Muhammad Hafidz Maulana S, I. Nuryawan, K. M. Sikumbang
{"title":"Tatalaksana Gagal Nafas pada Pasien Peripartum Kardiomiopati","authors":"Muhammad Hafidz Maulana S, I. Nuryawan, K. M. Sikumbang","doi":"10.47507/obstetri.v6i1.104","DOIUrl":"https://doi.org/10.47507/obstetri.v6i1.104","url":null,"abstract":"Peripartum cardiomyopathy (PPCM) adalah kardiomiopati idiopatik pada kehamilan dengan manifestasi klinis gagal jantung akibat disfungsi sistolik ventrikel kiri tanpa adanya penyakit jantung yang mendasari. Terjadi pada kehamilan trimester akhir atau 1–5 minggu pasca kelahiran. Gagal napas pada PPCM terjadi karena adanya edem paru yang berasal dari gagal jantung akut. Wanita 25 tahun dengan G2P0A1 hamil 36 minggu + intrauterine fetal death + preeklamsi berat + gagal napas ec PPCM. Sesak bertambah berat saat tidur terlentang, pink froaty positif. Tanda vital: tekanan darah 131/100 mmHg, laju nadi 141x/menit, laju nafas 37x/menit, SpO2 76% dengan non rebreathing mask 15 liter/ menit, auskultasi paru ronki diseluruh lapangan paru kanan dan kiri, terdapat suara jantung tambahan murmur dan gallop. Echocardiografi didapatkan katup jantung mitral regurgitasi ringan sedang, trikuspid regurgitasi ringan, dan ejection fraction (EF) 36%. Pasien didiagnosa PPCM berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan penunjang, pasien mengalami gagal napas tipe 1 berdasarkan hasil analisa gas darah didapatkan nilai PO2 57,0 dan PCO2 35 mmHg. Intubasi dilakukan pada pasien PPCM dengan target saturasi O2 >95%. Tatalaksana PPCM bersifat suportif/non spesifik dan kausatif/spesifik secara simultan. Penatalaksanaan non spesifik secara tidak langsung ditujukan untuk memperbaiki pertukaran gas, berupa: mengatasi hipoksemia dengan terapi oksigen, atasi hiperkapnia dengan memperbaiki ventilasi hingga melakukan ventilasi mekanik dan fisioterapi dada. Telah dilaporkan pasien gagal napas akibat PPCM yang dilakukan tindakan ventilasi mekanik dan terapi multidisiplin memberikan keberhasilan terapi yang baik.","PeriodicalId":203301,"journal":{"name":"Jurnal Anestesi Obstetri Indonesia","volume":"35 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-03-20","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"130292997","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Isbul Isbul, M. Ahmad, Syafruddin Gaus, R. Ratnawati, A. M. T. Musba, Charles Wijaya Tan
{"title":"Efek Anestesi Infiltrasi terhadap Intensitas Nyeri dan Kadar Interleukin-6 pada Pasca Seksio Sesarea","authors":"Isbul Isbul, M. Ahmad, Syafruddin Gaus, R. Ratnawati, A. M. T. Musba, Charles Wijaya Tan","doi":"10.47507/obstetri.v6i1.113","DOIUrl":"https://doi.org/10.47507/obstetri.v6i1.113","url":null,"abstract":"Latar Belakang: Nyeri menjadi permasalahan yang sering dihadapi oleh wanita pascabedah seksio caesarea yang ditandai dengan meningkatnya kadar interluekin-6. Anestesi infiltrasi intraoperatif direkomendasikan pada seksio caesarea elektif sebagai manajemen nyeri.Tujuan: Menilai efek anestesi infiltrasi bupivakain isobarik 0,25% 50 mg pada luka insisi terhadap intensitas nyeri dan kadar IL-6 pada pascabedah seksio sesarea. Subjek dan Metode: Penelitian ini menggunakan pendekatan uji klinis acak tersamar ganda. Sampel terdiri atas 3 kelompok yaitu kontrol (B0), diberi anestesi infiltrasi bupivakain sebelum insisi (B1), dan diberi anestesi infiltrasi bupivakain setelah insisi dan sebelum luka ditutup (B2) dengan jumlah sampel masing-masing 8 