Putu Ayu Hening Wagiswari, Nyoman Widya Paramadhyaksa, G. Suartika
{"title":"Dinamika Fungsi Ruang di Bale Banjar Titih Denpasar, Bali","authors":"Putu Ayu Hening Wagiswari, Nyoman Widya Paramadhyaksa, G. Suartika","doi":"10.24843/jrs.2019.v06.i02.p04","DOIUrl":"https://doi.org/10.24843/jrs.2019.v06.i02.p04","url":null,"abstract":"The existence of public space has an important role in city development. In Bali, bale banjar (bale: a hall; banjar: a neighborhood association) is known as a place for various socio-cultural activities. Every member of a banjar is tied up by certain moral values, consensus, codes, and traditions which are all contained in a set of banjar awig-awig (rules). Bale banjar is one of many unique traditions in built form that remains intact in Bali. This article explains the dynamic functions of spaces available in a bale banjar. Two main research problems discussed within are the dynamic functions of spaces in a bale banjar throughout different periods in history and also the determining factors affecting this dynamic. In its process of unveiling both of these phenomenons, this research uses qualitative method with a phenomenology approach and selects Banjar Titih as a case study. The study result finds that the dynamic functions of a bale banjar demonstrate that as times go by, there is a tendency for the bale Banjar Titih to have more complex types and uses of spaces. This is due to mainly to the following factors, including the growing number of the banjar members; the shifting view from that which sees bale banjar as a socio-cultural center of the community into a view that sees bale banjar as a space to bring in financial profits/contribution; and change in people's people way of interactions. To date members of the Banjar Titih cope well with this shift as to how the spaces in their bale banjar have been modified from time to time to suit changes in many determining factors. \u0000Keywords: dynamic, functions of space, bale banjar \u0000 \u0000Abstrak \u0000Keberadaan ruang publik memiliki peran penting dalam perkembangan sebuah kota dalam mewadahi kegiatan masyarakat. Di Pulau Bali dikenal dengan adanya bale banjar sebagai wadah masyarakat dalam melakukan kegiatan sosio kultural. Setiap kegiatan yang dilakukan oleh warga banjar terikat oleh nilai moral, hukum dan kebudayaan yang diatur dalam awig-awig banjar. Bale banjar merupakan wujud budaya yang telah mempertahankan eksistensi masyarakat Bali hingga saat ini. Artikel ini membahas tentang dinamika fungsi ruang bale banjar. Fokus permasalahan yang diangkat adalah bagaimana proses terjadinya dinamika fungsi ruang bale banjar dari periode awal hingga periode modern serta faktor-faktor yang mempengaruhi. Dalam mengungkap fenomena ini digunakan metode kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Hasil survey lapangan ditemukan bahwa Banjar Titih merupakan salah satu banjar yang mengalami dinamika fungsi ruang. Adapun hasil temuan menunjukkan adanya kecenderungan merubah fungsi ruang bale banjar dari bentuk yang sederhana menjadi modern karena disebabkan oleh faktor pertumbuhan penduduk, faktor ekonomi dan faktor pola pikir masyarakat. Fenomena dinamika fungsi ruang bale Banjar Titih merupakan topik yang menarik untuk diteliti karena relevan dengan dasar ilmu planologi. Warga Banjar Titih mampu mengelola fungsi ruang b","PeriodicalId":352480,"journal":{"name":"RUANG-SPACE, Jurnal Lingkungan Binaan (Space : Journal of the Built Environment)","volume":"153 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-10-02","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"134056350","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"Kajian Rasio D/H pada Koridor Jalan Laksamana, Kelurahan Seminyak, Kabupaten Badung","authors":"I. Maharani, .. Widiastuti, Ciptadi Trimarianto","doi":"10.24843/jrs.2019.v06.i02.p05","DOIUrl":"https://doi.org/10.24843/jrs.2019.v06.i02.p05","url":null,"abstract":"Jalan Laksamana is one of three commercial corridors located in the allotment of trade and services in Seminyak Village. As a commercial corridor, one important consideration to be discussed here is the level of visitor comfort. One factor influencing this issue is a ratio of distance (D) over height (H) - (D/H). Calculation on this ratio is seen fundamental since