{"title":"WAYANG KERIS DALAM UPACARA PIODALAN DI PURA DALEM BUITAN DESA GULINGAN, KECAMATAN MENGWI, KABUPATEN BADUNG","authors":"I. P. S. Hindhuyana","doi":"10.25078/pjah.v26i1.2310","DOIUrl":"https://doi.org/10.25078/pjah.v26i1.2310","url":null,"abstract":"\u0000\u0000Sebagai negara yang kaya akan keanekaragaman, Indonesia memiliki berbagai warisan budaya yang layak dilestarikan. Seni keagamaan (wali) di Bali yang menarik untuk dikaji salah satunya berada di Banjar Badung, Desa Gulingan, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung yaitu seni sesolahan wayang keris. Berbeda dengan jenis pementasan kesenian wayang yang pada umumnya sesuai namanya, wayang keris ini dijumpai dengan objek bentuk berupa dua buah keris yang masing-masing memiliki hakekatnya tersendiri. Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu: (1) untuk mengetahui bentuk sesolahan wayang keris dalam upacara piodalan di Pura Dalem Buitan; (2) untuk mengetahui fungsi sesolahan wayang keris dalam upacara piodalan di Pura Dalem Buitan; dan (3) untuk mengetahui makna sesolahan wayang keris dalam upacara piodalan di Pura Dalem Buitan.\u0000 Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pengumpulan data melalui teknik observasi, wawancara, studi dokumen, dan studi kepustakaan.Teori-teori yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: Teori Estetika, Teori Fungsional Struktural, Teori Religi dan Teori Simbol. Adapun hasil dalam penelitian ini yaitu sesolahan wayang keris dalam upacara piodalan merupakan sebuah pementasan seni yang bersifat sakral serta merupakan warisan tradisi leluhur yang hingga saat ini masih tetap dijaga keauthentikannya. Adapun bentuk sesolahan wayang keris dalam upacara piodalan di Pura Dalem Buitan mendekati sebagai suatu “gambaran, wujud (fisik) pertunjukan, susunan dan upakara” yang digunakan berkaitan dengan ragam dan bentuk sarana prasarana serta prosesi selama sesolahan wayang keris berlangsung, yang dapat dijelaskan melalui penggunaan aparatus, para pelaku, dan proses pertunjukan wayang keris. Fungsi dari sesolahan wayang keris dibagi menjadi beberapa fungsi yaitu: (1) Fungsi Ritual; (2) Fungsi Pelestarian Budaya; (3) Fungsi Integrasi Sosial. Makna dari sesolahan wayang keris dalam upacara piodalan di Pura Dalem Buitan yaitu: (1) Makna Teologis; (2) Makna Simbolis; (3) Makna Religi; (4) Makna Upacara, (5) Makna Estetika.\u0000","PeriodicalId":284712,"journal":{"name":"Pangkaja: Jurnal Agama Hindu","volume":"39 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-03-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"125036954","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"EKSISTENSI PURA KAHYANGAN TIGA DI DESA ADAT PENARUKAN KECAMATAN KERAMBITAN KABUPATEN TABANAN","authors":"Dewa Made Sudiarta, Ni Gusti Ayu Agung Nerawati","doi":"10.25078/pjah.v26i1.2320","DOIUrl":"https://doi.org/10.25078/pjah.v26i1.2320","url":null,"abstract":"Pura merupakan tempat suci bagi umat Hindu untuk beribadah dan berhubungan dengan Ida Sang Hyang Widhi dan segala manifestasinya. Pura Kahyangan Tiga Penarukan memiliki keunikan tersendiri dibandingkan dengan tempat lain dimana Pura Puseh, Pura Desa atau Pura Bale Agung, Pura Dalem termasuk Prajapati semuanya berada dalam satu surga (one place). Penataan pelinggih di pura Kahyangan Tiga Penarukan tidak menggunakan Meru melainkan Gedong. Pemilihan lokasi dalam pembentukan pura Kahyangan Tiga memiliki keistimewaan alam yang ada di desa adat Penarukan. Kahyangan Tiga dapat didirikan di alam atau tempat asalkan ia harus menemukan tempat