{"title":"REHABILITASI MEDIS TERHADAP TERDAKWA PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA DALAM PERSPEKTIF DAKWAAN DAN TUNTUTAN PENUNTUT UMUM","authors":"Riki Afrizal, I. Kurniawan, Teno Frimer","doi":"10.31933/ujsj.v7i2.382","DOIUrl":"https://doi.org/10.31933/ujsj.v7i2.382","url":null,"abstract":"Rehabilitasi medis dapat dijatuhkan dalam putusan hakim terhadap terdakwa penyalahgunaan narkotika. Meskipun hal tersebut telah diatur dan diberi ruang dalam Undang - Undang Narkotika, namun terbatas dalam penerapannya. Hal itu tidak hanya tergantung hakim, Penuntut Umum untuk menempatkan rehabilitasi sebagai prioritas dalam dakwaan dan tuntutan. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis sosiologis dan bersifat deskriptif analisis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bentuk dan perumusan dakwaan dalam perkara penyalahgunaan narkotika tergantung kepada kualifikasi pelaku berdasarkan hasil penyidikan dan hasil asesmen terpadu. Dalam hal terdakwa merupakan pecandu dan korban penyalahgunaan narkotika, maka dakwaan tunggal menjadi pilihan dengan tuntutan berupa rehabilitasi. Bentuk dakwaan yang sering digunakan dalam perkara ini adalah dakwaan subsider atau dakwaan alternatif. Dalam bentuk dakwaan ini rehabilitasi medis tidak ditempatkan pada pilihan utama sebagai dakwaan primer pada bentuk dakwaan subsider atau alternatif terakhir pada dakwaan alternatif. Hal tersebut menutup kemungkinan tuntutan rehabilitasi karena Penuntut Umum lebih mengejar pembuktian terhadap pasal dengan ancaman pidananya","PeriodicalId":335092,"journal":{"name":"UNES Journal of Swara Justisia","volume":"23 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-07-26","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"128521103","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"IMPLIKASI FILSAFAT POSITIVISME TERHADAP ILMU HUKUM DAN PENEGAKANNYA","authors":"Made Oka Cahyadi Wiguna","doi":"10.31933/ujsj.v7i2.374","DOIUrl":"https://doi.org/10.31933/ujsj.v7i2.374","url":null,"abstract":"Positivism has developed and dominated the flow of legal thought to this day. This study aims to examine the implications of positivism for law and its enforcement. The implications of positivism for the development of jurisprudence put the system of legislation into its ontological aspects. The epistemology is doctrinal-deductive putting his argument on the application of the structure of positive norms into the structure of concrete legal cases. The consequence is on the axiological aspect, it only craves legal certainty. Law enforcement in Indonesia which is influenced by legal positivism seems to fail to bring about justice. On many occasions it shows that it has not been able to combine legal certainty and justice. Judges in deciding a case, tend to only consider the sound of the law, without considering the values or norms that live in society.","PeriodicalId":335092,"journal":{"name":"UNES Journal of Swara Justisia","volume":"41 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-07-21","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"134545098","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"PENGATURAN PERLINDUNGAN HAK ANAK DI INDONESIA DALAM RANGKA MENGELIMINIR PELANGGARAN HAK ANAK","authors":"D. Nazmi, Syofirman Syofyan","doi":"10.31933/ujsj.v7i2.380","DOIUrl":"https://doi.org/10.31933/ujsj.v7i2.380","url":null,"abstract":"Anak perlu mendapatkan perlindungan karena anak merupakan generasi yang berharga bagi negara di masa depan. Setiap anak memiliki hak yang sama tanpa adanya pengecualian. Permasalahan-permasalahan HAM anak secara umum menggambarkan bahwa persoalan pemenuhan dan perlindungan atas Hak Anak masih menjadi catatan tersendiri bagi negara ini. Selain itu persoalan pemenuhan Hak Anak ini tidak hanya berkaitan dengan tanggung jawab tunggal negara melainkan juga membutuhkan peran serta orang tuanya, masyarakat sekitar dan lembaga masyarakat untuk mengadvokasinya. Terlebih masa depan bangsa ini berada di tangan anak muda. Maka menjaga anak dari segala kerentanan dari pelanggaran hak asasinya adalah suatu keniscayaan apabila kita menginginkan masa depan Indonesia yang lebih baik lagi.","PeriodicalId":335092,"journal":{"name":"UNES