{"title":"Fenomena Cerai Gugat di Masyarakat Pada Masa Pandemi","authors":"Amelia Nabillah, Amirudin, Iqbal Amar Muzaki","doi":"10.55210/assyariah.v8i1.642","DOIUrl":"https://doi.org/10.55210/assyariah.v8i1.642","url":null,"abstract":"Perceraian dimasa sekarang ini tampaknya telah menjadi suatu fenomena yang umum dimasyarakat, karena situasi dan kondisi masyarakat saat ini juga telah berubah, berbeda jauh dengan kondisi masyarakat sebelumnya. Dalam peraturan pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 yang merupakan peraturan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, dalam hal teknis yang menyangkut kompetensi wilayah pengadilan seperti dalam cerai talak megalami perubahan Pada masa pandemi ini kasus cerai gugat sangat meningkat secara signifikan untuk itu tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor penyebab meningkatnya cerai gugat di masyarakat pada masa pandemi metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif. Hasil penelitian menunjukan bahwa Faktor penyebab meningkatnya cerai gugat di masyarakan pada masa pandem di sebabkan oleh banyak faktor tidak hanya faktor perselisihan saja namun yang mendominasinya adalah faktor ekonomi karna pada masa pandemi ini suami tidak bisa memenuhi kebutuhan rumah tangga karna minimnya pekerjaan.","PeriodicalId":123015,"journal":{"name":"Asy-Syari’ah : Jurnal Hukum Islam","volume":"11 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-02-07","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"134059997","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"Metode Studi Ilmu Al-Qur’an Kontemporer: Respon Terhadap Pandangan Orientalis Pada Al-Qur’an","authors":"Irzak Yuliardy Nugroho, Imam Syafi’i","doi":"10.55210/assyariah.v8i1.641","DOIUrl":"https://doi.org/10.55210/assyariah.v8i1.641","url":null,"abstract":"Abstract \u0000The historical nature of the Qur'an led to the emergence of hermeneutical ideas and theories (methods of interpretation). This theory is a very urgent effort to be developed in understanding the meaning of the Qur'an as a whole. The hope is that the theological and legal ethical parts can be placed in a unified whole (total). Through this method, a weltanschauung (worldview) of the Qur'an can be formulated and understood. If humans want to think optimally and want to use their rational mind, they will realize that in fact the greatest blessing of the Qur'an is the thought and understanding of the intentions and meanings contained therein to then realize their ideas in actions that are both religious and spiritual. . In this case, then Sahiron Syamsuddin, mapped the flow of contemporary Qur'anic study methods into three groups: a) The traditionalist quasi-objectivist view; b) The modernist quasi-objectivist view; c) Subjectivist views. \u0000The study of the science of the Qur'an in the West was first carried out by the Orientalism group, which at the beginning of its emergence was closely related to the psycho-historical relationship between Islam and the West in the intellectual, trade and war fields. Therefore, the study of the science of the Qur'an in the study of orientalism is not only oriented to the emotional-intellectual relationship, but also the emotional-political east, namely in order to facilitate the political expansion of the West towards the East. But along with the times, orientalism in the end moved purely on an objective-independent study of the east. The flow of orientalism, at least, goes through three periods, namely the period before the crusades, the crusades to the European enlightenment period, and the last period from the enlightenment to modern times. This is marked by the presence of orientalists in the East (Islam) who also functioned as colonial advisors, in addition to conducting scientific studies. \u0000Keywords: Al-Qur’an, Hermeneutics, Contemporary. \u0000Abstrak \u0000Sifat Al-Qur’an yang bersifat historis menyebabkan munculnya gagasan dan teori hermeneutika (metode penafsiran). Teori ini menjadi kerja-usaha yang sangat mendesak untuk dikembangkan dalam memahami makna Al-Qur’an secara utuh. Harapannya, bagian-bagian teologis dan etika