orang. Data dianalisis menggunakan uji Anova, Kruskal Wallis dan paired t-test dengan tingkat kemaknaan α=0,05. Hasil: Skor nyeri berbeda signifikan antara kelompok anestesi infiltrasi dengan kontrol pada 8 jam pascabedah (p<0,05). Kadar interleukin-6 berbeda signifikan antara kelompok anestesi infiltrasi dengan kontrol dan antara anestesi infiltrasi sebelum dengan setelah insisi pada 4 jam pasca bedah (p<0,05). Anestesi infiltrasi sebelum insisi menurunkan kadar interleukin-6 lebih besar dibandingkan setelah insisi mulai dari 4 jam pascabedah seksio sesarea.Simpulan: Pemberian anestesi infiltrasi sebelum insisi dapat menurunkan kadar interleukin-6 lebih cepat dan lebih besar daripada setelah insisi dan juga mengurangi intensitas nyeri","PeriodicalId":203301,"journal":{"name":"Jurnal Anestesi Obstetri Indonesia","volume":"1 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-03-20","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"131006378","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"Serial Kasus: Perdarahan dan Transfusi Masif pada Plasenta Akreta","authors":"Wulan Fadinie, Yusmein Uyun","doi":"10.47507/obstetri.v6i1.123","DOIUrl":"https://doi.org/10.47507/obstetri.v6i1.123","url":null,"abstract":"Placenta Accreta Spectrum (PAS) adalah gangguan pertumbuhan plasenta yang menyimpang di dinding rahim, penyebab utama perdarahan peripartum dan kematian ibu. Anestesi neuraksial paling sering digunakan, tetapi bila invasinya sudah tinggi dinilai dari Placenta Accreta Index Score (PAIS), maka anestesi umum adalah pilihan yang lebih baik. Plasenta akreta memiliki risiko tinggi untuk pendarahan intraoperatif oleh karena itu persiapan darah dan protokol transfusi masif sangat penting. Empat pasien dengan plasenta akreta menjalani seksio sesarea, terjadi perdarahan masif dan dilakukan protokol transfusi masif. Histerektomi intraoperatif dilakukan pada tiga pasien, sedangkan pada satu pasien lainnya terjadi adhesi plasenta ke abdomen karena kehamilan intraabdominal. Pembiusan dilakukan dengan teknik anestesi umum pada satu pasien, tetapi pada tiga pasien lainnya dimulai dengan anestesi epidural dengan perubahan menjadi anestesi umum intraoperatif karena hemodinamik tidak stabil akibat perdarahan dan pada keempat pasien dipasang alat monitoring invasif. Pascaoperasi dipindahkan ke Surgical Intensive Care Unit (SICU), tidak ada reaksi transfusi ataupun kematian ibu. Protokol transfusi masif penting dalam penanganan perdarahan masif, persiapan darah serta perhitungan jumlah perdarahan intraoperatif menjadi faktor yang penting. Kapan dilakukan histerektomi juga membuat perbedaan untuk jumlah perdarahan. Perubahan teknik anestesi dari regional ke umum harus dilakukan untuk menjaga kestabilan hemodinamik dan menjamin oksigenasi agar memberikan hasil yang baik serta masa rawatan pascaoperasi di SICU yang lebih singkat. Keberhasilan penatalaksanaan plasenta akreta dengan perdarahan masif merupakan hasil dari manajemen perioperatif yang tepat, persiapan yang matang dan kerja sama antar disiplin ilmu yang baik.","PeriodicalId":203301,"journal":{"name":"Jurnal Anestesi Obstetri Indonesia","volume":"1 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-03-20","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"129317794","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Ahmad Muhtadir, M. Ahmad, Ratnawati Muhadi, Andi Husni Tanra, Lamsyah Ambo Ala Husain, Madonna Damayanthie Datu
