{"title":"Dimensi Sufistik dalam Penafsiran Sayyid Muhammad bin Alawi Al-Maliki: Telaah Atas Kitab Muhammad Al-Insan Al-Kamil","authors":"Kusroni Kusroni, Abdul Majid, S. Aida","doi":"10.36781/kaca.v13i1.378","DOIUrl":"https://doi.org/10.36781/kaca.v13i1.378","url":null,"abstract":"Penafsiran Al-Qur’an dengan pendekatan sufistik saat ini semakin banyak dilirik oleh para peneliti tafsir Al-Qur’an. Meskipun di awal kemunculannya menuai pro dan kontra, akan tetapi pada perkembangannya, tafsir sufistik semakin populer dan bisa diterima di hampir semua kalangan. Penelitian ini berupaya menguak dimensi sufistik dalam penafsiran Sayyid Muhammad Al-Maliki atas ayat-ayat al-Qur’an dalam karyanya berjudul Al-Insan Al-Kamil. Penelitian ini merumuskan dua pertanyaan yaitu, 1) Bagaimana dimensi sufistik dalam penafsiran Sayyid Muhammad Al-Maliki? 2) Bagaimana kontribusi pemikrian Sayyid Muhammad Al-Maliki dalam bidang tafsir Al-Qur’an? Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan berbasis pada data kepustakaan. Pendekatan historis-filosofis digunakan untuk untuk memotret horizon-horizon yang mewarnai dan mempengaruhi pemikiran tafsir Al-Maliki. Penelitian ini menemukan bahwa, 1) Penafsiran Al-Maliki banyak memiliki dimensi sufistik. Selain mengemukakan pendapatnya sendiri, Al-Maliki juga mengutip beberapa ulama sufi, antara lain, Al-Qushairi, Al-Junaid, Abu Al-Hasan Al-Shadhili, dan Ibnu Ata’illah Al-Sakandari. 2) Kontribusi Al-Maliki dalam bidang tafsir Al-Qur’an adalah pentingnya pembacaan kritis atas tradisi penafsiran, dan pentingnya pendekatan sufistik dalam memberikan alternatif pemaknaan terhadap ayat-ayat Al-Qur’an, yang jika dibaca secara tekstual justru memunculkan kesimpulan yang menciderai nilai-nilai transenden dalam Islam.","PeriodicalId":294735,"journal":{"name":"KACA (Karunia Cahaya Allah): Jurnal Dialogis Ilmu Ushuluddin","volume":"82 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-02-08","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"126166301","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"Reorientasi Makna Ashidda’u ‘Ala Al-Kuffar : Analisis QS. Al-Fath Ayat 29 dengan Pendekatan Ma’na Cum Maghza","authors":"Muhammad Alfian Masykur, Mukhammad Hubbab Nauval, Asyifa Faradita, Binti Kamillatul Latifah","doi":"10.36781/kaca.v13i1.295","DOIUrl":"https://doi.org/10.36781/kaca.v13i1.295","url":null,"abstract":"Beberapa dekade terakhir, paham radikalisme menyebar luas dengan cepat dalam dunia Islam. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya kasus teror maupun tindakan diskriminasi terhadap agama tertentu yang terjadi di dalam negeri maupun manca negara. Tindakan semacam ini terjadi di antara penyebabnya adalah keterpengaruhan oleh penafsiran yang eksklusif, salah satunya ketika menjelaskan ayat yang berbicara tentang sikap keras terhadap orang kafir/non-muslim, misalnya seperti kalimat “ashidda’u ‘ala al-Kuffar” pada QS. al-Fath 48:29. Artikel ini bertujuan untuk melakukan reinterpretasi terhadap kalimat “ashidda’u ‘ala al-Kuffar” sebagai bentuk kritik atas tindakan-tindakan radikalisme dan terorisme yang menjadikan penggalan ayat tersebut sebagai legitimasi. Penelitian ini mengaplikasikan pendekatan ma’na-cum-maghza untuk menangkap al-ma’na al-tarikhi (historical meaning) dan al-maghza al-tarikhi (historical phenomenal significance) dari kalimat “ashidda’u ‘ala al-Kuffar”, lalu membawa dan mengembangkannya menjadi al-maghza