{"title":"Diskursus “Insan Kamil” Perspektif Avicenna: Peran Kekuatan Jiwa Mencapai Kesempurnaan","authors":"Arba’iyah Yusuf","doi":"10.51353/jpb.v2i1.661","DOIUrl":"https://doi.org/10.51353/jpb.v2i1.661","url":null,"abstract":"Insan kamil merupakan posisi tertinggi manusia yang setiap hamba Allah berhak berupaya mencapainya bahkan mencapainya. Penelitian pustaka tentang diskursus insan kamil perspektif Avicenna memberikan gambaran bahwa manusia dengan kekuatan sebagai potensi yang diberikan Allah memiliki kesempatan mencapai derajat sebagai insan kamil. Kekuatan sebagai potensi itu hanya dimiliki manusia sebagai rational soul. Empat level intellect yang bisa dicapai manusia yaitu potential (material) intellect, intellect in habitu, intellect in actu, dan acquired intellect. Dalam perspektif ini insan kamil adalah yang mencapai level acquired intellect. Selain itu dari perspektif tasawuf, Avicenna membagi level manusia menjadi tiga tingkatan yaitu ‘abid, zahid, dan , ‘arif. Dalam perspektif ini insan kamil adalah seseorang yang mencapai posisi ‘arif. Dua posisi (acquired intellect dan ‘arif) ini ada pada diri nabi, sufi, dan filosof. Nabi adalah pribadi yang tertinggi karena nabi memiliki revelation intellect yang tidak dimiliki oleh siapapun. Secara spesifik, kekuatan-kekuatan jiwa insan kamil berperan secara maksimal hingga level acquired intellect","PeriodicalId":34326,"journal":{"name":"Nalar Jurnal Peradaban dan Pemikiran Islam","volume":"235 2 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-01-24","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"136117867","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"Kaedah Pengilmuan Swacuan","authors":"Shaharir bin Mohamad Zain","doi":"10.22452/peradaban.vol15no1.1","DOIUrl":"https://doi.org/10.22452/peradaban.vol15no1.1","url":null,"abstract":"It is explained that knowledge grows in a mould created by scholars concerned and the meaning of a mould of knowledge is shown to have different features than the famous knowledge paradigm introduced by Kuhn in 1962. The present science is shown to be in a mould created by the European (Western) scientists, whereas the knowledge in other moulds created by other nations or civilisations do exist but fossilised or stagnated as they are overlaid or enclosed and restricted by the colonial (Western) mould. Knowledge in other mould is given the name by the European scholars as the ethnoknowledge which is regarded as far inferior than the Western knowledge. But since 1960s the knowledge in the Islamic Civilisation is re-excavated and highlighted its mould as well. In 1970’s to especially 1990’s the Western knowledge is re-examined in the Islamic mould and a new knowledge is materialised in this mould via a research activity known as the Islamization of knowledge. But since 1995, the author introduced a new research activity wider than the Islamization of knowledge and it is given the name as the pemeribumian ilmu (or literally but not the same concept as the Western indigenisation of knowledge). The mould of knowledge in the pemeribumian ilmu is referred to as the our own mould or in short self-mould and more specific as the Malayonesian mould of knowledge. The research activity is referred to as the self-moulding of knowledge or construction of knowedge via a self-mould. This article is filled with the explanation of this activity and some results of the research done by the author since 2010-2021 are listed in the appendix of this paper.","PeriodicalId":34326,"journal":{"name":"Nalar Jurnal Peradaban dan Pemikiran Islam","volume":"24 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-12-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"78704205","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Muhammad Fahmi Md Ramzan, M. Z. Abdul Rahman, Nurfarhana Mohd Daud
{"title":"Analisis Legitimasi Campur Tangan Kemanusiaan: Sorotan Terhadap Prinsip-Prinsip Asas Undang-Undang Antarabangsa","authors":"Muhammad Fahmi Md Ramzan, M. Z. Abdul Rahman, Nurfarhana Mohd Daud","doi":"10.22452/peradaban.vol15no1.2","DOIUrl":"https://doi.org/10.22452/peradaban.vol15no1.2","url":null,"abstract":"This article discusses the legitimacy of humanitarian intervention as an international doctrine that has often provoked debate among international legal thinkers. It is a controversial concept in international relations because considered violated the basic provisions and principles of international law enshrined in the Charter of the United Nations (UN), namely the principle