言论自由:应用法律哲学研究

Diah Imaningrum Susanti
{"title":"言论自由:应用法律哲学研究","authors":"Diah Imaningrum Susanti","doi":"10.37477/sev.v7i2.363","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"To speak and to communicate is a form of freedom of expression protected as a human right. The main justifications for freedom of speech are philisophical, political, and individual reasons. Hate speech, is a name for speech intended to insult and stigmatized others based on race, gender, sexual orientation, or other forms of group membership. In Indoensia, hate speech symbolyzes the evolution of freedom of expression considering that so many hate speeches are carried out openly. This is facilitated by the presence of online media. With an Applied Legal Philosophy Approach, this paper examines John Stuart Mill’s thougts on freedom of expression as a manifestation of human rights, namely as a means to find the truth, and the limits of hate speech within the framework of human rights as well. The background of the emergence of the freedom of expression and the emergence of hate speech can be traced from developed countries such as Europe and America, where the context of regulating hate speech is that it prohibits racial discrimination. In Indonesia, this is not the main reason, so that the regulation of hate speechin various provisions is more about prohibitions so as not to interfere with religious values, morality, order, pubic interest, and the integrity of nation. This is further clarified by the publication of the Regulatory Norm Standar (Standar Norma Pengaturan/SNP) Number 5 concerning the Right to Freedom of Opinion and Expression stipulated by National Commission of Human Rights which is expected to be a guide for a number of important points in the lige of expression because it regulates speech and political, religious, artistic, symbolic expressions, rights on the protection of personal data, as well as freedom of the press, which does not eliminate the principles and character of Indonesia itself. Online intermediary platform that facilitates freedom of expression – incuding facilitates hate speech – need to be the object of state regulation as well as the speakers and recipients of the hate speech. Key words: freedom of expression; hate speech; applied legal philosohpy Abstrak Berujar dan berkomunikasi merupakan salah satu wujud kebebasan berekspresi yang dilindungi sebagai hak asasi manusia (HAM). Justifikasi kebebasan berbicara adalah alasan filosofis, politis, dan individual. Berujar yang bermuatan kebencian, dinamai dengan ujaran kebencian, merupakan julukan bagi ujaran yang ditujukan untuk menghina dan menstigmatisasi berdasarkan ras, gender, orientasi seksual, atau bentuk-bentuk lain keanggotaan kelompok. Di Indonesia, ujaran kebencian menyimbolkan evolusi kebebasan berpendapat mengingat begitu banyaknya ujaran yang mengandung kebencian dilakukan secara terbuka. Hal ini diperlancar dengan keberadaan media online. Dengan pendekatan Filsafat Hukum Terapan, tulisan ini mengkaji pemikiran John Stuart Mill tentang kebebasan berekspresi sebagai wujud dari HAM, yakni sebagai sarana untuk menemukan kebenaran, dan batas-batas ujaran kebencian dalam kerangka HAM juga. Latar belakang munculnya kebebasan berekspresi dan munculnya ujaran kebencian ditelusur dari negara-negara maju seperti Eropa dan Amerika, yang konteks