控制稻田的功能,以满足登巴萨市绿色开放空间的追求

I. G. A. A. Wiraguna, Ngakan Putu Sueca, I. Adhika
{"title":"控制稻田的功能,以满足登巴萨市绿色开放空间的追求","authors":"I. G. A. A. Wiraguna, Ngakan Putu Sueca, I. Adhika","doi":"10.24843/jrs.2019.v06.i01.p07","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"An escalating need for space in a growing city has placed urban agricultural land a target for conversion. This is often done to accommodate the need for housing and commercial development. Many cities in Asia agricultural land comes in the form of rice paddy field and is treated as the main component of urban open space. In this position, the paddy field possesses important environmental, aesthetical, social, and economical values. Realizing this conditin, Local Government for Denpasar for instance, requires 30% of its total area dedicated for urban open space. But a statistical data for this city shows a average decrease of 31.86% of farming land annually. A record for year 2010 demonstrates 2.632 hectare of farmed land available accross the city. This figure droped into 2.409 hectare in 2017. This study aims to determine fundamental factors determining the conversion of agricultural land in Denpasar. It is conducted using a mixed of qualitative and quantitative method. The study reveals the important roles held by various parties involved including government, community, private sector and social institutions, in directing the conversion of agricultural land. This involves a three stages decision making process: planning, organization, and incentive provision. Planning stage is excecuted by stipulating a spatial planning that protects the sustainability of the agricultural zone. Management method is done by developing a Subak Lestari Zone. On top of these two stages, owners of agriclutural lands will also be given incentives in the forms of subsidized fertilizers to ease the cost of farming activities. The proposed methods are to be excecuted based on community participation concept. \nKeywords: spatial conversion, urban open space, land use control \n  \nAbstrak \nPerkembangan suatu kota memberikan implikasi pada tingginya pemanfaatan ruang kota. Kebutuhan lahan yang meningkat berdampak terhadap munculnnya alih fungsi lahan terutama lahan sawah. Luas lahan sawah yang terus menurun berpengaruh terhadap proses penataan ruang kota. Lahan sawah merupakan salah satu bagian ruang terbuka hijau skala kota. Proporsi ruang terbuka hijau minimum adalah 30% dari luas wilayah kota. Luas lahan sawah di Kota Denpasar mengalami penurunan rata-rata sebesar 31,86 Ha setiap tahunnya. Luas lahan sawah tahun 2010 yaitu 2.632 Ha mengalami penyusutan menjadi 2.409 Ha di tahun 2017. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui upaya pengendalian alih fungsi lahan sawah di Kota Denpasar. Penelitian ini mengunakan metode penelitian yang menggabungkan antara metode kualitatif dan kuantitatif. Penelitian ini menyimpulkan pentingnya eksistensi pemerintah, masyarakat, sektor swasta dan lembaga sosial melakukan intervensi terhadap faktor-faktor penyebab terjadinya alih fungsi lahan sawah. Pengambilan kebijakan dapat dilakukan melalui tiga pendekatan yaitu peraturan, pengelolaan dan pemberian insentif. Pendekatan melalui peraturan secara umum diterapkan pemerintah melalui penetapan rencana tata ruang wilayah. Pendekatan melalui pengelolaan dilakukan dengan pembentukan kawasan subak lestari sebagai bagian dari lahan pertanian pangan berkelanjutan. Pendekatan melalui pemberian insentif dilakukan dengan salah satunya melalui pemberian subsisi pupuk kepada para petani. Bentuk pengendalian lainnya dilakukan dengan pendekatan yang berbasis partisipasi masyarakat.   \nKata kunci: alih fungsi lahan sawah, pengendalian, ruang terbuka hijau kota","PeriodicalId":352480,"journal":{"name":"RUANG-SPACE, Jurnal Lingkungan Binaan (Space : Journal of the Built Environment)","volume":"6 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"2019-04-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"0","resultStr":"{\"title\":\"Pengendalian Alih Fungsi Lahan Sawah sebagai Upaya Pemenuhan Ruang Terbuka Hijau Kota (RTHK) di Kota Denpasar\",\"authors\":\"I. G. A. A. Wiraguna, Ngakan Putu Sueca, I. Adhika\",\"doi\":\"10.24843/jrs.2019.v06.i01.p07\",\"DOIUrl\":null,\"url\":null,\"abstract\":\"An escalating need for space in a growing city has placed urban agricultural land a target for conversion. This is often done to accommodate the need for housing and commercial development. Many cities in Asia agricultural land comes in the form of rice paddy field and is treated as the main component of urban open space. In this position, the paddy field possesses important environmental, aesthetical, social, and economical values. Realizing this conditin, Local Government for Denpasar for instance, requires 30% of its total area dedicated for urban open space. But a statistical data for this city shows a average decrease of 31.86% of farming land annually. A record for year 2010 demonstrates 2.632 hectare of farmed land available accross the city. This figure droped into 2.409 hectare in 2017. This study aims to determine fundamental factors determining the conversion of agricultural land in Denpasar. It is conducted using a mixed of qualitative and quantitative method. The study reveals the important roles held by various parties involved including government, community, private sector and social institutions, in directing the conversion of agricultural land. This involves a three stages decision making process: planning, organization, and incentive provision. Planning stage is excecuted by stipulating a spatial planning that protects the sustainability of the agricultural zone. Management method is done by developing a Subak Lestari Zone. On top of these two stages, owners of agriclutural lands will also be given incentives in the forms of subsidized fertilizers to ease the cost of farming activities. The proposed methods are to be excecuted based on community participation concept. \\nKeywords: spatial conversion, urban open space, land use control \\n  \\nAbstrak \\nPerkembangan suatu kota memberikan implikasi pada tingginya pemanfaatan ruang kota. Kebutuhan lahan yang meningkat berdampak terhadap munculnnya alih fungsi lahan terutama lahan sawah. Luas lahan sawah yang terus menurun berpengaruh terhadap proses penataan ruang kota. Lahan sawah merupakan salah satu bagian ruang terbuka hijau skala kota. Proporsi ruang terbuka hijau minimum adalah 30% dari luas wilayah kota. Luas lahan sawah di Kota Denpasar mengalami penurunan rata-rata sebesar 31,86 Ha setiap tahunnya. Luas lahan sawah tahun 2010 yaitu 2.632 Ha mengalami penyusutan menjadi 2.409 Ha di tahun 2017. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui upaya pengendalian alih fungsi lahan sawah di Kota Denpasar. Penelitian ini mengunakan metode penelitian yang menggabungkan antara metode kualitatif dan kuantitatif. Penelitian ini menyimpulkan pentingnya eksistensi pemerintah, masyarakat, sektor swasta dan lembaga sosial melakukan intervensi terhadap faktor-faktor penyebab terjadinya alih fungsi lahan sawah. Pengambilan kebijakan dapat dilakukan melalui tiga pendekatan yaitu peraturan, pengelolaan dan pemberian insentif. Pendekatan melalui peraturan secara umum diterapkan pemerintah melalui penetapan rencana tata ruang wilayah. Pendekatan melalui pengelolaan dilakukan dengan pembentukan kawasan subak lestari sebagai bagian dari lahan pertanian pangan berkelanjutan. Pendekatan melalui pemberian insentif dilakukan dengan salah satunya melalui pemberian subsisi pupuk kepada para petani. Bentuk pengendalian lainnya dilakukan dengan pendekatan yang berbasis partisipasi masyarakat.   \\nKata kunci: alih fungsi lahan sawah, pengendalian, ruang terbuka hijau kota\",\"PeriodicalId\":352480,\"journal\":{\"name\":\"RUANG-SPACE, Jurnal Lingkungan Binaan (Space : Journal of the Built Environment)\",\"volume\":\"6 1\",\"pages\":\"0\"},\"PeriodicalIF\":0.0000,\"publicationDate\":\"2019-04-30\",\"publicationTypes\":\"Journal Article\",\"fieldsOfStudy\":null,\"isOpenAccess\":false,\"openAccessPdf\":\"\",\"citationCount\":\"0\",\"resultStr\":null,\"platform\":\"Semanticscholar\",\"paperid\":null,\"PeriodicalName\":\"RUANG-SPACE, Jurnal Lingkungan Binaan (Space : Journal of the Built Environment)\",\"FirstCategoryId\":\"1085\",\"ListUrlMain\":\"https://doi.org/10.24843/jrs.2019.v06.i01.p07\",\"RegionNum\":0,\"RegionCategory\":null,\"ArticlePicture\":[],\"TitleCN\":null,\"AbstractTextCN\":null,\"PMCID\":null,\"EPubDate\":\"\",\"PubModel\":\"\",\"JCR\":\"\",\"JCRName\":\"\",\"Score\":null,\"Total\":0}","platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"RUANG-SPACE, Jurnal Lingkungan Binaan (Space : Journal of the Built Environment)","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.24843/jrs.2019.v06.i01.p07","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
引用次数: 0

摘要

不断发展的城市对空间的需求不断增加,这使得城市农业用地成为改造的目标。这通常是为了适应住房和商业发展的需要。亚洲许多城市的农业用地以稻田的形式出现,并被视为城市开放空间的主要组成部分。在这个位置上,水田具有重要的环境、美学、社会和经济价值。意识到这一点,例如登巴萨的地方政府要求其总面积的30%专门用于城市开放空间。但该市的一项统计数据显示,耕地平均每年减少31.86%。2010年的一项记录显示,整个城市的耕地面积为2632公顷。2017年,这一数字降至2.409公顷。本研究旨在确定决定登巴萨市农用地转换的基本因素。它是采用定性和定量相结合的方法进行的。该研究揭示了包括政府、社区、私营部门和社会机构在内的各方在指导农业用地转化方面所发挥的重要作用。这包括三个阶段的决策过程:计划、组织和激励措施。规划阶段通过制定空间规划来执行,以保护农业区的可持续性。管理方法是通过开发苏巴克莱斯塔利区来完成的。在这两个阶段的基础上,农业用地所有者还将获得补贴化肥的奖励,以减轻农业活动的成本。建议的方法将在社区参与理念的基础上执行。关键词:空间转换;城市开放空间;土地利用控制Kebutuhan lahan yang mengkat berdampak terhadap munculnnya alih真菌lahan terutama lahan sawah。Luas lahan sawah yang terus menurun berpengaruh terhadap propataan和ruang kota。拉罕·萨瓦·梅鲁帕坎·萨瓦·萨瓦·萨瓦·萨瓦·萨瓦·萨瓦·萨瓦·萨瓦·萨瓦·萨瓦·萨瓦比例为百分之三十,最低达百分之三十,达百分之三十,达百分之三十。Luas lahan sawah di Kota Denpasar mengalami penurunan rata-rata sebesar 31,86 Ha seap tahunya。Luas lahan sawah tahun 2010 yitu 2.632 Ha mengalami penyusutan menjadi 2.409 Ha di tahun 2017。Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui upaya pengen大连alih lahan sawah di Kota Denpasar。Penelitian ini monunakan方法Penelitian yang menggabongkan antara方法定性和定量。Penelitian ini menmenypulpulkan pentingnya eksistensi peremintah, masyarakat, sector swasta and lembaga social melakukan interhadap factor - factor penyebab terjadinya alih真菌lahan sawah。pengelbilan kebijakan dapat dilakukan melalui tiga pendekatan yitu peraturan, pengelolaan dan pemberian inentite。Pendekatan melalui peraturan secara umum diiterapkan peremerintah melalui penetapan rencana ruang wilayah。Pendekatan melalui penkelolaan dilakukan dengan penkelolaan kawasan subak lestari sebagai bagian dari lahan pertanan pangan berkelanjutan。Pendekatan melalui pemberian inentientif dilakukan dengan salah satunya melalui pemberian subsisi pupuk kepada para petani。Bentuk pengendalian lainnya dilakukan dengan pendekatan yang berbasis partisipasi masyarakat。Kata kunci: alih funsi lahan sawah, pengendalian, wong terbuka hijau kota
本文章由计算机程序翻译,如有差异,请以英文原文为准。
Pengendalian Alih Fungsi Lahan Sawah sebagai Upaya Pemenuhan Ruang Terbuka Hijau Kota (RTHK) di Kota Denpasar
