{"title":"METODE ALTERNATIF HITUNG IPKM YANG MEMILIKI KORELASI LEBIH TINGGI DENGAN IPM","authors":"Roy Nusa Rahagus Edo Santya, Nunik Kusumawardani","doi":"10.22435/JEK.V16I2.7056.112-120","DOIUrl":"https://doi.org/10.22435/JEK.V16I2.7056.112-120","url":null,"abstract":"Indeks Pembangunan Manusia (IPM) merupakan salah satu indikator multi dimensi penting untuk menilaikesejahteraan masyarakat secara lebih komprehensif (kesehatan, pendidikan dan standar hidup yang layak).Secara khusus untuk bidang kesehatan, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, KementerianKesehatan Republik Indonesia telah mengeluarkan Indeks Pembangunan Kesehatan Masyarakat (IPKM)tahun 2008 dan tahun 2014 yang meliputi 30 indikator kesehatan terpilih. Penelitian ini dilakukan dengantujuan untuk mendapatkan metode alternatif (metode geometrik) dalam menghitung IPKM berdasarkanlaporan IPKM tahun 2014 yang dikeluarkan oleh Badan Litbang Kesehatan dan data IPM tahun 2013 yangdikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Analisis data dilakukan dengan cara membandingkan nilaikorelasi dan koefisien determinasi antara nilai IPKM tahun 2014 yang dihitung dengan rata-rata aritmatikdan yang dihitung dengan rata-rata geometrik terhadap nilai IPM tahun 2013. Hasil penelitianmenunjukkan adanya perbedaan hasil IPKM antara perhitungan rata-rata geometrik dan perhitungan ratarata \u0000aritmatik. Perhitungan rata-rata geometrik menunjukkan korelasi yang lebih tinggi antara nilai IPKMdan IPM dibandingkan dengan perhitungan rata-rata aritmatik. Selain itu perhitungan rata-rata geometrikdalam formulasi IPKM memiliki karakteristik yang stabil terhadap nilai ekstrim pada komponenindikatornya. Hasil perhitungan dengan rata-rata geometrik berimplikasi untuk memperoleh IPKM yangtinggi harus mempertimbangkan semua indikator yang dibangun dengan cara yang lebih setara.","PeriodicalId":276290,"journal":{"name":"JURNAL EKOLOGI KESEHATAN","volume":"3 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2018-08-29","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"115649274","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"ASPEK GIZI DAN MAKNA SIMBOLIS TABU MAKANAN IBU HAMIL DI INDONESIA","authors":"Bibi Ahmad Chahyanto, Arnati Wulansari","doi":"10.22435/jek.17.1.140.52-63","DOIUrl":"https://doi.org/10.22435/jek.17.1.140.52-63","url":null,"abstract":"ABSTRACT \u0000The period of pregnancy is an important period early in the human life cycle, so the nutritional status and health must be optimized. The problem that many occur in pregnant women is the restriction of the type and amount of food consumed. One of them is due to food taboos. The purpose of this study was to describe the type of food taboos, symbolic meaning of food taboos on pregnant women in Indonesia, and its nutritional aspects. This study was a literature review, by collecting articles through the database online. Number of articles or libraries that have been collected to be reviewed were 38 reading materials, consist of 19 scientific articles, 10 research result in the form of thesis / dissertation, and 9 research result book with ethnographic approach. The results showed that the most abundant food taboos by pregnant women is the group of animal food dishes that are useful for fetal growth and development, such as squid and catfish. It is necessary to educate primarily on pregnant women to begin to avoid food taboos, and the importance of protein intake for fetal development early in human development cycle. \u0000Keywords: Nutrition, pregnant woman, symbolic meaning, food taboos \u0000 \u0000ABSTRAK \u0000Periode kehamilan merupakan periode penting di awal siklus kehidupan manusia, sehingga status gizi dan kesehatannya harus dioptimalkan. Masalah yang banyak terjadi pada ibu hamil adalah pembatasan jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi. Salah satunya dikarenakan tabu makanan. Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan jenis makanan yang ditabukan, makna simbolis tabu makanan bagi ibu hamil di Indonesia, dan aspek gizinya. Penelitian ini merupakan literature review, dengan mengumpulkan artikel melalui database secara online. Jumlah artikel atau pustaka yang berhasil dikumpulkan untuk ditelaah sebanyak 38 pustaka, terdiri dari 19 artikel ilmiah, 10 hasil penelitian berupa skripsi/tesis/disertasi dan 9 buku hasil penelitian dengan pendekatan etnografi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa makanan yang paling banyak ditabukan oleh ibu hamil adalah kelompok makanan lauk hewani yang berguna bagi pertumbuhan dan perkembangan janin, seperti cumi-cumi serta ikan lele. Perlu adanya edukasi terutama terhadap ibu hamil untuk mulai menghindari tabu makanan dan pentingnya asupan protein untuk perkembangan janin di awal siklus perkembangan manusia. \u0000Kata kunci: Gizi, ibu hamil, makna simbolis, tabu makanan","PeriodicalId":276290,"journal":{"name":"JURNAL EKOLOGI KESEHATAN","volume":"27 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2018-07-20","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"126310662","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Puti Sari H, K. Azhar, J. Pradono, N. E. W. Sukoco
{"title":"HUBUNGAN PERILAKU CUCI TANGAN, PENGELOLAAN AIR MINUM DAN RUMAH SEHAT DENGAN KEJADIAN HEPATITIS DI INDONESIA","authors":"Puti Sari H, K. Azhar, J. Pradono, N. E. W. Sukoco","doi":"10.22435/jek.17.1.139.41-51","DOIUrl":"https://doi.org/10.22435/jek.17.1.139.41-51","url":null,"abstract":"ABSTRACT \u0000Hepatitis is still a health problem in Indonesia and several efforts has been implemented to control it, such as the implementation of Community Led Total Sanitation (CLTS). The aim of this analysis was to identify the association between environment condition and sanitary behaviour with the occurrence of hepatitis in Indonesia. Data analysis using the 2013 Riskesdas data. A logistic regression analysis was chosen to elicit the relationship between sanitary behaviors and environment factors with the prevalence of hepatitis. The analyses revealed that most of respondents behaved unsanitary (97.5%). The affected respondents were those who had unsanitary behaviors (3.3%). Of the five sanitary behaviors, the most dominant behavior associated with hepatitis was hand washing with soap (Adjusted OR=1.77) and water management (Adjusted OR=1.29). Other factors are healthy homes (Adjusted OR=2.64), economic status (Adjusted OR=1.45) and living in rural area (Adjusted OR=1.39) had significant associated with hepatitis. It could be concluded handwashing and water management are the essential factors of hepatitis. It is suggested to pay more attention to behavior aspect and environmental health in order to control hepatitis, such as handwashing and proper drinking water management, provision of sanitation facilities and healthy homes especially for the rural poor by involving related sectors and community participation. \u0000Keywords: Hepatitis, unsanitary behavior, handwashing, drinking water, healthy home \u0000 \u0000ABSTRAK \u0000Hepatitis masih menjadi masalah kesehatan di Indonesia. Beberapa upaya pengendalian hepatitis telah dilakukan di antaranya melalui program lima pilar Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM), akan tetapi belum mendapatkan hasil yang optimal. Tujuan analisis ini untuk mengetahui hubungan antara kondisi lingkungan dan perilaku saniter terhadap kejadian hepatitis di Indonesia. Analisis data menggunakan data Riskesdas 2013. Analisis dilakukan dengan menggunakan regresi logistik untuk melihat hubungan antara perilaku saniter dan faktor lingkungan dengan prevalensi hepatitis. Hasil menunjukkan bahwa sebagian besar responden masih berperilaku kurang saniter (97,5%). Mayoritas responden yang terkena hepatitis memiliki perilaku tidak saniter (3,3%). Dari lima perilaku saniter, perilaku yang paling dominan berhubungan dengan penyakit hepatitis adalah cuci tangan pakai sabun (OR=1,77) dan pengelolaan air (OR=1,29). Faktor lain yang memiliki hubungan dengan penyakit hepatitis adalah rumah sehat (OR=2,64), status ekonomi (OR=1,45) dan lokasi tempat tinggal (OR=1,39). Dapat disimpulkan bahwa perilaku cuci tangan dan pengelolaan air merupakan faktor penting terhadap penyakit hepatitis. Disarankan agar dalam upaya pengendalian hepatitis perlu memperhatikan aspek perilaku dan kesehatan lingkungan yaitu perilaku cuci tangan dan pengelolaan air minum secara baik dan benar, penyediaan fasilitas sanitasi dan rumah sehat terutama untuk penduduk miskin di pe","PeriodicalId":276290,"journal":{"name":"JURNAL EKOLOGI KESEHATAN","volume":"25 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2018-07-20","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"122010499","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Joni Hendri, Mara Ipa, Aryo Ginanjar, Yuneu Yuliasih, E. Astuti
