{"title":"Kajian Etnobotani Tumbuhan Obat pada Masyarakat Blang Bungong Kecamatan Tangse Kabupaten Pidie-Aceh","authors":"Ernilasari Ernilasari, Saudah Saudah, Mulia Aria Suzanni, Diana Diana, I. Irhamni","doi":"10.32734/TM.V1I3.258","DOIUrl":"https://doi.org/10.32734/TM.V1I3.258","url":null,"abstract":"Telah dilakukan penelitian tentang kajian etnobotani pada masyarakat Blang Bungong kecamatan Tangse Kabupaten Pidie-Aceh. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan menginventarisasi pemanfaatan tanaman obat oleh masyarakat Desa Blang Bungong di kabupaten Pidie Aceh. Tujuan khusus dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui jenis tanaman yang digunakan, bagian yang digunakan, cara menggunakan tumbuhan, cara mendapatkan, serta penyakit yang diobati. Metode yang digunakan adalah metode Participatory Rural Appraisal (PRA), yaitu proses penilaian yang berorientasi pada keterlibatan dan peran masyarakat dalam penelitian. Sampel penelitian ini adalah dukun tradisional, dan masyarakat Blang Bungong. Tumbuhan yang digunakan sebagai obat oleh masyarakat Blang Bungong sebanyak 25 spesies yang tersebar dalam 19 famili. Bagian tumbuhan yang paling sering digunakan adalah daun. Tumbuhan obat didapatkan masyarakat berasal dari tumbuham liar dan budidaya. Penyakit diobati umumnya adalah penyakit ringan seperti flu, demam dan batuk. \u0000The ethnobotanical study has been conducted in Blang Bungong community, Tangse, Pidie-Aceh. This research aimed to identify and collect the utilization of medicinal plant by people in Blang Bungong, Pidie Aceh. This research was conducted especially to evaluate the type of plant, part of the plant, how to use the plant, how to collect the plant and the diseases that were treated. The method used was the Participatory Rural Appraisal (PRA) method, the assessment process that is oriented to the involvement and role of the community in research. The sample of this study was the traditional shaman and Blang Bungong community. There were 25 species of 19 families of plants that have been used by Blang Bungong community. The part of the plant that most often used was a leaf. People collected medicinal plants from wild plants and cultivation","PeriodicalId":220518,"journal":{"name":"Talenta Conference Series: Tropical Medicine (TM)","volume":"8 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2018-12-20","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"126444455","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"Formulasi Dan Evaluasi Sediaan Nanoemulsi Gel Vitamin E (Alfa Tokoferol) Sebagai Anti-Aging kulit","authors":"Nita Tirmiara, Anayanti Arianto, Hakim Bangun","doi":"10.32734/TM.V1I3.270","DOIUrl":"https://doi.org/10.32734/TM.V1I3.270","url":null,"abstract":"Vitamin E merupakan salah satu bahan yang dapat melindungi kulit dari berbagai kerusakan kulit yang disebabkan radikal bebas seperti kulit menjadi kering dan berkeriput yang dapat menyebabkan penuaan dini. Bentuk sediaan nanoemulsi gel sangat bermanfaat digunakan sebagai anti-aging kulit karena memiliki kestabilan yang tinggi dengan ukuran partikel yang kecil dan penetrasi dari bahan aktif ke kulit yang lebih mudah. Penelitian ini bertujuan untuk memformulasikan vitamin E dalam sediaan nanoemulsi gel dan mengevaluasi aktivitas anti-aging kulit dari sediaan. Nanoemulsi gel diformulasi dalam 3 formula yaitu F1, F2 dan F3 dengan variasi jumlah vitamin E (1%, 3%, dan 5%), sebagai fase minyak adalah minyak zaitun, Tween 80 sebagai surfaktan dan sorbitol sebagai ko-surfaktan dengan basis gel karbopol 940. Evaluasi stabilitas sediaan nanoemulsi gel meliputi uji sentrifugasi, homogenitas, pengukuran viskositas, pH, pengamatan organoleptis dan pengukuran ukuran partikel dan evaluasi aktivitas anti-aging sediaan nanoemulsi gell dari formula terpilih, Semua formula nanoemulsi gel berwarna kuning transparan, stabil selama penyimpanan 12 minggu pada suhu kamar dan formula F3 menunjukkan ukuran partikel yang paling kecil yaitu 129,90 nm dan 492,93 nm setelah penyimpanan 12 minggu pada suhu kamar dan tetap stabil, sedangkan emulsi gel terjadi pemisahan fase (tidak stabil). Hasil aktivitas anti-aging sediaan nanoemulsi gel lebih baik dibandingkan sediaan emulsi gel dalam hal