{"title":"Kebebasan Berekspresi dan Ujaran Kebencian: Kajian Filsafat Hukum Terapan","authors":"Diah Imaningrum Susanti","doi":"10.37477/sev.v7i2.363","DOIUrl":"https://doi.org/10.37477/sev.v7i2.363","url":null,"abstract":"To speak and to communicate is a form of freedom of expression protected as a human right. The main justifications for freedom of speech are philisophical, political, and individual reasons. Hate speech, is a name for speech intended to insult and stigmatized others based on race, gender, sexual orientation, or other forms of group membership. In Indoensia, hate speech symbolyzes the evolution of freedom of expression considering that so many hate speeches are carried out openly. This is facilitated by the presence of online media. With an Applied Legal Philosophy Approach, this paper examines John Stuart Mill’s thougts on freedom of expression as a manifestation of human rights, namely as a means to find the truth, and the limits of hate speech within the framework of human rights as well. The background of the emergence of the freedom of expression and the emergence of hate speech can be traced from developed countries such as Europe and America, where the context of regulating hate speech is that it prohibits racial discrimination. In Indonesia, this is not the main reason, so that the regulation of hate speechin various provisions is more about prohibitions so as not to interfere with religious values, morality, order, pubic interest, and the integrity of nation. This is further clarified by the publication of the Regulatory Norm Standar (Standar Norma Pengaturan/SNP) Number 5 concerning the Right to Freedom of Opinion and Expression stipulated by National Commission of Human Rights which is expected to be a guide for a number of important points in the lige of expression because it regulates speech and political, religious, artistic, symbolic expressions, rights on the protection of personal data, as well as freedom of the press, which does not eliminate the principles and character of Indonesia itself. Online intermediary platform that facilitates freedom of expression – incuding facilitates hate speech – need to be the object of state regulation as well as the speakers and recipients of the hate speech. Key words: freedom of expression; hate speech; applied legal philosohpy Abstrak Berujar dan berkomunikasi merupakan salah satu wujud kebebasan berekspresi yang dilindungi sebagai hak asasi manusia (HAM). Justifikasi kebebasan berbicara adalah alasan filosofis, politis, dan individual. Berujar yang bermuatan kebencian, dinamai dengan ujaran kebencian, merupakan julukan bagi ujaran yang ditujukan untuk menghina dan menstigmatisasi berdasarkan ras, gender, orientasi seksual, atau bentuk-bentuk lain keanggotaan kelompok. Di Indonesia, ujaran kebencian menyimbolkan evolusi kebebasan berpendapat mengingat begitu banyaknya ujaran yang mengandung kebencian dilakukan secara terbuka. Hal ini diperlancar dengan keberadaan media online. Dengan pendekatan Filsafat Hukum Terapan, tulisan ini mengkaji pemikiran John Stuart Mill tentang kebebasan berekspresi sebagai wujud dari HAM, yakni sebagai sarana untuk menemukan kebenaran, dan batas-batas ujaran kebe","PeriodicalId":241926,"journal":{"name":"SAPIENTIA ET VIRTUS","volume":"17 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-10-04","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"132661925","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"Fenomena Produk dengan Merek Palsu: Perlindungan Konsumen?","authors":"Abigail Natalia Bukit, Nadia Carolina Weley, Ranty Angriyani Harahap, Hari Sutra Disemadi","doi":"10.37477/sev.v7i1.341","DOIUrl":"https://doi.org/10.37477/sev.v7i1.341","url":null,"abstract":"Fenomena barang merek palsu yang terjadi sekarang sangatlah marak di pasaran apalagi selama masa pandemi