{"title":"THE JUST CAUSE FOR THE MORALITY OF HUMANITARIAN INTERVENTION","authors":"Irwan","doi":"10.58919/juftek.v5i1.46","DOIUrl":"https://doi.org/10.58919/juftek.v5i1.46","url":null,"abstract":"Salah satu kontroversi yang dominan pada dekade terakhir abad ke-20 ialah pertanyaan: “Apa yang komunitas internasional atau negara lain harus lakukan ketika sebuah negara tidak dapat atau tidak mau menghentikan pelanggaran HAM secara masif dan sistematis dalam wilayahnya (contohnya: penindasan sipil di Provinsi Kosovo pada tahun 1999)? Apakah komunitas internasional memiliki kewajiban moral untuk mengintervensi negara itu, yang memiliki kedaulatannya sendiri, melalui intervensi kemanusiaan (humanitarian intervention) untuk mengakhiri pembantaian itu?” Walaupun ada konsensus umum tentang pentingnya intervensi kemanusiaan, tetapi aksi militer ini banyak diperdebatkan dalam bidang moral, hukum, politik, filsafat di dunia internasional. Untuk membahas moralitas intervensi kemanusiaan, kita memerlukan teori “just war” karena “just war” memberikan kerangka terbaik untuk membahas argumen moral yang mendukung dan menentang intervensi kemanusiaan. Dalam teori “just war”, intervensi kemanusiaan hanya dapat dilakukan untuk alasan yang serius; harus ada “just cause” (alasan yang adil). Artikel sederhana ini mencoba mencari “just cause” bagi moralitas intervensi kemanusiaan menurut empat ahli teori perang dan perdamaian, yaitu: Paus Yohanes Paulus II, Konferensi Waligereja Katolik Amerika Serikat (USCCB), Komisi Internasional untuk Intervensi dan Kedaulatan Negara. (ICISS), dan Michael Walzer. Metode yang digunakan dalam artikel ini adalah studi pustaka.","PeriodicalId":431700,"journal":{"name":"Jurnal Filsafat dan Teologi Katolik","volume":"54 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-07-22","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"117206627","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"IDE METAFISIKA PARTISIPASI THOMAS AQUINAS SEBAGAI FUNDAMEN PERSATUAN TRANSFORMAN YOHANES SALIB (SEBUAH DIALOG FILOSOFIS-TEOLOGIS)","authors":"Simplesius Sandur","doi":"10.58919/juftek.v5i1.45","DOIUrl":"https://doi.org/10.58919/juftek.v5i1.45","url":null,"abstract":"Thomas Aquinas mengambangkan teori metafisika partisipasi. Hal itu berakar dari suatu tradisi filsafat yang panjang dari filsafat Plato mengenai partisipasi Idea yang lebih rendah pada Idea yang lebih tinggi. Dalam tradisi filsafat Plato hal itu merupkan suatu filsafat dalam arti yang murni, tetapi Thomas Aquinas mengembangkan hal itu pada argumen-argumen teologis. Pada abad XVII seorang tokoh spiritual dari Spanyol, Yohanes Salib menggunakan dan mengembangkan ide ini dalam ajaran-ajaran spiritualnya yaitu persatuan antara jiwa dengan Allah. Persatuan ini disebut dengan persatuan transforman. Persatuan ini sebagai puncak dari kehidupan rohani seseorang adalah mungkin dalam hidup ini karena persatuan entitas yang lebih rendah, yaitu jiwa, dengan Allah. Artikel ini berusaha mendalami tradisi perkembangan ide partisipasi dari ide filosofis- metafisik kepada ide teologis, dan pada akhirnya pada ide spiritual.","PeriodicalId":431700,"journal":{"name":"Jurnal Filsafat dan Teologi Katolik","volume":"34 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-07-22","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"127679633","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"MAKNA HIDUP MENURUT FILSAFAT MARTIN HEIDEGGER DALAM TERANG KARL RAHNER","authors":"Herwindo Chandra","doi":"10.58919/juftek.v4i2.41","DOIUrl":"https://doi.org/10.58919/juftek.v4i2.41","url":null,"abstract":"Ada manusia di dunia sifatnya sementara. Memahami kesementaraan ada manusia di dunia menjadi proyek filsafat Martin Heidegger. Fokus tulisan ini ialah filsafat ada Heideggerian namun dalam terang iman Katolik. Heidegger mencoba memikirkan hidup manusia tanpa ada bias oleh anggapan atau konsep apapun termasuk ajaran agama. Dalam tulisan ini akan ditunjukkan, bahwa filsafat Heideggerian dapat memberi makna bagi hidup