it will determine the spatial impression one may get when standing in a certain position in this corridor. The study is conducted with a descriptive qualitative method and a deductive. It is carried out in three different segments of Jalan Laksamana, namely Segment 1, Segment 2, and Segment 3. This categorization is done based on level of crowd (visitors) who actively use the corridor at a certain timing of the day. The study results show that spatial impressions felt by the crowd when they are standing in these three segments are as follows. First, openness and spaciousness are felt when one stands in segment 1. The D/H ratio within this segment also enables one to observe details a building. Second, the spatial impression felt in segment 2 varies from one spot to another. This largely depends on the physical state of various buildings that one passes by. While in Segment 3, the spatial impression begins to disappear, and building details are invisible. Buildings are seen in relation to their surroundings and the presence of decorative plants has created artificial walls which indeed form a more comfortable space to the crowd. \u0000Keywords: commercial corridor, Ratio (D/H), Proportion \u0000 \u0000Abstrak \u0000Jalan Laksamana merupakan salah satu dari tiga koridor komersial yang berada pada Kawasan Peruntukan Perdagangan dan Jasa di Kelurahan Seminyak. Sebagai koridor komersial, hal yang perlu diperhatikan adalah tingkat kenyamanan pengunjung. Salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat kenyamanan pengunjung adalah rasio D/H. Perbandingan jarak antara bangunan (D) dengan ketinggian bangunan (H) menghasilkan nilai proporsi. Nilai setiap perbandingan akan menghasilkan kesan ruang yang berbeda-beda. Nilai rasio D/H merupakan salah satu fenomena keruangan yang menarik untuk diteliti berkenaan dengan pengaruhnya terhadap kesan ruang yang dihasilkan. Penelitian dilakukan dengan metode kualitatif deskriptif dan pendekatan deduktif untuk mengetahui kesan ruang yang ditimbulkan secara teori berdasarkan pembagian jarak antara bangunan dan ketinggian bangunan yang ada di Jalan Laksmana. Penelitian dilakukan pada tiga segmen yaitu Segmen 1, Segmen 2, dan Segmen 3 yang dipenggal berdasarkan tingkat keramaian pengunjung yang beraktifitas di sekitar jalan. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa pada Segmen 1 ruang berkesan terbuka dan luas namun pengamat masih bisa melihat detail bangunan. Pada Segmen 2 kesan ruang yang dihasilkan berbeda-beda bergantung pada bangunan yang dilewati sehingga kesan ruang pada Segmen 2 tidak dapat didefinisikan. Sedangkan pada Segmen 3 kesan ruang mulai hilang, detail bangunan tidak ","PeriodicalId":352480,"journal":{"name":"RUANG-SPACE, Jurnal Lingkungan Binaan (Space : Journal of the Built Environment)","volume":"140 ","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-10-02","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"113996647","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"Editorial: Urban Design – The Case of Bali","authors":"A. Cuthbert","doi":"10.24843/jrs.2019.v06.i02.p01","DOIUrl":"https://doi.org/10.24843/jrs.2019.v06.i02.p01","url":null,"abstract":"<jats:p>-</jats:p>","PeriodicalId":352480,"journal":{"name":"RUANG-SPACE, Jurnal Lingkungan Binaan (Space : Journal of the Built Environment)","volume":"74 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-10-02","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"133952509","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"Konservasi Arsitektur Pura Berbasis Komunitas di Pura Dasar Buana Gelgel, Klungkung","authors":"M. Prabawa, I. Adhika, Ida Bagus Gde Wirawibawa","doi":"10.24843/jrs.2019.v06.i01.p02","DOIUrl":"https://doi.org/10.24843/jrs.2019.v06.i01.p02","url":null,"abstract":"Pura Dasar Buana Gelgel is one of Kahyangan Jagat temples of which the shrine of Catur Dewata, located in Desa Pakraman Gelgel, Klungkung, Bali. In recent years, conservation upon some architectural elements are conducted by the management. Concerning the conservation, this study aimed at: reviewing the significant value that triggered the conservation; the applied procedure, ethics, and degree of intervention on conservation; and formulating the relevant directive of community-based temple architecture conservation model