banyak oknum nakal yang semakin melancarkan aksinya. Akibatnya banyak peredaran barang merek palsu dikalangan sekitar masyrakat. Masyarakat banyak tertarik terhadap barang tiruan karena merasa harganya terjangkau baik untuk masyarakat kelas atas, menengah, dan bawah, barang yang dijual juga banyak di pasaran tidak seperti barang asli yang hanya didapatkan di tokonya langsung, bagi mereka sebagai konsumen barang palsu tidak pernah mendapatkan kecacatan ataupun rusak dalam barang selama pembelian berlangsung. Tujuan diadakan penelitian ini adalah untuk mengetahui apa saja fenomena barang merek palsu yang telah terjadi di Batam serta bagaimanakah bentuk perlindungan konsumen terhadap pemakainya. Penelitian ini diharapkan mampu untuk para pembeli lebih berhati-hati dalam membeli suatu barang. Metode penelitian yang kami gunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan secara kualitatif, yaitu melakukan dan mengambil data dari responden yang penulis berikan. Selanjutnya, data tersebut kami olah untuk kebutuhan penelitian penulis. Hasil penelitian kali ini adalah bahwa masyarakat kota Batam harus lebih cermat dalam membeli suatu barang karena jika membeli barang merek palsu ada hukum yang mengatur dan pastinya hak perlindungan konsumen terjaga. Tindak pidana dari pelanggaran hak merek bersifat delik aduan dimana hanya dapat ditindak jika adanya aduan dari pihak yang telah dirugikan. Dengan demikian, upaya pengurangan barang-barang palsu khususnya di kota Batam sangatlah perlu untuk dilakukan karena dapat merugikan pemilik dari merek yang asli dan melanggar hak dari si pencipta.","PeriodicalId":241926,"journal":{"name":"SAPIENTIA ET VIRTUS","volume":"13 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-03-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"115737990","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"Perlindungan Hukum Bagi Korban Pengguna Produk Kosmetik Ilegal Berbahaya","authors":"Melina Gabrila Winata","doi":"10.37477/sev.v7i1.343","DOIUrl":"https://doi.org/10.37477/sev.v7i1.343","url":null,"abstract":"Penelitian ini bertujuan untuk menelaah perlidungan hukum bagi konsumen atas penjualan kosmetik yang mengandung bahan berbahaya tidak memiliki ijin BPOM. Metode dalam skripsi ini menggunakan yuridis normatif dengan Pendekatan dalam penelitian ini adalah studi kepustakaan dengan mempelajari peraturan perundang-undangan, pendekatan kasus bertujuan meneliti aturan yang terkait dengan perlindungan konsumen dan yang berhubungan dengan menggunakan kasus Salon kecantikan Iva Skincare. Kosmetik yang digemari oleh masyarakat dengan memiliki kandungan-kandungan yang baik bagi di kulit serta bisa mencerahkan kulit dengan waktu yang cepat. Karena hal tersebut para pelaku usaha memanfaatkan peluang usaha untuk mendapatkan keuntungan yang besar dengan menjual kosmetik yang mengandung bahan berbahaya dan diedarkan tanpa memiliki ijin BPOM. Kerugian yang dialami oleh konsumen setelah menggunakan kosmetik yang mengandung bahan berbahya kulit menjadi merah-merah dan kulit menjadi iritasi, dengan adanya kerugian yang dialami konsumen pihak pelaku usaha seharusnya memberikan tanggung jawab sesuai dengan peraturan yang ada. Dalam Undang Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen terdapat pada pasal 19 mengenai kewajiban yang harus dilakukan oleh pelaku usaha mengenai bentuk tanggungjawab dari pelaku usaha kepada konsumen yang belum dilakukan sesuai dengan peraturan mengenai ganti rugi. Sebagai Pelaku usaha terdapat kewajiban-kewajiban yang harus dilakukan terhadap konsumen yaitu pelaku usaha wajib memberikan informasi mengenai produk kosmetik yang diperjual belikan serta prouk yang diedarkan di pasaran harus memiliki ijin dari BPOM.","PeriodicalId":241926,"journal":{"name":"SAPIENTIA ET VIRTUS","volume":"13 