{"title":"KEBIJAKAN PENEGAKKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PENGHINAAN BENTUK TUBUH DI MEDIA SOSIAL","authors":"Zulkifli Z","doi":"10.29103/reusam.v8i1.5242","DOIUrl":"https://doi.org/10.29103/reusam.v8i1.5242","url":null,"abstract":"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menjelaskan Kebijakan penegakan hukum pidana terhadap Penghinaan Bentuk Tubuh Di Media Sosial berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Adapun Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Penelitian hukum normatif meliputi penelitian terhadap asas- asas hukum, taraf sinkronisasi hukum. Jenis penelitian yang dipergunakan adalah metode penelitian deskriptif, yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka (data sekunder) atau penelitian hukum perpustakaan. Hasil penelitian di ketahuai bahwa Kebijakan Penegakan hukum pidana terhadap tindakan penghinaan bentuk tubuh (body shaming) di media sosial berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dianggap sebagai suatu tindak pidana karena perbuatan penghinaan bentuk tubuh (body shaming), dapat dikualifikasikan sebagai tindak pidana sebagaimana dimaksud Pasal 27 ayat (3) jo. Pasal 45 ayat (3) UU ITE. Penghinaan bentuk tubuh (body shaming) merupakan perbuatan penghinaan yang secara tertulis, yang dilakukan dengan cara mentransmisikan dan/atau mendistribusikan pada media sosial. Sehingga informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang bermuatan atau mengandung penghinaan tersebut dapat diakses oleh umum. Penegakan Hukum di Indonesia dalam pelaksanaannya belum efektif, hal ini dikarenakan masih banyaknya pengguna media sosial di Indonesia yang melakukan perbuatan melawan hukum di Media sosial akibat keterbatasan pengetahuan tentang Undang-Udang ITE.","PeriodicalId":340965,"journal":{"name":"REUSAM: Jurnal Ilmu Hukum","volume":"2 11 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-05-09","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"129297269","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"Penegakan Syariat Islam di Aceh dalam Perspektif HAM","authors":"H. h","doi":"10.29103/reusam.v7i2.2245","DOIUrl":"https://doi.org/10.29103/reusam.v7i2.2245","url":null,"abstract":"Aceh merupakan satu-satunya provinsi di Indonesia yang diberikan keluasan oleh pemerintah pusat untuk mengatur kehidupan dan pembangunan di Aceh sesuai dengan Syariat Islam, pe-runtukan ini diperkuat dengan keluarnya UU Nomor 44 Tahun 1999 Tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Aceh, UU Nomor 6 Tahun 2006 Tentang Pemerintah Daerah. Artinya secara hukum pemerintah Indonesia mengakui dan memberikan atau mengizinkan penerapan Syariat Islam di Aceh. Pada awal penerapan Syariat Islam di Aceh banyak mendapatkan tantangan dan rintangan baik secara internal, yaitu masyarakat yang tinggal di Aceh maupun eksternal yaitu dari luar Aceh juga dunia internasional dan pegiat HAM. Seiring perjalanan waktu pelaksanaan Syariat Islam di Aceh sudah diterima oleh semua pihak. Penegakkan syariat Islam di Aceh me-rupakan hak kebebasan dasar bukan saja tidak dilarang, melainkan dilindungi oleh Negara Indonesia. Legitimasi penegakan syariat Islam didasarkan pada HAM Internasional dan bebe-rapa Konvenan Hukum Internasional seperti Konvenan DUHAM 1948, konvensi mengenai hak-hak sosial, ekonomi, dan budaya (ICCESR) 1996 dan konvensi internasional tentang hak-hak sosial dan politik (ICCPR) 1996. Secara konstitusional UUD 1945 hasil amandemen 1999-2002 juga telah memperkuat argumen hukum internasional. Konsekuensinya negara dan pemerin-tah Republik Indonesia berkewajiban untuk tidak saja memberikan perlindungan dan perla-kuan yang adil dan proposional, melainkan juga memberikan dukungan terhadap penegakan syariat Islam di Aceh sebagai wahana yang memberikan penguatan terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia.","PeriodicalId":340965,"journal":{"name":"REUSAM: Jurnal Ilmu Hukum","volume":"97 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-11-15","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"127904219","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"Penerapan Norma Adat Terang dan Tunai dalam Praktek Pe-radilan Perdata (Kajian Putusan Pengadilan nomor: 23/pdt.g/2013/pn.bj)","authors":"Laila M. Rasyid","doi":"10.29103/reusam.v7i2.2244","DOIUrl":"https://doi.org/10.29103/reusam.v7i2.2244","url":null,"abstract":"Tulisan ini merupakan analisis atas pertimbangan hukum yang dilakukan oleh hakim dalam kasus Wanprestasi yang mengandung unsur hukum adat yaitu azas terang dan tunai. Penelitian ini adalah penelitian yuridis-normatif dengan pendekatan kualitatif. rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana penerapan konsep adat te-rang dan tunai dalam praktek peradilan perdata berdasarkan Putusan Nomor :23/Pdt.G/2013/Pn.Bj. