{"title":"LEGALITAS OPERASI TANGKAP TANGAN OLEH KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI","authors":"Mardian Putra Frans, Muhamad Haryanto","doi":"10.24246/alethea.vol3.no2.p117-134","DOIUrl":"https://doi.org/10.24246/alethea.vol3.no2.p117-134","url":null,"abstract":"UU KPK tidak mengatur kewenangan operasi tangkap tangan, sehingga dasar hukum dari operasi tangkap tangan sering menjadi objek Praperadilan. Isu hukum artikel ini adalah dasar hukum operasi tangkap tangan oleh Komisi Pemberatasan Korupsi (KPK). Berdasarkan analisis yang dilakukan ditemukan bahwa operasi tangkap tangan merupakan bagian dari tindakan penangkapan dalam hal tertangkap tangan. Operasi tangkap tangan memiliki perbedaan dilihat dari metode pelaksanaan dengan tindakan penangkapan yang dikenal sebagai tertangkap tangan. Jika tertangkap tangan dilakukan dengan spontanitas tanpa adanya rencana, maka operasi tangkap tangan diawali dengan metode penyadapan dan hasil penyadapan tersebut digunakan untuk mengetahui akan terjadinya tindak pidana. Setelah mengetahui akan terjadi tindak pidana maka KPK melakukan penangkapan dalam hal tertangkap tangan pada saat tindak pidana itu terjadi.","PeriodicalId":332641,"journal":{"name":"Jurnal Ilmu Hukum: ALETHEA","volume":"138 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-12-15","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"115291070","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"INDONESIA TURKI COMPREHENSIVE ECONOMIC PARTNERSHIP AGREEMENT (CEPA)","authors":"Laksana Wirajati Anugrah Dityo","doi":"10.24246/alethea.vol3.no2.p155-172","DOIUrl":"https://doi.org/10.24246/alethea.vol3.no2.p155-172","url":null,"abstract":"Bentuk kebijaksanaan ekonomi internasional oleh pemerintah memiliki dampak langsung maupun tidak langsung dan sangat mempengaruhi komposisi, arah serta bentuk-bentuk perdagangan dan pembiayaan internasional. Kebijaksanaan tersebut bukan hanya meliputi kuota, tarif dan sebagainya tetapi termasuk juga kebijaksanaan pemerintah di dalam negeri yang secara tidak langsung mempunyai pengaruh terhadap perdagangan internasional serta pembayaran internasional seperti kebijakan moneter dan fiskal. Partnership Agreement sendiri memiliki makna yaitu perjanjian kerja sama yang menetapkan beberapa peraturan tertentu yang harus dibuat secara tertulis. Fokus pada artikel ini adalah perjanjian perdagangan antara Indonesia dan Turki. Isu hukum yang akan diangkat dalam artikel ini adalah kedudukan Partnership Agreement bagi para pihak, kemanfaatan, kepastian hukum. Perjanjian perdagangan bebas Indonesia dengan Negara Turki ini lebih mengarah ke perdagangan dan investasi. Indonesia sendiri juga harus memfokuskan perubahan dalam pembangunan nasional, strategi perdagangan dan investasi yang disertai pembangunan infrastruktur yang sekiranya bisa mendukung dan memperlancar kegiatan yang berhubungan dengan investasi.","PeriodicalId":332641,"journal":{"name":"Jurnal Ilmu Hukum: ALETHEA","volume":"53 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-12-15","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"116300685","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Citra Metasora Wau, Marihot Janpieter Hutajulu, S. Dwiyatmi
{"title":"IMPLIKASI POSITIVISME HUKUM TERKAIT PENGATURAN TEKNOLOGI FINANSIAL DI INDONESIA","authors":"Citra Metasora Wau, Marihot Janpieter Hutajulu, S. Dwiyatmi","doi":"10.24246/alethea.vol3.no2.p77-98","DOIUrl":"https://doi.org/10.24246/alethea.vol3.no2.p77-98","url":null,"abstract":"Tulisan ini membahas tentang aliran positivisme hukum dan pengaruhnya terhadap sistem hukum di Indonesia serta kaitannya dengan pengaturan teknologi finansial. Tulisan ini berargumen bahwa sistem hukum di Indonesia sangat dipengaruhi oleh aliran positivisme hukum dan berimplikasi pada sistem dan penegakan hukum yang hanya didasarkan pada menjalankan undang – undang. Lebih lanjut, tulisan ini menjelaskan pengaruh positivisme hukum tersebut terkait pengaturan teknologi finansial yang sampai saat ini belum diatur dalam sebuah