peningkatan kadar air, pengecilan pori, pengurangan noda dan jumlah keriput pada kulit. Kesimpulan dari penelitian adalah sediaan nanoemulsi gel vitamin E lebih stabil dan memiliki aktivitas anti-aging yang lebih baik dibandingkan dengan sediaan emulsi gel. \u0000 \u0000Vitamin E is acompound that can protect the skin from various skin damage caused by free radicals such as dry and wrinkled skin which can cause premature aging. Nanoemulsion gel dosage form is very useful to be used as anti-aging skin because it has high stability with small particle size and easier penetration of active ingredients to the skin.This study aimed to formulate vitamin E in nanoemulsion geldosage form and evaluate its skin anti-aging activity. Nanoemulsion gel was formulated in 3 formulas namely F1, F2 and F3 with various amount of vitamin E (1%, 3% and 5%), as oil phase was olive oil, Tween 80 as surfactant and sorbitol as co-surfactant with carbopol gel base 940.The stability evaluation of nanoemulsion gel dosage form included centrifugation, homogeneity, viscosity, pH, organoleptic observation and particle size measurement and evaluation of anti-aging activity of nanoemulsion gel from selected formulas, all transparent nanoemulsion gel formulas were yellow in colour, stable for 12 weeks storage at temperature rooms and F3 formulas showed the smallest particle size of 129.90 nm and 492.93 nm after 12 weeks of storage at room temperature and remain stable, while the emulsion gel was separated (unstable).The results sho","PeriodicalId":220518,"journal":{"name":"Talenta Conference Series: Tropical Medicine (TM)","volume":"4 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2018-12-20","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"124274735","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Soraya Riyanti, Julia Ratnawati, Muh Shaleh, Asep Gana Suganda
{"title":"Potensi Kulit Batang Bungur (Lagerstroemia loudonii Teijsm and Binn.) Sebagai Herbal Antidiabetes dengan Mekanisme Penghambat Alfa-glukosidase","authors":"Soraya Riyanti, Julia Ratnawati, Muh Shaleh, Asep Gana Suganda","doi":"10.32734/TM.V1I3.274","DOIUrl":"https://doi.org/10.32734/TM.V1I3.274","url":null,"abstract":"Tumbuhan bungur (Lagerstroemia loudonii T.B.) termasuk dalam famili Lytrharceae. Famili Lythraceae telah diketahui memiliki aktivitas farmakologi sebagai antidiabetes, antiinflamasi, antimikroba, serta antiobesitas. Daun dan buah bungur (Lagerstroemia loudonii T.B.) memiliki aktivitas dalam menghambat alfa-glukosidase. Berdasarkan teori khemotaksonomi didalam tumbuhan, kemungkinan bagian lain dari tumbuhan bungur memiliki aktivitas dan kandungan kimia yang sama, sehingga dilakukan pengujian aktivitas penghambatan terhadap alfa-glukosidase pada bagian kulit batang bungur. Ekstraksi simplisia dilakukan dengan cara maserasi selama 24 jam menggunakan pelarut etanol 96%. Proses fraksinasi menggunakan cara Ekstraksi Cair-Cair (ECC) dengan pelarut n-heksana, etil asetat dan air. Pengujian aktivitas penghambatan alfa-glukosidase secara in vitro menggunakan metode kolorimetri dengan alat spektrofotometer UV-VIS pada panjang gelombang 400,4 nm dengan substrat p-nitrofenil-α-D-glukopiranosid (PNPG). Akarbose digunakan sebagai pembanding. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak, fraksi air, fraksi etil asetat dan fraksi n-heksana memiliki nilai IC50 berturut-turut sebesar 240,53±0,47 μg/ml, 186,111±1,02 μg/ml, 79,479±0,52 μg/ml dan 113,101±0,46 μg/ml. Nilai IC50 akarbose adalah sebesar 10,457±1,48 μg/ml. Ekstrak dan fraksi-fraksi (air,etil asetat dan n-heksana) kulit batang bungur mampu menghambat aktivitas enzim α-glukosidase. Aktivitas yang paling baik ditunjukan oleh fraksi etil asetat dengan nilai IC50 sebesar 79,479±0,52 μg/ml. \u0000 \u0000Bungur (Lagerstroemia loudonii T.B.) is included in the Family Lytrharceae. The Lythraceae has been known to have pharmacological activity as antidiabetic, anti-inflammatory, antimicrobial, and antiobesity. Leaves and fruits of bungur (Lagerstroemia loudonii T.B.) have activities to inhibit alpha-glucosidase. Based on the chemotaxonomy theory in plants, it is possible that other parts of the bungur plant have the same chemical activity and content, Hence the study