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Hukum Positif dan hu-kum adat dapat digunakan bersama dalam hukum Indonesia karena memiliki tujuan yang sama yaitu untuk tercapainya keadilan. Dalam tulisan ini terdapat dissending opinion diantara majelis hakim yang memutuskan apakah ada unsur adat atau positif di dalam fakta hukum. hukum positif mungkin saja tidak sempurna dan terbatas da-lam mengartikan sesuatu dan hukum adat boleh saja digunakan dalam tujuan untuk tercapainya keadilan, kepastian dan kemanfaatan hukum untuk masyarakat.","PeriodicalId":340965,"journal":{"name":"REUSAM: Jurnal Ilmu Hukum","volume":"29 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-11-15","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"114456769","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"Aspek Hukum Hak Cipta dalam Perspektif Hukum Persaingan Usaha sebagai Wujud Pembatasan Praktik Bisnis di Bidang HKI","authors":"Sofyan Jafar","doi":"10.29103/reusam.v7i2.2248","DOIUrl":"https://doi.org/10.29103/reusam.v7i2.2248","url":null,"abstract":"Studi ini bertujuan untuk menelusuri penjaminan hukum terhadap hak cipta.Dalam hal ini hukum berfungsi menjamin hak pencipta dalam menguasai dan menikmati secara eksklusif hasil karyanya tersebut, jika perlu dengan bantuan negara untuk penegakan hukumnya. Hal ini menunjukkan bahwa perlindungan hukum untuk kepentingan pemilik hak cipta baik secara individu maupun kelompok sebagai subjek hak.Namun, apakah kepemilikan hak cipta yang dikatakan sebagai hak eksklusif, dapat diartikan juga sebagai hak untuk memonopoli oleh pemilik hak, sehingga dapat melakukan praktik monopoli untuk memusatkan kekuatan ekonominya? Untuk membatasi penonjolan kepentingan individu tersebut, hukum memberi jaminan tetap terpeliharanya kepentingan masyarakat.Jaminan ini tercermin dalam sistem Hak Kekayaan Intelektual (HKI) yang berkembang dengan menyeimbangkan antara dua kepentingan, yaitu pemilik hak cipta dan kebutuhan masyarakat umum.Dalam hal pembatasan praktik bisnis ini Indonesia telah mengeluarkan aturan, yang salah satunya adalah Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang larangan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat yang mengecualikan HKI yang di dalamnya termasuk hak cipta.","PeriodicalId":340965,"journal":{"name":"REUSAM: Jurnal Ilmu Hukum","volume":"46 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-10-15","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"125260807","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"Kebijakan Formulasi Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Korporasi","authors":"H. Husni","doi":"10.29103/reusam.v3i1.1957","DOIUrl":"https://doi.org/10.29103/reusam.v3i1.1957","url":null,"abstract":"According to criminal law regulation, the human is only the subject to be blamed in term of criminal action. A human can be as a guilty party of any criminal case. . However, this regulation has been abandoned by the Indonesian law system because of the perspective change that beside human, the corporate bodies are also as the subject of guilty party if the legal regulation is specificly determined by Legal Code in term of specific case. Therefore, based on the legal regulation, the corporate bodies are treated as equal as human in term of the subject of lawsuit so the , the rejection of prosecution toward corporate bodies based on Delinguere University’s doctrine- non potest has been changed by accepting the concept of functional doer. (fungtioneel daderschap). Although the constitution considers the corporate bodies as the subject of the lawsuit, the responsibility of criminal prosecution will be treated in a different ways from humans as a subjet of lawsuit. Although the corporate bodies can be prosecuted, the issue in implementing the case still remains due to the variation of the terminology used. Additionally, the other challenge is because the regulation implemented relating to corporate bodies’ lawsuit is still not determined specifically in criminal code. It is also insufficient and inconsistent prosecution regulation regarding to corporate body lawsuit.","PeriodicalId":340965,"journal":{"name":"REUSAM: Jurnal Ilmu Hukum","volume":"1 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2015-05-16","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"130218358","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"Pengaturan Perlindungan Hukum Terhadap Pengguna Jasa Transportasi di Darat atas Kehilangan dan Kerusakan Barang Kiriman","authors":"F. Fatahillah","doi":"10.29103/reusam.v3i1.1958","DOIUrl":"https://doi.org/10.29103/reusam.v3i1.1958","url":null,"abstract":"Under