{"title":"Peran Ultrasound Guided Vascular Access (UGVA) dalam Menurunkan Risiko Komplikasi Central Line-associated Bloodstream Site Infection (CLaBSI)","authors":"Akhmad Yun Jufan","doi":"10.22146/jka.v11i2.13316","DOIUrl":"https://doi.org/10.22146/jka.v11i2.13316","url":null,"abstract":"Central Line-associated Bloodstream Infection (CLaBSI) is a complication of infection that occurs when bacteria enter the bloodstream through a central venous catheter. CLaBSI is diagnosed by doctors through blood culture results and from the tip of the central venous catheter. Infections related to central venous catheters such as CLaBSI can lead to serious complications including sepsis, septic shock, and death. To reduce the incidence of CLaBSI, several prevention can be taken during central venous catheter insertion, one of which is using Ultrasound-Guided Vascular Access (UGVA) technique. This article aims to compare the effectiveness and safety of using the Ultrasound-Guided Vascular Access (UGVA) method with the landmark method in preventing Central Line-associated Bloodstream Infection (CLaBSI). The writing method used is literature review with keywords CLaBSI, USG guided, and central line catheter. The results show that the use of UGVA can reduce the incidence of CLaBSI to be two times lower compared to the landmark technique.","PeriodicalId":513365,"journal":{"name":"Jurnal Komplikasi Anestesi","volume":"59 6","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2024-05-16","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"140968171","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"MANAGEMENT OF DIABETES INSIPIDUS AFTER SUBLABIAL TRANSSPHENOIDAL HYPOPHYSECTOMY SURGERY","authors":"Erlangga Prasamya","doi":"10.22146/jka.v11i2.12773","DOIUrl":"https://doi.org/10.22146/jka.v11i2.12773","url":null,"abstract":"Summary \u0000A 36-year-old female patient was diagnosed with diabetes insipidus after sublabial transsphenoid hypophysectomy (SLTH) surgery. The patient had pituitary adenoma. The patient undergoes 14 days of care in the ICU with titrated intravenous vasopressin dose(0,01-0,3unit/hour) and later subcutaneous dose(6-13unit/8 hours). Subcutaneous vasopressin started on day 3 while intravenous was tapering down; at the early transition from the intravenous vasopressin route to the subcutaneous vasopressin route on day 7, there is a sharp surge of urine production as well at plasma sodium level. The intravenous vasopressin started again, along with the elevated dose of subcutaneous vasopressin. The patient shows a response to therapy after a watchfully titrated dose. \u0000 \u0000Background \u0000Diabetes insipidus is a combination of signs and symptoms generating a plentiful volume of urine and causing elevated serum osmolality. There are two types of diabetes insipidus: central diabetes insipidus and nephrogenic diabetes insipidus. Central neurogenic diabetes insipidus occurs when the production of the hormone Arginine Vasopressin (AVP) is low. In contrast, nephrogenic diabetes insipidus occurs when the kidneys cannot respond to high levels of the hormone AVP. Postsurgical central insipidus can be categorized into transient, permanent, and triphasic. Transient courses of diabetes insipidus following surgery represent most of the cases. Temporary diabetes insipidus is thought to be caused by temporary dysfunction of AVP-producing neurons as a result of direct surgical trauma or indirect after-surgical edema. The incidence of diabetes insipidus in patients who underwent pituitary surgery is 5%, and 4.6% of these patients will have only transient diabetes insipidus, and only 0.4% became permanent. \u0000Transphenoidal surgery is considered a minimally invasive and effective procedure for pituitary adenomas. Diabetes Insipidus after this surgery is not an uncommon