to evalute the inhibitory activity against alpha-glucosidase was carried out on its bark stem.The extraction of dried powder material was carried out by maceration for 24 hours using 96% ethanol. The extract was fractionated by Liquid-Liquid Extraction (ECC) method with n-hexane, ethyl acetate and water. The In vitro study of alpha-glucosidase inhibition activity using a colorimetric method with a UV-VIS spectrophotometer at a wavelength of 400.4 nm with a p-nitrophenyl-α-D-glucopiranoside (PNPG) substrate was performed. Akarbose was used as a standard drug.The results showed that extract, water fraction, ethyl acetate fraction and n-hexane fraction showed IC50 values of 240.53 ± 0.47 μg / ml, 186.111 ± 1.02 μg / ml, 79.497 ± 0.52 μg/ ml and 113.101 ± 0.46 μg / ml, respectively. The IC50value of bungur was 10.457 ± 1.48 μg / ml. Extracts and fractions (water, ethyl acetate and n-hexane) of bark stem were able to inhibit the activity of α-glucosidase. Theethyl","PeriodicalId":220518,"journal":{"name":"Talenta Conference Series: Tropical Medicine (TM)","volume":"45 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2018-12-20","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"122065591","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Esti Mumpuni, Agus Purwanggana, Esti Mulatsari, Yafi Lakstian
{"title":"Desain Senyawa Turunan Kuersetin sebagai Inhibitor Pertumbuhan Candida Albicans Menggunakan Analisis QSAR","authors":"Esti Mumpuni, Agus Purwanggana, Esti Mulatsari, Yafi Lakstian","doi":"10.32734/TM.V1I3.262","DOIUrl":"https://doi.org/10.32734/TM.V1I3.262","url":null,"abstract":"Candida albicans adalah sejenis jamur oportunistik yang patogen bagi manusia dan terlibat dalam proses Oral Candidiasis (OC). Candida albicans merupakan spesies yang paling umum diisolasi dalam kasus klinis infeksi jamur invasif. Candida albicans hidup secara komensal di usus, faringeal oral, saluran kemih dan kulit. Senyawa alam seperti flavonoid, telah banyak dikembangkan untuk menghambat pertumbuhan Candida albicans salah satu diantaranya adalah kuersetin yang memiliki nilai MIC 197 µg/mL dalam menghambat pertumbuhan Candida albicans. Upaya peningkatan daya penghambatan kuersetin dalam proses inhibisi pertumbuhan Candida albicans dapat dilakukan dengan memodifikasi struktur kimia senyawa kuersetin secara komputasi. Penentuan MIC senyawa inhibitor candida albicans dari turunan kuersetin secara komputasi dilakukan menggunakan analisis QSAR dengan penentuan deskriptor menggunakan hyperchem dengan metode semi empiric Austin Model 1 dan analisis regresi multilinier (MLR) untuk menentukan model persamaan QSAR. Dari 24 persamaan QSAR yang dihasilkan, ditentukan persamaan QSAR terbaik untuk menentukan nilai MIC prediksi senyawa turunan kuersetin, yaitu : MIC = 970.428 + (0.025 Energi Ikat) + (110.503 Energi HOMO) + (-100.354 Energi LUMO) + (-37.142 log P).Dari 91 senyawa turunan kuersetin yang diuji, diperoleh 74 senyawa yang memiliki nilai MIC lebih kecil dari kuersetin dan senyawa 2,6-diisopropil kuersetin merupakan senyawa dengan MIC terkecil yaitu 27.28 µg/mL. Modifikasi struktur kimia senyawa kuersetin dapat meningkatkan aktivitas kuersetin sebagai inhibitor pertumbuhan candida albicans. \u0000 \u0000Candida albicans is a type of opportunistic fungus that is pathogenic to humans and involved in the pathogenesis of Oral Candidiasis (OC). Candida albicans is the most commonly isolated species in clinical cases of invasive fungal infections. Candida albicans lives commensally in the intestine, oral pharyngeal, urinary tract and skin. Natural compounds such as flavonoids, have been developed to inhibit the growth of Candida albicans. one of them was quercetin which had a MIC value of 197 µg / mL in inhibiting the growth of Candida albicans.In Effort to increase the inhibitory activity of quercetin in inhibiting the growth of Candida albicans can be done by modifying the chemical structure of quercetin by computational method.The MIC determination of inhibitory compounds of albicans candida from derivatives quercetin was carried out computationally using QSAR analysis by determining descriptors using hyperchem with Austin Model 1 semi empiric method and multilateral regression analysis (MLR) to determine the QSAR equation model. Of all the 24 QSAR equations, the best QSAR equation was evaluated to determine the predicted MIC value of quercetin derivative compounds, MIC = 970,428 + (0.025 Bond Energy) + (110,503 Energy HOMO) + (-100,354 LUMO Energy) + (-37,142 log P ). Of all the 91 quercetin derivative compounds tested, there were 74 compounds that had MIC v","PeriodicalId":220518,"journal":{"name":"Talenta Conference Series: Tropical Medicine (TM)","volume":"34 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2018-12-20","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"122146609","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"Mikroenkapsulasi Metronidazol Menggunakan Hemiselulosa Tongkol Jagung (Zea Mays L.) Dengan Metode Gelasi Ionik","authors":"Gabena Indrayani Dalimunthe, Muchlisyam Muchlisyam","doi":"10.32734/TM.V1I3.264","DOIUrl":"https://doi.org/10.32734/TM.V1I3.264","url":null,"abstract":"Pengembangan inovasi bentuk sediaan farmasi yang dapat menunda pelepasan obat merupakan hal yang mempunyai peluang besar, misalnya bentuk sediaan farmasi dengan teknologi penyalutan. Contoh yang penting dari bentuk sediaan ini adalah sediaan mikroenkapsulasi dalam bentuk mikropartikel. Pemanfaatan limbah tongkol jagung yang mengandung hemiselulosa tinggi, dapat dibuat menjadi sediaan mikropartikel yang berfungsi sebagai (carier) obat, selama ini belum pernah dilakukan. Alasan lain pemanfaatan tongkol jagung masih sangat terbatas, pada umumnya hanya sebagai bahan pangan ternak dan bahan bakar. Sifat hemiselulosa yang non toksik mukoadhesif, biodegradabel, biokompatibel serta tingkat imunogenitas yang rendah juga adalah salah satu kriteria yang sangat baik dijadikan sebagai carier obat. Tujuan penelitian ini adalah untuk membuat sediaan mikropartikel menggunakan metode gelasi ionik dengan variasi berat dari hemiselulosa tongkol jagung dengan model obat metronidazole dan untuk melihat evaluasi serta karakteristik mikropartikel hemiselulosa tongkol jagung. Mikropartikel hemiselulosa dibuat dengan metode gelasi ionik yang memiliki keuntungan yaitu karena prosesnya yang sederhana, tidak menggunakan pelarut organik, dan pembuatannya dapat dikontrol. Proses pembentukan partikel terjadi karena adanya kompleksasi akibat muatan yang berbeda antara polisakarida dan counter ion sehingga mengalami gelasi ionik dan presipitasi membentuk partikel yang sferis. Sediaan dibagi menjadi lima, formula dengan variasi hemiselulosa (F1)100mg, (F2)200mg, (F3)300mg, (F4)400mg dan (F5) 500mg. Evalusi terhadap mikropartikel hemiselulosa meliputi: organoleptik, uji kelarutan mikropartikel, uji distribusi ukuran partikel (Uji PSA), Uji SEM,dan uji FTIR. Mikropartikel yang terbentuk dengan metode gelasi ionik menunjukkan hasil organoleptis yaitu bentuk serbuk, warna coklat muda, tidak berasa, tidak berbau. Hasil uji kelarutan menuknjukkan bahwa hemiselulosa mudah larut dalam suasana alkali (NaOH 0,1N). Pengukuran mikropartikel dilakukan dengan PSA (Particle Size Analyzer) menunjukkan bahwa F(1) memiliki ukuran partikel yang terkecil yaitu :0,45336 µm, F(2):0,63593 µm, F(3):0,71732 µm, F(4):0,89322 µm dan F(5):0,91857 µm. Data FTIR menujukkan mikropartikel hemiselulosa memiliki gugus fungsi : OH, CH, C=O, C-OH, C-C, Sedangkan hasil SEM menunjukkan bahwa bentuk partikel yang diperoleh berupa partikel kecil yang berpori yang memberikan gambran tentang sifat alir dan pelepasan zat aktif yang baik dalam proses enkapsulasi. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa metode gelasi ionik merupkan metode yang baik dalam membuat mikropartikel dan hemiselulosa tongkol jagung dapat dibuat mikropartikel yang baik dan telah memenuhi evaluasi dan karakteristik yang standar dibandingkan dengan hemiselulosa yang ada dipasaran (buatan pabrik). Hasil SEM membuktikan bahwa ukuran partikel adalah mikropartikel yang memiliki pori sehingga baik digunakan sebagai sediaan mikroenkapsulasi. \u0000 \u0000The innovati","PeriodicalId":220518,"journal":{"name":"Talenta Conference Series: Tropical Medicine (TM)","volume":"19 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2018-12-20","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"132961293","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Wahyu Utami, Muhammad Da’i, Viesa Rahayu, Prihantini Kurnia Sari, Dian Werdhi Kusumanegara, Ani Rohayati