that should be implemented in Pura Dasar Buana Gelgel. This study used qualitative research method, in form of case study and descriptive-qualitative analysis. The research finding showed that the conservation was triggered by the emotional value, cultural value, and use value. Referring the conservation procedure, there were some steps that were not passed, not yet passed, and some additional steps that should be passed. Based on the aspect of conservation ethic, all the conserved temple architectural elements had an ideal conservation ethic. The conservation degree of intervention was restoration with 2 (two) kinds of job, i.e. consolidation and rehabilitation. Community-based temple architecture conservation model were formulated, namely planning and implementation of community based architectural conservation program. \u0000Keywords: conservation, architecture, Pura Dasar Buana, community \u0000 \u0000Abstrak \u0000Pura Dasar Buana Gelgel adalah Kahyangan Jagat linggih Ida Bhatara Catur Dewata yang terletak di Desa Pakraman Gelgel, Klungkung, Bali. Beberapa tahun belakangan ini, oleh pengelola Pura dilaksanakan upaya konservasi terhadap beberapa elemen arsitekturnya. Beranjak dari pelaksanaan konservasi itu, penelitian ini bertujuan untuk menelusuri: nilai signifikansi yang melatarbelakangi upaya konservasi; prosedur, etika, dan tingkat intervensi yang diterapkan di dalam upaya konservasi itu; serta merumuskan arahan model konservasi arsitektur Pura berbasis komunitas yang relevan diterapkan di Pura Dasar Buana Gelgel. Rancangan penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan bentuk penelitian studi kasus dan analisis kualitatif-deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa upaya konservasi dilatarbelakangi oleh nilai emosional, nilai budaya, dan nilai kegunaan. Merujuk dari prosedur konservasi, ada tahapan yang tidak dilalui, belum dilalui, dan terdapat pula penambahan tahapan yang harus dilalui. Berdasarkan aspek etika konservasi, semua elemen arsitektur Pura yang dikonservasi memperoleh etika konservasi yang ideal. Tingkat intervensi konservasi yang diterapkan adalah pemugaran dengan 2 (dua) jenis pekerjaan, yaitu konsolidasi dan rehabilitasi. Model konservasi arsitektur Pura berbasis komunitas yang dirumuskan, yaitu perencanaan dan implementasi program konservasi arsitektur berbasis komunitas. \u0000Kata kunci: konservasi, arsitektur, Pura Dasar Buana, komunitas \u0000 ","PeriodicalId":352480,"journal":{"name":"RUANG-SPACE, Jurnal Lingkungan Binaan (Space : Journal of the Built Environment)","volume":"17 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-04-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"121135914","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
A. A. G. D. Bharuna S., Ida Bagus Bupala, Ketut Muliawan Salain
{"title":"Filosofi Estetika Rumah Tradisional Desa Bayung Gede","authors":"A. A. G. D. Bharuna S., Ida Bagus Bupala, Ketut Muliawan Salain","doi":"10.24843/jrs.2019.v06.i01.p04","DOIUrl":"https://doi.org/10.24843/jrs.2019.v06.i01.p04","url":null,"abstract":"The village of Bayung Gede is a mountain village (± 800-900 M asl) in Kintamani Subdistrict, Bangli Regency, and one of the traditional villages that have uniqueness in its architecture. The traditional house in Bayung Gede Village is not only a multifunctional dwelling, but also has aesthetic value, philosophy, and representation of the simple life of its inhabitants. The aesthetics seem simple, but they contain philosophical values in every detail. The use of natural materials such as wood and bamboo are abundant in the village environment affect the appearance of architectural form, while the shape will affect the appearance of aesthetic build. The purpose of this paper is to uncover the aesthetics of traditional houses in the village of Bayung Gede, within the framework of philosophy concept studies underlying the embodiment of the aesthetic aspect of architecture. The purpose of the study is, a proposition about the effort of appreciation and enrichment of Traditional Balinese Architecture, as one element of national/regional cultural identity. The method used is descriptive-naturalistic, which is a way to find and understand the values owned by society in accordance with the structure of components in the