complication, even though the reported rate of postsurgical central diabetes insipidus varies widely from 1 to 67%. Postoperative temporary diabetes insipidus gradually resolves up to 6 months. \u0000 \u0000Case Presentation \u0000A 36-year-old female patient presented chief complaints of headache and blurred vision, which gradually worsened one year ago. After undergoing several examinations, the patient was diagnosed with pituitary adenoma. The patient underwent a sublabial transsphenoidal hypophysectomy. The duration was three long hours and uneventful. \u0000On Day 0, the patient arrived at the intensive care unit (ICU) intubated, hemodynamically stable, and sedated. The patient is then monitored and weaned; a brain protection strategy and strict fluid balance urine collection and pain management are applied. On day 1, the patient was then extubated. The patient was examined for several parameters, such as electrolytes, kidney function, and blood glucose level. The patient began to significantly increase urine output (>5 millili","PeriodicalId":513365,"journal":{"name":"Jurnal Komplikasi Anestesi","volume":"105 6","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2024-04-21","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"140678735","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"PERBEDAAN TINGKAT KECEMASAN ANTARA LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN YANG AKAN MENJALANI OPERASI ELEKTIF POST PREMEDIKASI DENGAN ALPRAZOLAM","authors":"Rory Denny Saputra, Pandit Sarosa, Sudadi","doi":"10.22146/jka.v8i3.7259","DOIUrl":"https://doi.org/10.22146/jka.v8i3.7259","url":null,"abstract":"Latar Belakang: Pada saat ini tingkat kecemasan yang dialami pasien menjelang operasi masih cukup tinggi yaitu sekitar 60%. Kecemasan ini dapat menyebabkan ketidaknyamanan pasien dan dapat menggangguprosedur pembedahan. Perbandingan tingkat kecemasan antara pasien perempuan dan laki-laki adalah 2:1, baik kecemasan akut maupun kronik. Alprazolam terbukti efektif untuk mengatasi kecemasan preoperatif dengan angka penurunannya mencapai 80%, serta efek samping dari penggunaannya tidak ditemukan. Belum ada bukti alprazolam menurunkan tingkat kecemasan yang sama antara laki-laki dan perempuan.Tujuan Penelitian: Untuk mengetahui daya guna alprazolam dalam mencegah kecemasan pada pasien laki-laki dan perempuan yang akan menjalani operasi elektif.Metode Penelitian: Rancangan penelitian menggunakan uji klinis. Subyek penelitian sebanyak 106 pasien. Analisis data dilakukan untuk data nominal dan ordinal menggunakan uji statistik chi-square, sedangkan data interval dan rasio menggunakan independent t-tes. Nilai p<0,05 dinyatakan bermakna dengan tingkat kepercayaan 95%. Pengukuran yang dilakukan adalah skor tingkat kecemasan antara laki-laki dan perempuan yang diberikan premedikasi alprazolam.Hasil Penelitian: Skor rata-rata pasien laki-laki dibandingkan perempuan di ruang perawatan (45,75 ± 16,87 dibanding 52,48 ± 25,03), sedangkan di ruang persiapan (35,40 ± 18,07 dibanding 42,52 ± 22,13), secara statistik tidak terdapat perbedaan bermakna skor rata-rata tingkat kecemasan antara laki-laki dan perempuan baik di ruang persiapan (p > 0,05). Dari hasil ini dapat dibuktikan bahwa penggunaan alprazolam 0,5 mg dapat menurunkan tingkat kecemasan baik pada pasien laki-laki maupun perempuan, hal ini ditunjukkan dari hasil kategorisasi bahwa pasien yang tidak cemas saat pengukuran di ruang perawatan untuk lakilaki sebanyak 7 orang (13,5%) dan perempuan sebanyak 4 orang (7,4%), setelah dilakukan pengukuran di ruang persiapan pasien yang tidak cemas untuk laki-laki sebanyak 18 orang (34,6%), sedangkan perempuan sebanyak 17 orang (31,5%).Simpulan: Tingkat kecemasan pada pasien laki-laki dan perempuan yang akan menjalani operasi elektif post premedikasi dengan alprazolam tidak berbeda