{"title":"CEDERA LIGAMEN KRUSIATUM ANTERIOR","authors":"Selly Wijayasurya, Tjie Haming Setiadi","doi":"10.24912/jmmpk.v1i1.12091","DOIUrl":"https://doi.org/10.24912/jmmpk.v1i1.12091","url":null,"abstract":"Cedera ligamen krusiatum anterior (ACL) merupakan salah satu dari cedera olahraga yang cukup sering terjadi, terutama pada individu berusia antara 20 hingga 40 tahun, dengan frekuensi 2 hingga 8 kali lipat lebih banyak pada perempuan dibanding laki-laki. Cedera ligamen krusiatum anterior dapat terjadi akibat kontak ataupun non-kontak. Cedera ligamen diklasifikasikan sebagai ringan, sedang, dan berat; tergantung dari integritas jaringan lunak dan derajat instabilitas sendi. Penentuan derajat cedera ligamen penting dalam menentukan jenis terapi yang dibutuhkan, prognosis penyembuhan anatomis dan fungsional; perlu tidaknya operasi, serta lamanya program rehabilitasi yang dibutuhkan. Anterior cruciate ligament (ACL) injuries are common, especially in young individuals who participate in sports activities, aging 20 to 40 years old, with double to eight times increasing probability of incidence in women compared to men. The ACL injuries can result from direct or contact and non-contact injuries. The ACL injuries can be varied in severity, from mild to severe cases. Establishing the severity of injuries is important for determining the apppropriate management, its prognosis both for anatomical and functional healing, as well as the need of surgical or reconstruction treatment and the duration of rehabilitation program.","PeriodicalId":229614,"journal":{"name":"Jurnal Muara Medika dan Psikologi Klinis","volume":"9 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-05-29","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"124506042","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"KOMORBIDITAS GANGGUAN TIDUR PADA ANAK DENGAN GANGGUAN PEMUSATAN PERHATIAN DAN HIPERAKTIVTAS","authors":"Evi Evi, T. Wiguna, K. Malik","doi":"10.24912/jmmpk.v1i1.12086","DOIUrl":"https://doi.org/10.24912/jmmpk.v1i1.12086","url":null,"abstract":"Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas (GPPH) adalah gangguan perkembangan yang ditandai dengan kesulitan dalam mempertahankan atensi, disorganisasi dan atau perilaku psikomotor yang hiperaktif. Patofisiologi dan etiologi GPPH sangat kompleks, bersifat multiaksial dan multifaktorial, melibatkan faktor genetik, lingkungan, berbagai perubahan pada struktur, fungsi dan biokimia dari otak. Sebagai konsekuensinya, GPPH umumnya tidak berdiri sendiri melainkan sering disertai oleh satu atau lebih kondisi komorbid di mana salah satu di antaranya adalah gangguan tidur. Gangguan tidur memang dapat terjadi pada setiap orang, akan tetapi prevalensi gangguan tidur pada GPPH kira-kira 5 kali lebih banyak dari pada tanpa GPPH. Hubungan antara gangguan tidur dan GPPH bersifat kompleks dan multidireksional. Gangguan tidur dapat merupakan gejala dari GPPH, dapat diperburuk oleh GPPH, atau sebaliknya membuat gejala seperti GPPH, dan menambah gejala GPPH bertambah berat. Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas (GPPH) adalah gangguan perkembangan yang ditandai dengan kesulitan dalam mempertahankan atensi, disorganisasi dan atau perilaku psikomotor yang hiperaktif. Patofisiologi dan etiologi GPPH sangat kompleks, bersifat multiaksial dan multifaktorial, melibatkan faktor genetik, lingkungan, berbagai perubahan pada struktur, fungsi dan biokimia dari otak. Sebagai konsekuensinya, GPPH umumnya tidak berdiri sendiri melainkan sering disertai oleh satu atau lebih kondisi komorbid di mana salah satu di antaranya adalah gangguan tidur. Gangguan tidur memang dapat terjadi pada setiap orang, akan tetapi prevalensi gangguan tidur pada GPPH kira-kira 5 kali lebih banyak dari pada tanpa GPPH. Hubungan antara gangguan tidur dan GPPH bersifat kompleks dan multidireksional. Gangguan tidur dapat merupakan gejala dari GPPH, dapat diperburuk oleh GPPH, atau sebaliknya membuat gejala seperti GPPH, dan menambah gejala GPPH bertambah berat.","PeriodicalId":229614,"journal":{"name":"Jurnal Muara Medika dan Psikologi Klinis","volume":"24 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-05-29","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"131014567","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
