Jurnal Al-NadhairPub Date : 2023-06-23DOI: 10.61433/alnadhair.v2i1.26
Akmal Aulia
{"title":"Hukum Aborsi akibat Perzinaan Dalam Perspektif Mazhab Syafi’i","authors":"Akmal Aulia","doi":"10.61433/alnadhair.v2i1.26","DOIUrl":"https://doi.org/10.61433/alnadhair.v2i1.26","url":null,"abstract":"Pembahasan aborsi karena zina sudah menjadi rahasia umum dan bukan lagi menjadi hal tabu. Hal demikian di sebabkan aborsi yang terjadi saat ini sudah menjadi hal biasa dan bukan lagi aib di masyarakat dan peristiwanya dapat disaksikan dimana-mana, yang kemudian dilakukan oleh berbagai kalangan baik dewasa bahkan remaja. Ada banyak penyebab dilakukannya aborsi salah satunya adalah janin yang dikandung oleh seseorang bukan berasal dari ikatan yang sah menurut agama, resiko tinggi bagi ibu hamil pada kondisi ini ibu harus memilih apakah melanjutkan kehamilannya atau menggugurkan kandungan, yang jika kandungan tersebut terus dilanjutkan akan beresiko, baik pada sang ibu ataupun bagi janin, dalam hal ini kita perlu mencari solusi terhadap kasus aborsi yang merajalela, khususnya di dunia islam, baik itu aborsi yang dibolehkan ataupun aborsi yang terlarang serta bagaimanakah tindak lanjut si pelaku aborsi yang terlarang tersebut. Oleh karena itu, timbul keinginan penulis untuk melakukan penelitian yang berjudul: “Hukum Aborsi akibat Perzinaan Dalam Perspektif Mazhab Syafi’i”.Penelitian ini menggunakan metode library research atau penelitian kepustakaan, yakni data-data yang diambil berdasarkan kitab-kitab, buku-buku, jurnal, dan penelitian terdahulu. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa Ulama mazhab al-Syafi’i berpendapat hukum aborsi adalah makruh bila dikeluarkan sebelum masa 40 hari setelah pembuahan, namun jika seseorang melakukan aborsi pada tahap peniupan roh maka hukumnya haram. Sedangkan Aborsi yang dilakukan karena dilatarbelakangi perzinaan hukumnya haram, bila janin sudah memasuki tahap peniupan roh, dan sanksi yang dikenakan bagi pelaku aborsi menurut mazhab syafi’i adalah wajib membayar al-ghurrah yaitu berupa budak laki-laki atau budak perempuan.","PeriodicalId":474473,"journal":{"name":"Jurnal Al-Nadhair","volume":"290 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-06-23","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"136084554","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Jurnal Al-NadhairPub Date : 2023-06-23DOI: 10.61433/alnadhair.v2i1.28
None Farid azizullah
{"title":"Bom Bunuh Diri Untuk Jihad","authors":"None Farid azizullah","doi":"10.61433/alnadhair.v2i1.28","DOIUrl":"https://doi.org/10.61433/alnadhair.v2i1.28","url":null,"abstract":"Salah satu ajaran agama Islam yang langsung ditunjukkan Allah melalui al- Qur’an adalah ajaran tentang jihad. Salah satu metode atau cara yang ditempuh untuk berjihad akhir-akhir ini yang sedang menjadi topik hangat yaitu dengan melakukan aksi bom bunuh diri, sebagai bentuk perlawanan terhadap penjajahan Di dalam negeri, aksi penyerangan dengan mengorbankan diri (bunuh diri) yang mengatasnamakan jihad terus berkembang. Penelitian kepustakaan membatasi kegiatannya hanya pada koleksi dari berbagai literatur yang berkaitan dengan kajian penelitian ini. Penelitian ini merupakan penelitian fikih, dengan menggunakan metode pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif adalah suatu proses penelitian dan pemahaman yang berdasarkan metodologi yang menyelidiki suatu fenomena sosial Yakni, pendekatan yang berupaya memahami gejala-gejala yang dihadapi sehingga gejala-gejala yang