{"title":"PENDIDIKAN DINIYAH PASCA PP NOMOR 55 TAHUN 2007 (STUDI ANALISIS PP NO.55 TAHUN 2007 TENTANG PENDIDIKAN AGAMA DAN PENDIDIKAN KEAGAMAAN)","authors":"Abdussyukur Abdussyukur","doi":"10.36781/tarbawi.v2i1.2953","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"Munculnya PP nomor 55 tentang pendidikan agama dan pendidikan keagamaan yang mengharuskan lembaga pendidikan diniyah yang dalam sejarahnya senantiasa independen dan telah banyak berkontribusi terhadap bangsa dan negara untuk memasukkan kontens mata pelajaran umum dalam sistem pendidikannya. Kekhawatiran bahwa madrasah diniyah akan kehilangan kekhasan dan jati dirinya setelah berlakunya peraturan pemerintah tersebut hendaknya dijawab dengan menyambut baik niat pemerintah tersebut untuk meningkatkan kualitas pendidikan madrasah yang masih terkesan statis dan apa adanya. PP tersebut hendaknya dijadikan sebagai pemicu untuk meningkatkan daya saing pendidikan pesantren dan pendidikan diniyah, setara dengan pendidikan lainnya dalam membina putra-putri bangsa, tentu pembacaan terhadap peraturan pemerintah tersebut tidak lantas menghilangkan kekhasan dari kedua lembaga pendidikan tersebut. Dengan terbitnya PP No. 55, setidaknya ada tiga keuntungan yang akan diperoleh madrasah diniyah di pesantren jika sudah terstandar. Pertama, dengan adanya pendidikan diniyah yang terakreditasi, energy pesantren yang mengelola pendidikan formal lebih terfokus sehingga outputnya pun diharapkan bisa lebih berkualitas dari sebelumnya yang lebih menguras energi dan bahkan mungkin dana. Kedua, dalam rangka juga untuk mengakomodasi kepentingan santri pada masa mendatang, suatu saat para santri membutuhkan ijazah formal. Sehingga standarisasi madrasah diniyah menjadi sebuah keniscayaan, sehingga nanti alumninya bisa diterima di dunia kerja. Ketiga, sebagai upaya untuk mengembalikan pesantren ke fungsi semula, di masa lalu pesantren lebih banyak mengajarkan ilmu pengetahuan agama dibandingkan pengetahuan umum.","PeriodicalId":33712,"journal":{"name":"Tarbawi","volume":"22 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"2018-07-02","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"3","resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"Tarbawi","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.36781/tarbawi.v2i1.2953","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
引用次数: 3
Abstract
Munculnya PP nomor 55 tentang pendidikan agama dan pendidikan keagamaan yang mengharuskan lembaga pendidikan diniyah yang dalam sejarahnya senantiasa independen dan telah banyak berkontribusi terhadap bangsa dan negara untuk memasukkan kontens mata pelajaran umum dalam sistem pendidikannya. Kekhawatiran bahwa madrasah diniyah akan kehilangan kekhasan dan jati dirinya setelah berlakunya peraturan pemerintah tersebut hendaknya dijawab dengan menyambut baik niat pemerintah tersebut untuk meningkatkan kualitas pendidikan madrasah yang masih terkesan statis dan apa adanya. PP tersebut hendaknya dijadikan sebagai pemicu untuk meningkatkan daya saing pendidikan pesantren dan pendidikan diniyah, setara dengan pendidikan lainnya dalam membina putra-putri bangsa, tentu pembacaan terhadap peraturan pemerintah tersebut tidak lantas menghilangkan kekhasan dari kedua lembaga pendidikan tersebut. Dengan terbitnya PP No. 55, setidaknya ada tiga keuntungan yang akan diperoleh madrasah diniyah di pesantren jika sudah terstandar. Pertama, dengan adanya pendidikan diniyah yang terakreditasi, energy pesantren yang mengelola pendidikan formal lebih terfokus sehingga outputnya pun diharapkan bisa lebih berkualitas dari sebelumnya yang lebih menguras energi dan bahkan mungkin dana. Kedua, dalam rangka juga untuk mengakomodasi kepentingan santri pada masa mendatang, suatu saat para santri membutuhkan ijazah formal. Sehingga standarisasi madrasah diniyah menjadi sebuah keniscayaan, sehingga nanti alumninya bisa diterima di dunia kerja. Ketiga, sebagai upaya untuk mengembalikan pesantren ke fungsi semula, di masa lalu pesantren lebih banyak mengajarkan ilmu pengetahuan agama dibandingkan pengetahuan umum.