H. Helmi, Grace Madeleine, David Limanan, Eny Yulianti, Frans Ferdinal
{"title":"UJI FITOKIMIA KAPASITAS ANTIOKSIDAN DAN PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK DAUN BERENUK CRESCENTIA CUJETE TERHADAP KADAR MDA OTAK DAN DARAH TIKUS SPRAGUE DAWLEY YANG DIINDUKSI HIPOKSIA NORMOBARIK SISTEMIK KRONIS","authors":"H. Helmi, Grace Madeleine, David Limanan, Eny Yulianti, Frans Ferdinal","doi":"10.24912/jmmpk.v1i1.12063","DOIUrl":"https://doi.org/10.24912/jmmpk.v1i1.12063","url":null,"abstract":"Hipoksia adalah suatu kondisi ketika konsentrasi oksigen dalam sel rendah. Kondisi ini dapat meningkatkan pembentukan radikal bebas yang mengarah ke keadaan stres oksidatif yang menghasilkan peroksidasi lipid yang mengakibatkan berbagai kerusakan makromolekul yang dapat merusak otak. Karena itu, tubuh membutuhkan antioksidan untuk mencegah kerusakan tersebut. Salah satu sumber antioksidan eksogen adalah daun Calabash. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan kapasitas antioksidan serta konstituen fitokimia daun Berenuk dan menentukan pengaruh ekstrak daun Berenuk dalam menurunkan kadar MDA total dalam darah dan otak tikus Sprague-Dawley yang diinduksi oleh sistemik kronis. hipoksia. Ekstraksi dilakukan dengan metode maserasi menggunakan pelarut etanol. Kapasitas antioksidan dievaluasi dengan uji radikal bebas DPPH. 32 tikus Sprague-Dawley dibagi menjadi 4 kelompok (normoksia, hipoksia 3 hari, 7 hari dan 14 hari (O2 8%; N2 92%)). Setiap kelompok kemudian dibagi lagi menjadi 2 subkelompok (diberikan ekstrak daun dan tidak pemberian). Ekstrak diberikan 400 mg / kg berat badan selama 14 hari. Evaluasi kadar MDA di otak dan darah dilakukan dengan menggunakan metode Wills. Kapasitas Antioksidan Berenuk dengan IC50 = 158,46 μg/mL Semakin lama tikus diinduksi oleh hipoksia sistemik kronis, semakin tinggi kadar MDA dalam darah dan otak. Ada penurunan yang signifikan kadar MDA otak dan darah tikus yang diberi ekstrak daun dibandingkan dengan kelompok yang tidak diberi. Ekstrak Berenuk menurunkan kadar MDA dalam darah dan otak yang disebabkan oleh hipoksia sistemik kronis. Hypoxia is a condition when oxygen concentration in cell is low. This condition can increase free radical formation that leads to oxidative stress state and cause peroxidation of lipid resulting in various macromolecule damages that damage the brain. Thus, the body needs antioxidant to prevent those damage. One of the exogen antioxidant source is calabash leaf. This study aimed to determine the antioxidant capacity as well as the phytochemical constituent of Calabash leaves and determining the effect of Calabash leaves extract in decreasing total MDA levels in the blood and brain of the Sprague-Dawley rats that were induced by chronic systemic hypoxia. Extraction was performed by maceration method using ethanol solvent. Antioxidant capacity was evaluated by DPPH radical scavenging assay. 32 Sprague-Dawley rat were divided into 4 groups (normoxia, 3 days, 7 days and 14 days of hypoxia (O2 8%;N2 92%)). Each group then divided again into 2 subgroups (given leaves extract administration and not). The extract administrated 400 mg/kg body weight for 14 days. The evaluation of MDA levels in the brain and blood was performed by using Wills method. Antioxidant capacity Calabash with IC50 = 158,46 μg/mL The longer the rats were induced by chronic systemic hypoxia, the higher MDA levels in the blood and brain. There was significant decreases in brain and blood MDA levels of rats given leaf compared","PeriodicalId":229614,"journal":{"name":"Jurnal Muara Medika dan Psikologi Klinis","volume":"33 1-2 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-05-29","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"133881024","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"AKTIVASI EKSPRESI PROTEIN DAN GEN AQUAPORIN 3 (AQP3) SEBAGAI TARGET PENGOBATAN HIDRASI KULIT","authors":"Linda Yulianti Wijayadi","doi":"10.24912/jmmpk.v1i1.12089","DOIUrl":"https://doi.org/10.24912/jmmpk.v1i1.12089","url":null,"abstract":"Kelompok