legalnya dapat ditempatkan dalam keseluruhan (totalitas) yang padu. Melalui metode ini, sebuah weltanschauung (pandangan dunia) Al-Qur’an dapat dirumuskan dan dipahami. Bila manusia mau berpikir secara optimal dan mau memanfaatkan akal rasionalnya, ia akan menyadari bahwa sesungguhnya berkah Al-Qur’an yang teramat besar adalah pemikiran dan pemahaman maksud-maksud serta makna yang terkandung di dalamnya untuk kemudian mewujudkan gagasannya dalam perbuatan yang bersifat keagamaan dan keduaniaan. Dalam hal ini, kemudian Sahiron Syamsuddin, memetakan aliran metode studi qur’an kontemporer menjadi tiga kelompok: a) Pandangan quasi- obyektivis tradisionalis; b) Pandangan quasi-obeyektivis moder","PeriodicalId":123015,"journal":{"name":"Asy-Syari’ah : Jurnal Hukum Islam","volume":"12 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-02-07","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"131633582","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"Sistem Waris Masyarakat Muslim Batak Angkola Dalam Tinjauan Alqur’an","authors":"Rajab Ritonga, Martua Nasution","doi":"10.55210/assyariah.v7i2.544","DOIUrl":"https://doi.org/10.55210/assyariah.v7i2.544","url":null,"abstract":"Abstract \u0000Batak Angkola is one of Batak ethnic who lived at south of Tapanuli in North Sumatera. The societies usually called as Angkola’s people. Up to now, they still hold the local principle tradition. Start from marriage, inheritance moreover about death. All of them have the local tradition to present by society. Then, this research describes about the inheritance system of Muslim Batak Angkola’s society. This research uses the qualitative descriptive method by approaching normative juridical, all of the data which found in the field, describes naturally, and expresses, then considers with surah an-nisa ayat 11, 12 and 176, as four the finding in this research shows that the Batak’s Muslim society follow the patrilineal relationship system, it is the generation line is taken from man. Then, in dividing inheritance, men have dominated from women. So, the men expert of inheritance authorizes most of the inheritance than women. While the women only get the gift from the men. Furthermore, the men expert of inheritance often postponed to divide the inheritance if one of their parents was still alive. While, Alqur’an as the first escort of Islamic inheritance presents in giving the portion of each expert of inheritance. The inhetances is appropriate with Allah’s firmness; it is the determinate is not based on the age, young or old. Furthermore, by explicit law of inheritance settles that in every death must do dividing of the inheritance for the expert of inheritance. \u0000 \u0000Keywords : Tradition Inheritance System, Batak Angkola’s Muslim \u0000 \u0000Abstrak \u0000Batak Angkola adalah salah satu sub suku Batak yang mendiami daerah Tapanuli bagian selatan Sumatera Utara. Masyarakatnya disebut dengan istilah orang Angkola. Mereka sampai saat ini masih selalu memegang prinsip adat setempat, mulai dari masalah pernikahan, kewarisan bahkan terkait kematianpun ada aturan adat yang diselenggarakan oleh masyarakat. Jadi, penelitian ini mendeskripsikan tentang sistem waris masyarakat muslim Batak Angkola. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif dengan pendekatan yuridis normatif, semua data-data yang ditemukan dilapangan diuraikan secara alami dan diungkapkan apa adanya kemudian dikomparasikan dengan surah an-nisa ayat 11, 12 dan 176. Adapun temuan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa masyarakat muslim Batak Angkola menganut sistem kekerabatan patrilineal, yaitu garis keturunan diambil dari pihak laki-laki. Kemudian pada tataran pembagian harta warisan, pihak laki-laki mempunyai peranan yang lebih dominan ketimbang pihak perempuan. Jadi, ahli waris laki-laki menguasai hampir seluruh harta warisan, sementara ahli waris perempuan hanya mendapatkan bagian berupa pemberian dari kelompok ahli waris laki-laki. Selanjutnya, para ahli waris sering menunda untuk melakukan pembagian warisan jika salah satu dari kedua orang tua masih hidup. Sementara itu Alqur’an sebagai panduan