manusia dalam dunia, hanya terbatas. Keterbatasannya pada ambiguitasnya kepenuhan makna manusia yang sekaligus tak terpenuhinya ketika berhadapan dengan kematian. Sementara murid Heidegger yaitu Karl Rahner, menggunakan metode transendental Heidegger untuk mengonstruksi teologinya. Dalam terang teologi Rahner, orang Katolik justru dapat sampai pada kepenuhan adanya bahkan sudah di dunia asalkan dirinya menerima dimensi adikoratinya.","PeriodicalId":431700,"journal":{"name":"Jurnal Filsafat dan Teologi Katolik","volume":"81 3 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-01-22","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"114329705","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"PANDANGAN SANTO PAULUS TENTANG KRISTUS DAN GEREJA SERTA MENGHADAPI TANTANGAN COVID-19","authors":"Madalena Marseli","doi":"10.58919/juftek.v4i2.39","DOIUrl":"https://doi.org/10.58919/juftek.v4i2.39","url":null,"abstract":"Salah satu dari beberapa tema yang dibahas oleh Santo Paulus dalam surat-suratnya kepada berbagai jemaat yaitu mengenai kesatuan antara Kristus dan Gereja. Apa dasar dari hubungan kesatuan antara Kristus dan Gereja menurut Santo Paulus? Bagaimana Kristus dan Gereja tidak dapat dipisahkan? Mengapa Kristus menghendaki relasi yang utuh dengan Gereja-Nya? Artikel ini akan mencoba melihat dari berbagai perspektif: teologis, soteriologis dan eklesiologis dari tulisan Santo Paulus mengenai Gereja. Selain itu, akan dibahas pula sikap yang tepat untuk mencintai Kristus dan Gereja-Nya, serta sikap Gereja dalam menghadapi tantangan pada zaman ini dengan adanya penyebaran yang semakin meningkat dan luas dari pandemi covid-19.","PeriodicalId":431700,"journal":{"name":"Jurnal Filsafat dan Teologi Katolik","volume":"105 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-01-22","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"115960578","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Riset Keagamaan, Dengan Pembacaan, Dekonstruktif Ala Derrida, Ferry Hartono, lebih sering terjadi, Kata Kunci
{"title":"RISET KEAGAMAAN DENGAN PEMBACAAN DEKONSTRUKTIF ALA DERRIDA","authors":"Riset Keagamaan, Dengan Pembacaan, Dekonstruktif Ala Derrida, Ferry Hartono, lebih sering terjadi, Kata Kunci","doi":"10.58919/juftek.v4i2.40","DOIUrl":"https://doi.org/10.58919/juftek.v4i2.40","url":null,"abstract":"Pembacaan Dekonstruktif Derrida, sebagai salah satu kritikan atas tawaran kemapanan strukturalisme, menawarkan pendekatan yang berbeda dalam menganalisis data riset kualitatif. Ketika berbicara tentang riset keagamaan, pembacaan dekonstruktif tidak dapat begitu saja meniadakan banalitas diskusi mengenai sifat apofatis realitas ilahi. Namun, ketika diskusi ditarik ke arah fenomena keagamaan, pembacaan dekonstruktif seperti ikan menemukan kolam yang tenang, tempat ia dapat berenang dengan bebas. Metodologi- metodologi studi keagamaan umum, seperti Fenomenologi, Fungsionalisme, dan Agama Terhayati menekankan kemungkinan untuk menarik dunia metafisis kepada realitas fenomenologis yang dapat diamati dan dipahami. Fenomena-fenomena tersebut, ketika dikaitkan dengan kaidah ruang dan waktu, akan selalu menghasilkan anomali. Keasingan dan penyimpangan dalam fenomena tidak perlu dimusuhi. Dalam pembacaan dekonstruktif, justru unsur pengejut dan pengesan unik dalam fenomena sering menjadi agen kuat untuk memahami suatu obyek pembacaan. Artikel ini bertujuan menunjukkan kedigjayaan pembacaan dekonstruktif sebagai sarana analisis data dalam suatu riset keagamaan. Pembacaan dekonstruktif ini dapat dipakai baik dalam riset kuantitatif maupun riset kualitatif, meskipun harus segera ditambahkan, bahwa riset kuantitatif memiliki handicap-nya tersendiri dalam riset keagamaan. Dalam fenomena keagamaan, jumlah tidak menentukan kebenaran. Justru lebih sering terjadi, fenomena yang unik atau menyimpang, entah itu dalam arti pribadi atau barang mati atau kejadian atau prediksi sekalipun, lebih ‘berkualitas’ dan lebih benar. Di sinilah ada konformasi antara riset kualitatif dan