yang ditandai dengan tiga kriteria yaitu keberadaan jaring dwara, ganda pertiwi, keberadaan tanah yang menguntungkan. Dari fenomena di atas, Pura Kahyangan Tiga Penarukan perlu diteliti lebih lanjut, dan jenis penelitiannya adalah kualitatif dengan metode pengumpulan data yaitu: observasi, wawancara, studi kepustakaan dan dokumentasi. Sedangkan hasil yang diperoleh adalah: 1) Bagaimana struktur Pura Kahyangan Tiga 2) Apa fungsi dari Pura Kahyangan Tiga (3) Makna filosofis yang tersembunyi dari keberadaan Pura Kahyangan Tiga. Menurut hasil penelitian ini, keberadaan pura Kahyangan Tiga di desa adat Penarukan tidak hanya sebatas nilai-nilai ketuhanan saja, tetapi juga memiliki makna lain karena pemahaman masyarakat, adat dan budaya.Desa adat Penarukan sebagai sebuah pura. pemilik. Struktur Pura Kahyangan Tiga di desa adat Penarukan hanya memiliki satu situs (area). Pura Kahyangan Tiga memiliki beberapa fungsi yaitu fungsi religi dan fungsi pemersatu umat. Makna yang tersembunyi di pura Kahyangan Tiga adalah moral, estetika dan rasa harmoni. Pura Kahyangan Tiga ini memiliki peran yang sangat penting bagi masyarakat Penarukan. \u0000Kata Kunci: Eksistensi, Pura Kahyangan Tiga, Satu Mandala.","PeriodicalId":284712,"journal":{"name":"Pangkaja: Jurnal Agama Hindu","volume":"19 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-03-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"133697718","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Anggun Wendraswari, Ni Nyoman Perni, I. G. M. Widya Sena
{"title":"PRAKTIK YOGA ASANA DALAM MENINGKATKAN KEBUGARAN DAN KECERDASAN SISWA DI SD NEGERI 19 DAUH PURI","authors":"Anggun Wendraswari, Ni Nyoman Perni, I. G. M. Widya Sena","doi":"10.25078/pjah.v26i1.1861","DOIUrl":"https://doi.org/10.25078/pjah.v26i1.1861","url":null,"abstract":"Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memberikan kemudahan dalam hidup namun tidak setiap kemudahan berdampak positif dalam dunia Pendidikan. Justru dengan berbagai kemudahan tersebut semakin jauh dari arti dan makna kehidupan. Maka dari itu SD Negeri 19 Dauh Puri memberikan metode pembelajaran yang dapat meningkatkan kebugaran dan kecerdasan siswa di SD Negeri 19 Dauh Puri yaitu melaksanakan praktik yoga asana. Adapun masalah dalam penelitian ini adalah: (1). Tahapan praktik yoga asana dalam meningkatkan kebugaran dan kecerdasan siswa di SD Negeri 19 Dauh Puri. (2). Cara kerja yoga asana dalam meningkatkan kebugaran dan kecerdasan siswa di SD Negeri 19 Dauh Puri. (3). Persepsi terhadap yoga asana, baik persepsi dari sekolah, orang tua maupun siswa. \u0000Teori yang digunakan dalam penelitian ini yaitu teori praktik untuk mengungkap tahapan yoga asana dalam meningkatkan kebugaran dan kecerdasan siswa di SD Negeri 19 Dauh Puri. Teori Behaviorisme digunakan untuk mengkaji cara kerja yoga asana dalam meningkatkan kebugaran dan kecerdasan siswa di SD Negeri 19 Dauh Puri dan persepsi terhadap yoga asana, yang meliputi persepsi dari sekolah, orang tua, dan siswa. \u0000 Adapun faktor yang mendorong siswa belajar yoga asana di SD Negeri 19 Dauh Puri, yaitu: faktor kesehatan, kebugaran dan kecerdasan, baik kecerdasan spiritual, emosional maupun intelektual. Sistem pembelajaran yoga asana di SD Negeri 19 Dauh puri meliputi: tahap persiapan, tahap pendahuluan, tahap inti, tahap relaksasi, tahap penutup. Analisis meliputi: Praktik yoga asana bahwa gerakan surya namaskara dan asana lainnya mempunyai pengaruh yang kuat untuk menyehatkan badan yang berkaitan dengan sistem pernafasan, peredaran