{"title":"Efek Blok Transversus Abdominis Plane (TAP) terhadap Intensitas Nyeri dan Kadar Nerve Growth Factor (NGF) Pasca Seksio Sesarea","authors":"Ahmad Muhtadir, M. Ahmad, Ratnawati Muhadi, Andi Husni Tanra, Lamsyah Ambo Ala Husain, Madonna Damayanthie Datu","doi":"10.47507/obstetri.v6i1.111","DOIUrl":"https://doi.org/10.47507/obstetri.v6i1.111","url":null,"abstract":"Latar Belakang: Nyeri pascabedah seksio caesarea merupakan permasalahan sangat penting yang dihadapi pada pasien pascabedah. Blok TAP sebagai bagian dari multimodal analgesia memberikan analgesia yang aman dan efektif pada pasien yang menjalani prosedur seksio caesarea (SC) dapat menurunkan penggunaan opioid, mempercepat waktu mobilisasi dan mengurangi lama perawatan. \u0000Tujuan: mengetahui efek blok TAP terhadap intensitas nyeri dan kadar NGF pascabedah seksio caesarea. \u0000Metode: Penelitian ini menggunakan pendekatan uji klinis acak tersamar tunggal. Sampel terdiri atas 2 kelompok yakni T1 (kelompok yang tidak mendapatkan blok TAP) dan T2 kelompok yang mendapatkan blok TAP dengan Bupivacain isobarik 0.25% 20 cc setiap sisi pada kedua sisi perut) dengan jumlah sampel masing-masing 20 orang. Data dianalisis menggunakan uji statistik Mann-Whitney U test dan Wilcoxon Z test dengan tingkat kemaknaan α=0,05. \u0000Hasil Penelitian: terdapat perbedaan yang bermakna antara NRS diam dan gerak pada jam ke 2, jam ke 4, jam ke 6 dan jam ke 12 pascabedah SC antara kelompok T1 dan T2 (p< 0,05). Ditemukan perbedaan bermana kadar NGF pada kelompok kontrol dan intervensi pada 6 jam pascabedah SC (p< 0,05). \u0000Simpulan: Blok TAP menurunkan derajat nyeri dan kadar NGF pascabedah seksio caesarea \u0000Kata kunci: nyeri pascabedah, nerve growth factor, Blok TAP","PeriodicalId":203301,"journal":{"name":"Jurnal Anestesi Obstetri Indonesia","volume":"1 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-03-20","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"130717206","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"Update Penanganan Nyeri Pascabedah dengan Blok Bidang Transversus Abdominis (BTA) pada Pasien Kanker Ovarium yang Menjalani Pembedahan Histerektomi Total","authors":"Lienardy Prawira, Syafruddin Gaus","doi":"10.47507/obstetri.v5i3.93","DOIUrl":"https://doi.org/10.47507/obstetri.v5i3.93","url":null,"abstract":"Kanker ovarium merupakan salah satu kanker ginekologi paling umum yang menempati urutan ketiga setelah kanker serviks dan kanker rahim serta memiliki prognosis terburuk dan angka kematian tertinggi. Pembedahan adalah pengobatan utama untuk kanker ovarium. Salah satu komplikasi pascabedah yang sering terjadi ialah nyeri yang berat. Tatalaksana nyeri pascabedah histerektomi abdominal saat ini merekomendasikan analgesia multimodal dan mengurangi penggunaan opioid. Penggunaan blok BTA mengurangi konsumsi opioid (morfin), skor nyeri saat istirahat, sedasi dan insidensi mual muntah pascabedah (MMPB). Pada kasus ini perempuan usia 54 tahun dengan diagnosis neoplasma ovarian kistik bilateral dilakukan pembedahan histerektomi total dan salfingooforektomi bilateral dan dilakukan blok BTA sebagai tatalaksana nyeri pascabedah sebagai salah satu modalitas teknik analgesia multimodal dikombinasikan dengan obat anti inflamasi non steroid (OAINS) dan gabapentinoid. Berdasarkan hasil pengamatan pada 24 jam pertama pascapembedahan, tanda-tanda vital stabil, intensitas nyeri ringan pada kondisi diam dan bergerak dan tidak ada rescue