al-mutaharrik al-mu‘āṣir (dynamic phenomenal significance) dalam konteks sosial-keagamaan masa kini. Melalui upaya penelusuran makna dan maghza, hasil yang ditemukan penulis menunjukkan, bahwa kalimat “ashidda’u ‘ala al-Kuffar” memiliki makna dan penerapan yang harus disesuaikan dengan konteks yang terjadi, serta sama sekali bukan legitimasi ekstrimisme. Hasil tersebut kiranya dapat menjadi pembanding untuk cara pandang tekstualis-skriptualis terhadap penggalan ayat tersebut. Dengan memperhatikan nilai-nilai yang ditemukan, diharapkan pemahaman terhadap kalimat “ashidda’u ‘ala al-Kuffar” dalam ruang lingkup sosial-keagamaan menjadi lebih moderat.","PeriodicalId":294735,"journal":{"name":"KACA (Karunia Cahaya Allah): Jurnal Dialogis Ilmu Ushuluddin","volume":"84 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-02-08","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"115182475","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"Kritik Al-Qur’an Terhadap Tradisi Mahar: Analisis Penafsiran QS. Al-Nisa’ Ayat 4","authors":"Diana Khotibi","doi":"10.36781/kaca.v13i1.348","DOIUrl":"https://doi.org/10.36781/kaca.v13i1.348","url":null,"abstract":"Al-Qur’an turun bersinggungan langsung dengan persoalan masyarakat dengan berbagai problem sehingga Al-Qur’an berpengaruh besar terhadap terjadinya perubahan terhadap masyarakat Arab. Salah satunya mengkritik budaya dan tradisi yang tidak sesuai dengan ajaran agama Islam, misalnya tentang mahar. Oleh karena itu tulisan ini akan mengulas bagaimana kritik Al-Qur’an terhadap mahar yang akan dilacak melalui asbab nuzul ayat, dan berbagai macam penafsiran tentang mahar. Hasil dari penelitian ini menunjukkan mahar merupakan sebuah kewajiban bagi orang yang ingin melakukan pernikahan. Jumlah serta cara merealisasikan mahar tersebut umumnya berbeda-berbeda serta diwajibkan adanya kerelaan hati istri bagi suami yang ingin menggunakan mahar.","PeriodicalId":294735,"journal":{"name":"KACA (Karunia Cahaya Allah): Jurnal Dialogis Ilmu Ushuluddin","volume":"33 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-02-08","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"133283687","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"Walimah dalam Perspektif Hadis: Telaah Kritis Hadis Koleksi Abu Dawud Nomor Indeks: 3742","authors":"M. Anas","doi":"10.36781/kaca.v13i1.416","DOIUrl":"https://doi.org/10.36781/kaca.v13i1.416","url":null,"abstract":"Bentuk syukur yang diekspresikan oleh manusia akan berbeda-beda dengan berbagai kenikmatan yang diperolehnya, ada yang hanya mengucapkan hamdalah, ada yang bereksperi dengan sujud syukur, ada juga berbentuk “syukuran” acara makan-makan. Ditemukan pada kalangan masyarakat sekitar mengadakan “syukuran” identik dengan jamuan makanan, acara makan-makan dalam rangka bersyukur ini dikenal dengan nama acara walimah, prakteknya terkadang menyelengaran dengan besar-besaran, menyelengaran dengan glamor bahkan mengundang dengan jumlah kuantitas di atas rata-rata. Kiranya dipandang perlu ketika praktik pada masyarakat ditinjau ulang dengan merujuk pada praktek keagamaan, praktek rasul dan sahabatnya dalam rangka acara walimah, oleh sebab itu telaah kritis akan hadis walimah dilakukan oleh peneliti agar dapat memahami secara update pada saat Rasul dan sahabatnya dengan masyarakat kekiniaan, menjawab permasalahan tersebut yang diteliti dalam penelitian ini adalah, 1) Bagaimana nilai hadis tentang makanan walimah dalam sunan Abu Dawud 2) Bagaimana sikap yang dianjurkan oleh Nabi dalam menyikapi undangan walimah.