pengaturan ujaran kebenciannya adalah bersifat larangan diskriminasi ras. Di Indonesia, hal ini bukan menjadi alasan utama, sehingga pengaturan ujaran kebencian dalam berbagai ketentuan lebih pada larangan-larangannya agar tidak mengganggu nilai-nilai agama, kesusilaan, ketertiban, kepentingan umum, dan keutuhan bangsa. Hal ini diperjelas lagi dengan diterbitkannya Standar Norma Pengaturan (SNP) Nomor 5 dari KOMNAS HAM tentang Hak atas Kebebasan Berpendapat dan Berekspresi, yang diharapkan menjadi pedoman bagi sejumlah poin penting dalam kehidupan berekspresi karena mengatur pidato dan ekspresi politik, ekspresi keagamaan, ekspresi seni, ekspresi simbolis, hak atas perlindungan data pribadi, serta kebebasan pers, yang tidak menghilangkan prinsip dan karakter Indonesia itu sendiri. Media intermediari online yang memfasilitasi kebebasan berekspresi, termasuk ujaran kebencian, perlu menjadi objek pengaturan negara juga selain peng-ujar dan penerima ujaran kebencian. Kata kunci : Kebebasan berekspresi; ujaran kebencian; filsafat hukum terapan.","PeriodicalId":241926,"journal":{"name":"SAPIENTIA ET VIRTUS","volume":"17 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"2022-10-04","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"0","resultStr":"{\"title\":\"Kebebasan Berekspresi dan Ujaran Kebencian: Kajian Filsafat Hukum Terapan\",\"authors\":\"Diah Imaningrum Susanti\",\"doi\":\"10.37477/sev.v7i2.363\",\"DOIUrl\":null,\"url\":null,\"abstract\":\"To speak and to communicate is a form of freedom of expression protected as a human right. The main justifications for freedom of speech are philisophical, political, and individual reasons. Hate speech, is a name for speech intended to insult and stigmatized others based on race, gender, sexual orientation, or other forms of group membership. In Indoensia, hate speech symbolyzes the evolution of freedom of expression considering that so many hate speeches are carried out openly. This is facilitated by the presence of online media. With an Applied Legal Philosophy Approach, this paper examines John Stuart Mill’s thougts on freedom of expression as a manifestation of human rights, namely as a means to find the truth, and the limits of hate speech within the framework of human rights as well. The background of the emergence of the freedom of expression and the emergence of hate speech can be traced from developed countries such as Europe and America, where the context of regulating hate speech is that it prohibits racial discrimination. In Indonesia, this is not the main reason, so that the regulation of hate speechin various provisions is more about prohibitions so as not to interfere with religious values, morality, order, pubic interest, and the integrity of nation. This is further clarified by the publication of the Regulatory Norm Standar (Standar Norma Pengaturan/SNP) Number 5 concerning the Right to Freedom of Opinion and Expression stipulated by National Commission of Human Rights which is expected to be a guide for a number of important points in the lige of expression because it regulates speech and political, religious, artistic, symbolic expressions, rights on the protection of personal data, as well as freedom of the press, which does not eliminate the principles and character of Indonesia itself. Online intermediary platform that facilitates