{"title":"Pemenuhan Hak Konstitusional Akta Kelahiran Bagi Anak Terlantar di Kota Surabaya ditinjau dari Undang-Undang Perlindungan Anak","authors":"Hendrikus Putra Cromain","doi":"10.37477/SEV.V5I1.211","DOIUrl":"https://doi.org/10.37477/SEV.V5I1.211","url":null,"abstract":"Pengimplementasian dan efektifitas Undang-Undang Perlindungan Anak dalam melakukan tindakan perlindungan, perawatan, pemeliharaan, serta pemenuhan kebutuhan hak secara konstitusional terhadap anak terlantar. Wewenang dan upaya Pemerintah Kota dan Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak atau LKSA dapat memberikan atau memenuhi hak konstitusional akta kelahiran anak terlantar yang memang tidak tau asal-usulnya atau bahkan sudah tidak memiliki berkas-berkas identitas lainnya. Hak konstitusional akta kelahiran merupakan hak dasar dalam penentuan identitas pengakuan status kewarganegaraan. Undang-Undang Perlindungan Anak memberikan ketentuan dalam pengakuan orang terlantar melalui penetapan pengadilan, agar dari penetapan pengadilan itulah Negara memberikan jaminan hidup yang layak bagi anak terlantar kususnya di Kota Surabaya. Dasar hukum yang digunakan pada Undang-Undang Perlindungan Anak adalah Pasal 55, Pasal 57, Pasal 58. Masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah bagaimana wewenang Pemerintah Kota dan Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak di Kota Surabaya terkait pemenuhan hak konstitusional akta kelahiran anak terlantar berdasarkan Undang-Undang Perlindungan Anak dan apa saja kendala dalam pemenuhan hak konstitusional akta kelahiran di Kota Surabaya bagi anak terlantar. Hasil dari penelitian ini yaitu meberikan pandangan terkait peraturan pada pasal yang perlu diperhatikan atau ditinjau kembali dalam melakukan pemenuhan hak konstitusional akta kelahiran anak terlantar serta memberikan perhatian dan tindakan ekstra yaitu melakukan sosialisasi pada tata cara atau proses pengajuan, pengurusan, dan pendaftaran akta kelahiran secara online dari pihak pemerintah kota terhadap LKSA di Kota Surabaya.","PeriodicalId":241926,"journal":{"name":"SAPIENTIA ET VIRTUS","volume":"74 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-06-22","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"116265611","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"Implementasi Peran Badan Permusyawaratan Desa dalam Penyusunan Peraturan Desa di Desa Sidorejo","authors":"Kurniawan Wibisono Pararaton","doi":"10.37477/SEV.V5I1.213","DOIUrl":"https://doi.org/10.37477/SEV.V5I1.213","url":null,"abstract":"Tujuan dari dilaksanakannya penelitian ini adalah agar memberikan pengetahuan tambahan terkait peran BPD dalam merancang Peraturan Desa sampai ditetapkan menjadi Peraturan Desa. Mengunakan penelitian secara empiris. Melalui penelitian ini peneliti menawarkan bahwa BPD merupakan bagian penting dalam pembuatan Peraturan Desa. Pemerintahan Desa merupakan suatu sistem pemerintahan yang paling mendasar, syarat yang mutlak termasuk masyarakat yang biasanya diwakilkan dalam lembaga kemasyarakatan yang berbentuk formal dalam hal ini Badan Permusyawaratan Desa. Pasal 1 ayat (4) Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan Badan Permusyawaratan Desa atau yang bisa disebut nama lain yaitu suatu lembaga desa yang melaksanakan fungsi pemerintahan yang mempunyai anggota dari penduduk desa. Dalam menjalankan tugasnya membuat Rancangan Peraturan Desa sampai ditetapkan menjadi Peraturan Desa, BPD mempunyai beberapa kendala yang sampai saat ini belum bisa diatasi.","PeriodicalId":241926,"journal":{"name":"SAPIENTIA ET VIRTUS","volume":"29 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-06-22","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"122723093","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"Batasan