{"title":"TEOLOGI KEMANUSIAAN MENURUT ALI SYARI’ATI","authors":"A. Riyadi","doi":"10.15408/paradigma.v2i02.26784","DOIUrl":"https://doi.org/10.15408/paradigma.v2i02.26784","url":null,"abstract":"Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengemukakan ide-ide kemanusiaan Ali Syari‟ati yang dianalisis dari berbagai karyanya yang diteliti melalui kajian kepustakaan (library research). Penelitian ini hendak menemukan konsep ide-ide tersebut dan melihat sejauh mana Ali Syari‟ati menggagas tentang ide kemanusiaan yang terbingkai dalam ranah teologi Islam (tauhid). Penelitian ini menemukan bahwa sebagai sosok pejuang revolusioner, Ali Syari‟ati tidak pernah melepaskan dalam setiap karya yang dihasilkan akan ide kemanusiaan. Yang dimaksud dengan ide kemanusiaan Ali Syari‟ati mengacu pada usaha-usaha untuk menemukan kembali ruh Islam yang sempat dikebiri ole ide kekuasaan mutlak Tuhan yang menyebabkan paradigm berpikir masyarakat menjadi tidak atau bahkan anti revolusioner. Sehingga sikap masyarakat cenderung pasif, dan semakin terkungkung oleh kedigdayaan penguasa. Lambat laun hal ini akan semakin mengukuhkan status quo oleh penguasa yang anti kemanusiaan.Ali Syari‟ati membuat reformulasi tentang masyarakat Islam ideal pada masa sekarang dengan mengambil dan bercermin pada perilaku Islam pada masa awal yang dibawa Nabi Muhammad Saw. sebagai preseden. Menurutnya Islam pada awalnya membawa misi untuk kesejahteraan umat manusia dengan dibuktikan mengeliminasi berbagai bentuk dogma masa jahiliyah yang tidak memihak pada kepentingan rakyat umum. Susunan masyarakat ideal yang dimaksud Ali Syari‟ati adalah susunan masyarakat yang anti diskriminasi, anti status quo, dan „anti-anti‟ lainnya yang bertendensi pad aide anti revolusioner, bahkan susunan masyarakat yang sejati adalah susunan masyarakat yang dikuasai oleh kebebasan berkehendak, ditegakannya sikap keadilan, dan lebih mementingkan masayarakat lemah.Kata kunci: kemanusiaan, Revolusioner, manusia dan pembebasan.","PeriodicalId":394656,"journal":{"name":"Paradigma: Jurnal Kalam dan Filsafat","volume":"10 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-12-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"133643860","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"TUHAN PERSPEKTIF IBN ṬHUFAYL DALAM KISAH HAYY BIN YAQDZÂN","authors":"M. Usman","doi":"10.15408/paradigma.v2i02.26663","DOIUrl":"https://doi.org/10.15408/paradigma.v2i02.26663","url":null,"abstract":"Abstract: This research aims to analyze thought of God in his book, Risâlah fî Asrâr al-Hikmah al- Masyrîqiyyah Hayy ibn Yaqzhân (1978, Published Beirut). In the view of Ibn Ṭhufayl, God is Al-Maujud so to worship unto Him is required the sensitivity of five senses, rational powers and strong spiritual processes. As Ibn Ṭhufayl said, in pursuit of Al-Maujud he uses the universe, such as sky, animals and plants to resemble Al-Maujud. in tasyabbuhat (imitating the behavior of nature) ibn Ṭhufayl can attain illumination the light of all lights. Finally, he can -musyahadah (witness) the essence of God which is the culmination of happiness. Keywords: God, Universe, Ibn Ṭhufayl","PeriodicalId":394656,"journal":{"name":"Paradigma: Jurnal Kalam dan Filsafat","volume":"25 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-12-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"114192092","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"EKSISTENSI