{"title":"Penegakan Syariat Islam di Aceh dalam Perspektif HAM","authors":"H. h","doi":"10.29103/reusam.v7i2.2245","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"Aceh merupakan satu-satunya provinsi di Indonesia yang diberikan keluasan oleh pemerintah pusat untuk mengatur kehidupan dan pembangunan di Aceh sesuai dengan Syariat Islam, pe-runtukan ini diperkuat dengan keluarnya UU Nomor 44 Tahun 1999 Tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Aceh, UU Nomor 6 Tahun 2006 Tentang Pemerintah Daerah. Artinya secara hukum pemerintah Indonesia mengakui dan memberikan atau mengizinkan penerapan Syariat Islam di Aceh. Pada awal penerapan Syariat Islam di Aceh banyak mendapatkan tantangan dan rintangan baik secara internal, yaitu masyarakat yang tinggal di Aceh maupun eksternal yaitu dari luar Aceh juga dunia internasional dan pegiat HAM. Seiring perjalanan waktu pelaksanaan Syariat Islam di Aceh sudah diterima oleh semua pihak. Penegakkan syariat Islam di Aceh me-rupakan hak kebebasan dasar bukan saja tidak dilarang, melainkan dilindungi oleh Negara Indonesia. Legitimasi penegakan syariat Islam didasarkan pada HAM Internasional dan bebe-rapa Konvenan Hukum Internasional seperti Konvenan DUHAM 1948, konvensi mengenai hak-hak sosial, ekonomi, dan budaya (ICCESR) 1996 dan konvensi internasional tentang hak-hak sosial dan politik (ICCPR) 1996. Secara konstitusional UUD 1945 hasil amandemen 1999-2002 juga telah memperkuat argumen hukum internasional. Konsekuensinya negara dan pemerin-tah Republik Indonesia berkewajiban untuk tidak saja memberikan perlindungan dan perla-kuan yang adil dan proposional, melainkan juga memberikan dukungan terhadap penegakan syariat Islam di Aceh sebagai wahana yang memberikan penguatan terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia.","PeriodicalId":340965,"journal":{"name":"REUSAM: Jurnal Ilmu Hukum","volume":"97 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"2019-11-15","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"0","resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"REUSAM: Jurnal Ilmu Hukum","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.29103/reusam.v7i2.2245","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
引用次数: 0
摘要
由于1999年《亚齐特殊地区法》(united nations of islamic state) 1999年第44条规定了亚齐特殊地区的特殊状况,该国政府授权该国管理亚齐生活和建设。这意味着印尼政府在法律上承认并允许亚齐实行伊斯兰教。在亚齐伊斯兰教的早期应用中,无论是在国内还是在国外,都将带来许多挑战和障碍,包括生活在亚齐以外的国际社会和从事人权活动的国际社会。随着时间的推移,伊斯兰教在亚齐的实施被所有人接受。亚齐的伊斯兰教执法不仅受到禁止,而且受到印度尼西亚的保护。伊斯兰联盟的合法性是建立在1948年DUHAM会议、《社会、经济和文化权利公约》(ICCESR)和1996年《社会和政治权利国际公约》(ICCPR)等国际法律惯例的基础上的。1999-2002年修正案的1945年宪法也加强了国际法的论点。因此,印度尼西亚共和国及其政府不仅有义务提供公正和可提供的保护和关联性,而且也有义务支持亚齐伊斯兰联盟,以加强印度尼西亚共和国的团结。
Penegakan Syariat Islam di Aceh dalam Perspektif HAM
Aceh merupakan satu-satunya provinsi di Indonesia yang diberikan keluasan oleh pemerintah pusat untuk mengatur kehidupan dan pembangunan di Aceh sesuai dengan Syariat Islam, pe-runtukan ini diperkuat dengan keluarnya UU Nomor 44 Tahun 1999 Tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Aceh, UU Nomor 6 Tahun 2006 Tentang Pemerintah Daerah. Artinya secara hukum pemerintah Indonesia mengakui dan memberikan atau mengizinkan penerapan Syariat Islam di Aceh. Pada awal penerapan Syariat Islam di Aceh banyak mendapatkan tantangan dan rintangan baik secara internal, yaitu masyarakat yang tinggal di Aceh maupun eksternal yaitu dari luar Aceh juga dunia internasional dan pegiat HAM. Seiring perjalanan waktu pelaksanaan Syariat Islam di Aceh sudah diterima oleh semua pihak. Penegakkan syariat Islam di Aceh me-rupakan hak kebebasan dasar bukan saja tidak dilarang, melainkan dilindungi oleh Negara Indonesia. Legitimasi penegakan syariat Islam didasarkan pada HAM Internasional dan bebe-rapa Konvenan Hukum Internasional seperti Konvenan DUHAM 1948, konvensi mengenai hak-hak sosial, ekonomi, dan budaya (ICCESR) 1996 dan konvensi internasional tentang hak-hak sosial dan politik (ICCPR) 1996. Secara konstitusional UUD 1945 hasil amandemen 1999-2002 juga telah memperkuat argumen hukum internasional. Konsekuensinya negara dan pemerin-tah Republik Indonesia berkewajiban untuk tidak saja memberikan perlindungan dan perla-kuan yang adil dan proposional, melainkan juga memberikan dukungan terhadap penegakan syariat Islam di Aceh sebagai wahana yang memberikan penguatan terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia.