TarbawiPub Date : 2018-07-02DOI: 10.36781/tarbawi.v2i1.2953
Abdussyukur Abdussyukur
{"title":"PENDIDIKAN DINIYAH PASCA PP NOMOR 55 TAHUN 2007 (STUDI ANALISIS PP NO.55 TAHUN 2007 TENTANG PENDIDIKAN AGAMA DAN PENDIDIKAN KEAGAMAAN)","authors":"Abdussyukur Abdussyukur","doi":"10.36781/tarbawi.v2i1.2953","DOIUrl":"https://doi.org/10.36781/tarbawi.v2i1.2953","url":null,"abstract":"Munculnya PP nomor 55 tentang pendidikan agama dan pendidikan keagamaan yang mengharuskan lembaga pendidikan diniyah yang dalam sejarahnya senantiasa independen dan telah banyak berkontribusi terhadap bangsa dan negara untuk memasukkan kontens mata pelajaran umum dalam sistem pendidikannya. Kekhawatiran bahwa madrasah diniyah akan kehilangan kekhasan dan jati dirinya setelah berlakunya peraturan pemerintah tersebut hendaknya dijawab dengan menyambut baik niat pemerintah tersebut untuk meningkatkan kualitas pendidikan madrasah yang masih terkesan statis dan apa adanya. PP tersebut hendaknya dijadikan sebagai pemicu untuk meningkatkan daya saing pendidikan pesantren dan pendidikan diniyah, setara dengan pendidikan lainnya dalam membina putra-putri bangsa, tentu pembacaan terhadap peraturan pemerintah tersebut tidak lantas menghilangkan kekhasan dari kedua lembaga pendidikan tersebut. Dengan terbitnya PP No. 55, setidaknya ada tiga keuntungan yang akan diperoleh madrasah diniyah di pesantren jika sudah terstandar. Pertama, dengan adanya pendidikan diniyah yang terakreditasi, energy pesantren yang mengelola pendidikan formal lebih terfokus sehingga outputnya pun diharapkan bisa lebih berkualitas dari sebelumnya yang lebih menguras energi dan bahkan mungkin dana. Kedua, dalam rangka juga untuk mengakomodasi kepentingan santri pada masa mendatang, suatu saat para santri membutuhkan ijazah formal. Sehingga standarisasi madrasah diniyah menjadi sebuah keniscayaan, sehingga nanti alumninya bisa diterima di dunia kerja. Ketiga, sebagai upaya untuk mengembalikan pesantren ke fungsi semula, di masa lalu pesantren lebih banyak mengajarkan ilmu pengetahuan agama dibandingkan pengetahuan umum.","PeriodicalId":33712,"journal":{"name":"Tarbawi","volume":"22 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2018-07-02","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"78180385","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
TarbawiPub Date : 2018-07-02DOI: 10.36781/tarbawi.v6i1.2971
Azhar Azhar
{"title":"Pemanfaatan Information and Communications Technology (ICT) untuk Meningkatkan Daya Saing Lembaga Pendidikan Islam di Era Globalisasi","authors":"Azhar Azhar","doi":"10.36781/tarbawi.v6i1.2971","DOIUrl":"https://doi.org/10.36781/tarbawi.v6i1.2971","url":null,"abstract":"Globalisasi pendidikan adalah suatu keharusan yang tidak bisa di tawar lagi oleh sebab itu pengelola lembaga pendidikan harus bersikap proaktif dalam menghadapi berbagai perubahan yang terjadi dalam dunia pendidikan. Berbagai kebijakan pendidikan nasional membawa pengaruh yang signifikan terhadap lembaga pendidikan Islam, sebelum lahirnya undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem pendidikan nasional dunia pendidikan Islam berkali-kali mengalami diskriminasi dalam hal kebijakan pendidikan. pesantren harus menjadi agent of change (agen perubahan) bagi masyarakat Islam yang majemuk. Berbagai kebijakan yang di ambil oleh seorang kiai sebagai pimpinan pesantren sangat berpengaruh terhadap kemajuan pesantren yang di pimpinnya. Berdasarkan penelitian diungkapkan bahwa setiap tawaran inovasi yang datang selalu di