darah, pencernaan, syaraf, kulit, otot, tulang, sistem urine, kelenjar dan yang lainnya. Di sisi lain persepsi sekolah, orang tua maupun siswa terhadap yoga asana baik. Hal ini ditandai dengan manfaat praktik yoga asana yang dipraktikkan di SD Negeri 19 Dauh Puri banyak memberikan manfaat kepada siswa khususnya dalam kebugaran dan kecerdasan siswa Sekolah Dasar.","PeriodicalId":284712,"journal":{"name":"Pangkaja: Jurnal Agama Hindu","volume":"117 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-03-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"116204869","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Jurnal Pangkaja, Komang Sudharka Utama, Gusti Bagus, Sugriwa Denpasar, lebih sesuai, dengan tattwa, atau janana, Kata Kunci, Nalar dan Mula
{"title":"PENTINGNYA PEMAHAMAN AGAMA HINDU DENGAN PUSTAKA SUCI, NALAR, LOGIKA VERSUS MULA KETO","authors":"Jurnal Pangkaja, Komang Sudharka Utama, Gusti Bagus, Sugriwa Denpasar, lebih sesuai, dengan tattwa, atau janana, Kata Kunci, Nalar dan Mula","doi":"10.25078/pjah.v26i1.2323","DOIUrl":"https://doi.org/10.25078/pjah.v26i1.2323","url":null,"abstract":"Kehidupan beragama khususnya agama hindu di Bali sangat kental dan kuat dilihat dari sisi ritual atau upacara, namun lemah dari sisi tattwa (janana) seperti teologi ataupun filsafatnya. Penyebabnya adalah kepatuhannya pada adagium ‘nak mula keto’ (memang sudah demikian adanya). Sehingga umat tinggal melaksanakan kewajiban ritual itu tanpa perlu bertanya apalagi mempertanyakan landasan kebenarannya. Konsekuensinya, kebanyakan umat Hindu relative “awidya” (awam pengetahuan) dalam hal pemahaman tattwa (filsafat), tetapi disiplin dalam hal melaksanakan ritual (upacara). Karena itu pemahaman Agama hindu yang berdasarkan Pustaka Suci, nalar dan logika sangatlah penting dan berguna untuk dijadikan pondasi dalam kita memahami kehidupan beragama. Pemahaman Pustaka suci yang kuat dilandasi oleh nalar dan logika akan membuat para penganut agama hindu menjadi penganut yang memiliki sradha/iman yang kuat, intelek, modernis, teologis, filosofis dan ilmiah. Dengan demikian maka para penganut akan selalu berpikir terbuka dan haus akan pencarian ilmu pengetahuan khususnya pengetahuan suci agama hindu. Tradisi mula keto yang membuat masyarakat malas untuk belajar pustaka suci sudah seharusnya dikritisi dan diperbaiki agar pemahaman masyarakat akan agama hindu menjadi lebih sesuai dengan tattwa atau janana.","PeriodicalId":284712,"journal":{"name":"Pangkaja: Jurnal Agama Hindu","volume":"1 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-03-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"128691648","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"HINDU DALAM WACANA MODERASI BERAGAMA","authors":"Putu Dana Yasa, Kadek Agus Wardana","doi":"10.25078/pjah.v26i1.1803","DOIUrl":"https://doi.org/10.25078/pjah.v26i1.1803","url":null,"abstract":"Perdebatan tentang perbedaan agama seolah telah menjadi permasalahan yang mengakar, akarnya telah jauh masuk ke dalam tanah sehingga sangat sulit untuk dicabut. Perdebatan keagamaan seolah tidak menemukan titik temu dan justru semakin memanas akibat kemunculan penghakiman terhadap keyakinan atau agama yang berbeda, kondisi ini seolah memposisikan keyakinan satu adalah yang benar sedangkan keyakinan lain adalah sesuatu yang salah. Dengan kondisi ini diperlukan kesadaran beragam dengan sikap moderat sesuai dengan wacana yang cukup sering disampaikan belakangan ini. Sebagai bagian dari keyakinan yang diakui di Indonesia, Hindu sesungguhnya telah memiliki berbagai konsep dalam upaya hidup