protein Aquaporins (AQPs) dikenal sebagai saluran air dan gliserol untuk memfasilitasi transportasi air dan gliserol yang melintasi membran sel dan juga memiliki peranan dalam pemeliharaan kelembaban lapisan epidermis. Aquaporin 3 (AQP3) adalah bagian dari aquaglyceroporin dan banyak terdapat pada membran plasma keratin pada lapisan epidermis kulit. Ekspresi AQP3 tampak dalam sel keratinosit dan fibroblas kulit. AQP3 terlihat pada lapisan basal dari epidermis kulit, spinosum dan jaringan fibroblast kulit dibagian dermis kulit. Tanda terjadinya penuaan kulit adalah keringnya kulit, peningkatkan kerapuhan kulit, penurunan elastisitas dan penyembuhan luka yang tertunda. AQP3 adalah protein utama yang mempengaruhi hidrasi kulit dan menurun pada penuaan kulit. AQP3 menjadi protein kunci untuk target pengobatan masa depan terhadap penuaan kulit (kulit kering), sehingga mulai banyak dibuat pelembab yang dapat mengekspresikan protein AQP3 The protein family of Aquaporins (AQPs) known as water and glycerol channels to facilitate the transport of water and glycerol across cell membrane and also have the role in epidermal water maintenance. Aquaporins-3 (AQP3) is a member of aquaglyceroporin and the must abundant AQP3 present in the skin, in plasma membrane of epidermal cells. AQP3 showed expression in skin keratinocyte in basal layer of epidermis and spinosum, and in fibroblast skin dermis. A feature of skin aging is dry skin, increase skin fragility, decrease elasity and delayed wound healing. AQP3 is a major protein implicated in skin hydration and decrease with skin aging therefor AQP3 appears to be a key protein as a target and potential target for drug development for the future treatment of skin aging (dry skin), as a novel moisturizer.","PeriodicalId":229614,"journal":{"name":"Jurnal Muara Medika dan Psikologi Klinis","volume":"8 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-05-29","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"122713859","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"OPTIMISME PADA WANITA PENDERITA KANKER PAYUDARA BERUSIA DEWASA TENGAH","authors":"S. Sherly, Mutiara Mirah Yunita","doi":"10.24912/jmmpk.v1i1.12062","DOIUrl":"https://doi.org/10.24912/jmmpk.v1i1.12062","url":null,"abstract":"Penyakit kanker payudara merupakan salah satu penyebab kematian utama di dunia, termasuk di Indonesia. Prevalensi kasus dari penyakit kanker payudara juga meningkat dari tahun ke tahun. Kanker payudara merupakan penyakit yang dapat mempengaruhi setiap aspek kehidupan manusia dan dapat menimbulkan masalah-masalah baik secara psikis maupun psikologis. Secara fisik, penderita akan merasakan banyak gangguan fisik seperti mual, muntah, kerontokan yang parah, dan gangguan fisik lainnya. Secara psikologis, penderita akan merasa kaget, sedih, cemas, bahkan hingga depresi. Tidak sedikit individu yang beranggapan bahwa diagnosis kanker merupakan sebuah kalimat yang mematikan, meskipun pada kenyataannya tidak selalu seperti itu. Oleh karena itu, optimisme merupakan suatu aspek yang sangat penting bagi penderita kanker payudara. Ketika individu memiliki optimisme untuk sembuh, maka individu akan memiliki kesehatan psikologis, sehingga tetap berusaha untuk melakukan hal-hal untuk mencapai kesembuhan, tidak putus asa, serta memiliki kepastian untuk memandang masa depan. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif jenis deskriptif dengan teknik wawancara dan observasi untuk mengumpulkan data. Penelitian ini dilakukan kepada wanita berusia dewasa tengah dengan rentang usia 40 – 65 tahun. Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa kelima subyek memiliki optimisme dalam berjuang melawan penyakit kanker payudara. Meski kualitas optimisme pada masing-masing subyek tidak sepenuhnya sama, namun, secara keseluruhan mereka dapat dikatakan optimis dalam menjalankan pengobatannya. Adapun terdapat faktor-faktor yang secara signifikan mempengaruhi optimisme pada subyek yaitu faktor kemampuan koping untuk mengatasi persoalan yang terjadi sepanjang pengobatan mereka, faktor dukungan sosial, faktor status kesehatan, faktor spiritualitas, dan motivasi dalam diri. Breast cancer is one of the main causes of death in the world, including in Indonesia. The prevalence of cases of breast cancer also increases from year to year. Breast cancer is a disease that can affect every aspect of human life and can cause problems both psychologically and psychologically. Physically, the patient will feel many physical disorders such as nausea, vomiting, severe loss, and other physical disorders. Psychologically, the patient will feel shocked, sad, anxious, even to depression. Not a few individuals who think that the diagnosis of cancer is a deadly sentence, though in reality it is not always that way. Therefore, optimism is a very important aspect for breast cancer patients. When they have optimism to heal, then they will have psychological health, so keep trying to do things to achieve healing, not despair, and have the certainty to look at the future. This research uses descriptive qualitative research method with interview and observation technique to collect data. This study was conducted for middle aged women with age range 40-65 years. The results of this study can be conclu","PeriodicalId":229614,"journal":{"name":"Jurnal Muara Medika dan Psikologi Klinis","volume":"102 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-05-29","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"124700137","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"HUBUNGAN ASUPAN GULA DALAM MINUMAN BERSODA DENGAN OBESITAS PADA MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA","authors":"G. Liwanto, Alexander Halim Santoso","doi":"10.24912/jmmpk.v1i1.12050","DOIUrl":"https://doi.org/10.24912/jmmpk.v1i1.12050","url":null,"abstract":"Obesitas adalah suatu keadaan akumulasi atau penimbunan lemak yang tidak normal atau berlebihan di jaringan adiposa yang dapat mengganggu kesehatan. Prevalensi penduduk dewasa muda yang menderita gizi lebih adalah 13,6% dan obesitas adalah 21,8%.Status gizi remaja banyak dipengaruhi oleh gaya hidupnya. Minuman bersoda merupakan salah satu jenis minuman yang banyak dikonsumsi remaja dan diduga berperan terhadap meningkatnya obesitas di kalangan remaja. Kelompok usia 19-24 tahun rata-rata mengonsumsi minuman bersoda sebanyak 681mL perhari.Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara konsumsi asupan gula dalam minuman bersoda terhadap kejadian obesitas pada mahasiswa fakultas kedokteran universitas Tarumanagara. Penelitian merupakan penelitian analitik dengan design cross sectional. Analisis statistik menggunakan uji chi-square. Dari 200 subjek, didapatkan 100% subjek mengonsumsi minuman bersoda, dimana 45% subjek mengonsumsi gula dalam minuman bersoda lebih dari 50g/hari dan 57,5% subjek mengalami gizi lebih hingga obesitas. Didapatkan hubungan yang bermakna secara statistik antara asupan gula dalam minuman bersoda terhadap obesitas (p=0,001). Asupan gula dalam minuman bersoda berperan terhadap obesitas pada mahasiswa. Obesity is a condition of abnormal or excessive accumulation or accumulation of fat in adipose tissue that can interfere with health. The prevalence of young adults suffering from overnutrition is 13.6% and obesity is 21.8%. The nutritional status of adolescents is greatly influenced by their lifestyle. Fizzy drinks are one type of drink that is widely consumed by teenagers and is thought to play a role in increasing obesity among adolescents. The 19-24 year age group consumed an average of 681mL of soft drinks per day. This study aims to see the relationship between the consumption of sugar intake in soft drinks to the incidence of obesity in medical students at Tarumanagara University. This research is an analytic study with a cross sectional design. Statistical analysis using chi-square test. From 200 subjects, it was found that 100% of subjects consumed soft drinks, where 45% of subjects consumed sugar in soft drinks more than 50g/day and 57.5% of subjects were overweight to obesity. There was a statistically significant relationship between sugar intake in soft drinks and obesity (p=0.001). Sugar intake in soft drinks contributes to obesity in college students.","PeriodicalId":229614,"journal":{"name":"Jurnal Muara Medika dan Psikologi Klinis","volume":"24 