{"title":"Aktivitas Antiradikal Berbagai Fraksi dari Ekstrak Etanol dan Ekstrak Etil Asetat Daun Eugenia uniflora L","authors":"Wahyu Utami, Muhammad Da’i, Viesa Rahayu, Prihantini Kurnia Sari, Dian Werdhi Kusumanegara, Ani Rohayati","doi":"10.32734/TM.V1I3.277","DOIUrl":"https://doi.org/10.32734/TM.V1I3.277","url":null,"abstract":"Penelitian pendahuluan tentang aktivitas antioksidan ekstrak etanol dan ekstrak etil asetat daun dewandaru (Eugenia uniflora L.) menunjukkan potensi anti radikal bebas yang tinggi dari kedua ekstrak. Oleh karena itu telah dilakukan fraksinasi ekstrak etanol dan ekstrak etil asetat daun dewandaru, serta pengujian aktivitas antiradikal dari masing-masing fraksi. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui apakah ada korelasi antara kandungan fenol dan flavonoid total dalam berbagai fraksi tersebut dengan aktivitas antiradikalnya. Daun dewandaru diekstraksi dengan kloroform, etil asetat, dan etanol secara maserasi bertingkat. Selanjutnya dilakukan fraksinasi terhadap masing-masing ekstrak etanol dan ekstrak etil asetat menggunakan kromatografi kolom gravitasi dengan fase diam silika G60 dan fase gerak campuran perbandingan tertentu antara kloroform, etil asetat, etanol, dan air secara gradien kepolaran. Aktivitas antiradikal diukur secara spektrofotometri dengan pereaksi DPPH (2,2-diphenyl-1-picrylhidrazyl) dan sebagai pembanding digunakan vitamin E. Penentuan kadar fenol dan flavonoid total dalam fraksi secara spektrofotometri menggunakan pereaksi Folin Ciocalteu untuk penetapan kadar fenol total, sedangkan untuk penentuan kadar flavonoid total menggunakan pereaksi AlCl3. Hasil penelitian menunjukkan bahwa fraksi-fraksi dari ekstrak etil asetat dan ekstrak etanol daun dewandaru mempunyai aktivitas antiradikal yang cukup tinggi. Lima fraksi dari ekstrak etanol memiliki aktivitas antiradikal lebih tinggi dibanding vitamin E. Aktivitas antiradikal paling tinggi ditunjukkan dengan nilai ARP (antiradical power) sebesar 3496,5 mg DPPH/mg sampel, sedangkan vitamin E sebesar 1776,20 mg DPPH/mg sampel. Korelasi antara kadar fenol maupun flavonoid total dalam berbagai fraksi tersebut dengan aktivitas antiradikalnya menunjukkan korelasi positif dengan korelasi sebesar 0,55 dan 0,45. Berdasarkan hasil diatas dapat disimpulkan bahwa fraksi-fraksi polar daun dewandaru mempunyai aktivitas antiradikal yang lebih tinggi daripada vitamin E, namun aktivitas tersebut berkorelasi rendah dengan kandungan fenol dan flavonoid totalnya. \u0000 \u0000Preliminary research on the antioxidant activity of ethanol and ethyl acetate extracts of Dewandaru leaves (Eugenia uniflora L.) showed high anti-free radical potency from both extracts. Therefore fractionation of the ethanol and ethyl acetate extracts of dewandaru leaves was carried out, as well as evaluation of antiradical activity of each fraction. In addition, this study also aimed to determine whether there is a correlation between the phenol and total flavonoid content in various fractions with their anti-inflammatory activity.Dewandaru leaves were extracted by sequentially maceration with chloroform, ethyl acetate and ethanol. \u0000Furthermore, the ethanol and ethyl acetate extracts were fractionated using gravity column chromatography with silica G60 as stationary phase and increasing polarity of mobile phase by var","PeriodicalId":220518,"journal":{"name":"Talenta Conference Series: Tropical Medicine (TM)","volume":"11 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2018-12-20","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"125462297","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"Pengaruh Ramuan Jamu Antihiperkolesterolemia Terhadap Kadar Asam Urat Pasien Dengan Hiperkolesterol Ringan","authors":"Zuraida Zulkarnain, Ulfa Fitriani, Enggar Wijayanti, Ulfatun Nisa","doi":"10.32734/tm.v1i3.285","DOIUrl":"https://doi.org/10.32734/tm.v1i3.285","url":null,"abstract":"Ramuan jamu antihiperkolesterolemia terdiri dari daun jati cina, daun jati belanda, daun teh hijau, tempuyung, rimpang temulawak, rimpang kunyit dan herba meniran. Daun jati belanda dan daun teh hijau memiliki