bermakna. Premedikasi alprazolam 0,5 mg terbukti dapat menurunkan tingkat kecemasan baik pada pasien laki-laki maupun perempuan yang akan menjalani operasi elektif.","PeriodicalId":513365,"journal":{"name":"Jurnal Komplikasi Anestesi","volume":"88 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2024-04-04","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"140742423","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"REGIONAL ANESTESI SUBARACHNOID BLOCK PADA WANITA 34 TAHUN G2P1A0 HAMIL PRETERM, PRE EKLAMSIA BERAT, KETUBAN PECAH DINI 18 JAM, PRO SCTP DENGAN STATUS FISIK ASA II E","authors":"Rth Soepraptomo","doi":"10.22146/jka.v7i2.7455","DOIUrl":"https://doi.org/10.22146/jka.v7i2.7455","url":null,"abstract":"Preeklampsia menjadi salah satu penyebab utama kematian ibu dan janin di seluruh dunia dengan insidensi sebesar 5-14 % dari seluruh kehamilan. Sectio caesarea umumnya dilakukan bila ada indikasi medis tertentu, sebagai tindakan mengakhiri kehamilan dengan komplikasi. Salah satu indikasi dilakukan tindakan sectio caesarea adalah preeklampsia berat. Prosedur melahirkan di layanan kesehatan sudah banyak yang menggunakan anestesi regional dalam pelaksanaannya, baik epidural maupun spinal, karena selain ibu dapat mengalami secara sadar proses kelahiran, juga memiliki angka morbiditas dan mortalitas yang lebih rendah dibandingkan anestesi umum. Pada tanggal 14 Februari 2019, datang seorang wanita usia 34 tahun ke IGD RSDM dengan usia kehamilan 34+6 minggu, G2P1A0 rujukan RSUD Pandan Arang Boyolali dengan keterangan PEB dan KPD (18 jam) pada sekundigravida hamil preterm dengan insufisiensi renal + hipoalbumin belum dalam persalinan. Pada pasien dilakukan terapi definitif yaitu sectio caesaria dengan teknik anestesi regional subarachnoid.","PeriodicalId":513365,"journal":{"name":"Jurnal Komplikasi Anestesi","volume":"83 10","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-03-01","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"141226073","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"PENGGUNAAN RUMUS HOLLIDAY SEGAR PADA PASIEN PEDIATRIK YANG DILAKUKAN ANESTESI","authors":"Djayanti Sari, Yunita Widyastuti, Fanny Gunawan","doi":"10.22146/jka.v7i2.7459","DOIUrl":"https://doi.org/10.22146/jka.v7i2.7459","url":null,"abstract":"Pemberian terapi cairan intravena dan elektrolit pada pasien sakit akut menjadi pokok bahasan praktek kesehatan selama lebih dari 50 tahun. Perkembangan pengetahuan dalam menangani pasien dan penyakit telah menimbulkan pertanyaan mengenai validitas formula Holliday Segar. Banyak peneliti mendapatkan terjadinya hiponatremi pada pasien anak yang dirawat di rumah sakit dan mendapat terapi cairan intravena dengan menggunakan formula Holliday Segar. Referat ini mencoba untuk meninjau kembali mengenai penggunaan formula Holliday Segar berdasarkan penelitian - penelitian yang telah dilakukan.","PeriodicalId":513365,"journal":{"name":"Jurnal Komplikasi Anestesi","volume":"6 24","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-03-01","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"141227028","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"TERAPI PENGGANTI GINJAL PADA SEPSIS DISERTAI DENGAN STATUS HIPEROSMOLAR HIPERGLIKEMIA DAN CEDERA GINJAL AKUT","authors":"Gunawan Mutiara, , Indriasari","doi":"10.22146/jka.v7i2.7461","DOIUrl":"https://doi.org/10.22146/jka.v7i2.7461","url":null,"abstract":"Cedera ginjal akut atau Acute Kidney Injury (AKI) merupakan komplikasi yang sering terjadi pada pasien kritis di ICU. Pada kasus ini, seorang laki-laki 64 tahun dibawa ke IGD RS Hasan Sadikin dengan keluhan benjolan di leher kanan yang terasa nyeri dan disertai sesak nafas. Pasien didiagnosis dengan syok sepsis yang disebabkan abses leher dan diabetes mellitus tipe 2 dengan status hiperosmolar hiperglikemia dengan komplikasi