architecture. The conclusion of the research, that the essence of a work of architecture contains social functions and aesthetic rules, is a supernatural power that is incarnate, as a realized idea, the devotion to God, the means of continuity of tradition, as a form of creativity, and as a means of recreation . This is apparent in the aesthetic philosophy of a traditional house in Bayung Gede Village. \u0000Keywords: aesthetics, philosophy, traditional Balinese architecture, traditional house \u0000 Abstrak \u0000Desa Bayung Gede merupakan desa pegunungan (±800-900 M dpl) di Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli, serta salah satu desa tradisional yang memiliki keunikan dalam arsitekturnya. Rumah di Desa Bayung Gede merupakan tempat beraktivitas juga menjadi simbol yang khas dari masyarakatnya. Rumah tradisional di Desa Bayung Gede tidak hanya sebagai hunian yang multifungsi, melainkan juga memiliki nilai estetika, filosofi, dan representasi kehidupan sederhana penduduknya. Estetikanya nampak sederhana, namun mengandung nilai-nilai filosofi pada setiap detailnya. Topografi di daerah pegunungan dan pemakaian bahan alam seperti kayu dan bambu yang banyak terdapat di lingkungan desa mempengaruhi tampilan bentuk arsitekturnya, sedangkan bentuk akan mempengaruhi tampilan estetika bangunanannya. Maksud penulisan adalah untuk mengungkap estetika rumah tinggal tradisional di Desa Bayung Gede, dalam kerangka studi konsep filosofi yang melatari perwujudan hadirnya aspek estetika arsitekturnya. Tujuan penelitian adalah, sebuah proposisi tentang upaya penghargaan serta pengayaan khasanah Arsitektur Tradisional Bali, selaku salah satu unsur jati diri kebudayaan daerah/nasional. Metoda yang dipergunakan adalah deskriptif-naturalistik, yaitu suatu cara untuk mencari da","PeriodicalId":352480,"journal":{"name":"RUANG-SPACE, Jurnal Lingkungan Binaan (Space : Journal of the Built Environment)","volume":"10 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-04-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"130811866","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
I. G. A. A. Wiraguna, Ngakan Putu Sueca, I. Adhika
{"title":"Pengendalian Alih Fungsi Lahan Sawah sebagai Upaya Pemenuhan Ruang Terbuka Hijau Kota (RTHK) di Kota Denpasar","authors":"I. G. A. A. Wiraguna, Ngakan Putu Sueca, I. Adhika","doi":"10.24843/jrs.2019.v06.i01.p07","DOIUrl":"https://doi.org/10.24843/jrs.2019.v06.i01.p07","url":null,"abstract":"An escalating need for space in a growing city has placed urban agricultural land a target for conversion. This is often done to accommodate the need for housing and commercial development. Many cities in Asia agricultural land comes in the form of rice paddy field and is treated as the main component of urban open space. In this position, the paddy field possesses important environmental, aesthetical, social, and economical values. Realizing this conditin, Local Government for Denpasar for instance, requires 30% of its total area dedicated for urban open space. But a statistical data for this city shows a average decrease of 31.86% of farming land annually. A record for year 2010 demonstrates 2.632 hectare of farmed land available accross the city. This figure droped into 2.409 hectare in 2017. This study aims to determine fundamental factors determining the conversion of agricultural land in Denpasar. It is conducted using a mixed of qualitative and quantitative method. The study reveals the important roles held by various parties involved including government, community, private sector and social institutions, in directing the conversion of agricultural land. This involves a three stages decision making process: planning, organization, and incentive provision. Planning stage is excecuted by stipulating a spatial planning that protects the sustainability of the agricultural zone. Management method is done by developing a Subak Lestari Zone. On top of these two stages, owners of agriclutural lands will also be given incentives in the forms of subsidized fertilizers to ease the cost of farming activities. The proposed methods are to be excecuted based on community participation concept. \u0000Keywords: spatial conversion, urban open space, land use control \u0000 \u0000Abstrak \u0000Perkembangan suatu kota memberikan implikasi pada tingginya pemanfaatan ruang kota. Kebutuhan lahan yang meningkat berdampak terhadap munculnnya alih fungsi lahan terutama lahan sawah. Luas lahan sawah yang terus menurun berpengaruh terhadap proses penataan ruang kota. Lahan sawah merupakan salah satu bagian ruang terbuka hijau skala kota. Proporsi ruang terbuka hijau minimum adalah 30% dari luas wilayah kota. Luas lahan sawah di Kota Denpasar mengalami penurunan rata-rata sebesar 31,86 Ha setiap tahunnya. Luas lahan sawah tahun 2010 yaitu 2.632 Ha mengalami penyusutan menjadi 2.409 Ha di tahun 2017. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui upaya pengendalian alih fungsi lahan sawah di Kota Denpasar. Penelitian ini mengunakan metode penelitian yang menggabungkan antara metode kualitatif dan kuantitatif. Penelitian ini menyimpulkan pentingnya eksistensi pemerintah, masyarakat, sektor swasta dan lembaga sosial melakukan intervensi terhadap faktor-faktor penyebab terjadinya alih fungsi lahan sawah. Pengambilan kebijakan dapat dilakukan melalui tiga pendekatan yaitu peraturan, pengelolaan dan pemberian insentif. Pendekatan melalui peraturan secara umum diterapkan pemerintah melalui penetap","PeriodicalId":352480,"journal":{"name":"RUANG-SPACE, Jurnal Lingkungan Binaan (Space : Journal of the Built Environment)","volume":"6 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-04-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"121241268","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"Editorial: Urban Design – The Synthesis Discipline","authors":"A. Cuthbert","doi":"10.24843/jrs.2019.v06.i01.p01","DOIUrl":"https://doi.org/10.24843/jrs.2019.v06.i01.p01","url":null,"abstract":"<jats:p>-</jats:p>","PeriodicalId":352480,"journal":{"name":"RUANG-SPACE, Jurnal Lingkungan Binaan (Space : Journal of the Built Environment)","volume":"94 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-04-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"125161945","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Made Chryselia Dwiantari, I. N. W. Paramadhyaksa, Tri Anggraini Prajnawrdhi
{"title":"Eksistensi Konsepsi Kiwa-Tengen pada Tata Ruang Umah Dadia di Desa Sukawana, Kintamani, Bangli","authors":"Made Chryselia Dwiantari, I. N. W. Paramadhyaksa, Tri Anggraini Prajnawrdhi","doi":"10.24843/jrs.2019.v06.i01.p08","DOIUrl":"https://doi.org/10.24843/jrs.2019.v06.i01.p08","url":null,"abstract":"Sukawana Village is a village patterned in the Bali Aga culture located in the highland region of Kintamani District, Bangli Regency, Bali. The village's residential area is surrounded by hilly areas, ravines, and fields belonging to the residents. Within this village area there is a parent settlement complex that is the forerunner of the village. The settlements are in four banjar areas, namely in Munduk Lampah, Banjar Tanah Daha, Banjar Sukawana, and Banjar Desa. Each of these banjars is also composed of several umah dadia units in the form of a series of residential buildings in one natah or shared yard which is inhabited by a group of people who still have family ties. The pattern of building a house in one house unit is described as following the left lane pattern (kiwa) and the right lane (tengen). This pattern is formed in such a way based on many conceptual foundations that have been passed down from generation to generation. This study aims to determine the manifestation of the implementation of the concept of kiwa-tengen known in the cultural order in the village of Sukawana. The study was focused on spatial phenomena in umah dadia by applying rationalistic research methods. Findings found that the existence and application of the kiwa-tengen conception in Sukawana Village culture is related to the observer's point of view, the dichotomic conception of hulu-teben, brotherly relations between siblings and siblings, and the existence of imaginary axes in the umah dadia. \u0000Keywords: conception, kiwa-tengen, umah dadia, Sukawana Village, hulu-teben \u0000Abstrak \u0000Desa Sukawana adalah sebuah desa bercorak kultur Bali Aga yang berlokasi di wilayah dataran tinggi Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli, Bali. Wilayah permukiman desa ini dikelilingi oleh daerah perbukitan, jurang, serta area ladang milik para penduduk. Dalam wilayah desa ini terdapat