Journal of Swara Justisia","volume":"4 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-07-13","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"125867772","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"IMPLEMENTASI PENERAPAN STRUKTUR DAN SKALA UPAH PADA PERSEROAN TERBATAS BEST LOGISTICS SERVICE INDONESIA DIHUBUNGKAN DENGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 36 TAHUN 2021 TENTANG PENGUPAHAN","authors":"Sopyan Sopyan, Deny Guntara, Muhamad Azahar Abas","doi":"10.31933/ujsj.v7i2.381","DOIUrl":"https://doi.org/10.31933/ujsj.v7i2.381","url":null,"abstract":"“Pengusaha wajib menyusun dan melaksanakan struktur dan skala pengupahan di perusahaan dengan memperhatikan kemampuan dan produktivitas perusahaan,” terang Pasal 21 Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 Tentang Pengupahan. di PT, sejalan dengan hal tersebut. Best Planned operations Administration Indonesia yang merupakan organisasi PMA Jepang yang berpartisipasi dalam administrasi strategi otomotif yang dicanangkan pada tahun 2003 yang merupakan salah satu organisasi Honda Gathering di Indonesia, telah mulai melaksanakan estimasi konstruksi dan skala mulai sekitar tahun 2014. Penelitian hukum empiris adalah istilah untuk studi semacam ini. Dimulai dengan data sekunder kemudian dilanjutkan dengan data primer dari masyarakat atau lapangan dalam hal ini pihak-pihak yang terlibat dalam pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan. Sementara itu, dilihat dari gagasan pemeriksaan ini bersifat ekspresif, artinya memberikan gambaran yang wajar tentang penggunaan Undang-undang Tidak Resmi Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan di PT. Administrasi Operasi Terbaik Indonesia. Berdasarkan temuan penelitian, implementasi Pasal 21 Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 Tentang Pengupahan Pada PT Perusahaan telah menjalankan Best Logistics Service Indonesia sejak tahun 2014, namun perusahaan menghadapi tantangan, seperti kenaikan upah yang meningkat setiap tahunnya sedangkan volume produksi menurun, yang akan berdampak signifikan pada kemampuan perusahaan untuk menerapkan struktur dan skala upah serta masa kerja pekerja yang rata-rata berusia di atas 10 tahun.","PeriodicalId":335092,"journal":{"name":"UNES Journal of Swara Justisia","volume":"146 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-07-13","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"126880305","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"DINAMIKA KEWENANGAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH SEBAGAI LEMBAGA LEGISLATIF DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA","authors":"Muksalmina Muksalmina, Tasyukur Tasyukur, Nabhani Yustisi","doi":"10.31933/ujsj.v7i2.379","DOIUrl":"https://doi.org/10.31933/ujsj.v7i2.379","url":null,"abstract":"DPD merupakan Dewan Perwakilan Daerah sebanyak 4 orang orang per provinsi yang dipilih langsung oleh rakyat dengan tujuan untuk memperjuangkan daerahnya dikancah nasional berbeda halnya dengan DPR yang memperjuangkan hak rakyat secara umum walaupun dalam system pemilihannya di daerah pemilihan tertentu. Dalam UUD 1945 kewenangan DPD soft becameralism bukan strong bicameralism dengan alasan bahwa Indonesia merupakan negara kesatuan bulan negara federal. Dengan demikian, menjadi dinamika terkait kelembagaan DPD pada dasarnya merupakan Lembaga legislative, tetapi fungsi legislative yang dimiliki oleh DPD dibatasi, kata lain DPD adalah pembantu DPR. Padahal kalua kita tinjau dari sudut kelembagaan negara kedudukan keduanya sama yaitu Lembaga tinggi negara. Dalam prakteknya DPR ingin melemahkan kedudukan DPD dengan cara mengeluarkan UU MD3 dikarenakan kewenangan penuh membuat UU berada ditangan DPR. Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan peraturan perundang-undangan (statute approach), pendekatan kasus (case approach) dan pendekatan konsep (conceptual approach). Hasil penelitian kedudukan DPD dalam system tata negara Indonesia harus diberikan kewenangan yang sama dengan DPR dalam hal legislasi karena DPD mempunyai peran yang lebih strategis dalam mewujudkan kepentingan daerah, dikarenakan disaat hak-hak daerah tidak terwujud akan terjadi wacana pemisahan diri dari negara kesatuan seperti yang pernah terjadi di beberapa provinsi dan tidak terjadi lagi diskriminasi yang dilakukan oleh DPR kepada DPD. Kemudian, peralihan hak membuat UU sebelum amandemen yang dilakukan oleh Presiden beralih ke DPR setelah amandemen, kedepannya dalam hal membuat UU juga harus dilibatkan DPD mulai dari rancangan hingga pengesahan, dengan tujuan untuk mewujudkan cita-cita dasar dalam pembentukan Lembaga DPD, disamping itu Lembaga DPD tidak diganggu oleh kepentingan politik manapun berbeda halnya dengan DPR, sehingga akan menghasilkan UU yang berkualitas.","PeriodicalId":335092,"journal":{"name":"UNES Journal of Swara Justisia","volume":"46 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-07-11","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"121563990","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"PENYELESAIAN SENGKETA MELALUI UPAYA ADMINISTRATIF DI PENGADILAN TATA USAHA NEGARA PADANG","authors":"Bayu Rahmaddoni, Kurnia Warman, Yuslim Yuslim","doi":"10.31933/ujsj.v7i2.371","DOIUrl":"https://doi.org/10.31933/ujsj.v7i2.371","url":null,"abstract":"This paper examines the legal certainty of state administrative dispute resolution in taking governmental measures. How is the existence of administrative efforts? What is the judge's legal consideration of not carrying out administrative effort? The results of this study indicate that administrative efforts must be made consisting of administrative objections and appeals unless otherwise stipulated by a law. Based on the judge's legal considerations regarding state administration disputes that do not and/or take administrative measures but are not in accordance with the provisions of Law Number 30 of 2014 concerning Government Administration juncto Supreme Court Regulation Number 6 of 2018 concerning Guidelines for the Settlement of Government Administrative Disputes After Taking Administrative Efforts then the lawsuit is declared not accepted (niet ontvankelijkverklraad).","PeriodicalId":335092,"journal":{"name":"UNES Journal of Swara Justisia","volume":"53 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-07-10","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"126297262","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"SERTIFIKASI TANAH PUSAKA KAUM SELAKU HAK MILIK KOMUNAL DAN AKIBATNYA DI SUMATERA BARAT","authors":"Rahmi Murniwati, Sucy Delyarahmi","doi":"10.31933/ujsj.v7i2.355","DOIUrl":"https://doi.org/10.31933/ujsj.v7i2.355","url":null,"abstract":"Sertifikasi atau Pendaftaran tanah merupakan persoalan yang sangat penting dalam UUPA, karena pendaftaran tanah merupakan awal dari proses lahirnya sebuah bukti kepemilikan atas tanah. Mengenai pendaftaran tanah ini termuat pada Undang- Undang pokok Agraria Pasal 19 Ayat (2) dan PP No. 24 Tahun 1997 tentang pendaftaran Tanah. Pendaftaran tanah bertujuan mewujudkan kepastian hukum atas seluruh bidang tanah di wilayah Indonesia. Pada daerah Minangkabau, terutama terhadap hak komunal tanah ulayat dapat didaftarkan berdasarkan Perda No. 6 Tahun 2008 tentang Tanah Ulayat dan Pemanfaatannya. Sertifikasi tanah ulayat di Minangkabau memberikan kepastian dan perlindungan hukum bagi pemegang hak nya namun terdapat dampak lain terhadap eksistensi hukum adat di Minangkabau yang berkaitan dengan sistem pewarisan matrilineal sehingga berdasarkan permasalahan diatas maka rumusan permasalahan nya adalah: 1. bagaimana Sertifikasi Tanah Tanah Pusaka Kaum Selaku Hak Milik Komunal di Sumatera Barat? 2. Apa akibat Sertifikasi Tanah Tanah Pusaka Kaum Selaku Hak Milik Komunal di Sumatera Barat? Metode pendekatan masalah yang digunakan adalah yuridis normatif , sumber data dalam penelitian ini berasal dari penelitian kepustakaan (library research) dan analisis dan pengolahan data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif. Hasil penelitian: 1) Sertifikasi Tanah Tanah Pusaka Kaum Selaku Hak Milik Komunal di Sumatera Barat untuk menjamin kepastian hukum, Pemerintah menyelenggarakan penatausahaan tanah ulayat melalui pengukuran, pemetaan dan pencatatan dalam daftar tanah dicatatkan pada daftar tanah (buku tanah) oleh BPN berdasarkan Peraturan Menteri Agraria No. 18 Tahun 2019. 