harmonis di tengah perbedaan yang ada. Berbagai konsep yang dimiliki Hindu tidak hanya sebuah wacana untuk hidup moderat, damai dan harmonis, namun konsep ini mengajarkan umat Hindu untuk dapat menumbuhkan puncak kesadaran berketuhanan dengan menyadari bahwa semua makhluk yang ada adalah manifestasi dari Tuhan. Sehingga tidak ada satu alasanpun bagi umat Hindu untuk menghamiki orang lain apalagi merasa benar dan selalu menyalahkan agama orang lain \u0000Kata Kunci: Hindu, Moderasi, Kesadaran Berketuhanan","PeriodicalId":284712,"journal":{"name":"Pangkaja: Jurnal Agama Hindu","volume":"37 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-03-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"124906054","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
I. Made, Soma Naryana, Adi Brahman, Made G. Juniartha
{"title":"ETIKA YOGA DALAM KAKAWIN ARJUNA WIWAHA","authors":"I. Made, Soma Naryana, Adi Brahman, Made G. Juniartha","doi":"10.25078/pjah.v26i1.2359","DOIUrl":"https://doi.org/10.25078/pjah.v26i1.2359","url":null,"abstract":"Kakawin Arjuna Wiwaha yang dikarang oleh Mpu Kanwa merupakan karya sastra yang syarat akan nilai-nilai kehidupan. Laku tapa atau yoga yang dilakukan oleh sang Arjuna dalam teks Kakawin Arjuna Wiwaha telah menjadi pedoman bagaimana yoga semestinya dilakukan oleh para praktisi yoga. Lebih lanjut penelitian ini mencoba menggali tentang aksiologi yoga terutama tentang nilai etika yoga yang terkandung di dalam teks Kakawin Arjuna Wiwaha. Teori yang digunakan untuk menganalisis permasalahan tersebut adalah teori Hermeneutik. Metode yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif, data dikumpulkan melalui teknik studi kepustakaan dan studi dokumen. Data dianalisis dengan melakukan interpretasi terhadap data kualitatif. Kajian aksiologi, khususnya nilai etika yoga yang dapat digali dalam teks Kakawin Arjuna Wiwaha diantaranya: nilai keberhasilan dalam melaksanakan kewajiban (swadharma), nilai pengendalian diri, nilai ketidakterikatan pada objek indria, serta nilai keteguhan dan tahan akan godaan.","PeriodicalId":284712,"journal":{"name":"Pangkaja: Jurnal Agama Hindu","volume":"19 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-03-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"125286273","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"KONSEP JNANA YAJNA DALAM KAKAWIN SUTASOMA","authors":"Heri Purwanto, Coleta Palupi Titasari","doi":"10.25078/pjah.v26i1.1425","DOIUrl":"https://doi.org/10.25078/pjah.v26i1.1425","url":null,"abstract":"Kajian ini bertujuan untuk mengungkapkan konsep jnana yajna yang terkandung dalam teks Kakawin Sutasoma. Data primer yang menjadi penelitian ini adalah Kakawin Sutasoma yang telah diterjemahkan oleh Mastuti dan Bramantyo (2019). Data primer dikaji dengan mengunakan analisis tekstual, lalu dalam interpretasi maknanya dibantu dengan sumber-sumber pendukung (data arkeologi). Berdasarkan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa persembahan ilmu pengetahuan dapat dilakukan dengan cara belajar-mengajar dalam sebuah tempat pendidikan yang dinamakan dengan mandala kadewaguruan. Tempat-tempat pendidikan tersebut terletak di lereng-lereng gunung, lembah, sungai, dan perbukitan. Sebagaimana Sang Sutasoma mencari pengetahuan di Gunung Agung (Semeru), yang pada akhirnya menjadi seorang guru dan mengajarkan berbagai ajaran suci.","PeriodicalId":284712,"journal":{"name":"Pangkaja: Jurnal Agama Hindu","volume":"26 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-03-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"125451194","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"SINKRETISASI