IDEOLOGI MUHAMMADIYAH KEPEMIMPINAN","authors":"Rusli Latif","doi":"10.15408/paradigma.v2i01.26630","DOIUrl":"https://doi.org/10.15408/paradigma.v2i01.26630","url":null,"abstract":"Abstrak: Eksistensi merupakan bagian dari disiplin ilmu filsafat yang menjelaskan bahwa manusia berdiri atas kuasanya sendiri, hal tersebut juga diamini oleh para tokoh eksistensialisme seperti Soren Abey Kierkergaad, Heideger, Gabriel Marcel, Jean Paul dan lainnya. Ideologi juga merupakan bagian dari eksistensi yang lahir dari proses pemikiran manusia. Muhammadiyah adalah organisasi yang bereksistensi lahir dari ideologi Islam.Sebagai organisasi yang mempunyai peran besar bangsa ini, Muhammadiyah selalu merumuskan gerakannya dengan menyesuaikan perkembangan zaman. Sosoknya yang selalu menyinari bumi pertiwi dalam hembusan nafas dan doa untuk pendirinya K.H Ahmad Dahlan yang juga sekaligus pahlawan nasional melawam para kolonial untuk merampas bumi Indonesia. Ideologi gerakan serta pikiran-pikiran inklusif membuat Muhammadiyah menjadi ladang dakwah amar ma’ruf nahi munkar di tengah kering dan sempitnya pemahaman keberagaman beberapa masyarakat Indonesia. Ideologi Muhammadiyah menjadi unsur penting sebagai core gerakan pembaharuan ini, empat rumusan ideologi Muhammadiyah telah tertuang dalam: pertama, Muqaddimah Anggaran Dasar (AD) pada 1945-1951 Muhammadiyah; kedua, kepribadian Muhammadiyah pada 1962, ketiga, Matan Keyakinan dan Cita-Cita Hidup Muhammadiyah (MKCH) pada 1969, keempat, Khittah Perjuangan Muhammadiyah pada 1956, 1971, 1972 dan 2002.Dalam penelitian ini ditemukan bahwa Muhammadiyah selalu mengikuti arus perubahan zaman dan merancang agenda kedepan untuk menjawab problem solving yang muncul di masyarakat. Hal yang menarik di masa kepemimpinan Muhammad Din Syamsuddin (2005-2015) adalah muncul berbagai gaya kepemimpinan serta strategi perjuangan hingga slogan “Islam Berkemajuan”. Dari tahun 2005-2015 sedikitnya ada tiga agenda besar Muhammadiyah; (1) Pernyataan Pikiran Muhammadiyah Abad Ke-2 (Zhawahir al-Afkar Al-Muhammadiyah Li Al-Qarni Al-Tsani), (2) Profil “Islam Berkemajuan” dan (3) Negara Pancasila Sebagai (Darul Ahdi Wa Syahadah).Kata Kunci: Eksistensi, Ideologi dan Muhammadiyah","PeriodicalId":394656,"journal":{"name":"Paradigma: Jurnal Kalam dan Filsafat","volume":"15 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-07-01","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"131767043","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"PENDEKATAN HERMENEUTIKA MICHEL FOUCAULT DALAM SEJARAH MASUKNYA ISLAM DI SULAWESI SELATAN","authors":"Ikbal Alimuddin","doi":"10.15408/paradigma.v2i01.26631","DOIUrl":"https://doi.org/10.15408/paradigma.v2i01.26631","url":null,"abstract":"Abstrak: Dalam perbincangan seputar sejarah, sebuah pemikiran yang menarik dari seorang filsuf kontemporer, yakni filsuf Barat yang kita kenal dengan nama Michel Foucault yang memiliki pandangan cukup menarik dalam pemikirannya atas sejarah. Foucault menyebut sejarah sebagai “Diskontinuitas”, dimana setiap peristiwa-peristiwa sejarah menurut Foucault ada fragmentasinya sendiri-sendiri, dalam artian sebuah peristiwa sejarah memiliki retakan peristiwa dan memiliki Episteme sehingga oleh Foucault, Sejarah disebut sebagai sesuatu yang diskontiniu. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis sebuah peristiwa sejarah dengan menggunakan teori analisis Michel Foucault yaitu Arkeologi dan Geneologi. Dalam penelitian ini akan membahas seputar sejarah masuknya Islam ke Sulawesi Selatan sampai kepada proses Islamisasi disana, dan juga dalam penelitian ini akan menunjukkan bahwa sejarah adalah sesuatu yang memang mempunyai episteme dalam tiap-tiap zamannya, sebagaimana yang di maksud oleh Foucault yaitu sejarah sebagai sesuaitu yang Diskontiniu. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dari berbagai sumber yang ada, pada umumnya masyarakat memiliki pandangan yang berbeda akan masuknya Islam ke Sulawesi Selatan sampai proses penyebarannya, akan tetapi perbedaan itu kemudian di bakukan dengan sebuah pandangan yang menitik bertkan kepada sumber-sumber yang ada seperti lontara dan buku-buku sejarah yang ditulis oleh para sejarawan. Sehingga pandangan yang tidak mempunyai bukti tertulis itu di kesampingkan dan lebih mengutamakan sumber yang ada, sehingga pandangan-pandangan yang kurang memiliki sumber tidak banyak dipedomani oleh generasi selanjutnya.Kata Kunci: Diskontinuitas, Fragment, Episteme, Lontara, Arkeologi, Geneologi. ","PeriodicalId":394656,"journal":{"name":"Paradigma: Jurnal Kalam dan Filsafat","volume":"12 4","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-07-01","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"132468953","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"ESTETIKA ISLAM “TINJAUAN TERHADAP SYAIR WASIAT RENUNGAN MASA KARYA TUAN GURU KYAI HAJI MUHAMMAD ZAINUDDIN ABDUL MADJID”","authors":"Mir’atul Izzatillah","doi":"10.15408/paradigma.v3i01.27367","DOIUrl":"https://doi.org/10.15408/paradigma.v3i01.27367","url":null,"abstract":"Abstrak: Artikel ini mendeskripsikan salah satu diskursus dari filsafat al-Qur’an, yaitu eskatologi yang dilihat berdasarkan pemikiran keislaman Fazlur Rahman (1919-1988). Khususnya mengenai hari kebangkitan, surga dan neraka. Menurutnya, gagasan pokok al-Qur’an mengenai eskatologi adalah moment kesadaran diri (moment of truth) atas amal perbuatan yang telah dikerjakan. Moment of truth ini terjadi setelah fenomena kehancuran bumi, meskipun menurut Rahman, pernyataan filosofis al-Qur’an tidak lah membicarakan kehancuran bumi secara total, melainkan membicarakan transformasinya kepada wujud baru yang secara wajar dan otomatis meniscayakan kehancuran wujud lama. Dan secara otomatis, bagi Rahman, tidak lah dibenarkan jika surga bagi para muttaqin, dan neraka bagi para orang jahat itu sudah ada sejak sekarang, melainkan keduanya masih sedang menunggu adanya proses perubahan transformasi sampai tiba saatnya. Yang oleh al-Qur’an disebut dengan hari kebangkitan. Pada moment hari kebangkitan ini, Rahman juga meyakini bahwa jiwa dan raga merupakan satu paket sebagai diri seseorang yang akan tersusun dan wujud kembali. Tentu saja hal ini berbeda dengan pernyataan para filosof dan teolog Muslim lainnya yang masih mempersepsi dualisme antara jiwa dan raga, yang sejatinya menurut Rahman satu paket menjadi identitas diri manusia.Kata Kunci: Fazlur Rahman, Hari Kebangkitan, Surga-Neraka.","PeriodicalId":394656,"journal":{"name":"Paradigma: Jurnal Kalam dan Filsafat","volume":"128 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-09-19","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"128219955","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}