Negara untuk Menentukan Tindak Pidana dalam Perspektif Teori Kontrak Sosial","authors":"Novianto Sanjaya","doi":"10.37477/SEV.V5I1.209","DOIUrl":"https://doi.org/10.37477/SEV.V5I1.209","url":null,"abstract":"Penulisan ini bertujuan untuk menganalisis mengenai pemberlakuan hukum pidana di Indonesia dengan berdasarkan pada norma yang bersumber dari asas-asas dan kebiasaan di masyarakat. Keberlakuan tersebut juga diikuti dengan keberadaan teori yang telah dikemukakan oleh Hans Kelsen mengenai teori kaidah hukum berjenjang, bahwa suatu norma hukum yang lebih tinggi dan berlapis akan diikuti oleh norma hukum dibawahnya secara berjenjang, yang mana norma hukum tertinggi disebut sebagai grundnorm. Hal tersebut menjadi dasar sebagai salah satu hasil dari social of contract atau kehendak sosial. Hal tesebut sangatlah fundamental, mengingat selayaknya tubuh, negara bisa saja menjadi rusak apabila salah memahami apa yang menjadi penyakit, apa yang menjadi obat, dan apa yang menjadi racun bagi negara dan seluruh komponen yang ada di dalamnya itu sendiri. Maka dengan adanya pro dan kontra mengenai revisi KUHP di Indonesia menjadikan kekhawatiran terhadap masa depan hukum nasional mengenai sejauh mana batasan substansi khususnya dalam hukum pidana Indonesia dalam mengatur suatu perbuatan yang dapat dikatakan salah dan secara melawan hukum sesuai dengan asas legalitas (Nullum delictum nulla poena sinepraevia lege poenali) yang diungkapkan oleh Anselm Von Feuerbach dan dituangkan dalam Pasal 1 KUHP, yang mana asas tersebut memberikan suatu jaminan kepada seseorang untuk tidak melakukan suatu perbuatan yang dilarang. Serta bagaimana batasan terhadap mala in se di Indonesia yang dimaknai sebagai dinyatakan sebagai tindakan yang salah karena secara natural ia bertentangan dengan prinsip-prinsip hukum pidana.","PeriodicalId":241926,"journal":{"name":"SAPIENTIA ET VIRTUS","volume":"37 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-06-22","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"114337606","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"Perlindungan Hukum terhadap Pemenang Tender yang MoU diputus Sepihak Sebelum Terbitnya KSO","authors":"Halim Suwendi","doi":"10.37477/SEV.V5I1.212","DOIUrl":"https://doi.org/10.37477/SEV.V5I1.212","url":null,"abstract":"Dalam praktek hukum bisnis di Indonesia, banyak terjadi kerjasama antara swasta dengan instansi pemerintah dalam hal pengelolaan aset, salah satu perjanjian yang paling sering digunakan adalah Memorandum of Understanding (selanjutnya disebut dengan MoU) atau yang disebut juga Perjanjian Pendahuluan. Perjanjian ini digunakan sebagai komitmen awal untuk mencapai suatu perjanjian pokok bagi para pihaknya. Ada beberapa pendapat hukum yang berbeda mengenai kekuatan hukum dari perjanjian pendahuluan, diantaranya adalah Gentlement Agreement dan Agreement is agreement. Putusan Mahkamah Agung Nomor:501K/Pdt/2014 antara PT. SSLL (selanjutnya disebut SSLL) sebagai pihak yang dinyatakan sebagai pemenang tender untuk pengelolaan Gedung Indo Plaza milik PT. KAI (selanjutnya disebut KAI) selama 30 tahun. KAI yang memutus MoU dengan SSLL sebelum KSO terbit digugat atas dasar wanprestasi. Dalam putusan ini dapat dilihat pertimbangan pengadilan dalam menentukan letak kesepakatan awal sebagai dasar adanya suatu perjanjian serta fungsi MoU sebagai instrumen untuk mencapai suatu prestasi.","PeriodicalId":241926,"journal":{"name":"SAPIENTIA ET VIRTUS","volume":"66 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-06-22","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"116612137","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"Penganut