peraturan perundang – undangan. Hal ini disebabkan oleh positivisme hukum yang bersifat logis, tetap dan tertutup tanpa mempertimbangkan tuntutan – tuntutan sosial, politik, ukuran moral dan faktor non yuridis lainnya sehingga penegakan hukum tidak berjalan dengan efektif karena memiliki kelemahan pada hukum positif yang sering ketinggalan zaman dan tidak sesuai lagi dengan kebutuhan dan perkembangan masyarakat. Berangkat dari pemikiran bahwa hukum seharusnya dipandang sebagai suatu lembaga kemasyarakatan yang berfungsi untuk memenuhi kebutuhan – kebutuhan sosial, maka penegakan hukum tidak seharusnya dipumpunkan peraturan perundang-undangan semata.","PeriodicalId":332641,"journal":{"name":"Jurnal Ilmu Hukum: ALETHEA","volume":"11 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-12-15","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"124912009","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"INKONSISTENSI VERTIKAL PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN","authors":"Nikodemus Roy Pattuju","doi":"10.24246/alethea.vol3.no2.p99-116","DOIUrl":"https://doi.org/10.24246/alethea.vol3.no2.p99-116","url":null,"abstract":"Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan kekuasaan pembentukan peraturan yang dimiliki oleh Pemerintah Daerah dan menunjukkan adanya inkonsistensi vertikal dalam hierarki peraturan perundang-undangan di Indonesia. Penelitian ini merupakan penelitian hukum yang menggunakan pendekatan peraturan dan pendekatan konseptual. Objek penelitian ini adalah pengaturan terhadap distribusi minuman beralkohol pada Peraturan Presiden No. 74 Tahun 2013 dan Peraturan Daerah Kota Sukabumi No. 13 Tahun 2015. Penelitian berkesimpulan bahwa terdapat inkonsistensi substansi yang diatur dalam kedua peraturan tersebut. Inkonsistensi ini terjadi karena kegagalan Pemerintah Daerah dalam menyesuaikan norma yang telah diatur oleh Pemerintah Pusat dan tidak adanya pengawasan preventif yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat terhadap pembuatan peraturan daerah.","PeriodicalId":332641,"journal":{"name":"Jurnal Ilmu Hukum: ALETHEA","volume":"11 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-12-15","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"125449886","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"KEBIJAKAN LEGISLATIF TERBUKA DALAM KETENTUAN AMBANG BATAS PENCALONAN PRESIDEN (STUDI TERHADAP PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 59/PUU-XV/2017)","authors":"Ruth Christa Vanesa Hariyanto","doi":"10.24246/alethea.vol3.no1.p29-42","DOIUrl":"https://doi.org/10.24246/alethea.vol3.no1.p29-42","url":null,"abstract":"Tulisan ini akan membahas mengenai ketentuan syarat ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden yang terdapat dalam Pasal 222 UU Pemilu. Terkait dengan isu tersebut, Penulis berpendapat bahwa syarat ambang batas tersebut adalah sebagai perwujudan dari Kebijakan Legislatif Terbuka sebagaimana tertulis dalam Putusan MK No. 59/PUU-XV/2017. Dari Putusan tersebut, yang menjadi perhatian Penulis adalah dalil Pemohon dalam penolakan Pasal 222 UU Pemilu dengan menggunakan argumentasi HAM. Penulis berpendapat bahwa Pasal 222 UU Pemilu tersebut tidaklah terkait dengan masalah pelanggaran HAM sebagaimana dimaksud oleh Pemohon. Untuk menjawab isu tersebut, pada tulisan ini Penulis berpendapat bahwa syarat ambang batas yang terwujud dalam Pasal 222 UU Pemilu adalah wujud dari Kebijakan Legislatif Terbuka yang secara langsung dan tegas telah didelegasikan oleh konstitusi. Tujuan dari Penulisan ini adalah menganalisis karakteristik Kebijakan Legislatif Terbuka dalam ketentuan Pasal 222 UU Pemilu dan menganalisis ketidaksesuaian penggunaan argumentasi HAM dalam penolakan Pasal 222 UU Pemilu. \u0000This research discusses the threshold requirement in the presidential candidacy that is regulated in Article 222 of the Election Law. The Author argues that a threshold requirement is a form of Open Legal Policy as confirmed by the Constitutional Court Decision No. 59/PUU-XV/2017. As elaborated