SIWA-BUDDHA DI PURA YEH GANGGA DESA PEREAN TENGAH KECAMATAN BATURITI KABUPATEN TABANAN","authors":"Made Joniarta","doi":"10.25078/pjah.v26i1.2322","DOIUrl":"https://doi.org/10.25078/pjah.v26i1.2322","url":null,"abstract":"Penelitian ini dilakukan atas ketertarikan penulis terhadap studi Teologi Kerukunan yang ada di Bali. Kerukunan antar umat beragama ditengah Pulau Bali, bukan hanya di pengaruhi oleh konsensus nasional tentang stabilitas politik dan sosial, tetapi juga karena kearifan lokal tentang Sinkretisasi dalam aspek agama. Ajaran Siwa yang mendominasi dan diakui sebagai aliran mayoritas dan bahkan menjiwai sebagian besar nilai Hindu di Bali tak lupa pula mengakomodasi dan mengharmonisasi diri engan ajaran lain,salah satunya aliran Buddha. dari hal tersebut, eksistensi ajaran Buddha masih berkembang hingga saat ini. Refleksi penyatuan nilai ajaran Siwa-Buddha salah satunya dapat ditemukan di Pura yeh Gangga Desa Perean Tengah. Terdapat tiga permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini yaitu, (1) Proses Sinkretisasi Ajaran Siwa-Buddha di Pura Yeh Gangga, (2) Faktor pendorong terjadinya Sinkretisasi Ajaran Siwa-Buddha, (3) Implikasi dari Sinkretisasi ajaran Siwa-Buddha di Pura Yeh Gangga. Teori yang digunakan untuk membedah rumusan masalah pada penelitian ini adalah teori Evolusi Sosial Budaya Durkheim untuk membedah permasalahan mengenai Proses Sinkretisasi Ajaran Siwa-Buddha di Pura Yeh gangga dan juga untuk membedah permasalahan mengenai Faktor pendorong terjadinya Sinkretisasi Ajaran Siwa-Buddha dan teori Interaksionalisme Simbolik dari Hebert Blumer membedah masalah Implikasi dari Sinkretisasi ajaran Siwa-Buddha di Pura Yeh gangga. Penelitian ini adalah penelitian lapangan kualitatif deskriptif. Sumber data primer dalam penelitian ini pada Pura Yeh gangga dan umat Hindu dan Buddha sebagai pengempon. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan teknik snow ball. Hasil penelitian ini telah terjadi Sinkretisasi Ajaran Siwa-Buddha di Pura Yeh gangga meliputi (1) sejarah penyatuan Siwa-Buddha, (2) kedatangan ajaran Siwa-Buddha di Desa Perean Tengah, (3) Proses Sinkretisasi Ajaran Siwa-Buddha, dan (4) Meru Tumpang Pitu sebagai wujud Sinkretisasi. Faktor pendorong terjadinya Sinkretisasi meliputi (1) Faktor Sistem Religi, (2) Faktor Sosial. Implikasi Sinkretisasi Ajaran Siwa-Buddha di Pura Yeh gangga meliputi (1) Implikasi Sosial dan (2) Implikasi Teologis. \u0000 \u0000Kata Kunci: Sinkretisasi; Siwa-Buddha; Pura Yeh gangga.","PeriodicalId":284712,"journal":{"name":"Pangkaja: Jurnal Agama Hindu","volume":"15 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-03-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"114612159","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"EKSISTENSI PURA DALEM BLEMBONG DI KAMPUS UNIVERSITAS UDAYANA DESA ADAT JIMBARAN","authors":"I. M. D. Mendala","doi":"10.25078/pjah.v26i1.1505","DOIUrl":"https://doi.org/10.25078/pjah.v26i1.1505","url":null,"abstract":"Agama Hindu memiliki tempat suci bernama Pura sebagai pemujaan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa serta salah satu cara untuk mecapai keharmonisan dan kesejahteraan bersama, dalam ajaran Agama Hindu disebut dengan Tri Hita Karana. Begitu pentingnya peran Pura bagi umat Hindu, adapun hal yang sama dilakukan oleh pihak Universitas Udayana di Desa Adat Jimbaran memohon keselamatan setiap harinya dengan melestarikan kembali sebuah Pura yang bernama Pura Dalem Blembong. Observasi