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-03-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"117055149","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"Efektifitas Perlindungan Hukum Bagi Pemegang Hak Atas Tanah Terhadap Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum Di Kota Surabaya (Studi Kasus Proyek Jalur Luar Lingkar Timur)","authors":"Stefanus Febrianto Sutanto","doi":"10.37477/sev.v7i1.345","DOIUrl":"https://doi.org/10.37477/sev.v7i1.345","url":null,"abstract":"Penelitian ini memiliki dua tujuan. Pertama, untuk mengetahui prosedur pengadaan tanah berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum. Kedua, untuk mengetahui perlindungan hukum terkait hak keperdataan bagi pemegang hak atas tanah terhadap pengadaan tanah untuk kepentingan umum pada proyek JLLT kota Surabaya. Jenis penelitian yaitu penelitian penelitian yang bersifat yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan bahan hukum sekunder. Hasil penelitian menyebutkan bahwa proyek JLLT Kota Surabaya merupakan salah satu program kerja Pemerintah Kota Surabaya yang bertujuan untuk mengurai kemacetan di jalanan, dan untuk meningkatkan kemakmuran masyarakat setempat. Dan terkait proyek tersebut, dilaksanakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku tentang pengadaa tanah yaitu UU Nomor 2 Tahun 2012 dan Perpres Nomor 71 Tahun 2012. Mayarakat yang terdampak kegiatan pengadaan tanah untuk kepentingan yang dalam ini adalah Proyek JLLT Kota Surabaya, mendapatkan bentuk perlindungan hukum sebagaimana diatur dalam ketentuan UU Pengadaan Tanah dan Perpres Pengadaan Tanah.","PeriodicalId":241926,"journal":{"name":"SAPIENTIA ET VIRTUS","volume":"149 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-03-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"132151341","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"Mengkaji Konsekuensi Dihapusnya Pasal 59 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2020 Tentang Mahkamah Konstitusi","authors":"Saut Parulian Manurung, Ferdinand Sujanto","doi":"10.37477/sev.v7i1.344","DOIUrl":"https://doi.org/10.37477/sev.v7i1.344","url":null,"abstract":"Artikel ini mendiskusikan dan menganalisis konsekuensi dihapusnya ketentuan Pasal 59 Ayat (2) UU. No. 7 Tahun 2020 tentang Mahkamah Konstitusi. Jenis penelitiannya yaitu yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual. Hipotesis dari isu ini yaitu bahwa secara normatif DPR atau Presiden tidak lagi berkewajiban untuk menindaklanjuti putusan Mahkamah Konstitusi. Artikel ini menganalisis situasi/nuansa regulasi sepanjang 2019-2020, yang setidaknya menghadirkan RUU Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, UU Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, serta UU Cipta Kerja (Omnibus Law) yang sangat kontroversial di kalangan masyarakat ataupun sejumlah kalangan akademisi bahkan sejumlah fraksi partai politik. Kesimpulannya yaitu masalah ini seharusnya tidak diperkeruh dengan dihapusnya Pasal 59 Ayat (2) UU No. 7 Tahun 2020, walaupun secara teoritis, putusan Mahkamah Konstitusi disebut final and binding dan bercirikan Erga Omnes. Putusan Mahkamah Konstitusi No. 49/PUU-IX/2011 tidak seharusnya dijadikan dasar untuk menghapuskan Pasal 59 Ayat (2) UU No. 7 Tahun 2020 tentang Mahkamah Konstitusi. Dihapusnya Pasal 59 ayat (2) dalam UU a quo tidak serta-merta mengerdilkan implikasi dari putusan Mahkamah Konstitusi.","PeriodicalId":241926,"journal":{"name":"SAPIENTIA ET VIRTUS","volume":"45 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-03-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"128213370","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"Pengaruh Budaya Patriarki Dan Kaitannya Dengan Kekerasan Dalam Rumah Tangga","authors":"Jovanka Yves Modiano","doi":"10.37477/sev.v6i2.335","DOIUrl":"https://doi.org/10.37477/sev.v6i2.335","url":null,"abstract":"Patriarki dan kekerasan