the provisions of law number 22 of 2009 on traffic and road transport in article 193 states the responsibility of transport companies losses. Article 193 mentions the liability rules on compensation of corporate transportation. In the implementation of the transport was not immune from problems, such as broken, lost and late to the purpose it is due to the negligence of the transport or due to circumstances unforeseen for goods shipped to the detriment of the shipper, or may be carrying less attention to security and safety in the transport goods. In the case of dispute resolution to be taken as a result of damage and loss of goods to get right back to efforts to produce a consensus agreement between the parties. The completion of the deliberation will usually produce an agreement with the results of each of the parties mutually beneficial in order to maintain the good name of company transport services and service users are not unduly disadvantaged.","PeriodicalId":340965,"journal":{"name":"REUSAM: Jurnal Ilmu Hukum","volume":"1 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2015-05-16","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"121158613","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"Tipologi Korupsi Serta Penanganan yang Berkepastian Hukum dan Keadilan","authors":"Y. Yusrizal","doi":"10.29103/reusam.v3i1.1956","DOIUrl":"https://doi.org/10.29103/reusam.v3i1.1956","url":null,"abstract":"The concept of state law (rechtstaat) relating to corruption cases has to be conducted by implementing law enforcement, law certainty, and justice. Any kind of policy in relation to corruption eradication has to be done based on the application of legislation. The rule of legal officers in eradicating corruption is highly influenced by the integrity of morality and personal ethics (the maturnity of spiritual intelligence) by having good understanding on corruption eradication which is very significant in making a decision in relation to corruptor.","PeriodicalId":340965,"journal":{"name":"REUSAM: Jurnal Ilmu Hukum","volume":"5 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2015-05-16","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"122260537","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"Akses dan Pembagian Manfaat di dalam Draft Akademik Rancangan Undang-Undang Pengelolaan Sumber Daya Genetika","authors":"Y. Yulia","doi":"10.29103/reusam.v3i1.1949","DOIUrl":"https://doi.org/10.29103/reusam.v3i1.1949","url":null,"abstract":"Access and benefits sharing is one principle in the Convention on Biological Diversity (CBD) and reaffirmed in Nagoya Protocol. The principle has supported to provider countries of biodiversity to getting benefits sharing of used biodiversity by industries. Therefore, its to getting benefits sharing which fair and balanced, provider countries require specific regulation. Draf Akademik Rancangan Undang-undang Pengelolaan Sumber Daya Genetika (Academic Draft of RUU) is realization require of Indonesia to getting benefits sharing. This article has founds are Academic Draft of RUU the Genetic Resources Management has corresponded with CBD and Nagoya Protocol. Although, there are any points that are not clear, as like the scope of biodiversity and usage.","PeriodicalId":340965,"journal":{"name":"REUSAM: Jurnal Ilmu Hukum","volume":"350 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2015-05-15","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"123399825","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"Lelang Jabatan dalam Sistem Hukum di Indonesia","authors":"E. Sari","doi":"10.29103/reusam.v3i1.1950","DOIUrl":"https://doi.org/10.29103/reusam.v3i1.1950","url":null,"abstract":"The case of official positional auction under Indonesia legal system is not yet determined hence on this case, the civil servant regulation is adopted as a reference on goverment organization. Therefore, the government body or state officials may consider any policy in order to fullfil the public demand. Indonesian officials have right to act based on Fress Ermessen’s principle which can provides the freedom for authorized party to make decision as long as it is still on the track and does not overreach legal procedure. Consequently, the official positional auction is considered as a policy that belong to all state officials as long as it does not againts the law.","PeriodicalId":340965,"journal":{"name":"REUSAM: Jurnal Ilmu Hukum","volume":"138 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2015-05-15","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"131725207","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}