AKI dan ensefalopati uremikum. Pada pasien sudah dilakukan rehidrasi, regulasi gula darah, insisi drainase abses dalam anestesi umum, dan selanjutnya dilakukan perawatan di ICU dengan terapi ventilasi mekanik. Permasalahan selama perawatan di ICU adalah kesadaran pasien yang semakin menurun disertai peningkatan ureum dan kreatinin serum, meskipun produksi urin berlebih. Setelah dilakukan terapi pengganti ginjal pada hari ke-6, kesadaran pasien semakin membaik dan dapat dilakukan ekstubasi. Pada pasien dengan sepsis dengan AKI, terapi pengganti ginjal merupakan salah modalitas yang perlu dipertimbangkan untuk menunjang perawatan di ICU.","PeriodicalId":513365,"journal":{"name":"Jurnal Komplikasi Anestesi","volume":"14 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-03-01","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"141226253","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
E. Jurnalkomplikasianestesivolum, Mahmud Sudadi, Hajar Rafika
{"title":"MANAJEMEN HEMODINAMIK MENGGUNAKAN ELECTRICAL CARDIOMETRY (EC) DENGAN MEMPERTIMBANGKAN PARAMETER MAKROSIRKULASI DAN MIKROSIRKULASI","authors":"E. Jurnalkomplikasianestesivolum, Mahmud Sudadi, Hajar Rafika","doi":"10.22146/jka.v7i2.7462","DOIUrl":"https://doi.org/10.22146/jka.v7i2.7462","url":null,"abstract":"Dilaporkan Seorang wanita usia 62 tahun dengan peritonitis kecurigaan perforasi usus yang dilakukan laparotomi eksplorasi. Pasien status fisik ASA 2 dengan geriatri, leukositosis, hipokalemia, hipoalbuminemia. Pasien dilakukan pembiusan dengan anestesi umum dengan analgesia epidural. Operasi berjalan selama 5 jam. Pasca operasi pasien ditransfer ke post anesthesia care unit (PACU) dan dilakukan pengukuran EC sebelum dan sesudah manajemen hemodinamik pasca operasi. Perubahan curah jantung yang terlihat dengan pengukuran EC dengan mempertimbangkan nilai laktat sebagai parameter mikrosirkulasi dapat digunakan untuk memprediksi respon hemodinamik terhadap cairan.","PeriodicalId":513365,"journal":{"name":"Jurnal Komplikasi Anestesi","volume":"29 6","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-03-01","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"141227188","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"EFEK PEMBERIAN PREMEDIKASI DEKSAMETASON TERHADAP DURASI ROKURONIUM DIBANDING PLACEBO PADA ANESTESI UMUM INTUBASI","authors":"Danisworo K. Adi, Yusmein Uyun, R. Apsari","doi":"10.22146/jka.v7i2.7447","DOIUrl":"https://doi.org/10.22146/jka.v7i2.7447","url":null,"abstract":"Latar Belakang: Deksametason sering digunakan untuk pencegahan dan pengobatan mual dan muntah pascaoperasi, mengurangi tingkat keparahan nyeri postoperatif dan kebutuhan analgesik. Penelitian untuk mengetahui efek deksametason terhadap durasi rokuronium ini akan menguntungkan pada pasien yang memiliki kontraindikasi diberikannya reversal neostigmin ataupun atropin. \u0000Tujuan: Mengetahui hubungan antara pemendekan durasi rokuronium dengan pemberian premedikasi deksametason dibandingkan dengan plasebo pada pasien yang menjalani prosedur dengan anestesi umum intubasi dengan menggunakan agen blokade muskular rokuronium di GBST RSUP Dr Sardjito. \u0000Metode: Desain penelitian ini adalah uji klinis randomisasi eksperimental dengan ketersemaran ganda (double blind). Sampel dipilih menggunakan metode non-probability sampling dengan cara konsekutif selama 3 bulan. Sampel dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok premedikasi deksametason dan kelompok yang mendapatkan plasebo NaCl 0,9%. Pemantauan waktu dimulai setelah TOF menunjukkan angka 0 hingga mencapai TOF 0,9. \u0000Hasil: Penelitian dilakukan terhadap 58 subjek penelitian. Data numerik dianalisis menggunakan independent T test dan data kategorikal menggunakan chi square. Didapatkan premedikasi deksametason memendekkan durasi rokuronium, waktu yang