respons secara dilematis, yakni antara melestarikan nilai-nilai lama atau mengembangkan nilai yang sama sekali baru atau bahkan memadukan keduanya. Dalam menjawab tantangan perubahan dan berbagai kebutuhan masyarakat, beberapa pesantren secara historis telah melakukan beberapa inovasi pada sistem pendidikanya. Proses transformasi itu semata-mata menghasilkan inovasi karena faktor internal ataukah eksternal, atau interaksi keduanya. Pada kenyataanya kekuatan-kekuatan eksternal seperti pemerintah dan LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat), turut andil dalam proses tersebut. Pemerintah berperan sebagai pengelola pembangunan sedangkan LSM yang memfasilitasi pelatihan-pelatihan yang melibatkan sumber daya pesantren.","PeriodicalId":33712,"journal":{"name":"Tarbawi","volume":"10 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2018-07-02","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"88152275","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
TarbawiPub Date : 2018-07-02DOI: 10.36781/tarbawi.v1i1.2947
Roni M
{"title":"INTERNALISASI NILAI-NILAI SUFISME DI DALAM PENDIDIKAN PESANTREN","authors":"Roni M","doi":"10.36781/tarbawi.v1i1.2947","DOIUrl":"https://doi.org/10.36781/tarbawi.v1i1.2947","url":null,"abstract":"Pesantren dari sudut paedagogis dikenal sebagai lembaga pendidikan agama Islam, lembaga yang terdapat di dalamnya proses belajar mengajar. Fungsi pesantren dengan demikian lebih banyak berbuat untuk mendidik santri. Sebagai lembaga pendidikan, maka pesantren adalah tempat yang tepat dalam menginternalisasikan nilai-nilai sufistik pada anak didiknya. Apalagi dalam sejarahnya, pesantren dan sufisme tidak dapat dipisahkan. Baik dalam bentuk nilai-nilai maupun dalam bentuk tariqat.","PeriodicalId":33712,"journal":{"name":"Tarbawi","volume":"16 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2018-07-02","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"89432498","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
TarbawiPub Date : 2018-07-02DOI: 10.36781/tarbawi.v2i2.2956
A. Haris
{"title":"PENDIDIKAN KARAKTER: DARI GAGASAN KE TINDAKAN","authors":"A. Haris","doi":"10.36781/tarbawi.v2i2.2956","DOIUrl":"https://doi.org/10.36781/tarbawi.v2i2.2956","url":null,"abstract":"Pembahasan masalah karakter dan pendidikan karakter telah banyak membuahkan konsep, baik yang terkait dengan konsep karakter bangsa maupun pendidikan karakter bagi pengembangan karakter bangsa itu sendiri. Kita lihat sudah banyak buku-buku yang dihasilkan oleh para penulis terkait dengan pendidikan karakter ini. Persoalan yang mungkin lebih penting lagi adalah bagaimana dari pemikiran-pemikiran yang kemudian menjadi konsep itu menjadi sebuah rentetan rencana-rencana tindakan (action plan). Nabi Muhammad SAW telah mengabtraksikan sendiri, bahwa tugas beliau yang sangat penting adalah mendidik manusia agar memiliki karakter yang baik. Doktrin Nabi kita sangat penting untuk menjadi pedoman bangsa ini dalam rangka membangun kembali karakternya. “innaa buistu liutammima makarima al-akhlaq”. Dengan adanya pendidikan karakter diharapkan menjadikan peserta didik lebih mempunyai harapan yang baik dalam hidup ini, kebiasaan-kebiasaan yang baik dalam bertutur kata, berperilaku, bersikap, dan berpandangan dalam hidup dengan baik. Implementasinya kemudian adalah memasukkan instrument pendidikan karakter dalam semua ranah sektor pendidikan yang ada di Indonesia, mulai dari pendidikan formal, pendidikan informal dan pendidikan non-formal. Dengan demikian diharapkan terjadi pengkondisian pada sebuah karakter bangsa yang dituju secara bersama-sama.","PeriodicalId":33712,"journal":{"name":"Tarbawi","volume":"105 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2018-07-02","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"77627032","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