dalam rumah tangga perlu menjadi perhatian karena berdasarkan data dari Komnas perlindungan perempuan mencatat terjadi peningkatan yang cenderung signifikan dari kasus KDRT setiap tahunnya yaitu sekitar 5-10%. Kultur patriarki di Indonesia bukanlah suatu hal yang baru saja terjadi. Kultur ini sudah mendarah daging seolah menjadi satu kesatuan dengan norma-norma dan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat. Budaya patriarki yang menghasilkan ketidakadilan gender (gender inequality) memanifestasikan berbagai dampak dalam kehidupan bermasyarakat. Walaupun negara sadar dan mengupayakan kesetaraan gender dalam masyarakat yang patriarkis melaui aturan hukum, masih saja tidak mengurangi kasus KDRT, melainkan kasus KDRT meningkat secara signifikan dari tahun ke tahun, yang menunjukkan kurangnya efektifitas dari undang undang tersebut dan kuatnya akar patriarki dalam masyarakat Guna menjawab pemasalahan ini, penulis menggunakan jenis penelitian yuridis normatif, yang hasilnya menyimpulkan bahwa budaya patriarki yang hidup dalam masyarakat menjadi salah satu faktor utama penyabab terjadinya kekerasan dalam rumah tangga. Dikarenakan posisi superior laki-laki dalam budaya patriarki dalam masyarakat yang menyebabkan perilaku sewenang-wenang terhadap perempuan yang dianggap sebagai posisi subordinat laki-laki dalam masyarakat.","PeriodicalId":241926,"journal":{"name":"SAPIENTIA ET VIRTUS","volume":"48 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-09-27","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"115960371","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"Efektivitas Pelaksanaan Mediasi Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Secara Damai Dalam Kasus Perceraian","authors":"Odelia Christy Putri Tjandra","doi":"10.37477/sev.v6i2.334","DOIUrl":"https://doi.org/10.37477/sev.v6i2.334","url":null,"abstract":"Salah satu instrumen efektif penyelesaian sengketa non-litigasi yang memiliki banyak manfaat dan keuntungan yaitu mediasi. Manfaat dan keuntungan yang didapat antara lain adalah sengketa dapat diselesaikan dengan win-win solution, waktu yang digunakan tidak berkepanjangan, biaya yang dikeluarkan tidak besar, hubungan kedua pihak yang bersengketa juga terpelihara dan terhindar dari persoalan yang melebar. Oleh karena itu, diharapkan mendapat kesepakatan antara pihak-pihak yang bersengketa yang mufakat tentunya memenuhi keinginan kedua pihak. Artikel ini membahas mengenai penggunaan arbitrase dalam kasus perceraian. Hasilnya yaitu mediasi dapat digunakan karena memiliki kelebihan. Selain itu, mediasi juga efektif dalam menyelesaikan sengketa dengan melihat pada segi tinjuan yuridis, kualifikasi mediator, fasilitas dan sarana, kepatuhan masyarakat, dan kebudayaan.","PeriodicalId":241926,"journal":{"name":"SAPIENTIA ET VIRTUS","volume":"6 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-09-27","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"115416289","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Alviano Boyko Wijaya, Grace Dea Cahya, Gregorius Hari Saputra
{"title":"Pemenuhan Hak Atas Pekerjaan Dan Penghidupan Yang Layak Saat PSBB Di Tengah Darurat Kesehatan Pandemi Covid-19","authors":"Alviano Boyko Wijaya, Grace Dea Cahya, Gregorius Hari Saputra","doi":"10.37477/sev.v6i2.336","DOIUrl":"https://doi.org/10.37477/sev.v6i2.336","url":null,"abstract":"Atas dasar Pasal 59 ayat (3) UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan dan untuk meminimalisir/memutus rantai penularan COVID-19, Pemerintah Indonesia mengeluarkan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di seluruh wilayah Indonesia. Selain berdampak positif, kebijakan ini juga berdampak negatif karena menyasar bidang perekonomian. Permasalahan perekonomian dirasakan oleh semua kalangan masyarakat, mulai dari menengah kebawah hingga menengah keatas. PSBB yang