in the Decision, the Applicants argued that they denied Article 222 by using human rights reasoning. On the contrary, the Author argued that Article 222 did not relate to human rights violence as argued by the Applicants. This research highlights the reasoning on the basis of Open Legal Policy which is delegated from the Constitution of Indonesia. This research will analyze the characters of Open Legal Policy in Article 222 of the Election Law and it will prove the incompatibility of human rights arguments in denying Article 222 of the Election Law.","PeriodicalId":332641,"journal":{"name":"Jurnal Ilmu Hukum: ALETHEA","volume":"35 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-08-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"130737494","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"RESTORASI MATERI PENGAJARAN HUKUM ADAT","authors":"S. Dwiyatmi, R.E.S Fobia","doi":"10.24246/alethea.vol3.no1.p60-76","DOIUrl":"https://doi.org/10.24246/alethea.vol3.no1.p60-76","url":null,"abstract":"Mata kuliah Hukum Adat tetap relevan namun secara substansi seyogyanya dilakukan restorasi secara garis besar. Cara melakukan restorasi adalah dengan memberi makna atas materi Hukum Adat secara tidak keliru melalui materi yang relevan dengan situasi kini. Restorasi ini harus dilakukan dengan bertumpu pada hal-hal ini. Pertama pemahaman atas persekutuan hidup teritori, kedua Hukum Adat sebagai instrumen pembentukan hukum di persekutuan hidup teritori, ketiga Hukum Adat sebagai hukum positif, keempat relevansi Hukum Adat dengan mata kuliah lain dan pemahaman Hukum Adat serta masyarakat adat dalam berbagai peraturan perundangan. Dengan adanya restorasi ini maka Hukum Adat dapat menyesuaikan dengan kondisi kekinian tanpa meninggalkan nilai-nilainya yang masih relevan. \u0000Even though the customary law subject still remains relevant, it is necessary to restore the main substances. Restoration can be done by giving proper meaning to customary law subject through material that is relevant to current issues. This restoration shall be done by relying on four things: first, an understanding to territorial life alliance; second, customary law as an instrument of law creation in territorial life alliance; third, customary law as positive law; fourth, the relevance of customary law and other subjects and also a well understanding of customary law and indigenous people that are regulated in laws. It is believed that customary law may adjust to nowadays situation without leaving its relevant values.","PeriodicalId":332641,"journal":{"name":"Jurnal Ilmu Hukum: ALETHEA","volume":"44 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-08-27","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"124700037","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"DILEMA PASAL 121 AYAT (3) KONVENSI HUKUM LAUT INTERNASIONAL 1982 TENTANG BEBATUAN KARANG (STUDI KAJIAN PUTUSAN SOUTH CHINA SEA ARBITRATION)","authors":"C. B. A. Susatyo","doi":"10.24246/alethea.vol3.no1.p1-16","DOIUrl":"https://doi.org/10.24246/alethea.vol3.no1.p1-16","url":null,"abstract":"Tulisan ini akan membahas secara spesifik problematika dilematis yang terjadi ketika Pasal 121 ayat (3) Konvensi Hukum Laut Internasional 1982 (1982 United Nation Convention on the Law of the Sea) dihadapkan pada praktik-praktik internasional yang dilakukan oleh negara pantai atas eksistensi bebatuan karang yang terdapat di dalam zona maritim negara pantai. Dalam tulisan ini, penulis berpendapat bahwa Pasal 121 ayat (3) Konvensi Hukum Laut 1982 ternyata sangat sulit untuk dipahami dan hal tersebut mengakibatkan klaim negara pantai atas perlakuannya terhadap bebatuan karang menjadi variatif dan menimbulkan kebebasan bagi negara pantai untuk menginterpretasikan Pasal 121 ayat (3) KHL 1982 seturut dengan kepentingan geopolitik dan kebijakan strategisnya. \u0000This paper will specifically discuss the dilemma that occurs when Article 121 paragraph (3) of the 1982 International Convention on the Law of the Sea (1982 UNCLOS) is confronted with