TarbawiPub Date : 2018-07-02DOI: 10.36781/tarbawi.v6i1.2970
Muchammad Afifuddin
{"title":"Pengembangan Media Pembelajaran PAI Berbasis ICT","authors":"Muchammad Afifuddin","doi":"10.36781/tarbawi.v6i1.2970","DOIUrl":"https://doi.org/10.36781/tarbawi.v6i1.2970","url":null,"abstract":"Makalah ini menyatakan bahwasannya persoalan media pembelajaran dapat membantu dalam meningkatan mutu dan relevansi pendidikan di Indonesia, hal ini mengingat pengaruhnya yang begitu besar dari Pembelajaran yang berbasis ICT terhadap hasil (Outputnya). Oleh karenanya, Lembaga-lembaga Pendidikan Islam berlomba-lomba dalam mengimplementasikan sistem pembelajaran yang berbasis ICT dalam rangka untuk memperhatikan dan meningkatkan urusan mutu dan relevansi pendidikan. Sehingga beragam cara dilakukan untuk menjaga dan meningkatkan mutu dan relevansi pendidikan tersebut. Sehingga harapan besarnya adalah mampu menjawab segala tantangan dan kebutuhan individu seiring dengan kemajuan zaman. Pemanfaatan ICT merupakan salah satu solusi alternatif untuk menyikapi problematika terkait mutu dan relevansi pendidikan, yang menurut beberapa hasil penelitian dapat memberikan keuntungan-keuntungan bagi dunia pendidikan. Meskipun demikian, tidak bisa dipungkiri pada tataran praktisnya banyak sekali persoalan yang terjadi terkait pemanfaatan ICT dalam pendidikan, khususnya di Lembaga Pendidikan Islam baik yang berkaitan dengan finansial, infrastruktur, bahkan sumber daya manusianya itu sendiri. Kemudian dari pada itu, Pendidikan berbasis ICT hanya akan berhasil apabila dikelola dan ditanganidengan terencana, sistematis dan terintegrasi.","PeriodicalId":33712,"journal":{"name":"Tarbawi","volume":"22 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2018-07-02","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"81856595","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
TarbawiPub Date : 2018-07-02DOI: 10.36781/tarbawi.v2i1.2951
Iksan Kamil Sahri
{"title":"KETELADANAN SEBAGAI STRATEGI PEMBELAJARAN DALAM PENDIDIKAN ISLAM","authors":"Iksan Kamil Sahri","doi":"10.36781/tarbawi.v2i1.2951","DOIUrl":"https://doi.org/10.36781/tarbawi.v2i1.2951","url":null,"abstract":"Mendidik dengan keteladanan adalah salah satu metode dalam pendidikan Islam yang bersumber dari al-Qur’an dan Hadith. Dari itu keteladanan menjadi sesuatu yang penting dalam Islam lebih khususnya dalam dunia pendidikan karena ia adalah contoh hidup dari ajaran yang diajarkan. Guru sebagai salah satu sumber belajar dalam dunia pendidikan bagi para siswa dituntut untuk memberikan contoh yang baik bagi para siswanya (uswah hasanah). Hal ini karena apa yang dikerjakan oleh guru dapat dilihat dan diperhatikan oleh para peserta didik. Dan berkenaan dengan keteladanan sebagai strategi pembelajaran pendidikan Islam, guru sangat berpean penting dalam terbentuknya mental sikap pada anak didik. Untuk menjadikan keteladanan sebagai strategi pembelajaran agama Islam, maka diperlukan sebuah bentuk pembelajaran yang terintegrasi antara nilai dengan materi dan dalam hal ini bentuknya dapat berupa pengaplikasian akan nilai-nilai yang diajarkan berdasar pembelajaran kontektual (Contextual Learning and Teaching) yang diatur dalam perangkat pembelajaran dan diimplementasikan dalam KBM. Selain itu, diperlukan secara sungguh-sungguh untuk melakukan evaluasi secara kontinou untuk menindak lanjuti hasil pembelajaran.","PeriodicalId":33712,"journal":{"name":"Tarbawi","volume":"31 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2018-07-02","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"85282783","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