2. Akibat Sertifikasi Tanah Tanah Pusaka Kaum Selaku Hak Milik Komunal di Sumatera Barat banyak tanah ulayat maupun pusaka kaum di Minangkabau yang saat ini sudah dialihkan melalui jual beli dan bernilai ekonomis.","PeriodicalId":335092,"journal":{"name":"UNES Journal of Swara Justisia","volume":"101 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-07-10","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"133697039","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"PERLINDUNGAN PEKERJA DITINJAU DARI KONSEP HUBUNGAN KERJA PASCA BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG CIPTA KERJA","authors":"K. Khairani, Trie Rahmi Gettari","doi":"10.31933/ujsj.v7i2.372","DOIUrl":"https://doi.org/10.31933/ujsj.v7i2.372","url":null,"abstract":"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perlindungan pekerja dengan adanya beberapa perubahan konsep hubungan kerja sejak berlakunya UU Cipta Kerja. sebagaimana diketahui hubungan kerja merupakan patokan dasar dari perlindungan para pihak. Hubungan kerja adalah hubungan hukum antara subjek hukum dalam perjanjian yang berkaitan dengan pekerjaan. Pada dasarnya hubungan kerja terjadi antara pemberi kerja dengan pekerja, yang berisi aturan tentang hak dan kewajiban dan syarat-syarat kerja sehingga jelas apa hak dan kewajiban pemberi kerja dan pekerja. Berlakunya UU Cipta Kerja membawa perubahan terhadap jenis hubungan kerja, terjadi perluasan model hubungan kerja dan perubahan konsep perjanjian penyediaan jasa pekerja menjadi alih daya. Dengan perubahan tersebut menimbulkan pertanyaan bagaimanakah perlindungan terhadap para pihak dalam hubungan kerja dan bagaimana prinsip hubungan industrial dapat diciptakan menurut UU Cipta Kerja. Penelitian ini bersifat yuridis ormatif dan deskriptif analisis. Data yang dipergunakan adalah bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Hasil kajian menunjukkan bahwa jenis hubungan kerja yang terdapat pada UU Cipta Kerja selain masih berlaku Perjanjian Kerja tetap dan Perjanjian kerja waktu tertentu, ada perjanjian kerja fleksibilitas yaitu perjanjian yang didasarkan pada selesainya pekerjaan/paruh waktu, perjanjian penyediaan jasa pekerja hanya mengubah istilah menjadi alih daya, sedangkan konsep hubungan kerjanya masih sama dengan Konsep hubungan kerja sebelumnya yakni menyimpang dari konsep hubungan kerja yang seharusnya karena terdapat 3 pihak dalam perjanjian tersebut yakni pemberi kerja, penyedia jasa dan pekerja. Dengan demikian konsep hubungan kerja yang terdapat pada UU Cipta Kerja didasarkan pada mekanisme kesepakatan para pihak, seperti soal batas waktu PKWT dan hak istirahat panjang yang bisa disepakati dalam perjanjian kerja. Dapat dikatakan bahwa kontrol negara terhadap hubungan kerja dikurangi, hal itu menyebabkan makin sulit menciptakan hubungan industrial karena hubungan hukum para pihak lebih diarahkan kearah privat dan semakin mengurangi campur tangan pemerintah. Konsekuensinya menyebabkan perlindungan dan kepastian hukum sulit diperoleh oleh pekerja ditengah persaingan mendapatkan pekerjaan.","PeriodicalId":335092,"journal":{"name":"UNES Journal of Swara Justisia","volume":"17 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-07-09","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"116133123","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"TINDAK PIDANA KORUPSI YANG DILAKUKAN OLEH SEKTOR PRIVATE DI NEGARA ASEAN","authors":"Nani Mulyati","doi":"10.31933/ujsj.v7i2.373","DOIUrl":"https://doi.org/10.31933/ujsj.v7i2.373","url":null,"abstract":"Tindak pidana korupsi merupakan salah satu tindak pidana yang menjadi permasalahan di hampir semua negara berkembang. Hal ini juga dirasakan oleh negara yang tergabung di dalam Association of Southeast Asian Nations (ASEAN). Beberapa tahun belakangan ini, negara ASEAN mengalami pertumbuhan ekonomi yang cukup pesat karena investasi langsung (direct investment) banyak masuk ke negara-negara tersebut. Pesatnya pertumbuhan investasi telah mengakibatkan meningkatnya peran sektor swasta dalam pembangunan dan ekonomi negara. Namun peluang investasi yang sangat besar juga membawa risiko korupsi yang sangat besar. Dalam banyak laporan yang dibuat oleh lembaga