\u0000Penelitian ini berbasis data kepustakaan dengan meneliti kualitas data yang ada serta melakukan pendekatan historis untuk melihat variabel terkait yang mewarnai dan mempegaruhi pemaknaan hadis dengan mengkaitkan kontekstualitas masyarakat saat ini. Peneliti menemukan, 1) Hadis yang mula-mula berstatus mursal sahabi, menjadi marfu' dengan ditemukan mutabi' lain dari jalur Muslim sehingga dapat diberlakukan setara dengan hadis marfu' itu sendiri, sedangkan kualitas sanadnya berstatus sahih. Kandungan matan tidak ditemukan unsur shad dan 'illat, sehingga hadisnya tetap berkualitas sahih dan dapat dipakai sebagai hujjah. Kondisi sanad dan matan yang sahih menunjukkan keberadaan hadis ini maqbul sebagai hujjah dan ma'mulun bihi. 2) Ketika mengadakan acara walimah disesuaikan dengan kondisi penyelenggara walimah, sebagai penghapus sikap diskriminatif antar golongan berada dengan golongan tidak ada, ta'aruf (saling kenal) antar warga sehingga interaksi sosial semakin solid, mempererat tali silaturrahim atau kerukunan bertetangga yang akhirnya menunjukkan tumbuh berkembangnya kekuatan sosial islami dan stabilitas sosial antar keluarga, warga dan teman seprofesi tetap terjaga.","PeriodicalId":294735,"journal":{"name":"KACA (Karunia Cahaya Allah): Jurnal Dialogis Ilmu Ushuluddin","volume":"213 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-02-08","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"131959019","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"Teo-Antroposentrisme Konsep Martabat Tujuh Ranggawarsita","authors":"Angga Arifka","doi":"10.36781/kaca.v13i1.286","DOIUrl":"https://doi.org/10.36781/kaca.v13i1.286","url":null,"abstract":"Artikel ini mendiskusikan tentang konsep martabat tujuh Ranggawarsita. Konsep martabat tujuh memang merupakan penjelasan lebih jauh atas konsep martabat lima yang menjadi populer karena mazhab tasawuf Ibn ‘Arabi. Sebagai “pujangga penutup”, Ranggawarsita dalam magnum opus-nya, Serat Wirid Hidayat Jati, memberikan eksplanasi secara lebih bernas dan mendalam tentang konsep martabat tujuh. Sebelumnya, baik konsep martabat lima maupun martabat tujuh hanya membabarkan teosentrisme gradasi wujud secara kosmologis sehingga tampak tak ada relevansi dan implikasi langsungnya pada diri manusia. Korpus baik konsep martabat lima maupun martabat tujuh yang hanya bernada teosentris, dalam konteks ini, mesti diekspansikan dan diekstrapolasikan untuk merambah ke skop antroposentris. Oleh sebab itu, dengan menggunakan metode deskriptif-analitis, artikel ini membaca secara cermat implikasi konsep martabat tujuh Ranggawarsita yang melangkah lebih jauh ketimbang konsep martabat tujuh yang sebelumnya. Hasil dari pembacaan cermat tersebut adalah bahwa artikel ini menemukan bahwa konsep martabat tujuh Ranggawarsita tidak semata-mata menjelaskan persoalan gradasi wujud secara kosmologis yang cenderung teosentris, yang hanya berkutat pada persoalan level eksistensi ketuhanan semata, melainkan konsepnya dengan jelas menyinggung serta mengaitkannya langsung dengan tataran wujud rohani manusia secara spiritual. Dengan kata lain, konsep martabat tujuh Ranggawarsita dapat disebut teo-antroposentrisme.","PeriodicalId":294735,"journal":{"name":"KACA (Karunia Cahaya Allah): Jurnal Dialogis Ilmu Ushuluddin","volume":"1 