freedom of expression – incuding facilitates hate speech – need to be the object of state regulation as well as the speakers and recipients of the hate speech. Key words: freedom of expression; hate speech; applied legal philosohpy Abstrak Berujar dan berkomunikasi merupakan salah satu wujud kebebasan berekspresi yang dilindungi sebagai hak asasi manusia (HAM). Justifikasi kebebasan berbicara adalah alasan filosofis, politis, dan individual. Berujar yang bermuatan kebencian, dinamai dengan ujaran kebencian, merupakan julukan bagi ujaran yang ditujukan untuk menghina dan menstigmatisasi berdasarkan ras, gender, orientasi seksual, atau bentuk-bentuk lain keanggotaan kelompok. Di Indonesia, ujaran kebencian menyimbolkan evolusi kebebasan berpendapat mengingat begitu banyaknya ujaran yang mengandung kebencian dilakukan secara terbuka. Hal ini diperlancar dengan keberadaan media online. Dengan pendekatan Filsafat Hukum Terapan, tulisan ini mengkaji pemikiran John Stuart Mill tentang kebebasan berekspresi sebagai wujud dari HAM, yakni sebagai sarana untuk menemukan kebenaran, dan batas-batas ujaran kebencian dalam kerangka HAM juga. Latar belakang munculnya kebebasan berekspresi dan munculnya ujaran kebencian ditelusur dari negara-negara maju seperti Eropa dan Amerika, yang konteks pengaturan ujaran kebenciannya adalah bersifat larangan diskriminasi ras. Di Indonesia, hal ini bukan menjadi alasan utama, sehingga pengaturan ujaran kebencian dalam berbagai ketentuan lebih pada larangan-larangannya agar tidak mengganggu nilai-nilai agama, kesusilaan, ketertiban, kepentingan umum, dan keutuhan bangsa. Hal ini diperjelas lagi dengan diterbitkannya Standar Norma Pengaturan (SNP) Nomor 5 dari KOMNAS HAM tentang Hak atas Kebebasan Berpendapat dan Berekspresi, yang diharapkan menjadi pedoman bagi sejumlah poin penting dalam kehidupan berekspresi karena mengatur pidato dan ekspresi politik, ekspresi keagamaan, ekspresi seni, ekspresi simbolis, hak atas perlindungan data pribadi, serta kebebasan pers, yang tidak menghilangkan prinsip dan karakter Indonesia itu sendiri. Media intermediari online yang memfasilitasi kebebasan berekspresi, termasuk ujaran kebencian, perlu menjadi objek pengaturan negara juga selain peng-ujar dan penerima ujaran kebencian. Kata kunci : Kebebasan berekspresi; ujaran kebencian; filsafat hukum terapan.\",\"PeriodicalId\":241926,\"journal\":{\"name\":\"SAPIENTIA ET VIRTUS\",\"volume\":\"17 1\",\"pages\":\"0\"},\"PeriodicalIF\":0.0000,\"publicationDate\":\"2022-10-04\",\"publicationTypes\":\"Journal Article\",\"fieldsOfStudy\":null,\"isOpenAccess\":false,\"openAccessPdf\":\"\",\"citationCount\":\"0\",\"resultStr\":null,\"platform\":\"Semanticscholar\",\"paperid\":null,\"PeriodicalName\":\"SAPIENTIA ET VIRTUS\",\"FirstCategoryId\":\"1085\",\"ListUrlMain\":\"https://doi.org/10.37477/sev.v7i2.363\",\"RegionNum\":0,\"RegionCategory\":null,\"ArticlePicture\":[],\"TitleCN\":null,\"AbstractTextCN\":null,\"PMCID\":null,\"EPubDate\":\"\",\"PubModel\":\"\",\"JCR\":\"\",\"JCRName\":\"\",\"Score\":null,\"Total\":0}","platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"SAPIENTIA ET VIRTUS","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.37477/sev.v7i2.363","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
引用次数: 0

摘要