pembacaan dekonstruktif.","PeriodicalId":431700,"journal":{"name":"Jurnal Filsafat dan Teologi Katolik","volume":"132 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-01-22","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"124550230","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"PERSPEKTIF YURIDIS-KANONIS TENTANG KEWAJIBAN IMAM MENJAGA RAHASIA PENGAKUAN","authors":"Rikardus Jehaut","doi":"10.58919/juftek.v4i2.44","DOIUrl":"https://doi.org/10.58919/juftek.v4i2.44","url":null,"abstract":"Artikel ini bertujuan untuk menegaskan kembali ajaran Gereja menyangkut kewajiban bapa pengakuan untuk menjaga rahasia pengakuan. Pertama-tama diuraikan secara singkat bagaimana hal ini berkembang dalam sejarah, khususnya kanon 21 dari Konsili Lateran IV (1215) dan Kodeks 1917. Pengetahuan tentang sejarah penting karena membantu kita memahami bagaimana tema ini berkembang dan menjadi dasar hukum Kodeks 1983. Kemudian dibahas tentang ketentuan normatif kan. 889, § 1 yang berbicara tentang rahasia pengakuan dan kewajiban bapa pengakuan menjaga rahasia tersebut. Rahasia pengakuan tidak dapat diganggu gugat karena merupakan unsur esensial dari sakramen tobat dan merupakan bagian dari hukum ilahi. Bapa pengakuan yang terbukti melanggar kewajiban ini akan dikenai sanksi ekskomunikasi otomatis atau hukuman lain yang diputuskan oleh otoritas gereja yang berwenang. Tantangan memang tidak ringan dewasa ini, khususnya di tempat di mana imam dipaksa untuk membuka rahasia pengakuan dalam kasus-kasus tertentu. Pemaksaan seperti ini harus dilawan karena merupakan pelanggaran terhadap kebebasan gereja dan kebebasan beragama. Perlawanan seperti ini merupakan sebuah keharusan, bila perlu sampai menumpahkan darah sekalipun.","PeriodicalId":431700,"journal":{"name":"Jurnal Filsafat dan Teologi Katolik","volume":"13 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-01-22","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"134234790","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"APAKAH ALLAH MENINGGALKAN YESUS? REFLEKSI TEOLOGIS ATAS TANGISAN YESUS DI ATAS SALIB","authors":"Angelo Luciani Moa Dosi Woda","doi":"10.58919/juftek.v4i2.42","DOIUrl":"https://doi.org/10.58919/juftek.v4i2.42","url":null,"abstract":"Misteri salib Kristus yang menebus dan menyelamatkan semua manusia, dunia, dan alam semesta, kerap disalahmengerti oleh sebagian orang pada zaman mutakhir ini. Mereka mengklaim bahwa tangisan kematian Yesus di atas kayu salib dianggap sebagai ungkapan putus asa, kutukan dan penderitaan orang yang berdosa. Selain itu, mereka berpendapat bahwa dalam peristiwa salib, terjadi keterpisahan dalam misteri Allah Tritunggal. Tentu saja, pernyataan tersebut tidak benar. Sesungguhnya, Allah menyatakan cinta dan kerahiman-Nya yang sempurna dalam peristiwa salib bagi pembaruan hidup seluruh makhluk ciptaan-Nya.","PeriodicalId":431700,"journal":{"name":"Jurnal Filsafat dan Teologi Katolik","volume":"80 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-01-22","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"133808056","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"DIALOG ANTARA IMAN GEREJA DAN TRADISI SUKU TIONGHOA TENTANG KREMASI DAN PERLAKUAN ATAS ABU JENAZAH","authors":"Shelomita Selamat","doi":"10.58919/juftek.v4i1.36","DOIUrl":"https://doi.org/10.58919/juftek.v4i1.36","url":null,"abstract":"Dialog antara iman gereja dengan tradisi dan budaya masyarakat lokal (baca: inkulturasi) sangat diperlukan demi tercapainya misi Gereja. Penelitian ini menyoroti praktek kremasi dan perlakuan atas abu jenazah salah satu bentuk inkulturasi yang umum dilakukan oleh para anggota gereja dewasa ini. Praktek kremasi semakin meningkat dari tahun ke tahun di kalangan kaum beriman. Gereja mengijinkan praktek kremasi sejauh memenuhi syarat-syarat tertentu. Namun, pada prakteknya masih ada beberapa hal yang menjadi persoalan di kalangan kaum beriman, khususnya terkait dengan perlakuan atas abu jenazah. Sikap tegas dari Gereja mutlak diperlukan agar tidak terjadi penyimpangan iman Katolik. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode fenomenologis dan studi kepustakaan.","PeriodicalId":431700,"journal":{"name":"Jurnal Filsafat dan Teologi Katolik","volume":"39 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-07-22","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"133223683","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"TINJAUAN YURIDIS-KANONIS MENYANGKUT LARANGAN MENERIMA KOMUNI KUDUS BAGI PASANGAN YANG BERCERAI DAN MENIKAH LAGI DAN KEMUNGKINAN JALAN KELUAR","authors":"Rikardus Jehaut","doi":"10.58919/juftek.v4i1.34","DOIUrl":"https://doi.org/10.58919/juftek.v4i1.34","url":null,"abstract":"Artikel ini bertujuan untuk membedah disiplin Gereja menyangkut larangan untuk menerima komuni kudus bagi yang bercerai dan menikah lagi dalam terang Kitab Hukum Kanonik dan beberapa penegasan Magisterium. Dengan menggunakan analisis kritis atas berbagai dokumen resmi Gereja, ditemukan bahwa larangan tersebut didasarkan atas pertimbangan bahwa menikah lagi selagi masih terdapat ikatan yang valid dipandang sebagai sebuah dosa berat. Terdapat kontradiksi objektif antara sakramen persekutuan Kristus Sang Mempelai dengan Gereja, yang terpenuhi dalam Ekaristi, dan ketidaksetiaan orang yang bercerai yang hidup bersama yang lain kendati sadar akan ikatan perkawinan sebelumnya. Harus dicatat bahwa norma ini sama sekali bukan sebuah hukuman atau diskriminasi terhadap yang bercerai dan menikah lagi, namun lebih mengekspresikan situasi objektif yang dalam dirinya sendiri menghalanginya untuk menerima komuni kudus. Di lain pihak, mengingat bahwa mereka yang bercerai dan menikah lagi tidak dipisahkan dari Gereja melainkan tetap menjadi anggota Gereja, para gembala harus memperhatikan kebutuhan pastoral mereka dengan menerapkan berbagai solusi pastoral yang sesuai yang disediakan oleh Hukum Gereja dan praksis yang diakui oleh Gereja untuk forum internal.","PeriodicalId":431700,"journal":{"name":"Jurnal Filsafat dan Teologi Katolik","volume":"51 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-07-22","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"130352228","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"MEMANDANG TEMAN MUSLIM SEBAGAI SAUDARA ORANG MUDA KATOLIK MENURUT KARL RAHNER","authors":"Herwindo Chandra","doi":"10.58919/juftek.v4i1.37","DOIUrl":"https://doi.org/10.58919/juftek.v4i1.37","url":null,"abstract":"Penelitian ini membahas orang muda dapat menjadi pioneer dalam dialog interreligius. Hal ini dapat menjadi dialog interreligius yang khas. Fokus penelitian ialah relasi antara Orang Muda Katolik (OMK) dengan teman-teman Muslimnya. OMK terpanggil untuk dialog ini karena penduduk Indonesia mayoritas Muslim. Saat ini media sosial banyak memberitakan isu intoleransi yang menimbulkan prasangka diantara agama dan dapat membahayakan keberagaman Indonesia. Sejarah mencatat bahwa gerakan para pemuda Bangsa Indonesia dalam keragamannya dapat bersatu dan peduli pada persatuan bangsa. Peristiwa seperti Sumpah Pemuda tahun 1928 dan Gerekan Reformasi tahun 1998 menjadi kepedulian pemuda Indonesia yang cukup signifikan. Tujuan dari penelitian ini ialah menelusuri cara pandang iman Kristen untuk relasi OMK dalam dialog interreligius. Anjuran Apostolik Christus Vivit dapat meneguhkan pertemanan OMK dengan cara pandang inklusif dalam dialog interreligius. Penelitian ini menggunakan metode fenomenologi berdasarkan pengalaman berpastoral dengan anak muda. Penelitian ini memberikan sumbangan sederhana pada tingkat akar rumput masyarakat yaitu dialog interreligius orang muda. Temuan penelitian ini ialah OMK memandang teman Muslimnya bukan semata-mata sebagai teman tetapi sebagai saudara, menurut pemikiran Kristin-awanama dari Karl Rahner.","PeriodicalId":431700,"journal":{"name":"Jurnal Filsafat dan Teologi Katolik","volume":"922 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-07-22","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"123284993","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}