international practice of the coastal state over the existence of rocks in their maritime zones. In this paper, the author argues that Article 121 paragraph (3) UNCLOS is quite arduous to be understood, causing a varied interpretation from the coastal state regarding a claim of rocks in their respective maritime zone according to their geopolitical interest and \u0000policies strategy.","PeriodicalId":332641,"journal":{"name":"Jurnal Ilmu Hukum: ALETHEA","volume":"1 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-08-26","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"128472921","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"KONSTITUSIONALITAS KEMANDIRIAN KOMISI PEMILIHAN UMUM, BADAN PEMERIKSAAN KEUANGAN, KOMISI YUDISIAL, DAN BANK INDONESIA","authors":"Dinda Dechyntia Asmarani","doi":"10.24246/alethea.vol3.no1.p17-28","DOIUrl":"https://doi.org/10.24246/alethea.vol3.no1.p17-28","url":null,"abstract":"Perubahan atau amandemen ketiga dan keempat UUD NRI Tahun 1945 menghadirkan beberapa lembaga negara baru, seperti Komisi Yudisial dan Komisi Pemilihan Umum. Lembaga-lembaga negara tersebut yang bersifat mandiri sebagaimana diatur dalam UUD NRI Tahun 1945. Pokok persoalan dalam penelitian ini berkenaan dengan konstitusionalitas kemandirian beberapa lembaga negara yaitu Komisi Yudisial, Komisi Pemilihan Umum, Bank Indonesia, dan Badan Pemeriksa Keuangan. Penelitian ini menggunakan pendekatan perundang-undangan, pendekatan konseptual, dan pendekatan historis dimana menggunakan bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Hasil penelitian menunjukan bahwa kedudukan lembaga-lembaga negara yang ditentukan mandiri tersebut adalah konstitusional karena pembentukannya berdasarkan konstitusi, sehingga sesuai dengan asas supremasi konstitusi itu sendiri. \u0000Amendments to the third and fourth amendments of the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia constitute several new state institutions such as the Judicial Commission and the Election Commission. These state institutions are independent as regulated in the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia. This study uses a statutory approach, conceptual approach, and historical approach, which uses primary, secondary, and tertiary legal materials. The results showed that the position of the independent determine state institutions was constitutional, because its formation was based on the constitution so that it was under the principle of supremacy of the constitution itself.","PeriodicalId":332641,"journal":{"name":"Jurnal Ilmu Hukum: ALETHEA","volume":"3 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-08-26","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"131516812","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"DISKRIMINASI DALAM PEMBERIAN FORMULIR PENERBANGAN ORANG SAKIT YANG MENGANDUNG KLAUSULA BAKU BAGI PENYANDANG DISABILITAS","authors":"Ketria Ranika","doi":"10.24246/alethea.vol3.no1.p43-60","DOIUrl":"https://doi.org/10.24246/alethea.vol3.no1.p43-60","url":null,"abstract":"Fenomena pemberian formulir orang sakit yang diberikan oleh maskapai Lion Air terhadap penyandang disabilitas merupakan tindakan diskriminasi yang menarik untuk dicermati. Perlu diketahui asas non-diskriminasi memberikan perlindungan kepada setiap orang untuk bebas dari perlakuan diskriminatif. Tujuan dari penelitian ini untuk menganalisis kedudukan penyandang disabilitas dengan orang sakit, serta perlindungan hukum bagi penyandang disabilitas di bidang penerbangan dan diskriminasi dalam klausula formulir orang sakit yang diberikan pada penyandang disabilitas. Jenis penelitian yang digunakan, yaitu penelitian hukum normatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa status antara penyandang disabilitas dan orang sakit merupakan hal yang berbeda dan tidak dapat diperlakukan secara sama. Penyamaan penyandang disabilitas dan orang sakit, melalui pemberian formulir orang sakit terhadap penyandang disabilitas, merupakan diskriminasi terhadap penyandang disabilitas karena