opioid. Dari kasus ini dapat disimpulkan bahwa penggunaan blok BTA sebagai salah satu modalitas teknik analgesia multimodal terbukti dapat menghilangkan kebutuhan opioid pada 24 jam pertama pascabedah.","PeriodicalId":203301,"journal":{"name":"Jurnal Anestesi Obstetri Indonesia","volume":"71 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-11-10","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"115682229","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"Manajemen Anestesi pada Pasien Suspek Kasus COVID-19 disertai Hipertensi Kronis Superimposed Preeklamsia dan Hipertiroid yang dilakukan Seksio Sesarea","authors":"Dadik Prasetya Hutama, Isngadi Isngadi, Rudi Hartono","doi":"10.47507/obstetri.v5i3.106","DOIUrl":"https://doi.org/10.47507/obstetri.v5i3.106","url":null,"abstract":"Kehamilan berhubungan dengan perubahan spesifisitas pada reseptor antibodi thyroid stimulating hormone (TSH). Pada kehamilan, reseptor antibodi TSH yang semula distimulasi berubah menjadi penghambatan. Perubahan aktivitas reseptor ini menyebabkan terjadinya peningkatan hormon tiroid selama kehamilan. Kondisi hipertiroid dalam kehamilan yang tidak terkontrol dapat meningkatkan risiko terjadinya preeklamsia berat pada maternal. Kondisi ini dapat lebih diperburuk dengan adanya riwayat hipertensi. Laporan kasus ini melaporkan seorang pasien perempuan usia 24 tahun yang didiagnosis dengan kasus suspek pneumonia COVID-19, hipertensi kronik superimposed preeklamsia, serta hipertiroid jangka panjang yang sudah mendapatkan pengobatan. Pemeriksaan fisik menunjukkan tekanan darah 128/65 mmHg, nadi 129 kali/menit, dan SpO2 96% menggunakan non rebreathing mask (NRBM) 10 liter per menit. Tidak ditemukan tanda maupun gejala yang mengarah kepada penyakit Grave ataupun thyroid storm namun evaluasi dengan skala Burch and Wartofsky’s didapatkan total skor 25 yang mengindikasikan bahwa pasien dalam keadaan impending thyroid storm. Pemeriksaan laboratorium menunjukkan hasil T3 0,86; FT4 1,73; dan TSH < 0,01. Pasien mendapatkan terapi tyrozol, lugol, propanolol, hidrokortison, serta magnesium sulfat. Persalinan dilakukan dengan prosedur seksio sesarea dimana teknik anestesi yang digunakan adalah combine spinal epidural menggunakan bupivakain 0,5% 15 mg. Manajemen anestesi yang tepat dalam kehamilan dengan hipertensi kronik superimposed preeklamsia dan hipertiroid menjadi penting karena ditujukan untuk mencegah terjadinya eklamsia dan thyroid storm yang dapat meningkatkan risiko perburukan kondisi pada pasien","PeriodicalId":203301,"journal":{"name":"Jurnal Anestesi Obstetri Indonesia","volume":"16 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-11-10","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"129232729","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"Manajemen Anestesi pada Ibu Hamil dengan Preeklampsia Berat, Sistemik Lupus Eritematosus dan Sindroma Antifosfolipid","authors":"Hendra Leofirsta, RTH. Soepraptomo","doi":"10.47507/obstetri.v5i3.103","DOIUrl":"https://doi.org/10.47507/obstetri.v5i3.103","url":null,"abstract":"Pelayanan di bidang anestesi obstetri tidak luput dari berbagai penyakit penyerta yang dimiliki oleh ibu, tidak terkecuali penyakit yang berhubungan dengan sistem imunologis ibu. Sistemik lupus eritematosus (SLE) merupakan penyakit multisistem kompleks yang disebabkan karena interaksi antara faktor genetik, lingkungan dan perubahan respons sel imun tubuh yang dapat mempengaruhi fungsi