ditemukan tidak memungkinkan untuk diukur oleh angka. Hukum dasar bunuh diri adalah haram namun jika Dalam kondisi perang membela agar tegaknya kalimat tauhid Allah maka diperbolehkan melakukan pengorbanan diri baik menggunakan bom ataupun tidak hal ini sesuai dengan keputusan Hasil Keputusan Musyawarah Nasional Alim Ulama Nahdlatul Ulama Tentang Masail Maudhuiyyah As-Siyasiayh dengan jelas diterangkan bahwa “Bunuh diri dalam Islam adalah diharamkan oleh agama dan termasuk dosa besar\", perlu pemahaman dan pertimbangan yang serius dalam menentukan hukum bom bunuh diri. Bom bunuh diri dapat dikategorikan sebagi jihad yang dianjurkan agama, dan bisa dikategorikan sebagai teror yang diharamkan. Dikategorikan sebagai jihad apabila dilakukan sebagai aksi perlawanan terhadap penjajahan dan dilakukan di daerah yang sedang dijajah.","PeriodicalId":474473,"journal":{"name":"Jurnal Al-Nadhair","volume":"16 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-06-23","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"136084552","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Jurnal Al-NadhairPub Date : 2023-06-23DOI: 10.61433/alnadhair.v2i1.23
Riza Rifani
{"title":"KONSEP ILHAQ AL-MASAIL BI NAZHAIRIHA DAN METODE PENERAPANNYA PADA KASUS KONTEMPORER","authors":"Riza Rifani","doi":"10.61433/alnadhair.v2i1.23","DOIUrl":"https://doi.org/10.61433/alnadhair.v2i1.23","url":null,"abstract":"Seiring berkembangnya zaman permasalahan aktual pun terjadi yang tentu saja harus dicari solusi tentang status hukumnya. Solusinya adalah merujuk kepada teks-teks kitab turast para ulama terdahulu. Namun, kasus baru yang bermunculan kebanyakan hal-hal yang tidak ada di masa lampau, bahkan tidak pernah terbayang adanya. Dengan demikian, praktek Ilhaq al-Masail bi Nazairiha ini merupakan solusi terbaik. Namun praktek ini menimbulkan tanda tanya bagaimana konsep Ilhaq al-masail bi nazhairiha dan bagaimana metode penerapannya pada kasus kontemporer. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan diskriptif analisis yaitu menggambarkan konsep dalam kajian ushul fiqih tentang konsep ilhaq al-masail bi nazhairiha dan metode penerapannya pada kasus kontemporer. Adapun kesimpulan dalam penelitian ini adalah konsep lhaq al-masail bi nazhairiha merupakan upaya menyamakan kasus baru yang belum dibahas dalam al-kutub al-mu‘tabarah, dengan kasus lama yang sudah dibahas dalam al-kutub al-mu‘tabarah, karena keduanya memiliki sisi persamaan di bawah satu kaidah dari al-qawa‘id al-fiqhiyah. Metode ilhaq al-masa’il bi nazhairiha harus memenuhi persyaratan: masalah yang dikaji harus masuk di bawah dhabit, tidak ada pembeda antara mulhaq dengan mulhaq bih, orang yang melakukan ilhaq adalah al-faqih muqallid, yaitu sosok yang memiliki pengetahuan fiqh untuk mengetahui permasalahan-permasalahan fiqhiyah, dan alatnya adalah al-qawaid dan al-dhawabit yang dikeluarkan oleh ashab dari nash imam al-Syafi‘ dan usulnya. Terdapat tiga metode penerapan ilhaq al-masail bi nazhairiha pada kasus kontemporer. Pertama, penerapan ilhaq disertai penyebutan mulhaq bih dan al-qawa‘id al-fiqhiyyah. Kedua, Penerapan ilhaq hanya dengan penyebutan al-qawa‘id al-Fiqhiyyah tanpa ada penyebutan mulhaq bih. Ketiga, Penerapan ilhaq hanya dengan penyebutan mulhaq bih tanpa ada penyebutan al-qawa‘id al-Fiqhiyyah.","PeriodicalId":474473,"journal":{"name":"Jurnal Al-Nadhair","volume":"10 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-06-23","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"136084558","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Jurnal Al-NadhairPub Date : 2023-06-23DOI: 10.61433/alnadhair.v2i1.29