terdiri atas peliburan sekolah dan tempat kerja, pembatasan kegiatan keagamaan, dan pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas umum, menghasilkan efek domino. Efek ini berwujud pada perusahan yang meliburkan sebagian karyawannya atau ditutup sementara. Akibatnya perushaan pailit dan harus memutus hubunga kerja dengan para pegawainya. Guna menangani permasalah tersebut, Pemerintah mensubsidi anggaran sebesar Rp. 110 Triliun untuk membantu kelangsungan hidup para masyarakat Indonesia (termasuk para pegawai tersebut). Adapun, itu berwujud Program Keluarga Harapan, Sembako, Kartu Prakerja, Subsidi Listrik, dan BLT (Bantuan Langsung Tunai).","PeriodicalId":241926,"journal":{"name":"SAPIENTIA ET VIRTUS","volume":"96 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-09-27","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"134414080","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"Menelaah Efektivitas Perlindungan Hukum Bagi Anak Korban Kekerasan Verbal Selama Masa Pandemi Covid-19","authors":"Oktavianus Geor","doi":"10.37477/sev.v6i2.333","DOIUrl":"https://doi.org/10.37477/sev.v6i2.333","url":null,"abstract":"Penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan Kebijakan Bekerja Dari Rumah bagi pekerja dan Belajar Dari Rumah bagi pelajar selama masa pendemi COVID-19 memunculkan beberapa pemasalahan, salah satunya yaitu kekerasan verbal terhadap anak yang dilakukan oleh guru dan/atau orang tua. Namun demikian, bagi sebagian orang tua, itu merupakan hal biasa sebab telah menjadi salah satu bentuk cara untuk mendidik anak. Guna menjawab pemasalahan ini, penulis menggunakan jenis penelitian yuridis normatif, yang pada hasilnya menyimpulkan bahwa Undang-Undang Perlindungan Anak dinilai kurang efektif di masa pandemic. Oleh karena itu, kebijakan yang telah diambil dalam upaya memberikan pendidikan selama pandemi melalui sekolah online perlu dievaluasi dan diperbaharuhi.","PeriodicalId":241926,"journal":{"name":"SAPIENTIA ET VIRTUS","volume":"88 11 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-09-27","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"129973804","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"Petisi Daring Berbasis Demokrasi Deliberatif Dalam Menanggapi Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS)","authors":"Maria Rosalind, Ricky Sandy, Kharisma Rafi’ani","doi":"10.37477/sev.v6i2.332","DOIUrl":"https://doi.org/10.37477/sev.v6i2.332","url":null,"abstract":"Indonesia adalah negara demokrasi yang memiliki arti bahwa terjaminnya rasa keadilan bagi setiap warga negara dengan mengacu pada asas keterbukaan. Demokrasi juga diidetikkan dengan partisipasi masyarakat bahwa masyarakat dapat melakukan pengawaan dan meyampaikan hak-haknya dalam pembuatan undang-undang, karena partisipasi tersebut akan mempengaruhi karakteristik produk-produk hukum yang dihasilkan oleh lembaga-lembaga negara. Dalam penulisan paper ini akan menjawab suatu rumusan mengenai pola partisipasi masyarakat dalam deliberasi RUU melalui petisi daring dan kekuatan petisi daring sebagai wadah partisipasi publik dalam menanggapi RUU Penghapusan Kekerasan Seksual. Penulis menggunaakan jenis penlitian yuridis normatif yang pada kesimpulannya disebutkan bahwa bentuk dari terjadinya demokrasi deliberatif yaitu adanya petisi daring mengenai RUU PKS yang dibuat pada web atau situs change.org, yang menciptakan kelompok pro dan kontra mengenai RUU PKS. Petisi daring juga sebagai wadah partisipasi masyarakat dengan tujuan atau maksud yang disampaikan masyarakat agar hak-hak mereka di dengarkan oleh pemerintah.","PeriodicalId":241926,"journal":{"name":"SAPIENTIA ET VIRTUS","volume":"18 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-09-27","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"129425639","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}