Agnostik di Indonesia (Kajian Konstitusi)","authors":"M. Ibrahim","doi":"10.37477/SEV.V5I1.210","DOIUrl":"https://doi.org/10.37477/SEV.V5I1.210","url":null,"abstract":"Keberadaan kelompok agnostik di Indonesia memunculkan beberapa pertanyaan terkait dengan status semu yang disandangnya. Seorang agnostik menolak apapun segala bentuk dogma dan indoktrinisasi yang terdapat dalam agama atau ideologi apapun. Bagi masyarakat awam keberadaan kelompok agnostik terbilang cukup asing. Mengenai keberadaan kelompok anti-Agama tentu kembali merujuk pada gerakan Komunis pada masa lampau, hal ini tercermin dari banyaknya anggapan masyarakat yang menyimpulkan bahwa agnostik berasal dari rahim ideologi Komunis itu sendiri. Walaupun tidak ada keterkaitan yang signifikan, setidaknya sikap anti-Agama juga muncul dalam dialektika Komunis. Negara memberi jaminan pada setiap agama yang diakui. Setiap individu dijamin agar mengambil nilai pancasila dalam setiap kehidupannya dan dijamin dalam memiliki agama atau keyakinan yang diakui. Kebebasan beragama dan berkeyakinan mencakup hak untuk mempunyai atau menetapkan suatu agama atau kepercayaan dimana hak tersebut adalah hak untuk meyakini atau tidak meyakini sama sekali suatu agama baik yang bersifat theistik maupun yang non theistik dan untuk memanifestasikan bentuk-bentuk ritual keagamaan baik sendiri-sendiri maupun di masyarakat dan di tempat umum atau pribadi seperti yang diatur di dalam HAM internasional. Kebebasan beragama dan berkeyakinan mendapatkan landasan konstitusionalitasnya di dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 (UUD NRI 1945). Dalam UUD NRI 1945 setidaknya terdapat 4 (empat) pasal yang mengatur tentang kebebasan beragama dan berkeyakinan yaitu Pasal 28 E, 28 I, 28 J dan 29. Pasal 29 ayat 2 lebih memberi titik tekan pada hak warga negara. Kata menjamin di dalamnya mengandung beberapa pengertian antara lain melindungi, memelihara dan melayani. Oleh karena itu, negara tidak boleh mendeskriminasi. Ketentuan dalam pasal-pasal tersebut memberikan jaminan kebebasan kepada setiap warga negara untuk memeluk agama dan beribadah sesuai dengan keyakinan masing-masing, disertai dengan kewajiban negara melindungi setiap warga negara untuk beribadah sesuai dengan keyakinan masing-masing, tanpa terkecuali penghayat keperyaan atau penganut agama-agama lokal.","PeriodicalId":241926,"journal":{"name":"SAPIENTIA ET VIRTUS","volume":"22 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-06-22","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"116535296","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Yohanes Baptista Cahaya Misjuan, Kristofer Tampubolon
{"title":"Analisis Ketentuan Pidana Uu Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan Ditinjau Dari Asas Welvaarstaat","authors":"Yohanes Baptista Cahaya Misjuan, Kristofer Tampubolon","doi":"10.37477/sev.v6i1.331","DOIUrl":"https://doi.org/10.37477/sev.v6i1.331","url":null,"abstract":"Perjuangan terhadap isu hukum pidana perburuhan dikalangan serikat pekerja/buruh disebabkan karena beberapa hal, mulai minimnya tingkat penangan perkara oleh penyidik, tidak ada hukum formil penegakan pidana ketenagakerjaan, pemahaman aparat kepolisian terhadap pidana ketenagakerjaan tergolong minim. Perwujudan dari rekomendasi terkait penyempuranaan insturmen hukum yang dilakukan oleh pemerintah sudah dilakukan, namun yang terjadi justru terdapat penolakan dari para aktivis buruh dan serikat pekerja/buruh. Terkait dengan isu bahwa UU Cipta Kerja cacat formil dalam pembentukannya menarik bila dikaji dari asas welvaartstaat. Asas Welvaarstaat sendiri adalah asas yang terdapat dalam pembentukan peraturan perundang-undangan. Asas Welvaarstaat menghendaki bahwa