awal, keberadaan Pura ini dibuat sebagai pamujaan memohon kesuburan dalam bidang pertanian oleh beberapa kelompok keluarga pada tahun 1950 an. Tahun 1990 an pihak Universitas Udayana membangun Gedung Rektorat disebelah selatan Pura Dalem Blembong. Setelah Gedung Rektorat berdiri, beberapa hari kemudian terjadi konflik-konflik, pada akhirnya pihak Universitas Udayana pergi ke orang pintar untuk meminta petunjuk. Orang pintar memberi saran melakukan upacara panuntunan palinggih yang ditimbun di bawah Gedung Rektorat oleh pihak Universitas udayana pada saat membangun Gedung Rektorat untuk dibawa ke Pura Dalem Blembong. Setelah adanya proses panuntunan dan ikut serta mengelola dari keberadaan Pura Dalem Blembong, konflik-konflik mulai berkurang dan mulai terciptanya interaksi-interaksi antara staf yang ada di ruang lingkup Universitas Udayana. \u0000Berdasarkan latar belakang di atas, penulis ingin mendalami dan memastikan kembali permasalahan sesuai observasi awal dengan fenomena-fenomena yang dialaminya. Adapun masalah yang akan dikaji dalam karya ilmiah ini dari persepektif Teologi Hindu diantaranya: (1) Bagaimanakah Fungsi Pura Dalem Blembong di Kampus Universitas Udayana Desa Adat Jimbaran?, dan (2) Bagaimanakah Implikasi Pura Dalem Blembong di Kampus Universitas Udayana Desa Adat Jimbaran?. Karya ilmiah ini menggunakan jenis penelitian kualitatif, pengumpulan informan menggunakan purposive dan dikumpulkan menggunakan teknik obersvasi partisipan, studi dokumen, dan studi kepustakaan. Setelah data terkumpul, dianalisis dengan teknik deskriptif kualitatif. Sehingga hasil yang diperoleh setelah dilakukan analisis data sesuai dengan rumusan masalah di atas, diantaranya: (1) Fungsi Pura Dalem Blembong (2) Implikasi Teologi Pura Dalem Blembong, dan (3) Implikasi Pelestarian Lingkungan Pura Dalem Blembong. \u0000Kata Kunci: Eksistensi, Pura Dalem Blembong, Teologi Hindu","PeriodicalId":284712,"journal":{"name":"Pangkaja: Jurnal Agama Hindu","volume":"635 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-03-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"115113536","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"AJARAN PEMBEBASAN DALAM TEKS MANTRIKOPANIṢAD","authors":"Gede Endy Kumara Gupta","doi":"10.25078/pjah.v26i1.2201","DOIUrl":"https://doi.org/10.25078/pjah.v26i1.2201","url":null,"abstract":"Mantrikopaniṣad adalah salah satu Upaniṣad yang merupakan bagian dari Śukla Yajur Veda. Teks tersebut hanya terdiri dari 20 śloka, namun isi teksnya mengandung begitu banyak benih-benih ajaran yang selanjutnya berkembang menjadi pemikiran dan disiplin penting bagi umat Hindu. Benih-benih ajaran yang ada di dalamnya antara lain ajaran tentang realitas Ātman dan Brahman, konsep Tuhan yang Saguṇa dan Nirguṇa, konsep Māyā, filosofi Ketuhanan (Advaita dan Dvaita Vedānta), ajaran tattva-Sāṁkhya, dan juga ajaran tentang penyatuan diri dengan Brahman. Dari semua śloka yang ada dalam Mantrikopaniṣad, teks tersebut pada dasarnya berusaha untuk menyampaikan ajaran yang berkaitan dengan pembebasan (Mokṣa) yang dicapai melalui jalan dan metode tertentu, yaitu Bhakti, Jnāna (pengetahuan), dan Karma (perbuatan). Untuk itu penelitian secara khusus mencoba menganalisis bagaimana bentuk ajaran pembebasan (Mokṣa) yang terkandung dalam Mantrikopaniṣad.","PeriodicalId":284712,"journal":{"name":"Pangkaja: Jurnal Agama Hindu","volume":"208 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-03-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"122039779","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}