{"title":"INTERVENSI KADER DALAM MENDUKUNG PROGRAM PEMBERIAN OBAT MASSAL PENCEGAHAN (POMP) FILARIASIS DI KECAMATAN CIBEUREUM DAN CIBINGBIN, KABUPATEN KUNINGAN, PROVINSI JAWA BARAT","authors":"Joni Hendri, Mara Ipa, Aryo Ginanjar, Yuneu Yuliasih, E. Astuti","doi":"10.22435/jek.17.1.138.31-40","DOIUrl":"https://doi.org/10.22435/jek.17.1.138.31-40","url":null,"abstract":"ABSTRACT \u0000The filariasis mass drug administration (MDA) program is one of the strategies to eliminate lymphatic filariasis. First round coverage in Kuningan Regency was 85.4%, but only 50% of sub-districts have reached the target. The aim of this research was to determine the improvement of knowledge, attitude, and practice (KAP) of health cadres through intervention to increase the filariasis MDA coverage in Kuningan Regency. A quasi-experimental research was conducted in Cibeureum and Cibingbin Sub-District of Kuningan Regency using pretest-posttest design from May to October 2016. Selected subjects of this research were 32 health cadres who were given intervention in the form of workshop utilizing leaflets, handbooks, and video. The difference is treatment group was taught about filariasis related materials by an expert but the control group was not. Data were analyzed with paired t-test. The result showed that there was a significant difference between pre-test and post-test in terms of KAP in both groups with p-value of 0,000, but there was no difference in value between the two groups. Thus, the study concluded that training on cadres with a filariasis expert could be an effective strategy as to increase MDA coverage. \u0000Keywords: Intervention, filariasis MDA, knowledge, cadre \u0000 \u0000ABSTRAK \u0000Pemberian Obat Massal Pencegahan (POMP) merupakan salah satu strategi eliminasi filariasis di Indonesia. Hasil cakupan POMP putaran pertama di Kabupaten Kuningan mencapai 85,4% dari total target penduduk, namun hanya 50% kecamatan yang mencapainya. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peningkatan pengetahuan, sikap dan perilaku kader setelah dilakukan intervensi dalam rangka meningkatkan cakupan pengobatan filariasis di Kabupaten Kuningan. Penelitian dilakukan di Kecamatan Cibeureum dan Cibingbin, Kabupaten Kuningan pada bulan Mei - Oktober tahun 2016 dengan eksperimen semu menggunakan desain pretest-posttest control group. Sampel penelitian adalah 32 kader yang diberi intervensi berupa pelatihan dengan media cetak dan video. Perbedaan antara kelompok intervensi dengan kontrol adalah bahwa kelompok intervensi diajarkan materi terkait filariasis oleh seorang ahli dan kelompok kontrol tidak diberikan pelatihan. Data dianalisis menggunakan paired t-test. Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan pada skor nilai pretest-posttest pengetahuan, sikap, dan perilaku pada masing-masing kedua kelompok dengan hubungan bermakna (p-value 0,000), tetapi tidak terdapat perbedaan nilai pretest-posttest antara kelompok intervensi dan kontrol. Hal ini berarti tidak ada perbedaan yang signifikan antara kelompok intervensi dan kontrol. Kesimpulannya bahwa pelatihan pada kader menggunakan media cetak dan video dengan narasumber pakar filariasis merupakan salah satu strategi efektif untuk meningkatkan cakupan pengobatan POMP filariasis. \u0000Kata kunci: Intervensi, POMP, pengetahuan, kader","PeriodicalId":276290,"journal":{"name":"JURNAL EKOLOGI KESEHATAN","volume":"143 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2018-07-20","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"127965002","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"IMPLEMENTASI