TarbawiPub Date : 2018-07-02DOI: 10.36781/tarbawi.v6i1.2967
Iksan Kamil Sahri
{"title":"ICT dan Perubahan Budaya di Indonesia: Kajian atas Penggunaan ICT Kecenderungan Perubahan Budaya Masyarakat Indonesia","authors":"Iksan Kamil Sahri","doi":"10.36781/tarbawi.v6i1.2967","DOIUrl":"https://doi.org/10.36781/tarbawi.v6i1.2967","url":null,"abstract":"Pertumbuhan Information and Communication Technology (ICT) dalam berbagai bidang telah ikut merubah wajah budaya orang Indonesia. Budaya tersebut berkenaan dengan dua hal. Pertama, perubahan budaya dalam kaitannya dengan teknologi informasi yang menjadi instrument atas modernisasi informasi. Kedua, perkembangan tekonologi komunikasi telah membawa perubahan budaya di masyarakat menjadi budaya siber (cyberculture). Pertumbuhan telepon pintar (smartphone) dan penggunaan sosial media serta mesin pencari (search engine) menjadi fenomena tak terelakkan dalam konteks budaya kekinian. Semua hal di atas didasari atas kecenderungan manusia atas kebutuhan informasi dan komunikasi yang berkesinambungan yang telah membawa manusia pada satu sistem budaya desa global (global village). Fenomena ini dalam perkembagannya tidak saja berada dalam koridor positif seperti dikehendaki semula tap telah membawa efek bawaan dari budaya siber yang terus berlangsung. Dari itu perlu upaya sadar untuk tetap menggunakan dan menempatkan kesemuanya dalam tujuan-tujuan positif dan menghindari sebisa mungkin dari kemungkinan-kemungkinan destruktif yang bisa terjadi serta penyimpangan sosial yang dihasilkan dari defusi sosial yang dihasilkan. Upaya-upaya tersebut dilakukan dengan membuat regulasi di tingkatan pengambil kebijakan serta upaya preventif yang dilakukan secara bersama oleh masyarakat dan pemerintah.","PeriodicalId":33712,"journal":{"name":"Tarbawi","volume":"88 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2018-07-02","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"86962467","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
TarbawiPub Date : 2018-07-02DOI: 10.36781/tarbawi.v2i2.2959
A. Abdullah
{"title":"PENDIDIKAN BERBASIS MASYARAKAT SEBAGAI IMPLEMENTASI OTONOMI PENDIDIKAN","authors":"A. Abdullah","doi":"10.36781/tarbawi.v2i2.2959","DOIUrl":"https://doi.org/10.36781/tarbawi.v2i2.2959","url":null,"abstract":"Penyesuaian dengan jiwa dan semangat otonomi itu, antara lain terwujud dalam bentuk perubahan arah paradigma pendidikan, dari paradigma lama ke paradigma baru, yang tentu juga berdampak pada paradigma perencanaan pendidikannya. Secara ideal, paradigma baru pendidikan tersebut mestinya mewarnai kebijakan pendidikan baik kebijakan pendidikan yang bersifat substantif maupun implementatif. Seperti yang dinyatakan oleh Azyumardi Azra bahwa dengan era otonomi daerah : ”lembaga-lembaga pendidikan, seperti sekolah, madrasah, pesantren, universitas (perguruan tinggi), dan lainnya – yang terintegrasi dalam pendidikan nasional- haruslah melakukan reorientasi, rekonstruksi kritis, restrukturisasi, dan reposisi, serta berusaha untuk menerapkan paradigma baru pendidikan nasional”. Selain itu, implementasi