说话和交流是一种言论自由,作为一项人权受到保护。言论自由的主要理由有哲学、政治和个人原因。仇恨言论是一种基于种族、性别、性取向或其他形式的团体成员而侮辱和侮辱他人的言论。在印度尼西亚,公开发表的仇恨言论象征着言论自由的演变。网络媒体的存在促进了这一点。本文运用应用法哲学的方法,考察了约翰·斯图亚特·密尔关于言论自由作为人权的一种表现形式的思想,即作为一种寻找真理的手段,以及在人权框架内仇恨言论的局限性。言论自由和仇恨言论出现的背景可以追溯到欧美等发达国家,这些国家规范仇恨言论的背景是禁止种族歧视。在印尼,这并不是主要原因,所以在各种规定中对仇恨言论的监管更多的是禁止,以免干涉宗教价值观、道德、秩序、公共利益和国家的完整性。国家人权委员会规定的关于见解和言论自由权的第5号监管规范标准(Standar Norma Pengaturan/SNP)的出版进一步澄清了这一点,该规范标准预计将成为言论界一些重要问题的指南,因为它规范了言论和政治、宗教、艺术、象征性表达、保护个人数据的权利以及新闻自由。这并没有消除印度尼西亚本身的原则和特点。促进言论自由——包括促进仇恨言论——的网络中介平台需要成为国家监管的对象,仇恨言论的发布者和接受者也需要成为国家监管的对象。关键词:言论自由;仇恨言论;应用法哲学(英文)摘要:Berujar dan berkomunikasi merupakan salah satu wujud kebebasan berekspresi yang dilindungi sebagai hak assasi manusia (HAM)。正义是一种政治,一种个人。Berujar yang bermuatan kebenian, dinamai dengan ujaran kebenian, merupakan julukan bagi ujaran yang ditujukan untuk menghina dan menstigmatisasi berdasarkan ras,性别,性取向,atau bentuk-bentuk lain keanggotaan kelompok。在印度尼西亚,ujaran kebenian menyimbolkan evolusi kebebasan berpendapat mengingat begitu banyaknya ujaran yang mengandung kebenian dilakukan secara terbuka。哈尔尼·迪兰卡·登根·克伯拉达和媒体在线。我是约翰·斯图尔特·密尔,我是约翰·斯图尔特·密尔,我是约翰·斯图尔特·密尔,我是约翰·斯图尔特·密尔,我是约翰·斯图尔特·密尔,我是约翰·斯图尔特·密尔。从欧洲到美国,从欧洲到美国,从欧洲到美国,从欧洲到美国,从欧洲到美国,从欧洲到美国,从欧洲到美国,从欧洲到美国,从欧洲到美国,从欧洲到美国,从欧洲到美国,从欧洲到美国,从欧洲到美国,从欧洲到美国,从欧洲到美国,从欧洲到美国,从欧洲到美国,从欧洲到美国,从欧洲到美国,从欧洲到美国。Di Indonesia, hal ini bukan menjadi alasan utama, sehinga pengaturan ujaran kebencian dalam berbagai keentuan lebih padlarangan -larangannya agar tidak mengganggu nilai-nilai agama, kesusilaan, keterban, kepentingan umum, dan keutuhan bangsa。【翻译】【翻译】【翻译】【翻译】【翻译】【翻译】【翻译】【翻译】【翻译】【翻译】【翻译】【翻译】【翻译】【翻译】【翻译】【翻译】【翻译】【翻译】【翻译】【翻译】【翻译】【翻译】【翻译】【翻译】【翻译】【翻译】【翻译】【翻译】【翻译】【翻译】【翻译】【翻译】【翻译】【翻译】【翻译】【翻译】【翻译】【翻译】【翻译】【翻译】【翻译】【翻译】【翻译】【翻译】【翻译】【翻译】【翻译】【翻译】【翻译】【翻译】【翻译】【翻译】【翻译】【翻译】【翻译】【翻译】【翻译】【翻译】【翻译】媒体中间商在线yang memfasilitasi kebebasan berekspresi, termasuk ujaran kebenian, perlu menjadi objek pengaturan negara juga selain penerima ujaran kebenian。Kata kunci: Kebebasan berekespresso;ujaran kebencian;Filsafat hukum terapan。
本文章由计算机程序翻译,如有差异,请以英文原文为准。
Kebebasan Berekspresi dan Ujaran Kebencian: Kajian Filsafat Hukum Terapan
To speak and to communicate is a form of freedom of expression protected as a human right. The main justifications for freedom of speech are philisophical, political, and individual reasons. Hate speech, is a name for speech intended to insult and stigmatized others based on race, gender, sexual orientation, or other forms of group membership. In Indoensia, hate speech symbolyzes the evolution of freedom of expression considering that so many hate speeches are carried out openly. This is facilitated by the presence of online media. With an Applied Legal Philosophy Approach, this paper examines John Stuart Mill’s thougts on freedom of expression as a manifestation of human rights, namely as a means to find the truth, and the limits of hate speech within the framework of human rights as well. The background of the emergence of the freedom of expression and the emergence of hate speech can be traced from developed countries such as Europe and America, where the context of regulating hate speech is that it prohibits racial discrimination. In Indonesia, this is not the main reason, so that the regulation of hate speechin various provisions is more about prohibitions so as not to interfere with religious values, morality, order, pubic interest, and the integrity of nation. This is further clarified by the publication of the