utama hukum waris islam hadir dengan memberikan porsi bagian kepada masing-masing ahl","PeriodicalId":123015,"journal":{"name":"Asy-Syari’ah : Jurnal Hukum Islam","volume":"111 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-06-25","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"121873674","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"Positivisasi Perwakafan di Indonesia dalam Sejarah Sistem Hukum Nasional","authors":"Nawawi","doi":"10.55210/assyariah.v7i2.577","DOIUrl":"https://doi.org/10.55210/assyariah.v7i2.577","url":null,"abstract":"Dalam sejarah positivisasi perwakafan di Indonesia mengalami pasang surut sesuai dengan kebijakan politik dan hukum yang diterapkan. Pada masa pra-kemerdekaan Indonesia, wakaf merupakan tradisi masyarakat Indonesia karena banyak kerajaan Islam seperti Kerajaan Demak, kerajaan Samudera Pasai, dan Kerajaan Mataram. Konsekuensinya, wakaf sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari budaya Indonesia, seperti pendirian masjid, pesantren, dan lembaga Pendidikan yang bersumber dari wakaf di berbagai pelosok tanah air. Begitu pula lahir salah satu sumber hukum wakaf yang cukup kuat yang berasal dari akumulasi kitab-kitab terdahulu yang menjadi kurikulum di pesantren. Aturan ini adalah berupa Instruksi Presiden No 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam (KHI). KHI merupakan hasil kesepakatan para ulama tentang perkawinan, kewarisan, dan perwakafan yang menjadi sumber utama rujukan para hakim di Pengadilan Agama. Dengan adanya KHI ini, ketentuan fiqh yang tersebar di berbagai buku fiqh klasik dengan sendirinya tidak terpakai, karena sudah ada KHI. KHI merupakan sumber utama setelah PP No 28 Tahun 1977. Jika fiqh yang bersifat tidak mengikat berubah menjadi qanun, maka statusnya wajib diikutinya. Kemudian posisi perwakafan dalam sistem hukum nasional mengalami tantangan ketika mengacu pada teori pluralisme hukum. Akibtanya, pluralisme hukum dalam sistem hukum Indonesia terkadang kuat dan lemah. Namun, setelah era reformasi perwakafan mengalami kekuatan yang sangat signifikan. Lahirnya UU No. 42 tahun 2004 tentang wakaf adalah lebih progresif, karena telah diatur wakaf berjangka (mu’aqqat yang mengakomodasi mazhab Hanafiyah), wakaf benda bergerak (uang, logam mulia, surat berharga, kendaraan, hak atas kekayaan intelektual, hak sewa, dan benda bergerak lain sesuai dengan ketentuan syari’ah dan peraturan perundang-undangan yang berlaku) dan nazhir yang lebih profesional. Dalam pengelolaan wakaf, telah ada tindakan riil dengan proyek percontohan (pilot project) di seluruh Indonesia.","PeriodicalId":123015,"journal":{"name":"Asy-Syari’ah : Jurnal Hukum Islam","volume":"17 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-06-25","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"128091495","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"Verbalisasi Moderasi Beragama dalam Artikel Sarjana PTKIN Indonesia 2016-2020","authors":"Abdul Malik, M. Anwar Hindi","doi":"10.55210/assyariah.v7i2.593","DOIUrl":"https://doi.org/10.55210/assyariah.v7i2.593","url":null,"abstract":"Abstract: The Indonesian Minister of Religion, Lukman Hakim Saifuddin, Fachrul Razi and Yaqul Cholil Qoumas, always gave directions to the Indonesian people to make religious moderation a shared commitment. One of the important elements of the implementation of religious moderation is carried out byscholar of Indonesian PTKIN in the form of reviewing journal articles. This article analyzes religious moderation in Indonesian PTKIN scholarships recorded in the form of journal articles from the first edition of 2016 to the second edition of 2020. To analyze these various articles, Verbalization will be adopted which was originally used to analyze the Qur'an for religious moderation. The Verbalization method, coined by Muhammad Alwi HS, has a strong epistemology, because it is based on the orallity of Qur'an which is the initial form as well as the identity of the Qur'an. Finally, this article concludes that PTKIN scholars are active in responding to the issue of religious moderation, which is carried out with various perspectives and