pemerhati korupsi dijelaskan bahwa untuk mendapatkan pelayanan publik dalam berinvestasi, para pelaku usaha kadang kala perlu membayar sejumlah biaya di luar yang ditentukan secara resmi (suap), atau kadang kala perusahaan diharapkan memberikan hadiah untuk mengamankan kontrak publik. Di satu sisi pihak swasta merupakan pelaku tindak pidana korupsi tetapi mereka juga adalah korban dari sistem birokrasi yang masih belum berjalan dengan baik. Tulisan ini membahas upaya-upaya untuk mengatasi tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh sektor swasta di Negara-negara Anggota ASEAN baik dari sisi sektor privat sebagai pelaku maupun sebagai korban dari praktik korupsi. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif yang bersifat deskriptif analitis dengan menganalisis doktrin dan aturan-aturan hukum tentang pemberantasan korupsi yang dilakukan oleh sektor swasta di negara-negara anggota ASEAN khususnya tiga negara yaitu: Indonesia, Singapura dan Thailand. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan ditemukan bahwa pengaturan mengenai korupsi di negara dengan indeks persepsi korupsi yang tinggi (Singapura) memiliki pengaturan mengenai korupsi di sektor privat yang lebih luas. Korupsi tidak hanya dipahami sebagai tindak pidana yang berkaitan dengan perbuatan curang untuk kepentingan pribadi yang bersentuhan dengan keuangan negara saja tetapi termasuk juga segala macam perbuatan curang yang dilakukan baik di sektor publik maupun di sektor swasta. Sehingga pengaturan mengenai pelarangan suap tidak terbatas hanya dari sektor swasta kepada pejabat publik saja tetapi juga termasuk suap dari sektor swasta kepada swasta yang lainnya. Selanjutnya pengaturan terkait tanggung jawab pidana korporasi juga merupakan kunci penting untuk mengatasi korupsi di sektor private. Di samping itu, sangat penting untuk mendorong korporasi agar memiliki mekanisme yang efektif untuk mencegah korupsi serta perlunya kerja sama lintas batas dalam kasus-kasus korupsi yang kompleks di antara Negara-negara Anggota ASEAN.","PeriodicalId":335092,"journal":{"name":"UNES Journal of Swara Justisia","volume":"50 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-07-09","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"126787628","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"PENGATURAN WAKAF UANG BAGI USAHA PRODUKTIF UNTUK MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN SOSIAL DI INDONESIA","authors":"Yasniwati Yasniwati","doi":"10.31933/ujsj.v7i2.368","DOIUrl":"https://doi.org/10.31933/ujsj.v7i2.368","url":null,"abstract":"Lembaga wakaf merupakan salah satu instrumen yang dapat digunakan untuk membantu pemerintah dalam menanggulangi kemiskinan di Indonesia. Pada awalnya wakaf di Indonesia hanya untuk kepentingan sosial, seperti untuk masjid, pembangunan panti asuhan dan juga untuk pemakaman. Dengan berlakunya UU No 41 Tahun 2004 dan No 42 Tahun 2006 wakaf mengalami perubahan paradigma dimana sebelumnya hanya untuk wakaf wakaf sosial dan sekarang sudah untuk usaha produktif. Kemudian peran nazhir saat ini juga berubah dari sekedar menjaga dan mengawasi wakaf agar benda wakaf tersebut tidak hilang atau rusak kini ditambah tugas lain untuk mengembangkan dan memberdayakan nazhir benda wakaf yang dapat dirasakan oleh mauquf alaih atau yang dapat dialirkan kemanfaatan bagi masyarakat di besar. Salah satu objek wakaf produktif adalah uang, mengapa wakaf tunai produktif pemanfaatan wakaf tunai dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, khususnya masyarakat kita yang kurang mampu. Sebagai masyarakat yang memiliki usaha kecil namun kekurangan dana, pemanfaatan modal wakaf tunai dapat dimanfaatkan untuk membantu masyarakat kecil. Kemudian pemanfaatan wakaf uang juga dapat digunakan untuk membangun fasilitas umum seprti pembangunan sekolah, jembatan dan juga untuk pengelolaan tanah wakaf untuk kepentingan produktif seperti pertanian, pertambangan dan perkebunan.","PeriodicalId":335092,"journal":{"name":"UNES Journal of Swara Justisia","volume":"28 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-07-08","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"115547832","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}