PENGENDALIAN VEKTOR DBD DI PROVINSI JAWA TENGAH","authors":"Widiarti Widiarti, Riyani Setiyaningsih, Diana Andriyani Pratamawati","doi":"10.22435/jek.17.1.116.20-30","DOIUrl":"https://doi.org/10.22435/jek.17.1.116.20-30","url":null,"abstract":"ABSTRACT \u0000Central Java Province is one of the provinces with considerable dengue cases in Indonesia. One of the strategic efforts that have been implemented is controlling mosquitoes with fogging and larviciding with temephos at water reservoirs. However, cases remain increase or outbreaks occur in several districts/cities. The study was conducted to determine the causes of the high dengue fever cases in Central Java Province as to improve the implementation of such programs. Data related to the implementation of vector control were collected from various sources. The results showed that the PSN program in several districts did not optimally run because the community did not routinely do it. Larviciding with temephos was only carried out in the event of outbreaks and in the endemic areas. Fogging, which should be implemented in two cycles, was generally implemented only in one cycle due to limited insecticides availability and wide area coverage. It can be concluded that the high dengue fever cases in Central Java Province was caused by the gap between the program and the implementation in the field. \u0000Keywords: Dengue vector, larvaciding, sogging \u0000 \u0000ABSTRAK \u0000Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu provinsi yang menyumbang kasus demam berdarah dengue (DBD) cukup besar di Indonesia. Salah satu upaya strategis yang telah dilakukan adalah mengendalikan nyamuk dengan pengasapan dan larvasidasi dengan temephos pada Tempat Penampungan Air (TPA). Upaya tersebut belum memberikan hasil yang optimal karena masih terjadi peningkatan kasus atau Kejadian Luar Biasa (KLB) di beberapa kabupaten/kota. Kajian secara deskriptif dilakukan untuk mendapatkan gambaran permasalahan tingginya kasus DBD di Provinsi Jawa Tengah dalam rangka perbaikan dan pengembangan kebijakan pengendalian vektor DBD. Data dan informasi yang dikumpulkan berupa dokumen yang meliputi pelaksanaan pemberantasan sarang nyamuk (PSN), larvasidasi yang dilakukan, fogging, dan data lain yang berkaitan dengan pengendalian vektor. Hasil kajian menunjukkan bahwa program PSN tidak berjalan optimal di beberapa kabupaten di Jawa Tengah karena masyarakat tidak melakukannya secara rutin. Larvasidasi dengan temephos hanya dilakukan pada saat terjadi KLB dan hanya di daerah endemis DBD. Fogging pada umumnya dilakukan hanya dalam satu siklus kehidupan vektor, yang mana seharusnya dilakukan dalam dua siklus. Hal ini disebabkan karena keterbatasan insektisida dan cakupan wilayah cukup luas. Dapat disimpulkan bahwa tingginya DBD di Provinsi Jawa Tengah disebabkan adanya kesenjangan antara program yang telah dicanangkan dengan implementasi di lapangan. \u0000Kata kunci: Vektor DBD, larvasidasi, pengasapan","PeriodicalId":276290,"journal":{"name":"JURNAL EKOLOGI KESEHATAN","volume":"25 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2018-07-17","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"116963948","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"KARAKTERISTIK PETUGAS PEMUNGUT SAMPAH DENGAN TINEA PEDIS DI TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR (TPA) RAWA KUCING, KOTA TANGERANG","authors":"Rustika Rustika, W. Agung","doi":"10.22435/jek.17.1.106.11-19","DOIUrl":"https://doi.org/10.22435/jek.17.1.106.11-19","url":null,"abstract":"ABSTRACT \u0000Globally, the prevalence of tinea pedis reaches a high enough rate of 10%. This study aims to determine the relationship between garbage collectors in landfill Rawa Kucing Tangerang city with infection of tinea pedis using cross-sectional design. There are 42 people were interviewed and physically and microscopically examined. Secondary data from the Environmental Office of Tangerang City, Rawa Kucing Landfill, and Neglasari Public Health Center were also collected. Data were analyzed using chi-square test and logistic regression. The results