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-02-08","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"129614330","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"The Conception of Rahmah li al-‘Ālamīn through Integration Both Fiqh and Sufism","authors":"M. Anshori, Teten Jalaludin Hayat","doi":"10.36781/kaca.v13i1.361","DOIUrl":"https://doi.org/10.36781/kaca.v13i1.361","url":null,"abstract":"Since the beginning, Islam has promised universal and global goodness (raḣmah li al-‘ālamīn). It's just that in reality the goodness was still particular and local. This imbalance is caused by an unequal understanding between the dimensions of exoteric fiqh (body) and esoteric sufism (mind) which represents the human condition which consists of body and mind. Thus, this research is aimed at explaining the universality of Islam for global goodness through integration between both dimensions. This research is a library research. The method used is the thematic method, to explore and confirm a theory to its deepest intent. The analytical tool used for this purpose is content analysis. The results of the analysis show that the fiqh-exoteric dimension will produce physical goodness (maqāṣid al-sharī’ah), and the sufism-esoteric dimension will produce spiritual goodness (maqasid al-ṣūfiyyah), so that with the integration of the two, the goal of Islamic universality (maqasid al-dīniyyah) will be born.","PeriodicalId":294735,"journal":{"name":"KACA (Karunia Cahaya Allah): Jurnal Dialogis Ilmu Ushuluddin","volume":"7 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-02-08","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"130965470","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"Makna Al-Najwa dalam Al-Qur'an: Studi Komparatif Tafsir Al-Azhar dan Tafsir Al-Misbah","authors":"Maziyatul Hikmah, Teguh Teguh, Salamah Noorhidayati","doi":"10.36781/kaca.v12i2.235","DOIUrl":"https://doi.org/10.36781/kaca.v12i2.235","url":null,"abstract":"Al-Najwa merupakan pembicaraan secara rahasia yang dilarang oleh syari’at agama sebab mengandung unsur keburukan. Penelitian ini memiliki titik pusat pembahasan pada makna Al-Najwa yang menjadi kebiasaan masyarakat. Tujuan artikel ini untuk menganalisis makna Al-Najwa dalam al-Qur’an yang memfokuskan pada Q.S an-Nisa ayat 114, Q.S al-Tawbah ayat 78, dan Q.S al-Isra’ ayat 47 dengan mengkomparasikan antara pandangan tafsir al-Azhar dan tafsir al-Misbah. Penelitian ini termasuk jenis penelitian kepustakaan (library research) yang mengacu pada beberapa bahan pustaka yang relevan dengan tema penelitian, serta tergolong dalam penelitian deskriptif komparatif. Pengumpulan data penelitian dilakukan dengan teknik penelaahan terhadap beberapa literatur. Kesimpulan dari penelitian ini adalah menunjukkan makna Al-Najwa dalam Q.S al-Nisa’ ayat 114, Q.S al-Tawbah ayat 78, dan Q.S al-Isra’ ayat 47 menurut tafsir al-Azhar dan tafsir al-Misbah. Dari ayat-ayat tersebut penulis menyimpulkan diantara tafsir al-Azhar dan tafsir al-Misbah yang memiliki beberapa persamaan dan perbedaan. Kedua tafsir memiliki persamaan dalam menjelaskan makna Al-Najwa sebagai perilaku berbisik-bisik. Pada ayat pertama tafsir al-Azhar cenderung menggambarkan penafsirannya dengan kasus nyata, sedangkan tafsir al-Misbah lebih condong pada sisi kebahasaan. Ayat kedua tafsir al-Azhar memberikan kutipan peribahasa sebagai penjelas penafsirannya, sedangkan tafsir al-Misbah menyajikan sisi kebahasan Al-Najwa. Kemudian ayat ketiga