kandungan purin dalam bentuk kafein dan teobromin yang berpotensi menyebabkan peningkatan asam urat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kadar asam urat serum darah pasien yang meminum ramuan jamu antihiperkolesterolemia . Penelitian ini merupakan observasi klinik dengan jumlah subyek 50 orang di Rumah Riset Jamu (RRJ) Hortus Medicus pada tahun 2014. Subjek merupakan pasien dengan diagnosis hiperkolesterolemia ringan (kadar kolesterol serum 200-240 mg/dl) yang diterapi dengan ramuan jamu antihiperkolesterolemia selama 28 hari. Parameter yang dinilai adalah kadar asam urat serum pada awal (H-0) dan akhir obeservasi (H-28). Data diolah dengan uji t berpasangan menggunakan bantuan program SPSS. Hasil terjadi peningkatan rata-rata kadar asam urat dari 5,31+1,17 mg/dl menjadi 5,47+1,29 mg/dl. Peningkatan masih dalam rentang nilai normal. Pada uji t berpasangan diperoleh nilai p=0,384 yang berarti tidak ada perbedaan rerata kadar asam urat sebelum dan sesudah minum jamu. Kesimpulan terdapat peningkatan ringan rerata kadar asam urat serum pasien yang secara statistik tidak bermakna dan masih berada dalam rentang nilai normal setelah pemberian ramuan jamu antihiperkolesterolemia selama 28 hari. \u0000 \u0000The antihypercholesterolemic jamu formulaconsists of daun jati cina, jati belanda leaf, green tea leaf, tempuyung, curcuma rhizome, turmeric rhizome and meniran. Jati belanda and green tea leaves contain purines in the form of caffeine and theobromine which might increase the uric acid level. This study aimed to determine the uric acid levels in blood serum of patients who consumed antihypercholesterolemic jamu formula. This study was a clinical observation with a total subject of 50 patients at the Hortus Medicinal Jamu Research Center (RRJ) in 2014. Subjects were patients with a diagnosis of mild hypercholesterolemia (serum cholesterol level of 200-240 mg / dl) treated with antihypercholesterolemicjamu formula for 28 days. The parameters assessed were serum uric acid levels at baseline (D-0) and end of observation (D-28).Data were analysed by paired t-test using SPSS. The results showed an increase in mean uric acid level from 5.31 + 1.17 mg / dl to 5.47 + 1.29 mg / dl. The increase was still in the range of normal values. Based on paired t test p value = 0.384, there was no difference in mean uric acid levels before and after administration withjamu. It can be concluded that there was a mild increase in the serum uric acid levels of patients which were not statistically significant and were still in the range of normal values after the administration of an antihypercholesterolemic jamu formula for 28 days","PeriodicalId":220518,"journal":{"name":"Talenta Conference Series: Tropical Medicine (TM)","volume":"161 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2018-12-20","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"115899265","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"Identifikasi Dan Penetapan Kadar Flavonoid Total Ekstrak Akar Kuning (Fibraurea chloroleuca Miers)","authors":"Mauritz Pandapotan Marpaung, Riska Choirunnisa Wahyuni","doi":"10.32734/tm.v1i3.269","DOIUrl":"https://doi.org/10.32734/tm.v1i3.269","url":null,"abstract":"Akar kuning (Fibraurea chloroleuca Miers) merupakah salah satu tumbuhan obat tradisional yang digunakan oleh masyarakat untuk mengobati berbagai penyakit. Untuk menjadikan akar kuning sebagai tumbuhan obat yang sesuai standar, perlu dilakukan standardisasi. Salah satu standardisasi sediaan obat tradisional adalah penetapan kadar salah satu kandungan senyawa aktif dalam akar kuning. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi kandungan flavonoid dan menentukan kadar flavonoid total ekstrak akar kuning. Penelitian ini menggunakan metode maserasi untuk memperoleh ekstrak kental akar kuning dengan pelarut etanol 70%. Untuk menetapkan kadar flavonoid total dari ekstrak akar kuning dilakukan uji kualitatif dan pengukuran absorbansi melalui spektrofotometri UV-Vis dengan larutan standar kuersetin. Hasil penelitian secara kualitatif menunjukkan bahwa akar kuning mengandung flavonoid setelah penambahan AlCl3 1% dengan kadar flavonoid total yang terkandung dalam ekstrak akar kuning melalui pengukuran spektrofotometri Uv-Vis pada panjang gelombang maksimum 442 nm adalah 0,31031 ± 0,013607%. Berdasarkan hasil di atas, maka dapat disimpulkan bahwa ekstrak akar kuning mengandung flavonoid dengan kadar sebesar 0,31031 ± 0,013607%. \u0000 \u0000Akar kuning (Fibraurea chloroleuca Miers) is one of the traditional medicinal plants to treat various diseases. To prepare akar kuning as a medicinal plant according to the standard, standardization needs to be done. One of standardization parameter of traditional medicine is the determination of the content of one of the active compounds in akar kuning. This research aimed to identify flavonoid content and determine the total flavonoid content of akar kuning ekstrak. The study used maceration method with ethanol 70% to prepare crude extract of akar kuning. To determine the total flavonoid content of akar kuning extract, the qualitative study and absorbance measurement using UV-Vis Spectrophotometer with quercetin as standard were performed. The results of qualitative study showed that akar kuning contained flavonoids which evaluated by the addition of 1% AlCl3, with the total flavonoid content of akar kuning extract by UV-Vis spectrophotometry measurements at a maximum wavelength of 442 nm was 0.31031 ± 0.013607%. Based on the results above, it can be concluded that yellow root extract contains flavonoids with levels of 0.31031 ± 0.013607%","PeriodicalId":220518,"journal":{"name":"Talenta Conference Series: Tropical Medicine (TM)","volume":"195 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2018-12-20","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"115249868","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"Pengaruh Penambahan Ekstrak Daun Piladang (Solenostemon scutellarioides (L.) Codd) Terhadap Kualitas Minyak Ikan","authors":"Verawati Verawati, Miftahur Rahmi, Gina Desriyanti","doi":"10.32734/tm.v1i3.276","DOIUrl":"https://doi.org/10.32734/tm.v1i3.276","url":null,"abstract":"Solenostemon scutellarioides (L.) Codd dikenal juga dengan nama Piladang (Sumatera Barat) merupakan tanaman obat tradisional yang memiliki berbagai aktivitas salah satunya antioksidan. Antioksidan dapat digunakan untuk mencegah oksidasi dai lemak tak jenuh yang terdapat dalam inyak/lemak sehingga dapat menjaga kualitas minyak/lemak tetap baik dan tahan lama. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan pengaruh penambahan Ekstrak daun piladang terhadap kualitas minyak ikan (oleum iecoris aselli). Kulaitas minyak ikan ditentukan dengan parameter bilangan asam, bilangan iod dan bilangan peroksida menggunakan metode titrasi. Daun kering Piladang diekstraksi dengan cara sokletasi menggunakan pelarut etanol 70%. Ekstrak daun piladang ditambahkan pada minyak ikan dengan konsentrasi 0%, 1%, 3% dan 5% dengan lama waktu penyimpanan 1, 3, 5 dan 7 hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan ekstrak daun piladang dapat memperbaiki kualitas minyak ikan dengan cara menurunkan bilangan asam, meningkatkan bilangan iod dan menurunkan bilangan peroksida. Berdasarkan analisa statistikANOVA dua arah diikuti uji lanjut Duncanmenunjukkan perbedaan nyata antara nilai parametr kualitas minyak ikan terhadap konsentrasi dan lama waktu simpan Semakin tinggi penambahan konsentrasi ekstrak daun piladang maka semakin baik kualitas minyak ikan. \u0000 \u0000Solenostemon scutellarioides (L.) Codd also known as Piladang (West Sumatra) is a traditional medicinal plant that has various activities, one of which is antioxidants. Antioxidants can be used to prevent oxidation of unsaturated fatty acid found in oil/fat so can maintain the quality of oil/fat to remain good and durable. \u0000This study aimed to determine the effect of adding piladang leaf extract to the quality of fish oil (oleum iecoris aselli). Fish oil quality was determined by acid number parameters, iodine number and peroxide number using the titration method.The dried leaves of Piladang were extracted by soxhletation using 70% ethanol. Piladang leaf extract was added to fish oil with concentrations of 0%, 1%, 3% and 5% with a storage time of 1, 3, 5 and 7 days. The results showed that the addition of piladang leaf extract could improve the quality of fish oil by reducing acid