None Muhammad Khalidin
{"title":"Status Hukum Praktik Childfree Dalam Perspektif Ulama Syafi’iyah","authors":"None Muhammad Khalidin","doi":"10.61433/alnadhair.v2i1.29","DOIUrl":"https://doi.org/10.61433/alnadhair.v2i1.29","url":null,"abstract":"Anak merupakan dambaan setiap pasangan. Buah dari hasil pernikahan adalah lahirnya keturunan. Pada anak terdapat harapan yang tinggi serta pemegang estafet perjuangan bagi agama dan bangsa. Namun, ketika lahir anak sebagai bencana dan dianggap dapat memberi efek negatif bagi pasutri, masyarakat bahkan lingkungan, maka ini menjadi perkara serius. Padahal kehadiran mereka adalah pelestari peradaban di dunia ini. penolakan terhadap kehadiran anak inilah yang dikenal dan populer saat ini dengan istilah childfree. Berdasarkan realita di atas timbullah tanda tanya apa saja langkah-langkah potensial yang ditempuh untuk melakukan childfree dalam perspektif fikih syāfi’iyyah dan bagaimanakah hukum praktik childfree menurut perspektif syāfi’iyyah. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan diskriptif analisis yaitu menggambarkan langkah-langkah potensial yang ditempuh untuk melakukan childfree sesuai dengan padanan hukum yang terdapat dalam kasus fikih dalam mazhab Syafi’i. Teknik analisis data dilakukan dengan pendekatan content analysis. Adapun kesimpulan dalam penelitian ini adalah studi fikih telah merekam beberapa padanan kasus yang dicermati secara substansial semua kasus sama dengan pilihan dan praktik childfree yaitu seperti: sama sekali tidak menikah; menahan diri untuk tidak bersetubuh pasca pernikahan; ‘azl atau mengeluarkan sperma di luar vagina; dan memutuskan sistem reproduksi. Status hukum terhadap langkah tersebut adalah pada langkah potensial yang pertama tidak ada kaitannya dengan childfree, kedua boleh tetapi meninggalkan keutamaan, ketiga ada khilaf pendapat. Menurut Imam al-Ghazali boleh karena hukum dasarnya ‘azl boleh dengan catatan sesuai dengan motif yang melatarbelakanginya sesuai keterangan syariat. Sedangkan menurut Imam Nawawi hukumnya makruh tanzih. Adapun langkah potensial yang terakhir sepakat ulama haram kecuali dalam kondisi dharurat.","PeriodicalId":474473,"journal":{"name":"Jurnal Al-Nadhair","volume":"44 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-06-23","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"136084553","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Jurnal Al-NadhairPub Date : 2023-06-23DOI: 10.61433/alnadhair.v2i1.27
None Musliadi
{"title":"Faktor Munculnya Thariqat Khurasan Dan Iraq Beserta Pengaruhnya Terhadap Madzhab Syafi’i","authors":"None Musliadi","doi":"10.61433/alnadhair.v2i1.27","DOIUrl":"https://doi.org/10.61433/alnadhair.v2i1.27","url":null,"abstract":"Madzhab Syafi’i merupakan madzhab yang tersebar luas ke berbagai pelosok dunia. Imam Syafi’i mempunyai murid-murid yang menyebarkan Mazhabnya keberbagai daerah. Pada akhir abad ke-3 muncullah thariqat Khurasan dan Iraq. Tentang faktor munculnya thariqat ini beserta pengaruhnya terhadap madzhab Syafi’i dan kenapa hanya ada dua thariqat ini, belum ada pembahasan khusus dari kitab-kitab klasik dan kontemporer. Karena itu penulis ingin mengkaji faktor munculnya thariqat Khurasan dan Iraq beserta Pengaruhnya Terhadap mazhab Syafi’i, agar bisa di pahami oleh pembaca. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif yang memfokuskan pada penelitian perkembangan fiqh berkaitan thariqat Khurasan dan Iraq. Teknik Analisa data dilakukan dengan pendekatan content analisis. Adapun kesimpulannya ada 4 yaitu: 1) Faktor munculnya thariqat Khurasan dan Iraq ada empat yaitu: Banyaknya para ulama dan karangan dalam madzhab Syafi’i, Imam Syafi’i sering melakukan rihlah untuk mencari ilmu dan menyebarkan mazhabnya sendiri, tersebarnya murid Imam Syafi’i di berbagai tempat, berjauhan tempat tinggal para fuqaha syafi’iyyah, konsistennya para Ashhab dalam menyebarkan madzhab. Kemudian terkhususnya thariqat hanya kepada Khurasan dan Iraq karena ada empat alasan: Negara Islam pada masa itu tidak terpisah, Islam Ketika adalah satu negara besar yang tidak ada pembatasan-pembatasan, Rihlah dalam mencari ilmu adalah kebiasan ulama kita, Murid Imam Syafi’i bukan cuma orang Mesir. Namun, banyak dari luar mesir yang belajar ke Mesir. Dan tidak semuanya menetap di Mesir. 2) Pengaruh dari munculnya thariqat Khurasan dan Irak ada tiga yaitu: Terjadi kontradiksi dalam meriwayatkan pendapat dalam madzhab, terjadi kontradiksi dalam mentarjih pendapat dalam madzhab, dan bertambahnya bahan kajian terkait perkembangan madzhab Syafi’i.","PeriodicalId":474473,"journal":{"name":"Jurnal Al-Nadhair","volume":"40 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-06-23","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"136084555","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Jurnal Al-NadhairPub Date : 2023-06-23DOI: 10.61433/alnadhair.v2i1.30
Yuda Maulana
{"title":"Implementasi Kaidah Yutahammal Dharar Khas Li Daf' Dharar 'Am","authors":"Yuda Maulana","doi":"10.61433/alnadhair.v2i1.30","DOIUrl":"https://doi.org/10.61433/alnadhair.v2i1.30","url":null,"abstract":"Melihat perkembangan masyarakat yang kian meningkat sehingga meningkatnya kebutuhan manusia akan ruang, seperti perluasan jalan dan fasilitas umum lainnya. Oleh karenanya, pemerintah melakukan pembelian paksa untuk meningkatkan pelayanan masyarakat, sampai mengambil alih kepemilikan rakyat menjadi kepemilikan negara untuk membangun fasilitas-fasilitas tersebut. Kebijakan pemerintah ini terdapat unsur pemaksaan yang berimbas kepada kerugian salah satu dari pada dua pihak dan tidak adanya saling suka rela dalam akad jual beli. Hal ini sangat jelas menunjukkan sebuah kontraversi antara kebijakan pemerintah dengan aturan syariat Islam yang sangat mengutamakan unsur sukarela dalam akad jual beli. Beranjak dari kasus ini, penulis merasa tertarik untuk meneliti bagaimana sebenarnya hukum membeli atas dasar paksaan tanpa adanya unsur suka rela sebagaimana kebijakan pemerintah. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif analisis yang memfokuskan pada kajian implementasi kaidah yutahammal dharar khas li daf’ dharar ‘am (analisi: hukum pembelian paksa tanah rakyat untuk kepentingan umum). Adapun kesimpulan dari penelitian ini bahwa pembelian paksa terhadap pemilik tanah boleh dilakukan oleh pemerintah dengan syarat memberikan kompensasi yang adil kepada pemilik tanah dengan berpijak pada kaidah, yaitu kemudaratan yang berskala khusus terpaksa ditempuh demi menolak kemudaratan yang berskala umum. Walaupun demikian, tidak selamanya semua jenis kenikmatan bisa dengan seenaknya direngkuh dan semua hal yang terikat barbahaya harus segera digusur dari seluruh aspek kehidupan karena tidak semua orang yang mengklaim adanya dharurah dapat diterima atau dapat dibenarkan perbuatan-perbuatannya karena harus melihat alasan (illat) dharurah ,batasan ataupun syarat-syaratnya dan kebutuhan umum (hajat ‘ammah) dari pada masyarakat setempat yang dapat terlealisasinya berlangsungnya kemaslahatan mereka.","PeriodicalId":474473,"journal":{"name":"Jurnal Al-Nadhair","volume":"15 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-06-23","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"136084556","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Jurnal Al-NadhairPub Date : 2023-06-23DOI: 10.61433/alnadhair.v2i1.24