An escalating need for space in a growing city has placed urban agricultural land a target for conversion. This is often done to accommodate the need for housing and commercial development. Many cities in Asia agricultural land comes in the form of rice paddy field and is treated as the main component of urban open space. In this position, the paddy field possesses important environmental, aesthetical, social, and economical values. Realizing this conditin, Local Government for Denpasar for instance, requires 30% of its total area dedicated for urban open space. But a statistical data for this city shows a average decrease of 31.86% of farming land annually. A record for year 2010 demonstrates 2.632 hectare of farmed land available accross the city. This figure droped into 2.409 hectare in 2017. This study aims to determine fundamental factors determining the conversion of agricultural land in Denpasar. It is conducted using a mixed of qualitative and quantitative method. The study reveals the important roles held by various parties involved including government, community, private sector and social institutions, in directing the conversion of agricultural land. This involves a three stages decision making process: planning, organization, and incentive provision. Planning stage is excecuted by stipulating a spatial planning that protects the sustainability of the agricultural zone. Management method is done by developing a Subak Lestari Zone. On top of these two stages, owners of agriclutural lands will also be given incentives in the forms of subsidized fertilizers to ease the cost of farming activities. The proposed methods are to be excecuted based on community participation concept. Keywords: spatial conversion, urban open space, land use control   Abstrak Perkembangan suatu kota memberikan implikasi pada tingginya pemanfaatan ruang kota. Kebutuhan lahan yang meningkat berdampak terhadap munculnnya alih fungsi lahan terutama lahan sawah. Luas lahan sawah yang terus menurun berpengaruh terhadap proses penataan ruang kota. Lahan sawah merupakan salah satu bagian ruang terbuka hijau skala kota. Proporsi ruang terbuka hijau minimum adalah 30% dari luas wilayah kota. Luas lahan sawah di Kota Denpasar mengalami penurunan rata-rata sebesar 31,86 Ha setiap tahunnya. Luas lahan sawah tahun 2010 yaitu 2.632 Ha mengalami penyusutan menjadi 2.409 Ha di tahun 2017. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui upaya pengendalian alih fungsi lahan sawah di Kota Denpasar. Penelitian ini mengunakan metode penelitian yang menggabungkan antara metode kualitatif dan kuantitatif. Penelitian ini menyimpulkan pentingnya eksistensi pemerintah, masyarakat, sektor swasta dan lembaga sosial melakukan intervensi terhadap faktor-faktor penyebab terjadinya alih fungsi lahan sawah. Pengambilan kebijakan dapat dilakukan melalui tiga pendekatan yaitu peraturan, pengelolaan dan pemberian insentif. Pendekatan melalui peraturan secara umum diterapkan pemerintah melalui penetapan rencana tata ruang wilayah. Pendekatan melalui pengelolaan dilakukan dengan pembentukan kawasan subak lestari sebagai bagian dari lahan pertanian pangan berkelanjutan. Pendekatan melalui pemberian insentif dilakukan dengan salah satunya melalui pemberian subsisi pupuk kepada para petani. Bentuk pengendalian lainnya dilakukan dengan pendekatan yang berbasis partisipasi masyarakat.   Kata kunci: alih fungsi lahan sawah, pengendalian, ruang terbuka hijau kota
求助全文
通过发布文献求助,成功后即可免费获取论文全文。 去求助
来源期刊
自引率
0.00%
发文量
0
×
引用
GB/T 7714-2015
复制
MLA
复制
APA
复制
导出至
BibTeX EndNote RefMan NoteFirst NoteExpress
×
提示
您的信息不完整,为了账户安全,请先补充。
现在去补充
×
提示
您因"违规操作"
具体请查看互助需知
我知道了
×
提示
确定
请完成安全验证×
copy
已复制链接
快去分享给好友吧!
我知道了
右上角分享
点击右上角分享
0
联系我们:info@booksci.cn Book学术提供免费学术资源搜索服务,方便国内外学者检索中英文文献。致力于提供最便捷和优质的服务体验。 Copyright © 2023 布克学术 All rights reserved.
京ICP备2023020795号-1
ghs 京公网安备 11010802042870号
Book学术文献互助
Book学术文献互助群
群 号:481959085
Book学术官方微信