undang-undang dibuat sebagai sarana untuk mencapai kesejahteraan bagi masyarakat maupun individu. Penelitian yang dilakukan penulis adalah penelitian yuridis normatif. Pendekatan penelitian dilakukan dengan pendekatan peraturan perundang-undangan. Penelitian yang dilakukan menggunakan data sekunder, yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Hasilnya yaitu ketentuan hukum pidana ketenagakerjaan bila ditinjau dari aspek ketentuan pasal sudah memenuhi aspek kepastian hukum dan kebijakan hukam tidak hanya untuk kepentingan negara, akan tetapi juga untuk kepentingan masyarakat negara Indonesia.","PeriodicalId":241926,"journal":{"name":"SAPIENTIA ET VIRTUS","volume":"40 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-03-25","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"125503172","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Sabda Sarah Bunda Medellu, Stephanie Elisandra Lorin Ledo
{"title":"Analisis Perubahan Pengaturan Amdal Dalam Undang-Undang Cipta Kerja Ditinjau Dari Perspektif Asas Kelestarian Dan Keberlanjutan","authors":"Sabda Sarah Bunda Medellu, Stephanie Elisandra Lorin Ledo","doi":"10.37477/sev.v6i1.320","DOIUrl":"https://doi.org/10.37477/sev.v6i1.320","url":null,"abstract":"Adanya perubahan nomenklatur Izin Lingkungan dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang diganti dengan Persetujuan Lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dan Pasal 21 UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Selain itu, Undang-Undang Cipta Kerja juga menghapus ketentuan bahwa masyarakat dapat mengajukan keberatan terhadap dokumen AMDAL sebagaimana diatur dalam Pasal 26 ayat (4) UU No. 32 Tahun 2009. Perubahan-perubahan terkait AMDAL dan juga Izin Lingkungan yang diubah menjadi Persetujuan Lingkungan menarik untuk dikaji lebih lanjut dan apakah perubahan tersebut telah sesuai dengan prinsip-prinsip lingkungan hidup yang sesuai dengan konsep pembangunan berkelanjutan. Penelitian ini menggunakan metode kepustakaan yang bersifat yuridis-normatif, yang mengacu pada peraturan perundang-udangan serta bahan-bahan hukum lain yang berkaitan dengan permasalahan. Hasilnya yaitu: Petrama, perubahan mengenai AMDAL dalam UU No. 20 Tahun 2011 mempersempit bentuk partiispasi publik dalam penyusunan AMDAL, menghapuskan Komisi Penilai AMDAL serta juga mengubah fungsi AMDAL menjadi dokumen prasyarat pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan atau kegiatan serta termuat dalam Perizinan Berusaha. Kedua, perubahan dalam pengaturan mengenai dokumen AMDAL sedemikian rupa, asas kelestarian dan keberlanjutan serta konsep pembangunan berkelanjutan tidak dapat diimplementasikan kedepannya dengan baik dan cermat.","PeriodicalId":241926,"journal":{"name":"SAPIENTIA ET VIRTUS","volume":"2 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-03-25","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"125505487","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"Pandangan Hukum Progresif Terhadap Penerapan Metode Omnibus Law Di Indonesia","authors":"Priskila Fransiska, E. Yulia","doi":"10.37477/sev.v6i1.319","DOIUrl":"https://doi.org/10.37477/sev.v6i1.319","url":null,"abstract":"Indonesia adalah negara hukum yang secara tegas termaktub dalam Pasal 1 ayat (3) UUD NRI Tahun 1945 yang berdasar dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. Peraturan perundang-undangan yang berlaku saat ini dinilai banyak pengaruh ajaran legal positivism, hukum dinilai kaku dan menyebabkan banyaknya regulasi yang dimiliki Indonesia. Banyaknya regulasi tersebut dianggap cukup memprihatinkan, dan dapat mengakibatkan penurunan kualitas regulasi di Indonesia. Sehingga, Pemerintah kemudian mencoba metode baru, yaitu metode