of sovereignty, the principle of non-intervention and the principle of non-use of force. However, the results of the analysis found that humanitarian intervention is in fact not contrary to those basic principles and even has a strong enough legitimacy to be implement. Thus, this article attempts to reveal and refute the arguments put forward by critics regarding the legitimacy of humanitarian intervention by bringing a qualitative descriptive analysis along with textual interpretation to evaluate and interpret the relevant legal text in detail.","PeriodicalId":34326,"journal":{"name":"Nalar Jurnal Peradaban dan Pemikiran Islam","volume":"29 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-12-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"78148667","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"Awal Peradaban Masyarakat Iban Di Tembawai Tampun Juah: Satu Penelitian Awal","authors":"Gregory Kiyai @ Keai","doi":"10.22452/peradaban.vol14no1.3","DOIUrl":"https://doi.org/10.22452/peradaban.vol14no1.3","url":null,"abstract":"Tiada sumber yang jelas darimana asal usul masyarakat Iban, akan tetapi melalui tradisi lisan yang diwariskan serta diturunkan selama beberapa generasi mempercayai bahawa kewujudan dan asal usul masyarakat Iban adalah bermula di sebuah tempat yang disebut sebagai Tembawai Tampun Juah iaitu peradaban Dayak yang gah terletak di daerah Sanggau, Kalimantan Barat. Mereka meyakini bahawa nenek moyang mereka dahulu pernah hidup aman dan damai bersama dengan Urang Panggau (orang kayangan) dan Petara (tuhan) sebelum berlakunya konflik yang akhirnya menyebabkan manusia berpisah dengan tuhan. Perpisahan tersebut telah menyaksikan migrasi awal masyarakat Iban ke seluruh pelusuk negeri Sarawak lalu membentuk kebudayaan dan identiti tersendiri. Oleh itu, artikel ini merupakan satu penelitian awal mengenai kewujudan penempatan sebuah ketamadunan masyarakat Iban di Tembawai Tampun Juah berdasarkan kepada perspektif sumber lisan (Collective Memory), beberapa bahan rujukan skunder yang relevan dan pemerhatian awal arkeologi. Berdasarkan kepada data mendapati bahawa kawasan Tembawai Tampun Juah menjadi legenda yang kekal signifikan dalam budaya masyarakat Iban. Walaupun, tidak meninggalkan artifak atau tapak secara zahirnya, namun saban tahun menjelang perayaan Gawai Dayak, Tembawai Tampun Juah yang terletak di hulu Kampung Segumon Kecamatan, Sekayam, Kalimantan menerima kunjungan masyarakat Dayak Iban yang pelbagai dari seluruh penjuru Sarawak, Sabah, Brunei dan Indonesia untuk meraikan dan menghayati sejarah dan cerita di Tembawai Tampun Juah.","PeriodicalId":34326,"journal":{"name":"Nalar Jurnal Peradaban dan Pemikiran Islam","volume":"1 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-12-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"84641104","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
A. Mohamad, Alwani Ghazali, Wan Zailan Kamaruddin Wan Ali
{"title":"Isu-Isu Berkaitan Pluralisme Agama di Malaysia: Suatu Analisis Awal","authors":"A. Mohamad, Alwani Ghazali, Wan Zailan Kamaruddin Wan Ali","doi":"10.22452/peradaban.vol14no1.1","DOIUrl":"https://doi.org/10.22452/peradaban.vol14no1.1","url":null,"abstract":"Pada pasca modernisasi ini, terdapat pelbagai pemikiran baharu yang muncul dengan pelbagai ideologi yang dibawa seperti pluralisme agama. Pluralisme agama merupakan sebuah ideologi yang disebarkan di banyak negara termasuklah Malaysia. Pluralisme agama sangat berbahaya kerana ianya sebuah serangan ideologi yang menyerang pemikiran umat manusia dalam mengubah pegangan seseorang bahkan ianya membawa kepada kekeliruan terhadap kefahaman beragama dan memanipulasi sifat kepelbagaian beragama. Maka, perkara tersebut dianggap bakal menggugat pemikiran dan akidah sebenar seseorang khususnya buat penganut agama Islam. Terdapat pelbagai isu di Malaysia yang dikatakan bahawa ianya mempunyai kaitan dengan penyebaran fahaman pluralisme agama. Objektif kajian ini adalah untuk mengenalpasti isu-isu yang timbul yang dikaitkan dengan pluralisme agama di Malaysia. Objektif kedua, kajian ini juga akan membuat analisis awal terhadap permasalahan yang timbul melalui isu-isu pluralisme agama di Malaysia dengan mengaitkannya dengan dasar yang dibawa oleh pluralisme agama itu sendiri. Kajian ini akan menggunakan kaedah penyelidikan kualitatif dan lebih menfokuskan pengumpulan maklumat berdasarkan resensi kepustakaan. Artikel ini merumuskan dan mendapati bahawa banyak isu-isu yang timbul di Malaysia mempunyai kaitan dengan dasar yang