Virancya Indah Permatasari, Zulfika Rochmah
{"title":"Hukuman bagi Pelaku Tindak Pidana Pencabulan Pada Anak di Bawah Umur dan Perlindungan Korban","authors":"Cahaya Suratin, Erika Zakiyah, M. S. Al Ayyubi, Virancya Indah Permatasari, Zulfika Rochmah","doi":"10.15642/mal.v3i2.121","DOIUrl":"https://doi.org/10.15642/mal.v3i2.121","url":null,"abstract":"Abstract: Abuse often occurs in society. The majority of those who are victims of abuse are women and children. This article discusses the punishment for perpetrators of the criminal act of sexual abuse of minors. This research is normative juridical. The collected data is analyzed descriptively qualitatively. The study results concluded that the Criminal Act of Sexual Abuse against children is regulated in Law No. 23 of 2002 and Jo Law No. 35 of 2014 concerning Child Protection. What is meant by a child is a child who is not yet eighteen years old. Perpetrators of child abuse can be punished with a minimum imprisonment of 5 (five) years and a maximum of 15 (fifteen) years, and a maximum fine of Rp5,000,000,000.00 (five billion rupiahs)\". Protection for children as victims of the criminal act of abuse provides rest and compensation for losses that the victim has experienced, provides counselling for the victim, and provides medical services. The victim gets legal protection, especially when being a witness to the case he experienced.\u0000Keywords: Punishment, perpetrator, criminal offence, fornication, children.\u0000 \u0000Abstrak: Pencabulan sering terjadi di masyarakat. Mayoritas yang menjadi korban pencabulan adalan perempuan dan anak-anak. Artikel ini membahas tentang hukuman bagi pelaku tindak pidana pencabulan anak di bawah umur. Penelitian ini adalah yuridis normatif. Data yang terkumpul dianalisis secara deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa Tindak Pidana Pencabulan terhadap anak diatur dalam UU No. 23 Tahun 2002 Jo UU No 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Yang dimaksud dengan anak adalah anak yang belum berusia delapan belas tahun. Pelaku pencabulan terhadap anak bisa dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah)”. Perlindungan bagi anak sebagai korban dalam tindak pidana pencabulan adalah memberikan restirusi dan kompensasi atas kerugian yang sudah dialami oleh korban, memberikan konseling bagi korban, memberikan pelayanan medis, dan korban mendapat perlindungan hukum khususnya ketika menjadi saksi atas kasus yang dialaminya.\u0000Kata kunci: Hukuman, pelaku, tindak pidana, pencabulan, anak.\u0000 ","PeriodicalId":377312,"journal":{"name":"Ma’mal: Jurnal Laboratorium Syariah dan Hukum","volume":"18 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-04-04","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"121851477","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"Perkawinan di Depan Jenazah Dalam Perspektif Hukum Islam","authors":"Raflina Vinidya Rahmi, Siti Khumairoh","doi":"10.15642/mal.v3i2.128","DOIUrl":"https://doi.org/10.15642/mal.v3i2.128","url":null,"abstract":"Abstract: In Indonesia, there is a tradition, that if the parents of the bride and groom die before the wedding time, then the marriage is carried out in front of the body before the body is buried. This article discusses in-depth marriage in front of the corpse from the perspective of Islamic law. This research is a field study conducted in the village of Ngingas, Waru, Sidoarjo. Data is collected through interviews, observations, and documentation. The study concluded that one of the cases of marriage in front of the body that occurred in the village of Ngingas was that the father of the bride-to-be died before her child married on a specified schedule. Therefore, marriage mating is carried out in front of the body by presenting brides-to-be, guardians, and witnesses. The wedding is done in honor of the body and because there is a belief that if there is death then the family of the deceased should not perform marriage and the like in the next year because it is still in a period of mourning. Therefore the marriage must be rushed or postponed after one year. In this case, the bride's family chooses to move the marriage by holding a contract in front of the deceased's body. Based on Islamic law, the marriage does not conflict with Islamic law and the law is valid because it has fulfilled the pillars and conditions of marriage. However, the marriage must be recorded in accordance with the marriage law in Indonesia. \u0000Keywords: Marriage, corpse, tradition, Islamic law.\u0000Abstrak: Di Indonesia terdapat tradisi, jika orang tua calon pengantin meninggal sebelum waktu pernikahan, maka perkawinan dilakukan di depan jenazah sebelum jenazah dimakamkan. Artikel ini membahas secara mendalam tentang perkawinan di depan jenazah dalam perspektif hukum Islam. Penelitian ini adalah penelitian lapangan yang dilakukan di desa Ngingas, Waru, Sidoarjo. Data dikumpulkan melalui wawancara, observasi dan dokumentasi. Penelitian ini menyimpulkan bahwa salah satu kasus perkawinan di depan jenazah yang terjadi di desa Ngingas adalah ayah calon mempelai perempuan meninggal sebelum anaknya menikah pada jadwal yang ditentukan. Karena itu, perkawinan dilakukan di depan jenazah dengan menghadirkan calon pengantin, wali dan saksi. Pernikahan dilakukan untuk menghormati jenazah dan karena ada keyakinan bahwa jika ada kematian maka hendaknya keluarga almarhum tidak melakukan hajat perkawinan dan sejenisnya dalam setahun ke depan karena masih dalam masa berduka. Karena itu perkawinan harus disegerakan atau diundur setelah satu tahun. Dalam hal ini, keluarga mempelai memilih menyegerakan perkawinan dengan mengadakan akad di depan jenazah almarhum. Berdasarkan hukum Islam, perkawinan tersebut tidak bertentangan dengan hukum Islam dan hukumnya sah karena telah memenuhi rukun dan syarat perkawinan. Meski demikian perkawinan tersebut harus dicatatkan agar sesuai dengan hukum perkawinan di Indonesia.\u0000Keywords: Perkawinan, jenazah, tradisi, hukum Islam.","PeriodicalId":377312,"journal":{"name":"Ma’mal: Jurnal Laboratorium Syariah dan Hukum","volume":"1 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-04-04","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"129617468","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}