sistem organ, terutama pada saat kehamilan dan persalinan. Seorang wanita 31 tahun G2P1A0 hamil 34 minggu datang dengan keluhan riwayat pengobatan SLE, sindroma antifosfolipid sejak tahun 2018. Saat datang pasien mengeluh sedikit sesak, mual dan nyeri di daerah kedua sendi lutut. Pasien didiagnosis kehamilan dengan pre-eklampsia berat (PEB) dan riwayat SLE, sindroma antifosfolipid (APS) dalam terapi. Dilakukan tindakan seksio sesarea dan insersi intrauterin device (IUD) dengan teknik anestesi umum. Setelah operasi selesai, pasien dimasukkan ke high care unit (HCU) untuk pemantauan lebih lanjut. Anestesi umum dipilih pada pasien seksio sesarea dengan SLE. Anestesi umum dilakukan dengan teknik rapid sequence induction (RSI) dengan prinsip 7P. Teknik dan rumatan operasi pada pasien ini dapat dilakukan baik secara anestesi regional maupun anestesi umum dengan mempertimbangkan adanya risiko komplikasi terhadap sistem organ terutama paru dan jantung akibat riwayat SLE yang dimiliki pasien","PeriodicalId":203301,"journal":{"name":"Jurnal Anestesi Obstetri Indonesia","volume":"40 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-11-10","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"129403580","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Abdul Muchlis, M. Ahmad, Nurman Wirawan, Andi Muhammad Takdir Musba, Ratnawati Muhadi, M. Datu
{"title":"Perbandingan antara Kombinasi Ibuprofen dan Paracetamol dengan Ibuprofen terhadap Derajat Nyeri dan Kadar Substansi-P Pasca Seksio Sesarea dengan Anestesi Spinal","authors":"Abdul Muchlis, M. Ahmad, Nurman Wirawan, Andi Muhammad Takdir Musba, Ratnawati Muhadi, M. Datu","doi":"10.47507/obstetri.v5i3.100","DOIUrl":"https://doi.org/10.47507/obstetri.v5i3.100","url":null,"abstract":"Latar Belakang: Nyeri pasca seksio sesarea (SC) merupakan permasalahan sangat penting yang dihadapi pada pasien pascabedah. Analgesia preventif mencegah nyeri, aferen sensorik dan sensitisasi saraf pusat sebelum stimulasi nosiseptif.Tujuan: Membandingkan efek pemberian analgetik preventif antara kombinasi ibuprofen 400 mg dan paracetamol 1 g intravena dengan ibuprofen 800 mg intravena terhadap skor numeric rating scale (NRS) dan kadar susbtansi -P (SP) pasca SC dengan anestesi spinal.Subjek dan Metode: Uji klinis acak tersamar ganda. Sampel terdiri atas 2 kelompok yakni K1 (kelompok yang mendapatkan ibuprofen 400 mg dan paracetamol 1 g intravena 30 menit prabedah) dan P2 (kelompok yang mendapatkan ibuprofen 800 mg intravena 30 menit prabedah) dilanjutkan pascabedah dengan jumlah sampel masing-masing 15 orang. Data dianalisis dengan Mann Whitney dan independent T-test dengan tingkat kemaknaan α=0,05. Hasil: NRS diam dan gerak pada jam ke 4, 8 dan 12 pasca SC pada K1 lebih rendah dibandingkan K2 dengan nilai p<0,05. Kadar SP didapatkan perbedaan bermakna dengan nilai p<0,05 pada 4 jam dan perubahan 8 jam pascabedah (2 jam pre-8 jam pascabedah) yaitu kadar SP pada kelompok K1 lebih rendah daripada K2.Simpulan: Skor NRS diam, gerak, dan kadar SP pada preventif ibuprofen 400 mg dan parasetamol 1 g intravena ","PeriodicalId":203301,"journal":{"name":"Jurnal Anestesi Obstetri Indonesia","volume":"11 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-11-10","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"115908365","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"Autoregulasi Serebral dalam Kehamilan","authors":"Wulan Fadinie, Yusmein