dibawa oleh pluralisme agama. Tambahan pula, kajian ini telah membuat analisa awal bahawa isu-isu ini mempunyai unsur-unsur yang diperjuangkan oleh fahaman pluralisme agama dan ianya bercanggah dengan ajaran akidah Ahl al-Sunnah wa al-Jama’ah yang menjadi pegangan majoriti umat islam di Malaysia. Perbahasan ini amat penting supaya setiap isu yang timbul selepas ini perlulah diteliti dan dikaji sama ada ianya mempunyai perjuangan terhadap dasar yang dibawa oleh fahaman pluralisme agama. Selain itu, kajian ini penting untuk mengenalpasti dasar-dasar yang dibawa oleh pluralisme agama itu sendiri dan mengaitkannya terhadap sesebuah isu yang timbul demi untuk membanteras ia daripada terus disebarkan melalui sesebuah organisasi ataupun gerakan di Malaysia meskipun ianya berlindung di sebalik “kemurnian luaran”.","PeriodicalId":34326,"journal":{"name":"Nalar Jurnal Peradaban dan Pemikiran Islam","volume":"22 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-12-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"81426715","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"Pendidikan Melayu Dan Agama di Johor Bahru, 1857-1957","authors":"Arb'iyah Mohd Noor","doi":"10.22452/peradaban.vol14no1.2","DOIUrl":"https://doi.org/10.22452/peradaban.vol14no1.2","url":null,"abstract":"Sebelum kedatangan British, masyarakat Melayu di Johor mempunyai corak pendidikan tersendiri berdasarkan asas pendidikan Islam dan al-Quran. Institusi pendidikan tradisional ini diteruskan tanpa merubah struktur asasnya walaupun setelah kehadiran British ke negeri Johor. Justeru, makalah ini akan membincangkan mengenai perkembangan pendidikan Melayu dan agama di Johor Bahru dari 1857-1957. Makalah ini akan dimulakan dengan huraian mengenai latar belakang pendidikan Melayu dan agama di Johor. Di samping itu, makalah ini akan turut memfokuskan tentang perubahan yang telah dilakukan oleh pihak kerajaan dalam tempoh tersebut. Selain itu, makalah ini akan melihat peranan dan strategi masyarakat Melayu pelbagai lapisan dalam memajukan pendidikan masyarakat Melayu di Johor Bahru pada ketika itu. Kajian kualitatif ini menggunakan pendekatan kajian perpustakaan dengan meneliti beberapa sumber primer seperti Johor Annual Report dari 1910-1915, Education in Johore, 1928-1933, Penyata Jabatan Agama Johor 1932, Penyata Sekolah-Sekolah Agama Johor dan Daerahnya bagi Tahun 1939 dan 1951 yang terdapat di Arkib Negara Malaysia Cawangan Johor selain sumber sekunder berbentuk buku dan tesis.","PeriodicalId":34326,"journal":{"name":"Nalar Jurnal Peradaban dan Pemikiran Islam","volume":"116 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-12-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"89853836","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"News Site Commenting Policy and Its Ethical Implications","authors":"Ika Karlina","doi":"10.51353/jpb.v1i1.499","DOIUrl":"https://doi.org/10.51353/jpb.v1i1.499","url":null,"abstract":"Abstract: Internet and social media platforms have provided a voice to the readers where they can express their opinions on news articles. However, such freedom to express one’s opinion has often lead to uninhibited flow of words that can prove harmful and hurtful to a segment of people, especially when discussions revolve around race, religion, politics, and minorities. News sites have responded differently in dealing with the onslaught of negativity. Some news sites have completely closed the commenting features while a few others have moderated comment sections. Such developments have generated an ethical dilemma in the journalistic realm—trying to balance the need of free expression, and avoidance of harm. Through this study, I synthesized research that deals with commenting in the online context. I found that current policies of news outlets concerning commenting forums have not provided a conducive environment for deliberated discussion. I therefore argue that news sites should open the comment feature along while applying a policy in which commentators’ identities are non-anonymous. Furthermore, I suggest the design and implementation of a reputation strategy whereby readers can comment and engage in a dialogue on issues while exercise social rewards and punishment.","PeriodicalId":34326,"journal":{"name":"Nalar Jurnal Peradaban dan Pemikiran Islam","volume":"42 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-08-23","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"91281610","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"‘Abd Al-Ra’uf Al-Fansuri’s