scopes. What is more important is that almost all PTKIN scholars make efforts to verbalize religious moderation to the context or scope of their studies. This scholar is an important contribution of PTKIN scholars to efforts to produce patterns, guard, and develop religious moderation in Indonesia, especially since 2016-2020.","PeriodicalId":123015,"journal":{"name":"Asy-Syari’ah : Jurnal Hukum Islam","volume":"29 1 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-06-25","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"128842681","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"Urgensi Nasab dalam Islam dan Silsilah Nasab Habaib di Indonesia","authors":"Abu Yazid Adnan Quthny, Ahmad Muzakki","doi":"10.55210/assyariah.v7i2.592","DOIUrl":"https://doi.org/10.55210/assyariah.v7i2.592","url":null,"abstract":"Diantara hikmah disyariatkannya pernikahan adalah untuk menentukan status keturunan. Menurut Islam anak yang lahir dengan jalan pernikahan yang sah memiliki status nasab yang jelas. Dalam tulisan ini penulis memaparkan tentang keberadaan habaib di Indonesia, kedudukan nasab dalam Islam, penentuan nasab pada zaman Nabi dan zaman modern serta pandangan orang arab terhadap nasab. Setelah melalui pembahasan didapartkan kesimpulan bahwa Bangsa Arab merupakan bangsa yang sangat memperhatikan dan menjaga nasab dan hubungan kekerabatan, karena mereka tidak lupa nenek moyang mereka. Sedangkan dalam hukum Islam, nasab mempunyai peran yang sangat penting. Dengan jelasnya status nasab seseorang, hukum-hukum yang berkait dengan hal ini juga akan jelas. Semisal tentang perkawinan, warisan dan hubungan mahram.","PeriodicalId":123015,"journal":{"name":"Asy-Syari’ah : Jurnal Hukum Islam","volume":"60 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-06-25","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"133867439","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"Sejarah Perkembangan Peradilan Agama pada Masa Kesultanan dan Penjajahan Sampai Kemerdekaan","authors":"Miftakhur Ridlo","doi":"10.55210/assyariah.v7i2.612","DOIUrl":"https://doi.org/10.55210/assyariah.v7i2.612","url":null,"abstract":"Peradilan agama dalam bentuk yang dikenal sekarang ini merupakan mata rantai yang tidak terputus dari sejarah masuknya agama Islam. Untuk memberi gambaran tentang posisi lembaga Peradilan Agama di Indonesia haruslah memperhatikan Hukum Islam di Indonesia, sedikitnya pada tiga masa penting: masa sebelum penjajahan yakni masa Kesultanan Islam, masa Penjajahan dan masa Kemerdekaan. Setiap masa mempunyai ciri-ciri tersendiri yang merepresentasikan pasang surut pemikiran hukum Islam di Indonesia.","PeriodicalId":123015,"journal":{"name":"Asy-Syari’ah : Jurnal Hukum Islam","volume":"30 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-06-25","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"125979321","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"Regulasi Poligami di Indonesia Perspektif M. Syahrur dan Gender","authors":"Nina Agus Hariati","doi":"10.55210/assyariah.v7i2.597","DOIUrl":"https://doi.org/10.55210/assyariah.v7i2.597","url":null,"abstract":"Poligami di Indonesia merupakan salah satu hal yang mendapat perhatian oleh pembuat undang-undang. Berdasarkan observasi yang dilakukan oleh peneliti menemukan kurang lebih 5 pedomran regulasi perihal poligami, yaitu; UU No. 1 Tahun 1974, PP No. 9 Tahun 1975, PP No.10 Tahun 1983, PP No. 45 Tahun 1990, serta terdapat dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI). Dalam berbagai regulasi tersebut secara garis besar yang menjadi tolak ukur kebolehan poligami adalah suami mampu berlaku adil secara materi, dengan dasar kekurangan istri. Hal tersebut berbeda dengan pendapat yang dikemukakan oleh Muhammad Syahrur bahwasannya kebolehan poligami adalah bertitik tolak pada keadilan terhadap anak yatim dari seorang janda yang akan dipoligami. Terkait keadilan yang dicantumkan pada regulasi poligami sangat jauh apabila dilihat dari keadilan gender. Pada perspektif gender regulasi poligami di Indonesia syarat akan muatan bias gender, hal tersebut dapat dilihat dari pasal-pasal yang membahas poligami. Tentu saja hal tersebut menjadi permasalahan, dikarenakan regulasi yang seharusnya membawa kepastian dan kemanfaatan justru menjadi sumber masalah. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisi dan merekonstruksi prospek baru regulasi poligami di Indonesia yang berkeadilan gender.","PeriodicalId":123015,"journal":{"name":"Asy-Syari’ah : Jurnal Hukum Islam","volume":"15 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-06-25","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"130794267","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"Menikahi Wanita Hamil (Karena Zina dan Perkosaan) Serta Aborsi Anak Hasil Zina Perspektif Hukum Islam","authors":"Wahyuningsih","doi":"10.55210/assyariah.v7i1.396","DOIUrl":"https://doi.org/10.55210/assyariah.v7i1.396","url":null,"abstract":"Pernikahan dalam khazanah ilmu fiqih merupakan syari’at yang disyari’atkan dalam islam untuk mengikat percampuran hubungan antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahrom, sehingga keduannya memiliki hak dan kewajiban. Fenomena yang banyak terjadi pada zaman ini adalah maraknya pergaulan bebas yang berakibat pada banyaknya perempuan hamil diluar pernikahan. Hal yang membuat dilemma yaitu hampir semua pelaku yang beragama islam, baik itu pelajar, mahasiswa, bahkan dewasa. Suatu kejadian yang melanggar hukum islam, memiliki ranah hukun tersendiri untuk dibahas. Dalam fiqih, zina disebut dengan fahsya karena zina menimbulkan keburukan-keburukan selanjutnya. Keburukan dari fenomena tersebut memiliki dampak yang negative bagi perempan, keluarganya, dan yang paling miris adalah dampak negatif bagi anak yang sedang dikandungnya apabila telah lahir, menandakan keburukan yang seakan tidak pernah habis. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan pustaka (library reseach). Pandangan ulama mengenai hukum menikahi wanita hamil karena zina dalam berbagai pandangan yang mengacu pada Al Qur’an, Hadits.","PeriodicalId":123015,"journal":{"name":"Asy-Syari’ah : Jurnal Hukum Islam","volume":"4 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-01-16","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"123808000","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"Tradisi Ampa Sabae dalam Proses Perkawinan Masyarakat Muslim di Desa Nipa Kecamatan Ambalawi Kabupaten Bima (Perspektif Sosiologi Hukum)","authors":"Elpipit, Ama Fitariam Safitri","doi":"10.55210/assyariah.v7i1.385","DOIUrl":"https://doi.org/10.55210/assyariah.v7i1.385","url":null,"abstract":"Artikel ini membahas tentang tradisi perkawinan masyarakat muslim suku Mbojo/Bima yang dikaji melalui pendekatan normatif dan sosiologi hukum dengan tujuan untuk mengungkapkan suatu kebenaran atas realitas sosial dari sebuah fenomena tradisi “ampa sabae”atau permintaan menikah oleh perempuan yang berkembang dikalangan masyarakat Bima Nusa Tenggara Barat. Penelitian ini bersifat kualitatif, terbebas dari variabel angka atau jumlah. Sumber data yang digunakan adalah sumber data primer dan sekunder. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara, observasi dan dokumentasi. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa tradisi ampa sabae (permintaan menikah oleh perempuan, merupakan suatu tradisi atau adat istiadat yang sudah lama berkembang dan hidup bersama dengan peradaban masyarakat Ambalaw, tradisi yang berasal dari nenek moyang ini sampai sekarang masih dilestarikan oleh masyarakat Ambalawi sebagai solusi bagi wanita untuk meminta pertanggungjawabkan terhadap laki-laki apabila mendapatkan perbuatan yang tidak baik dan dirasa merugikan dirinya. Dalam pandangan sosiologi hukum terjadi pro dan kontra, sebagian ada yang menganggap baik dan sebagian ada yang menganggap tidak baik, masing-masing individu masyarakat mempunyai asumsi yang berbeda-beda, karena selalu dikaitkan dengan faktor penyebab dari pernikahan ampa sabae itu sendiri. \u0000Kata Kunci: Tradisi","PeriodicalId":123015,"journal":{"name":"Asy-Syari’ah : Jurnal Hukum Islam","volume":"40 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-01-13","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"114813879","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}