Muhammad Huzaifi Muslim
{"title":"Kedudukan Maslahah Mursalah Menurut Imam Al-Ghazali","authors":"Muhammad Huzaifi Muslim","doi":"10.61433/alnadhair.v2i1.24","DOIUrl":"https://doi.org/10.61433/alnadhair.v2i1.24","url":null,"abstract":"Mayoritas ulama telah sepakat bahwa kemaslahatan merupakan sumber utama dalam penentuan hukum. Dasarnya tempat pijakan hukum dalam Islam adalah Al-Quran, hadits, ijma’ dan qiyas. Keempatnya merupakan al-adillah as-syar’iyyah yang telah disepakati keabsahannya dalam Islam. Dan ada juga dalil-dalil yang tidak sepakat para ulama, salah satunya adalah maslahah mursalah. Maslahah mursalah adalah setiap manfaat yang tidak ada bukti baginya dari syara’ dalam bentuk nash tertentu yang membatalkannya dan tidak ada yang memperhatikannya. Maslahah mursalah menjadi sebuah problematika yang besar dikalangan ulama Asy-Syafi’iyyah, banyak ulama mazhab Syafi’i yang tidak menerima Maslahah mursalah sebagai salah satu teknik pengambilan hukum. Namun ada juga tokoh dan ulama besar di kalangan mazhab Syafi’i yang menerima maslahah mursalah, salah satunya Imam Al-Ghazali. Hal ini tentunya suatu masalah yang perlu ditemukan titik terangnya, karena tidak mungkin sosok Imam Al-Ghazali tidak konsisten dalam menjalankan konsep yang telah baku dalam mazhab Syafi’i. Dalam Penelitian ini penulis menggunakan pendekatan analisis normatif, dengan teknik pengumpulan data yaitu kajian dokumentasi terhadap literatur yang berkaitan dengan Maslahah mursalah dari karya fuqaha’ salaf al-shalih, khususnya karya Imam al-Ghazali. Dan teknik analisis data yang digunakan adalah content analisis. Maka jenis penelitian ini termasuk kategori penelitian kepustakaan (library research). kesimpulan dari penelitian ini adalah 1. Terjadi perselisihan di antara mazhab yang empat tentang kedudukan maslahah mursalah sebagai sumber hukum, baik antara Imam mazhab maupun pengikutnya. Imam Malik dan pengikutnya menerima penuh maslahah mursalah. Sedangkan tiga sisanya terjadi perbedaan pendapat antara Imam Mazhab dan pengikutnya. 2. Imam Ghazali secara garis besar menerima maslahah mursalah sebagai dalil hukum.","PeriodicalId":474473,"journal":{"name":"Jurnal Al-Nadhair","volume":"32 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-06-23","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"136084557","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Jurnal Al-NadhairPub Date : 2023-06-23DOI: 10.61433/alnadhair.v2i1.21
Muhammad Nuralim Razzaq Bulatanias
{"title":"Dinamika Perilaku Ghasab di Pesantren","authors":"Muhammad Nuralim Razzaq Bulatanias","doi":"10.61433/alnadhair.v2i1.21","DOIUrl":"https://doi.org/10.61433/alnadhair.v2i1.21","url":null,"abstract":"Ghasab merupakan perilaku menggunakan barang milik orang lain tanpa izin. Ghasabseringkali terjadi pada lingkungan asrama khususnya di pesantren. Penyebab ghasab terjadi di pesantren karena adanya lingkungan yang tercipta dari budaya menggunakan barang milik orang lain tanpa meminta izin. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor yang menyebabkan santri melakukan ghasab dan proses terjadinya kebiasaan perilaku ghasab dipesantren. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Responden penelitian diperoleh menggunakan teknik purposive sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan Teknik wawancara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebersamaansantri menghasilkan kedekatan yang membuat mereka cenderung untuk memaafkan dan ikhlas terhadap perilaku sesama santri. Terdapat dua faktor utama penyebab perilaku ghasab di pesantren yakni factor eksternal dan internal. Faktor eksternal terdiri dari pengaruh kakak kelas, pengaruh teman sebaya dan kehilangan barang akibat kondisi lingkungan pesantren. Faktor internal terdiri dari berpikir bahwa orang lain juga melakukan ghasab, malas meminta izin dan merasa tidak ketahuan.","PeriodicalId":474473,"journal":{"name":"Jurnal Al-Nadhair","volume":"199 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-06-23","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"136084559","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Jurnal Al-NadhairPub Date : 2023-01-04DOI: 10.61433/alnadhair.v1i2.18
None Sufriadi, None Fauza Andriyadi
{"title":"Pencurian Menurut Hukum Islam","authors":"None Sufriadi, None Fauza Andriyadi","doi":"10.61433/alnadhair.v1i2.18","DOIUrl":"https://doi.org/10.61433/alnadhair.v1i2.18","url":null,"abstract":"Dalam menafsirkan ayat ahkam, seorang mufassir sering terbentur pada pengertian dan definisi-definisi, benturan ini dikarenakan para musfassir dilingkari oleh konteks yang sering berubah dan tidak tetap sehingga membutuhkan kejelian pada saat membahas dan memaknainya. Kondisi ini tentunya memerlukan kepastian hukum yang diperoleh dari sumber dasar baik Al-Qur`an maupun hadis agar tidak terjadinya multitafsir yang menyimpang. Ayat 38 surat Al-Maidah merupakan salah satu dalil yang dijadikan sebagai acuan penetapan sanksi kepada pencuri. Namun jika diteliti lebih lanjut ada beberapa unsur yang berbentuk umum dan mesti ada penjelasan tentang subtansial unsur-unsur dimaksud agar tidak keliru penetapan hukum nantinya. Penelitian ini merupakan penelitian pustaka (library research). Dalam Penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan analisis normatif, teknik analisis data yang digunakan adalah content analysis. Pencurian merupakan tindak pidana yang sangat dikecam dalam agama Islam, oleh karenanya diberikan denda potong tangan bagi pelaku. Kecaman dan ketentuan tentang sanksi bagi pencuri di antaranya tertuang dalam Al-Qur`an surat Al-Maidah ayat 38 dan beberapa hadis. Pencurian adalah tindakan pengambilan barang yang dilakukan oleh seorang mukallaf serta tidak dalam keadaan terpaksa, dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Sekalipun masih menjadi diskursus ulama karena aspek ini termasuk ranah persumtif, namun dapat disimpulkan bahwa antara syarat yang harus dipenuhi agar sah dikenakan sanksi potong tangan adalah jumlah harta yang dicuri mencapai seperempat dinar atau setara dengan harga seperempat dinar. Begitu juga tentang tempat dasar barang yang diambil merupakan tempat yang layak untuk penyimpanan barang terkait. Dalam hal dikenakan sanksi potong tangan, maka yang dipotong adalah tangannya yang kanan dan dipotong di pergelangan tangan.","PeriodicalId":474473,"journal":{"name":"Jurnal Al-Nadhair","volume":"7 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-01-04","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"135500975","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}