kebijakan tersebut diharapkan berdampak positif terhadap kemajuan pendidikan di daerah dan di tingkat satuan pendidikan. Agar dampak positif dapat benar-benar terwujud, kemampuan perencanaan pendidikan yang baik di daerah sangatlah diperlukan. Dengan kemampuan perencanaan pendidikan yang baik diharapkan dapat mengurangi kemungkinan timbulnya permasalahan yang serius. Fiske menyatakan bahwa berdasarkan pengalaman berbagai negara sedang berkembang yang menerapkan otonomi di bidang pendidikan, otonomi berpotensi memunculkan masalah: perbenturan kepentingan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, menurunnya mutu pendidikan, inefisiensi dalam pengelolaan pendidikan, ketimpangan dalam pemerataan pendidikan, terbatasnya gerak dan ruang partisipasi masyarakat dalam pendidikan, serta berkurangnya tuntutan akuntabilitas pendidikan oleh pemerintah serta meningkatnya akuntabilitas pendidikan oleh masyarakat. Selain itu, dengan perencanaan yang baik, konon merupakan separoh dari kesuksesan dalam pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan yang telah diotonomikan di daerah. Otonomi pendidikan sebagai salah satu bentuk reformasi dalam bidang pendidikan, pada saat ini telah melampaui landasan hukum. Namun harus diakui bahwa reformasi itu masih banyak merupakan wacana ketimbang tindakan konkret. Usaha reformasi belum didukung oleh konsep yang tepat dan jelas serta belum ada kebijakan yang mantap. Reformasi pada hakikatnya adalah perubahan menyeluruh dan mendasar dalam segala aspek kehidupan. Perubahan menyeluruh dan mendasar ini disebut pula sebagai perubahan paradigma atau perubahan sistemik. Perubahan ini tidak sekadar menambah apa yang sudah ada seperti misalnya menambah guru dan gedung sekolah (doing more of the same thing). Perubahan semacam ini baru merupakan awal atau gelombang pertama reformasi. Gelombang perubahan kedua menambah yang sudah ada dengan yang lebih baik atau melaksanakan yang sudah pernah dilakukan dengan cara yang lebih baik.","PeriodicalId":33712,"journal":{"name":"Tarbawi","volume":"24 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2018-07-02","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"74004148","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
TarbawiPub Date : 2018-07-02DOI: 10.36781/tarbawi.v2i2.2957
Iksan Kamil Sahri
{"title":"PENILAIAN ACUAN NORMA (PAN) DALAM SISTEM EVALUASI PENDIDIKAN (STUDI PENERAPAN PAN PADA MATA KULIAH PERENCANAAN PENDIDIKAN DI STAI AL FITHRAH TAHUN 2013)","authors":"Iksan Kamil Sahri","doi":"10.36781/tarbawi.v2i2.2957","DOIUrl":"https://doi.org/10.36781/tarbawi.v2i2.2957","url":null,"abstract":"Evaluasi adalah merupakan kegiatan yang meliputi pengumpulan bukti-bukti yang kemudian dijadikah dasar dalam pengambilan keputusan tentang keberhasilan siswa mengikuti pelajaran. Agar pengambilan keputusan tidak merupakan perbuatan yang subyektif, maka diperlukan patokan tertentu yang disebut dengan istilah “Standar Penilaian”. Standar penilaian yang dimaksud dibedakan menjadi 2 (dua) jenis, yaitu Standar penilaian yang relatif (penilaian acuan norma) dan standar penilaian yang mutlak (penilaian acuan patokan). Penilaian Acuan Norma (PAN) ialah penilaian yang membandingkan hasil belajar siswa/mahasiswa terhadap hasil dalam kelompoknya. Tujuan penggunaan tes acuan norma biasanya lebih umum dan komprehensif dan meliputi suatu bidang isi dan tugas belajar yang besar. Tes acuan norma dimaksudkan untuk mengetahui status peserta tes dalam hubungannya dengan performans kelompok peserta yang