dibutuhkan untuk mencapai TOF 0,9 adalah 111±14.33 menit dibandingkan 123±14.57 menit pada populasi kelompok plasebo (P = 0,003). \u0000Kesimpulan: Premedikasi deksametason memperpendek durasi rokuronium dibandingkan pemberian plasebo pada anestesi umum intubasi.","PeriodicalId":513365,"journal":{"name":"Jurnal Komplikasi Anestesi","volume":"27 47","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-03-01","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"141227225","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"Penatalaksanaan Intensif Badai Thyroid pada Wanita Hamil","authors":"Akhmad Yun Jufan, R. Apsari, Apriyanto","doi":"10.22146/jka.v7i1.7381","DOIUrl":"https://doi.org/10.22146/jka.v7i1.7381","url":null,"abstract":"Dilaporkan seorang wanita 33 thn, G4P2A1, hamil 35 minggu, gagal napas tipe I, suggestive Thyroid Storm, CAP, Presbo, G4P2A1, hamil 34 minggu 5 hari, anemia, hIpoalbuminemia. Di UGD RSUP Dr. Sardjito pasien tampak sesak, kesadaran agitasi, tensi 117/60 mmHg, HR 153 kali/mnt, RR 35 kali/mnt, suhu. 37,8o C. RBK -/-, wheezing -/-, vesikuler +/+. Gambaran EKG: STC 148 kali/menit, AFRVR. berdasarkan Sistem skoring Burch dan Wartofsky didapatkan suhu 37,8o C (skor 5) adanya takikardi ≥140 kali/menit (skor 25), adanya atrial fibrilasi (skor 10), adanya kelainan system saraf yang dimulai dengan adanya agitasi (skor 10) serta adanyafaktor pencetus berupa kehamilan (skor 10) sehingga jumlah skor adalah 60. Dimana skor ≥45 maka krisis tiroid dapat ditegakkan. Pasien dilakukan intubasi, nafas kendali dan ditransport ke HCU. Di HCU pasien diberikan terapi suportif berupa ventilasi mekanik, pemasangan monitor invasif berupa CVC dan nutrisi. Terapi kausatif diberikan berupa pemberian antibiotic, lugol, PTU, kortikosteroid, dan propanolol. Selama perawatan HCU kondisi pasien relatif sama, diperberat kondisi anemia gravis yang diderita pasien, 3 hari perawatan di HCU pasien dipindahkan ke ICU, perawatan di ICU kurang lebih 5 hari, pada hari ke 4 di ICU pasien dilakukan terminasi, hari ke-5 pasien pindah ke IMP.","PeriodicalId":513365,"journal":{"name":"Jurnal Komplikasi Anestesi","volume":"21 42","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-03-01","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"141227292","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"ERAS PADA LOWER ABDOMINAL SURGERY","authors":"B. Y. Pratomo, Sudadi, M. G. G. Gentong","doi":"10.22146/jka.v7i2.7460","DOIUrl":"https://doi.org/10.22146/jka.v7i2.7460","url":null,"abstract":"Enhanced Recovery After Surgery (ERAS) dikenal juga sebagai fast track surgery atau Enhanced Recovery Protokol (ERP) adalah penatalaksanaan perioperasi yang berbasis multimodal yang didesain untuk menurunkan morbiditas, lama rawat inap, meningkatkan waktu pemulihan paska operasi dan meminimalkan komplikasi paska operasi. Elemen kunci dari protokol ERAS termasuk konseling pra operasi, optimalisasi nutrisi, standar analgesik dan regimen anestesi dan mobilisasi awal. Operasi perut bawah dan reseksi kolorektal secara tradisional dikaitkan dengan morbiditas yang tinggi dan lamanya waktu tinggal di rumah sakit. ERAS telah terbukti memperbaiki pemulihan pasca operasi, mengurangi lama masa tinggal dan meningkatkan kembali lebih awal ke fungsi normal bila dibandingkan dengan protokol bedah kolorektal tradisional. Rekomendasi untuk perawatan anestesi pada pasien yang menjalani operasi gastrointestinal dalam program ERAS di jabarkan dalam protokol terpadu, yang dapat memfasilitasi keterlibatan ahli anestesi dalam implementasi program ERAS.","PeriodicalId":513365,"journal":{"name":"Jurnal Komplikasi Anestesi","volume":"86 7","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-03-01","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"141226050","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}