suatu kompleks permukiman induk yang menjadi cikal bakal desa. Permukiman tersebut berada di empat wilayah banjar, yaitu di Banjar Munduk Lampah, Banjar Tanah Daha, Banjar Sukawana, dan Banjar Desa. Masing-masing banjar ini juga tersusun atas beberapa unit umah dadia yang berwujud sederetan bangunan rumah tinggal dalam satu natah atau pekarangan bersama yang dihuni oleh sekelompok orang yang masih mempunyai hubungan ikatan keluarga. Pola bangunan rumah dalam satu unit umah dadia digambarkan menganut pola lajur kiri (kiwa) dan lajur kanan (tengen). Pola ini terbentuk sedemikian rupa berdasarkan banyak dasar konsepsual yang sudah berlaku secara turun temurun. Penelitian ini bertujuan mengetahui gambaran wujud implementasi dari konsepsi kiwa-tengen yang dikenal dalam tatanan budaya di Desa Sukawana. Kajian yang dilakukan terfokus pada fenomena keruangan dalam umah dadia dengan menerapkan metode penelitian rasionalistik. Temuan yang didapatkan bahwa keberadaan dan penerapan konsepsi kiwa-tengen dalam kultur Desa Sukawana adalah terkait dengan sudut pandang pengamat, konsepsi dikotomik hulu-teben, serta keberad","PeriodicalId":352480,"journal":{"name":"RUANG-SPACE, Jurnal Lingkungan Binaan (Space : Journal of the Built Environment)","volume":"10 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-04-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"127056952","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"Pengaruh Konversi Religi pada Tata Bangunan Rumah Tradisional Bali di Banjar Umacandi Buduk","authors":"Ni Luh Putu Meiasih, N. Dwijendra, I. W. Kastawan","doi":"10.24843/jrs.2019.v06.i01.p03","DOIUrl":"https://doi.org/10.24843/jrs.2019.v06.i01.p03","url":null,"abstract":"Religious conversion has occurred in the residents of Banjar Umacandi in Buduk Village, Badung Regency, Bali Province since 1930 until now. Majority of the Banjar Umacandi community converted their religion from Hinduism into Christianity due to health, economic, educational and environmental factors. The religion conversion have resulted in the changing of layout of the Balinese traditional houses. Some buildings which are commonly found in the Balinese Hindu traditional houses are not finding in the Balinese Christian homes. A study objective to determine the layout of traditional houses in Banjar Umacandi before and after religious conversion. The method uses in this research is a qualitative phenomenology, by this method all phenomenologies are described in original setting in term of the spatial setting.The supporting data are carried out by the observations, documentations and interview activities. Data is presented in the form of tables, graphs, maps and images, anda discussion with the refference theories. The study result shows that the Balinese Hindu traditional houses layout before religious conversion such as: holy place, bale daja, bale adat, kitchen, jineng, angkul-angkul, natah and teba, which are based on the Sanga Mandala concept but after the religious conversion the layout concept as changed. The holy place and bale adat does not find in the Christian homes, but the angkul-angkul still conserved in the present day. This research is useful for the academic world to expand the repertoire of knowledge about the effects of religious conversion on the building layout of traditional Balinese houses. \u0000Keywords: religious conversion, building layout, Balinese traditional houses \u0000 \u0000Abstrak \u0000Konversi religi terjadi pada warga di Banjar Umacandi di Desa Buduk, Kabupaten Badung Provinsi Bali sejak tahun 1930 sampai sekarang. Sebagian besar warga Banjar Umacandi melakukan konversi religi dari agama Hindu ke Kristen karena faktor kesehatan, ekonomi, pendidikan dan lingkungan. Konversi religi mengakibatkan perubahan pada tata bangunan rumah tradisional Bali. Beberapa bangunan yang biasa terdapat dalam rumah tradisional Bali tidak ada lagi di rumah umat Kristen. Studi ini bertujuan untuk mengetahui tata bangunan rumah tradisional Bali di Banjar Umacandi sebelum dan sesudah konversi religi. Metode yang digunakan dalam melakukan penelitian ini yaitu kualitatif fenomenologi. Dengan metode ini didiskripsikan fenomena yang ada secara murni dalam hal pengaturan ruang. Data pendukung didapatkan dengan observasi, dokumentasi dan kegiatan