orang sakit memiliki karakteristik yang berbeda dengan penyandang disabilitas, sehingga hal ini dapat menciderai hak dari penyandang disabilitas. \u0000The use of forms of sick people to persons with disabilities by Lion Air is an interesting act of discrimination to be observed. It should be known that the principle of non-discrimination gives protection for everyone to be free from discriminatory treatment. The purpose of this study is to analyse the position of persons with disabilities with sick people, as well as legal protection for persons with disabilities in the field of aviation and discrimination due to sick people's form that given to persons with disabilities. The type of research used is normative legal research. The results showed that status between people with disabilities and sick people was different. The equalization of persons with disabilities and sick people through the provision of forms of sick persons with disabilities constitutes discrimination against persons with disabilities, so it could violate the rights of persons with disabilities.","PeriodicalId":332641,"journal":{"name":"Jurnal Ilmu Hukum: ALETHEA","volume":"29 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-08-26","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"132821122","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"MUATAN KEPENTINGAN ORANG ASLI PAPUA DALAM PERATURAN DAERAH DI PROVINSI PAPUA DAN PAPUA BARAT","authors":"Hengki Saiba","doi":"10.24246/alethea.vol2.no2.p79-96","DOIUrl":"https://doi.org/10.24246/alethea.vol2.no2.p79-96","url":null,"abstract":"Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 yang telah dirubah dengan UU Nomor 35 Tahun 2008 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 1 Tahun 2008 tentang Perubahan Atas UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua Menjadi Undang-Undang menempatkan orang asli Papua dan penduduk Papua pada umumnya sebagai subjek utama. Penjabaran dan pelaksanaan UU ini seharusnya juga dilakukan secara proporsional sesuai dengan jiwa dan semangat berbangsa dan bernegara yang hidup dalam nilai-nilai luhur masyarakat Papua, yang diatur dalam Peraturan Daerah Khusus dan Peraturan Daerah Provinsi. UU Nomor 21 tahun 2001 menyebutkan orang asli Papua adalah orang yang berasal dari rumpun ras Melanesia yang terdiri dari suku-suku asli di Provinsi Papua dan/atau orang yang diterima dan diakui sebagai orang asli Papua oleh masyarakat adat Papua. Hal-hal mendasar yang menjadi parameter kepentingan asli Orang Papua termaktub dalam Penjelasan UU Nomor 21 tahun 2001. \u0000Law Number 21 Year 2001 which has been amended by Law Number 35 Year 2008 Concerning Establishment of Government Regulations Substitute Law Number 1 Year 2008 Regarding Amendments to Law Number 21 Year 2001 Concerning Special Autonomy For Papua Province Becoming Laws places indigenous Papuans and Papuans at generally as the main subject. The elaboration and implementation of this Law in Provinces and Regencies/Cities should also be carried out proportionally in accordance with the spirit and spirit of the nation and state that live in the noble values of the people of Papua, which are regulated in Special Regional Regulations and Provincial Regulations. Law Number 21 of 2001 concerning Special Autonomy for the Province of Papua states that the Orang Asli Papua are people who come from the Melanesian race which consists of indigenous tribes in the Papua Province and/or people who are accepted and recognized as indigenous Papuans by the Papuan indigenous people. The basic things that become parameters of the original interests of the Papuan people are contained in the Explanation of Law Number 21 of 2001 concerning the Special Autonomy of Papua and the human rights constitution.","PeriodicalId":332641,"journal":{"name":"Jurnal Ilmu Hukum: ALETHEA","volume":"45 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-02-27","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"114544710","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}