showed that respondents who experienced tinea pedis were 74.9%, poor individual hygiene were 61,9%, the largest group aged 31 - 55 years old (57.1%) and allergy history was about 66.7%. Poor personal hygiene was having tinea pedis 15.6 times, respondents who did not use personal protective equipment (PPE) at work were at risk of 10.3 times, and respondents who had a history of allergy were at risk of 8.5 times. The study suggested that it is necessary to improve routine supervisions by City Health Office concerning labor compliance in maintaining personal hygiene, as well as increasing the role of Puskesmas in improving counseling to maintain personal hygiene in overcoming tinea pedis. \u0000Keywords: Personal hygiene, use of self-protection equipment, tinea pedis \u0000 \u0000ABSTRAK \u0000Secara global, prevalensi tinea pedis mencapai angka yang cukup tinggi yaitu 10%. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara karakteristik petugas pemungut sampah di tempat pembuangan akhir (TPA) Rawa Kucing Kota Tangerang dengan tinea pedis dengan disain cross sectional. Sampel sebanyak 42 orang diwawancarai, diperiksa secara fisik dan mikroskopis. Data sekunder diperoleh dari Dinas Lingkungan Hidup Kota Tangerang, TPA Rawa Kucing, dan Puskesmas Neglasari Kota Tangerang. Data diuji dengan chi-square dan regresi logistik. Hasil menunjukkan responden yang mengalami tinea pedis sebesar 74,9%, kebersihan individu yang kurang baik sebesar 61,9%, kelompok umur terbanyak adalah pada umur 31 – 55 tahun sebesar 57,1% dan mempunyai riwayat alergi sebesar 66,7%. Kebersihan individu yang jelek berisiko mempunyai tinea pedis 15,6 kali, responden yang tidak menggunakan APD saat bekerja berisiko 10,3 kali terkena tinea pedis dan responden yang mempunyai riwayat alergi berisiko 8,5 kali kejadian tinea pedis. Peenelitian ini menyarankan peningkatan pengawasan oleh Dinas Kesehatan Kota mengenai kepatuhan tenaga kerja dalam menjaga kebersihan individu, serta pihak Puskesmas meningkatkan penyuluhan dalam menjaga kebersihan diri dalam mengatasi tinea pedis. \u0000Kata kunci: Kebersihan individu, alat pelindung diri, tinea pedis","PeriodicalId":276290,"journal":{"name":"JURNAL EKOLOGI KESEHATAN","volume":"244 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2018-07-16","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"114306656","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"UNSAFE DISPOSAL OF CHILD FECES IN INDONESIA","authors":"S. Irianti, Puguh Prasetyoputra","doi":"10.22435/jek.17.1.101.1-10","DOIUrl":"https://doi.org/10.22435/jek.17.1.101.1-10","url":null,"abstract":"ABSTRAK \u0000Studi terdahulu menunjukkan bahwa praktik pembuangan tinja balita yang tidak aman meningkatkan risiko penyakit diare, termasuk di Indonesia. Akibatnya, pemahaman faktor-faktor di balik praktik semacam itu sangat penting dalam menghentikan transmisi diare. Namun faktor-faktor yang terkait dengan praktik pembuangan tinja balita yang tidak aman di Indonesia belum dipahami dengan baik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang terkait dengan praktik pembuangan tinja balita yang tidak aman di Indonesia. Penelitian ini menganalisis data dari Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012. Model regresi probit dibuat berdasarkan data dengan efek marjinal rerata (Average Marginal Effect) dan selang kepercayaan (SK) 95% sebagai besaran hubungan. Variabel penjelas dikategorikan menjadi tiga kategori yaitu variabel spasial, variabel lingkungan, dan variabel sosio-demografi. Penghapusan listwise menghasilkan sampel analitik akhir sebesar 16.368 anak balita yang tinggal dalam 13.685 rumah tangga. Hasil analisis menunjukkan bahwa prevalensi pembuangan tinja balita yang tidak aman adalah sebesar 42,63% (SK 95%: 41,87-43,38). Tinggal di daerah perkotaan, tingkat pendidikan ibu yang lebih rendah, tidak memiliki fasilitas mencuci tangan yang tepat, usia anak yang lebih tua, dan tidak memiliki fasilitas sanitasi yang lebih layak merupakan variabel-variabel yang secara signifikan berhubungan dengan kemungkinan praktik pembuangan tinja balita yang tidak aman. \u0000Kata kunci: Pembuangan tinja