tafsir al-Azhar dan tafsir al-Misbah memiliki pendapat yang sama, tetapi tafsir al-Misbah lebih menonjolkan pada sisi kebahasaan.","PeriodicalId":294735,"journal":{"name":"KACA (Karunia Cahaya Allah): Jurnal Dialogis Ilmu Ushuluddin","volume":"29 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-08-09","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"128905797","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"Koneksitas Ilmu Tasawuf dan Ilmu Nahw: Telaah atas Kitab Nahw Al-Qulub Karya Al-Qushayri","authors":"Rosidi Rosidi","doi":"10.36781/kaca.v12i2.272","DOIUrl":"https://doi.org/10.36781/kaca.v12i2.272","url":null,"abstract":"Terdapat koneksi yang sangat erat dalam cabang-cabang ilmu bahasa Arab, bahkan bisa dikatakan tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lainnya. Lebih spesifik lagi terdapat interkoneksi antara ilmu nahw dengan semua ilmu dalam agama Islam seperti fikih, hadis, tafsir dan lain-lain. Sebab ilmu nahw menjadi instrumen yang fundamental dalam mengungkap makna yang bersifat eksoteris yang terdapat dalam teks-teks cabang ilmu-ilmu tersebut. Tulisan ini selain dalam rangka menggali aspek historis faktor lahirnya nahw bergenre tasawuf, sekaligus juga bermaksud menyanggah stigma yang mengatakan bahwa nahw sufi adalah ilmu yang tidak memiliki epistemologi yang kuat dan mendasar. Pertanyaan yang didiskusikan dalam tulisan ini adalah, 1) Bagaimana ontologi nahw sufi al-Qushayri?, dan 2) Bagaimana epistemologi nahw sufi al-Qushayri? Teori yang digunakan dalam penulisan ini adalah konsep epistemologi al-Jabiri, mengingat dalam nahw sufi terdapat dua nalar, yaitu nalar bayani dan nalar ‘irfani. Sedangkan objek yang dikaji adalah kitab Nahw al-Qulub karya al-Qushayri sebagai kitab yang pertama kali disusun dengan genre nahw sufi. Tulisan ini menemukan bahwa, 1) Kitab Nahw al-Qulub terdiri dari dua kitab, yaitu Nahw al-Qulub al-Saghir dan Nahw al-Qulub al-Kabir. Yang membedakan antara dua karya ini adalah ringkas dan tidaknya penjelasan, Nahw al-Qulub al-Kabir lebih luas penjelasannya sedangkan Nahw al-Qulub al-Saghir lebih ringkas. Adapun yang merupakan karya Al-Qushayri adalah Nahw al-Qulub al-Saghir. Sistematika pembahasan kitab Nahw al-Qulub al-Saghir cenderung acak. Tidak tersistematis seperti adanya kitab nahu konvensional. 2) Kitab Nahw al-Qulub menggunakan konsep epistemologi nalar ‘irfani saat mengungkap makna esoteris kaidah nahu, sedangkan untuk penulisan sistematikanya Al-Qushayri menggunakan nalar bayani. Terdapat temuan juga Al-Qushayri bahwa antara syari’at dan hakikat itu saling berhubungan, berkesinambungan dan tidak mungkin dipisahkan.","PeriodicalId":294735,"journal":{"name":"KACA (Karunia Cahaya Allah): Jurnal Dialogis Ilmu Ushuluddin","volume":"9 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-08-09","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"124029421","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"Islam dan Society 5.0: Pembacaan Ulang Teologi Islam Perspektif Mohammed Arkoun di Era Digital","authors":"Anugerah Zakya Rafsanjani, Yoga Irama","doi":"10.36781/kaca.v12i2.271","DOIUrl":"https://doi.org/10.36781/kaca.v12i2.271","url":null,"abstract":"Artikel ini berisi tentang pembacaan teologi Islam di era society 5.0. Di mana seiring berkembangnya zaman, teknologi canggih pun terus muncul dan hadir di hampir seluruh lini kehidupan manusia, sehingga kehidupan manusia menjadi bebas dan tak