Answer to Early Disputation of Wahdat Al-Wujud of 17TH Century Acheh","authors":"Ridwan Arif","doi":"10.51353/JPB.V1I1.501","DOIUrl":"https://doi.org/10.51353/JPB.V1I1.501","url":null,"abstract":"Abstrak: Waẖdat al-wujūd adalah salah satu doktrin kontroversi dalam tasawuf. Ia tidak saja menjadi perdebatan di Timur Tengah, tapi juga pernah memicu konflik dan tragedi di Nusantara, khususnya Aceh pada abad ke-17. Para penganut paham ini pernah dihukum kafir dan dihukum mati. ‘Abd al-Ra’uf yang datang kemudian merasa bertanggung jawab menciptakan kembali kedamaian di Aceh, berupaya melakukan rekonsiliasi dengan menafsirkan ulang doktrin waẖdat al-wujūd sesuai akidah Islam (syarī’ah). Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yaitu penelitian kepustakaan dengan meneliti sumber-sumber primer dan sekunder yang berkaitan dengan tema kajian. Hasil studi ini menemukan ‘Abd al-Ra’uf berupaya membuktikan bahwa doktrin waẖdat al-wujūd tidak bertentangan dengan akidah Islam sebagaimana banyak disalah-pahami. Waẖdat al-wujūd bukan bermaksud Allah SWT identik dengan alam, tetapi hanya Allah yang memiliki wujud pada taraf substansi (hakikat) sedangkan alam, walaupun berwujud dalam dunia kasat mata, hakikatnya tiada memiliki wujud. Wujud alam disebut wujud majazī. Walaupun mempertahankan waẖdat al-wujūd, ‘Abd al-Ra’uf mengkritik pemahaman menyimpang tentang waẖdat al-wujūd yaitu keyakinan yang mengatakan semua yang ada (alam semesta) adalah dzāt Allah. Upaya ‘Abd al-Ra’uf dalam melakukan reinterpretasi doktrin ini sangat penting dan bernilai dalam upaya mengembalikan kedamaian dalam masyarakat Aceh. ","PeriodicalId":34326,"journal":{"name":"Nalar Jurnal Peradaban dan Pemikiran Islam","volume":"53 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-08-23","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"74043587","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"Populisme Islam dan Politik","authors":"Azumardi Azra","doi":"10.51353/JPB.V1I1.492","DOIUrl":"https://doi.org/10.51353/JPB.V1I1.492","url":null,"abstract":"Dalam beberapa tahun terakhir istilah ‘populisme Islam’ mulai menjadi wacana akademik di kalangan para ahli. Istilah itu digunakan untuk melihat fenomena politik Islam sejak terjadinya sejumlah aksi massa kalangan Muslim Indonesia pada akhir 2016, awal 2017, dan akhir 2018 yang semula terkait dengan Pilkada DKI Jakarta kemudianbelakangan dihubungkan dengan Pilpres 2019. \u0000Penulis makalah ini sering mendapat pertanyaan tentang ‘populismeIslam’ Indonesia baik dari audiens dalam negeri maupun luarnegeri. Pertanyaan itu sering mengandung nada bahwa ‘populisme Islam’ tidak hanya akan menguasai politik, tapi juga arsitektur Islam Indonesia.","PeriodicalId":34326,"journal":{"name":"Nalar Jurnal Peradaban dan Pemikiran Islam","volume":"47 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-08-23","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"76285625","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"Akuisisi dan Polemik Filsafat dalam Islam","authors":"S. Sunaryo","doi":"10.51353/jpb.v1i1.500","DOIUrl":"https://doi.org/10.51353/jpb.v1i1.500","url":null,"abstract":"Melalui artikel ini penulis menjelaskan bagaimana filsafat Yunani masuk ke dalam dunia muslim, bagaimana ia diserap, dikembangkan dan didiskusikan. Dari cara sarjana muslim merespon peradaban luar atau asing saat itu kita bisa melihat sebuah watak agama yang sangat terbuka dan sekaligus juga kritis. Meski dalam topik-topik tertentu mereka tidak satu pendapat, tetapi secara umum tradisi yang dikembangkan adalah sebuah sikap kritis yang cukup ilmiah. Suasana ini membentuk lingkungan keilmuan yang positif bagi perkembangan ilmu pengetahuan secara umum dalam dunia muslim. Polemik antar-para teolog dan filsuf soal filsafat pada masa itu bisa kita pahami sebagai ekspresi keragaman pendapat yang membuat Islam semakin kaya dalam pemikiran. Keragaman ini menjadi penting ketika kita bicara tentang sikap Islam terhadap filsafat dan filsuf. Ketidaksetujuan terhadap filsafat hanya salah satu bagian pandangan cendekiawan muslim, sebagaimana dilakukan oleh al-Ghazālī, karena cendikiawan muslim yang lain justru menganggap itu sebagai sesuatu yang mandūb (dianjurkan) sebagaimana dinyatakan oleh Ibn Rusyd.","PeriodicalId":34326,"journal":{"name":"Nalar Jurnal Peradaban dan Pemikiran Islam","volume":"16 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-08-23","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"89714627","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}