numbers, increasing iodine numbers and decreasing peroxide numbers. The statistical analysis of two-way ANOVA followed by pos hoc Duncan's atest showed a significant difference between the quality of fish oil with the concentration and the length of storage time. The higher the addition of the concentration of piladang leaf extract, the better the quality of fish oil","PeriodicalId":220518,"journal":{"name":"Talenta Conference Series: Tropical Medicine (TM)","volume":"19 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2018-12-20","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"127623986","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"Formulasi Tablet Hisap Ekstak Etanol Daun Randu (Ceiba Pentandra L. Gaertn) Menggunakan Carboxy Methyl Cellulose (CMC) Sebagai Bahan Pengikat Dengan Metode Granulasi Basah","authors":"T. Hanum, S. Lestari","doi":"10.32734/TM.V1I3.260","DOIUrl":"https://doi.org/10.32734/TM.V1I3.260","url":null,"abstract":"Daun randu (Ceiba pentandra L.Gaertn) merupakan salah satu tumbuhan yang mengandung tannin dan flavonoid yang mempunyai aktivitas sebagai antibakteri. Ekstrak etanol daun randu mempunyai aktivitas sebagai anti bakteri yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri pada mulut. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memformulasikan ekstrak daun randu dalam bentuk sediaan tablet hisap dengan menggunakan Carboxy Methyl Cellulose (CMC) sebagai bahan pengikat dengan metode graulasi basah. Pembuatan ekstrak etanol daun randu dengan metode maserasi, pembuatan tablet hisap, pengujian granul dan evaluasi tablet pada variasi konsentrasi cmc 2%,3%, dan 4%.. Skrining fitokimia serbuk dan ekstrak daun randu mengandung metabolit sekunder golonganta tanin, saponin, flavonoid, glikosida dan steroid. Hasil pemeriksaan karakterisasi serbuk daun randu diperoleh kadar air 7,32%, kadar abu total 9,05%, kadar abu yang tidak larut asam 0,31%, kadar sari larut dalam air 27,01% dan kadar sari larut dalam etanol 30,80%. Hasil evaluasi granul menunjukkan bahwa semua formula telah memenuhi persyaratan evaluasi granul. Hasil evaluasi tablet menunjukkan bahwa dari ketiga formula yang dibuat semua formula memenuhi syarat kecuali pada uji kekerasan tablet pada formula 2% tablet hisap memiliki kekerasan 3,5 kg. Ekstrak etanol daun randu (Ceiba pentandra L.Gaertn) dapat dibuat menjadi sediaan tablet hisap menggunakan CMC sebagai bahan pengikat dengan metode granulasi basah. \u0000 \u0000Randu leaves (Ceiba pentandra L. Gaertn) are one of the plants that contain tannins and flavonoids which have antibacterial activity. Ethanol extract of Randu leaves anti-bacterial activity which can inhibit bacterial growth in the mouth. The objective of this study was to formulate randu leaf extract in lozenges dosage form using Carboxy Methyl Cellulose (CMC) as a binder with a wet graulation method. The ethanol extract of Randu Leaves was prepared by maceration method, lozenges preparation, evaluation of granul and tablet with various concnetration of CMC of 2%,3%, and 4% were performed. Phytochemical screening of dried powder materials and extract of randu leaves revealed the presence of secondary metabolite tannins, saponins, flavonoids, glycosides and steroides. The characterization results of randu elaves dried powder were The results of the characterization of randu leaf powder revelaed a moisture content of 7.32%, total ash content of 9.05%, acid insoluble ash content of 0.31%, water soluble content of 27.01% and soluble content in ethanol 30.80%.The results of granule evaluation showed that all formulas met the criteria of granule evaluation. The results of tablet evaluation showed that of the three formulas met the criteria except for the tablet hardness evaliation of formula 2%, in which the lozenges had 3.5 kg hardness. Ethanol extract of randu leaves (Ceiba pentandra L. Gaertn) can be prepared into lozenges using CMC as a binder using wet granulation method","PeriodicalId":220518,"journal":{"name":"Talenta Conference Series: Tropical Medicine (TM)","volume":"91 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2018-12-20","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"127320665","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}