lain yang telah mengikuti tes. Penilaian acuan norma berasumsi bahwa kemampuan siswa itu berbeda dan dapat digambarkan menurut distribusi normal. Penilaian acuan norma memungkinkan penafsiran prestasi siswa dikaitkan dengan prestasi siswa lain yang juga menempuh tes yang sama. Satu cara sederhana untuk menggunakan penafsiran penilaian yang beracuan norma adalah membuat rangking skor. Dalam penerapannya pada mata kuliah perencanaan pendidikan di Program Studi Manajemen Pendidikan Islam STAI Al Fithrah ditemukan bahwa penerapan PAN untuk mengukur pada skor nilai uraian tidaklah cocok jika hanya didasarkan pada nilai soal dengan jawaban uraian karena sulitnya pengukuran detail objektif, akan tetapi tetap bisa digunakan jika berdasar aspek-aspek berbeda yang dinilai dan dijadikan skor. PAN lebih mudah dipraktekkan pada soal tes pilihan ganda untuk dapat dapat mengukur rangking skor secara cepat dan pragmatis. Sedangkan jika ada nilai yang sama di antara mahasiswa, maka penilaian pada aspek lain dapat menjadi penentu dalam rangking skor yang dibuat.","PeriodicalId":33712,"journal":{"name":"Tarbawi","volume":"184 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2018-07-02","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"80508349","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
TarbawiPub Date : 2018-07-02DOI: 10.36781/tarbawi.v2i1.2952
M. Faizin
{"title":"SCHOOL BASED MANAGEMENT: SOLUSI ALTERNATIF PENINGKATAN MUTU MANAJEMEN MADRASAH","authors":"M. Faizin","doi":"10.36781/tarbawi.v2i1.2952","DOIUrl":"https://doi.org/10.36781/tarbawi.v2i1.2952","url":null,"abstract":"Realisasi terhadap desentralisasi pendidikan di tingkat sekolah adalah diberikannya otonomi yang luas dalam pengelolaan sumber daya yang ada. Pemberdayaan sekolah, di samping untuk memenuhi tuntutan desentralisasi, juga ditujukan sebagai sarana peningkatan efisiensi, mutu, dan pemerataan pendidikan. Di Indonesia, bentuk otonomi sekolah tersebut akan dilaksanakan dalam konteks “School Based Management” (SBM), di mana selain memiliki otonomi yang luas, sekolah wajib mengikutsertakan masyarakat dalam pengelolaan, dan pengelolaan sekolah dilakukan dalam kerangka kebijakan nasional. Penelitian ini dikategorikan sebagai penelitian yang bersifat kualitatif-deskriptis yang menggunakan pendekatan studi kasus. Dan untuk mendapatkan data-datanya, diperlukan metode wawancara, observasi dan dokumentasi. Sedangkan dalam menganalisa digunakan analisa data SWOT Analisis (Strength, Weakness, Opportunity, Threat) yang mempertimbangkan faktor kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman. Dari penelitian yang dilakukan dihasilkan kesimpulan, pertama School Based Management (SBM) merupakan alternatif yang dapat diterapkan dalam mengelola sekolah/madrasah. Kedua, penerapan SBM pada beberapa sekolah unggulan ternyata amat bervariasi jika dilihat dari sudut strategi pelaksanaan dan hambatan yang dihadapi. Ketiga, hambatan yang dihadapi tersebut dalam melaksanakan SBM meliputi: rendahnya partisipasi masyarakat, rendahnya kualitas SDM dan faktor eksternal. Keempat, di samping hal yang dapat menghambat penerapan SBM, ada peluang yaitu SDM yang memadai, dukungan partisipasi masyarakat serta konteks sosial yang cenderung untuk menyekolahkan anaknya di madrasah.","PeriodicalId":33712,"journal":{"name":"Tarbawi","volume":"8 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2018-07-02","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"84290078","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}