omnibus law dalam melakukan penyederhanaan regulasi di Indonesia. Upaya pemerintah dalam memangkas obesitas regulasi melalui metode omnibus law dianggap cacat formil karena tidak sesuai dengan kaidah pembentukan peraturan perundang-undangan yang diatur dalam UU No. 12 Tahun 2011. Pandangan hukum progresif terhadap omnibus law perlu kemudian untuk melihat aspek substansial yang nyata dan hidup dalam masyarakat dan pertimbangan perspektif sosial perlu untuk disesuaikan dan Pemerintah perlu untuk tetap menggali aspek yang nyata dalam masyarakat.","PeriodicalId":241926,"journal":{"name":"SAPIENTIA ET VIRTUS","volume":"31 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-03-25","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"122366019","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"Penyelesaian Kasus Kebakaran Hutan Dan Lahan Dalam Perspektif Teori Keadilan John Rawls Dengan Prinsip Pencemar Membayar","authors":"P. Verawati, Johanes Hattazohahau Dachi","doi":"10.37477/sev.v6i1.330","DOIUrl":"https://doi.org/10.37477/sev.v6i1.330","url":null,"abstract":"Kebakaran hutan dan lahan menimbulkan dampak sangat memprihatinkan terhadap kesehatan masyarakat, ekonomi, pendidikan, keamanan, serta kerusakan lingkungan hidup atau ekologi. Dalam penyelesaikan kasus kebakaran hutan dan lahan, hakim perlu menerapkan prinsip pencemar membayar dengan mempertimbangkan kerugian ekologis yang terjadi. Dengan demikian keadilan lingkungan dan pemulihan lingkungan hidup dapat terlaksana dengan penegakan hukum lingkungan modern.","PeriodicalId":241926,"journal":{"name":"SAPIENTIA ET VIRTUS","volume":"36 5 Suppl 1 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-03-25","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"126062734","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"Sudut Pandang Kehidupan Layak John Finnis Pada Penerapan Pareto Optimal Dalam Penegakan Hukum Lingkungan","authors":"Ferdinand Soejanto, Tomi Hadi Moelyono","doi":"10.37477/sev.v6i1.321","DOIUrl":"https://doi.org/10.37477/sev.v6i1.321","url":null,"abstract":"World Economic Forum mencatat bahwa pada tahun 2020 permasalahan kerusakan lingkungan hidup di Indonesia akan meningkat sebesar 76,2 (tujuh puluh enam koma dua) persen. Permasalahan kerusakan lingkungan yang meningkat tersebut disebabkan oleh berbagai faktor, baik disebabkan oleh faktor kebijakan pemerintah hingga perbuatan nakal masyarakat Indonesia. Menurut Emil Salim, pembangunan berkelanjutan yang terjadi pada pemerintahan Joko Widodo tidak mempertimbangkan lebih lanjut atas bahayanya kerusakan lingkungan. Berdasarkan masalah tersebut, penelitian dibahas dengan sudut pandang kelayakan hidup menurut John Finnis dengan mengkaitkan penerapan ‘pareto optimal’ dalam penegakan hukum lingkungan di Indonesia. Ini merupakan penelitian yuridis normative, yang dilakukan dengan pendekatan doktrinal atau pendekatan teoritis berupa prinsip ‘pareto optimal’ dan analisis ekonomi dalam hukum serta menggunakan pendekatan peraturan perundang-undangan. Hasilnya yakni Pertama, penerapan prinsip pareto optima dalam penegakan hukum lingkungan di Indonesia tidak menerapkan proses win to win kepada seluruh pihak yang bersangkutan pada suatu proses penegakan hukum lingkungan di Indonesia. Kedua, penegakan hukum lingkungan di Indonesia secara jelas melalui peraturan perundang-undangan bahwa hukum administrasi menjadi elemen penting dan utama dalam penegakan hukum lingkungan di Indonesia.","PeriodicalId":241926,"journal":{"name":"SAPIENTIA ET VIRTUS","volume":"81 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-03-25","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"133717150","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}