Regulatory Norm Standar (Standar Norma Pengaturan/SNP) Number 5 concerning the Right to Freedom of Opinion and Expression stipulated by National Commission of Human Rights which is expected to be a guide for a number of important points in the lige of expression because it regulates speech and political, religious, artistic, symbolic expressions, rights on the protection of personal data, as well as freedom of the press, which does not eliminate the principles and character of Indonesia itself. Online intermediary platform that facilitates freedom of expression – incuding facilitates hate speech – need to be the object of state regulation as well as the speakers and recipients of the hate speech. Key words: freedom of expression; hate speech; applied legal philosohpy Abstrak Berujar dan berkomunikasi merupakan salah satu wujud kebebasan berekspresi yang dilindungi sebagai hak asasi manusia (HAM). Justifikasi kebebasan berbicara adalah alasan filosofis, politis, dan individual. Berujar yang bermuatan kebencian, dinamai dengan ujaran kebencian, merupakan julukan bagi ujaran yang ditujukan untuk menghina dan menstigmatisasi berdasarkan ras, gender, orientasi seksual, atau bentuk-bentuk lain keanggotaan kelompok. Di Indonesia, ujaran kebencian menyimbolkan evolusi kebebasan berpendapat mengingat begitu banyaknya ujaran yang mengandung kebencian dilakukan secara terbuka. Hal ini diperlancar dengan keberadaan media online. Dengan pendekatan Filsafat Hukum Terapan, tulisan ini mengkaji pemikiran John Stuart Mill tentang kebebasan berekspresi sebagai wujud dari HAM, yakni sebagai sarana untuk menemukan kebenaran, dan batas-batas ujaran kebencian dalam kerangka HAM juga. Latar belakang munculnya kebebasan berekspresi dan munculnya ujaran kebencian ditelusur dari negara-negara maju seperti Eropa dan Amerika, yang konteks pengaturan ujaran kebenciannya adalah bersifat larangan diskriminasi ras. Di Indonesia, hal ini bukan menjadi alasan utama, sehingga pengaturan ujaran kebencian dalam berbagai ketentuan lebih pada larangan-larangannya agar tidak mengganggu nilai-nilai agama, kesusilaan, ketertiban, kepentingan umum, dan keutuhan bangsa. Hal ini diperjelas lagi dengan diterbitkannya Standar Norma Pengaturan (SNP) Nomor 5 dari KOMNAS HAM tentang Hak atas Kebebasan Berpendapat dan Berekspresi, yang diharapkan menjadi pedoman bagi sejumlah poin penting dalam kehidupan berekspresi karena mengatur pidato dan ekspresi politik, ekspresi keagamaan, ekspresi seni, ekspresi simbolis, hak atas perlindungan data pribadi, serta kebebasan pers, yang tidak menghilangkan prinsip dan karakter Indonesia itu sendiri. Media intermediari online yang memfasilitasi kebebasan berekspresi, termasuk ujaran kebencian, perlu menjadi objek pengaturan negara juga selain peng-ujar dan penerima ujaran kebencian. Kata kunci : Kebebasan berekspresi; ujaran kebencian; filsafat hukum terapan.
求助全文
通过发布文献求助,成功后即可免费获取论文全文。 去求助
来源期刊
自引率
0.00%
发文量
0
×
引用
GB/T 7714-2015
复制
MLA
复制
APA
复制
导出至
BibTeX EndNote RefMan NoteFirst NoteExpress
×
提示
您的信息不完整,为了账户安全,请先补充。
现在去补充
×
提示
您因"违规操作"
具体请查看互助需知
我知道了
×
提示
确定
请完成安全验证×
copy
已复制链接
快去分享给好友吧!
我知道了
右上角分享
点击右上角分享
0
联系我们:info@booksci.cn Book学术提供免费学术资源搜索服务,方便国内外学者检索中英文文献。致力于提供最便捷和优质的服务体验。 Copyright © 2023 布克学术 All rights reserved.
京ICP备2023020795号-1
ghs 京公网安备 11010802042870号
Book学术文献互助
Book学术文献互助群
群 号:604180095
Book学术官方微信