terkendali, maka diperlukan kajian ulang posisi teologi Islam di tengah era society 5.0 agar Islam mampu senantiasa tampil eksis dan relevan dalam setiap perkembangan zaman. Berbicara mengenai aspek religiusitas atau spiritualitas, maka peran Islam dirasa sangat vital dalam pembentukan aspek tersebut dalam era society 5.0. Namun sayangnya, banyak yang menilai Islam terutama pihak-pihak yang masih berpegang teguh pada ajaran dan penafsiran Islam klasik menjadi ujian terberat Islam dalam menghadapi era society 5.0. Sehingga perlu adanya sebuah pemikiran baru guna membangun relevansi teologi Islam dengan society 5.0, pemikiran Arkoun yang mendekonstruksi pemikiran dan teologi Islam klasik menjadi awal terbentuknya teologi Islam di era society 5.0. Penelitian ini adalah penelitian kepustakaan (library research) dengan pendekatan kualitatif. Sumber data meliputi artikel-artikel mengenai pemikiran Arkoun dan society 5.0 dengan menggunakan teknik analisis interpretatif sehingga diperoleh kajian yang relevan dengan tema artikel ini. Dari hasil analisis dari data-data yang telah diperoleh, adapun hasil dari penelitian ini adalah: pertama, Arkoun berpendapat bahwa ketiadaan kritik dalam tubuh Islam menjadikan Islam mengalami ketertinggalan, sehingga diperlukan kritik terhadap tafsiran dan dogma-dogma yang telah ada. Selain itu Arkoun juga menekankan untuk memaksimalkan nalar Islam untuk menerima segala perubahan budaya, pemikiran dan zaman. Kedua, konsep humanisme Arkoun membagi memberikan kebebasan individu untuk mengoptimalkan nalar kritisnya untuk mengaplikasikan Islam daya teoritis dan daya praktis, sehingga kebebasan individu menggunakan nalar kritisnya tetap dalam koridor keagaman.","PeriodicalId":294735,"journal":{"name":"KACA (Karunia Cahaya Allah): Jurnal Dialogis Ilmu Ushuluddin","volume":"38 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-08-09","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"123850748","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"Sikap Terhadap Penista Nabi Muhammad Perspektif Hadratussyaikh M. Hasyim Asy’ari","authors":"M. Syahrul Ramadhan","doi":"10.36781/kaca.v12i2.268","DOIUrl":"https://doi.org/10.36781/kaca.v12i2.268","url":null,"abstract":"Terdapat dilema bagi umat Islam dalam menyikapi penista Nabi Muhammad. Di satu sisi, sanksi yang terkonsep dalam fikih jinayah berupa hukuman mati akan membuat islamophobia semakin parah jika diterapkan. Di sisi lain, marwah Islam akan terkoyak jika tidak ada sanksi tegas. Tawaran yang ada untuk mengatasinya masih terbatas pada upaya preventif. Ketika penistaan Nabi benar-benar terjadi, dibutuhkan rumusan sikap yang bisa mengatasi dilema umat Islam. Perspektif Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari layak menjadi alternatif rumusan itu. Melalui telaah karya Hadratussyaikh serta pengayaan data konteks sosio-historis, penelitian ini melakukan analisa komponensial yang memunculkan rumusan sikap terhadap penista Nabi perspektif Hadratussyaikh. Kunci rumusan itu adalah adanya kekuatan sipil yang turut berperan penting memoderasi semangat membela agama dan semangat menjunjung hak asasi manusia.","PeriodicalId":294735,"journal":{"name":"KACA (Karunia Cahaya Allah): Jurnal Dialogis Ilmu Ushuluddin","volume":"35 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-08-09","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"128151986","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}