bayi, pendidikan ibu, sanitasi, cuci tangan, Indonesia \u0000 \u0000ABSTRACT \u0000Previous studies show that unsafe disposal practices of child feces increase the risk of diarrhoeal diseases among children including in Indonesia. Consequently, a comprehension of the factors behind such practices is pivotal in halting the transmission of diarrhea. However, the factors associated with unsafe disposal practices of child stool in Indonesia are not yet well understood. This study investigated the factors associated with unsafe child feces disposal practices in Indonesia. Data from the Indonesia Demographic and Health Survey (IDHS) 2012 were analyzed. Probit regression models were fitted to the data with average marginal effect (AME) and its 95 % confidence interval (CI) as the measure of association. The explanatory variables were categorized into three categories: spatial variables, environmental variables, and socio-demographic variables. Listwise deletion was performed which resulted in a final analytic sample of 16,368 under-5 children residing in 13,685 households. It is observed that the prevalence of unsafe child feces disposal was 42.63% (95% CI: 41.87-43.38). Living in urban areas, lower levels of maternal education, not having a proper handwashing facility, older child age, and not having improved sanitation facility were the variables found to be associated with higher probability of unsafe child feces disposal practices. \u0000Keywords: Child feces disposal; ","PeriodicalId":276290,"journal":{"name":"JURNAL EKOLOGI KESEHATAN","volume":"225 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2018-07-16","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"114987545","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"USE OF UNSAFE COOKING FUELS AND BOILING PRACTICE AMONG INDONESIAN HOUSEHOLDS: EMPIRICAL EVIDENCE FROM THE 2012 DEMOGRAPHIC AND HEALTH SURVEY","authors":"S. Irianti, Puguh Prasetyoputra","doi":"10.22435/jek.v14i3.4681.181-194","DOIUrl":"https://doi.org/10.22435/jek.v14i3.4681.181-194","url":null,"abstract":"Improved drinking-water sources need not be microbiologically safe. Hence, households usually boil their water prior to drinking. However, this practice can potentially harm health when households rely on unsafe cooking fuels. In Indonesia, little is known about the association of use of unsafe fuels with boiling practice. Hence, an analysis was carried out to elicit information regarding boiling practice using unsafe fuels. Such information would be useful in determining appropriate household water treatments. Data from the 2012 Indonesia Demographic and Health Survey (IDHS) were analysed to examine the relationship between the use of unsafe cooking fuel and choosing boiling as household water treatment. Bivariate and multivariate probit regression models (PRM) were fitted and compared using average marginal effects (AME) and its respective 95 per cent confidence interval (95% CI) as measures of association. The results suggest that using kerosene as cooking fuel is positively significantly associated with higher probability of practicing boiling (p = 0.006; AME: 0.019; 95% CI: 0.0056, 0.0333). This is also true for use of solid fuel (p< 0.001; AME: 0.3115; 95% CI: 0.3026, 0.3203). These association holds, albeit attenuated (Kerosene, p< 0.001; AME: 0.02706; 95% CI: 0.0186, 0.0355; Solid fuel, p< 0.001; AME: 0.0373; 95% CI: 0.02839, 0.0463), after the control variables are included. The authors suggest that stakeholders should promote the use of other household water treatment technologies to reduce the boiling practice using unsafe cooking fuels as to minimize the risk of smoke related infections. Moreover, universal access and equity to safe drinking water and sanitation facility in Indonesia should be realised to reduce demand of boiling water using unsafe cooking fuels.","PeriodicalId":276290,"journal":{"name":"JURNAL EKOLOGI KESEHATAN","volume":"22 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2016-03-01","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"123524035","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}