wawancara. Data disajikan dalam bentuk tabel, grafik, peta dan gambar kemudian dibahas dengan teori. Dari penelitian ini diperoleh hasil bahwa rumah tradisional Bali sebelum konversi religi terdiri dari: tempat suci, bale daje, bale adat, dapur, jineng, angkul-angkul, natah dan teba, yang berdasarkan konsep sanga mandala tetapi setelah konversi religi konsep tata bangunan berubah. Bangunan tempat suci dan bale adat ","PeriodicalId":352480,"journal":{"name":"RUANG-SPACE, Jurnal Lingkungan Binaan (Space : Journal of the Built Environment)","volume":"5 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-04-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"128998689","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"Kajian Fasad Bangunan terhadap Visual Connection di Koridor Jalan Teuku Umar, Denpasar","authors":"A. G. T. Gamana Pratama","doi":"10.24843/jrs.2019.v06.i01.p05","DOIUrl":"https://doi.org/10.24843/jrs.2019.v06.i01.p05","url":null,"abstract":"The development and growth of Denpasar City is accompanied by the development of diverse architecture. Mainly at Teuku Umar streetas one of the commercial centers there. It will affect the image of a city if the building façade doesn’t directed according to how the government wants based on regional Regulation Number 27 of 2011 about Denpasar city layout project. This research uses descriptive qualitative research with rationalistic approach based on the facts at the field, with primary data observations and direct documentation of building facade. The results of this research indicate visual connection which formed in this corridor is dominated by commercial buildings, so it contributes the modern building architectural image which is dominated.This kind of thing is still outlyingfrom what was expected from the look of Denpasar city. Whereas Denpasar should be a cultural insightful city although Teuku Umar street is one of the commercial and services center in Denpasar city. Denpasar government who take the responsibility of the wisdom is expected to make the reference of using building façade more specific based on the function of the building itself and not to generalize them. So as the function of commercial calibrate the look of the building that can attract the interest of customers and also can appropriate to how Denpasar city wants the city look like. \u0000Keywords: building facade, visual connection, Teuku Umar street corridor Denpasar (Times New Roman 10t, \u0000Blank, Times New Roman 12pt, Single-before 0-after 6) \u0000Abstrak (Times New Roman 12pt, Bold, Multiple at 1.15-before 0-after 6) \u0000Perkembangan dan pertumbuhan Kota Denpasar diiringi dengan perkembangan arsitektur yang beragam.Terutama di koridor Jalan Teuku Umar sebagai salah satu pusat komersial di Kota Denpasar. Hal tersebut mempengaruhi image sebuah koridor kota melalui tampilan fasad bangunan yang ada, tidak diarahkan sesuai wajah kota yang dinginkan pemerintah berdasarkan Peraturan Daerah No 27 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Denpasar. Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif deskriptif dengan pendekatan rasionalistik berdasarkan kenyataan dilapangan, dengan data primer diperoleh dari hasil observasi, dokumentasi langsung berupa image fasad bangunan. Hasil penelitian menunjukkan visual connection yang terbentuk pada koridor ini didominasi bangunan komersial, sehingga memberikan image bangunan arsitektur modern yang mendominasi tampilan fasad bangunan. Hal ini masih sangat jauh dari apa yang diharapkan dari wajah kota Denpasar yang berwawasan budaya, namun dengan kondisi Koridor Jalan Teuku Umar yang merupakan salah satu pusat perdagangan dan jasa di Kota Denpasar. Diharapkan pada pengampu kebijakan yakni Pemerintah Kota Denpasar agar membuat acuan mengenai penggunaan fasad bangunan lebih khusus berdasarkan jenis fungsi bangunan dan tidak mengeneralisir sehingga pada fungsi bangunan komersial dapat menyesuaikan tampilan yang dapat menarik minat pengunjung dan","PeriodicalId":352480,"journal":{"name":"RUANG-SPACE, Jurnal Lingkungan Binaan (Space : Journal of the Built Environment)","volume":"1 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-04-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"122641108","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}