Uyun","doi":"10.47507/obstetri.v5i3.107","DOIUrl":"https://doi.org/10.47507/obstetri.v5i3.107","url":null,"abstract":"Autoregulasi merupakan suatu proses penting untuk menjaga sirkulasi saat terjadi peningkatan maupun penurunan tekanan arteri secara mendadak. Batas autoregulasi otak ini memiliki rentang fisiologi pada 50–150 mmHg. Cerebral Blood Flow (CBF) dipengaruhi oleh volume dan kekentalan darah, tekanan perfusi, dan tekanan intrakranial. Adaptasi sirkulasi serebral dalam kehamilan berfungsi untuk mempertahankan oksigenasi dan pengiriman nutrisi terhadap janin serta fungsi ekskresi yang sama seperti dalam keadaan tidak hamil, terutama dalam menghadapi perubahan hemodinamik sistemik yang luar biasa terkait dengan kehamilan. Banyak hal yang dapat mempengaruhi autoregulasi, salah satunya adalah hipertensi. Hipertensi adalah salah satu komplikasi medis yang paling sering dijumpai dalam kehamilan, dan menjadi penyebab kematian ibu. Hipertensi dalam kehamilan mempengaruhi beberapa organ, tetapi pengaruh paling besar adalah terhadap organ serebrovaskular karena dapat menyebabkan kematian atau morbiditas jangka panjang. Meskipun begitu perubahan serebrovaskuler di otak, tidak selalu diiringi dengan kenaikan tekanan intrakranial yang menjadi pertimbangan penting dalam pemilihan tindakan dan obat yang dipakai dalam anestesi.","PeriodicalId":203301,"journal":{"name":"Jurnal Anestesi Obstetri Indonesia","volume":"1 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-11-10","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"126769807","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"Perbandingan antara Dexametason dan Metamizol Intravena terhadap Kadar Neutrofil Pasca Seksio Sesarea","authors":"Muharrina Harahap, M. Ahmad","doi":"10.47507/obstetri.v5i3.108","DOIUrl":"https://doi.org/10.47507/obstetri.v5i3.108","url":null,"abstract":"Latar Belakang: Nyeri pasca seksio sesarea merupakan permasalahan sangat penting yang dihadapi pada pasien pascabedah. Proses inflamasi memicu datangnya sel-sel lekosit seperti neutrofil sehingga proses inflamasi yang terjadi bertambah hebat. Procedure spesific postoperative pain management (PROSPECT) tahun 2020 merekomendasikan pemberian dexametason pada seksio sesarea sebagai analgetik, antiinflamasi dan mencegah PONV pascabedah.Tujuan: membandingkan efek pemberian dexametason dan metamizol terhadap kadar neutrofil pasca seksio sesarea. Subjek dan Metode: Penelitian ini menggunakan pendekatan uji klinis acak tersamar ganda. Sampel terdiri atas 2 kelompok yakni K1 (kelompok yang mendapatkan dexametason 8 mg intravena 1 jam prabedah) dan K2 (kelompok yang mendapatkan metamizol 1 g intravena 1 jam prabedah) dengan jumlah sampel masing-masing 16 orang. Data dianalisis menggunakan uji statistik paired t-test dan independent t-test dengan tingkat kemaknaan α=0,05. Hasil: Terdapat perbedaan bermakna kadar neutrofil antara kelompok dexametason dengan kelompok metamizol pascabedah seksio sesarea dengan nilai p<0,05. Kadar neutrofil pada kelompok metamizol lebih tinggi dibandingkan kelompok dexametason.Simpulan: Peningkatan kadar neutrofil lebih rendah pada pemberian dexametason dibandingkan metamizol pasca seksio sesarea.","PeriodicalId":203301,"journal":{"name":"Jurnal Anestesi Obstetri Indonesia","volume":"108 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-11-10","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"122421325","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}