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-05-29","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"131242162","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"GAMBARAN TINGKAT KEPUTUSASAAN PADA WANITA KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA","authors":"Lia Hervika, Monty P. Satiadarma, Naomi Soetikno","doi":"10.24912/jmmpk.v1i1.12056","DOIUrl":"https://doi.org/10.24912/jmmpk.v1i1.12056","url":null,"abstract":"Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) mendominasi kasus kekerasan terhadap perempuan (KTP) di Indonesia. Beberapa penelitian menunjukkan korban KDRT mengalami dampak psikologis, seperti depresi dan ide bunuh diri. Meskipun memberikan dampak yang negatif, masih terdapat wanita yang menerima dan membenarkan KDRT yang dilakukan oleh suami. Selain itu, banyak juga korban yang memilih untuk keluar dari siklus KDRT. Temuan tersebut menunjukkan respon wanita tampak berbeda terhadap pengalaman KDRT. Keputusasaan merupakan salah satu faktor yang diteliti pada wanita korban KDRT. Wanita korban KDRT yang putus asa cenderung mengalami kesulitan dalam mengambil keputusan, terutama keputusan untuk berpisah dari pelaku kekerasan dan keluar dari siklus kekerasan. Penelitian ini bertujuan mengetahui gambaran tingkat keputusasaan pada 52 wanita yang pernah mengalami kekerasan dalam rumah tangga di Indonesia. Metode penelitian bersifat kuantitatif deskriptif dan data dikumpulkan menggunakan kuesioner Beck Hopelessness Scale (BHS). Hasil menunjukkan 68% partisipan penelitian memiliki keputusasaan pada kategori sedang. Partisipan yang tidak bekerja, berlatar pendidikan SMA/SMK, tidak atau belum memiliki anak, tidak melaporkan, dan tidak memiliki dukungan sosial cenderung memiliki skor keputusasaan yang lebih tinggi. Keterbatasan jumlah partisipan menyebabkan generalisasi hasil penelitian terbatas. Penelitian selanjutnya dapat mengkaji partisipan dengan cakupan wilayah dan latar belakang budaya yang lebih luas. Latar belakang budaya tentu menjadi salah satu faktor yang memengaruhi keputusasaan serta keputusan wanita yang mengalami KDRT untuk berpisah atau tetap berada pada siklus KDRT yang dialami. Violence against women in Indonesia is dominated by domestic violence. During the pandemic situation, the victim may become hampered in reporting the case. Previous studies show that domestic violence might bring psychological impacts to the victim, like depression and suicidal ideation. Hopelessness might affect the response among victims. Previous studies reported that women who experienced domestic violence had moderate to high levels of hopelessness. They tend to show poor decision-making and hard to break the violence cycle. This study aims to describe the level of hopelessness in 51 women who have experienced domestic violence in Indonesia. The research method is descriptive quantitative. Data were collected using Beck Hopelessness Scale (BHS). Results showed 68% of participants have moderate level of hopelessness. Participants with no occupation, high school educational background, not reporting the case, and do not have social support tend to have higher score of hopelessness. This study provides information about levels of hopelessness but the generalization of the result is limited due to the limited participants and cultural background. Further research should describe more number of participants with wider cultural background.","PeriodicalId":229614,"journal":{"name":"Jurnal Muara Medika dan Psikologi Klinis","volume":"340 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-05-29","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"134032625","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"PENGUKURAN KUALITAS HIDUP SEBAGAI INDIKATOR STATUS KESEHATAN KOMPREHENSIF PADA INDIVIDU LANJUT USIA","authors":"M. Rumawas","doi":"10.24912/jmmpk.v1i1.12088","DOIUrl":"https://doi.org/10.24912/jmmpk.v1i1.12088","url":null,"abstract":"Indonesia mengalami transisi demografis menuju struktur penduduk tua yang tidak hanya berdampak pada bidang kesehatan, namun juga pada berbagai aspek kehidupan. Kompleksitas proses penuaan dan kerentanan lansia menderita beberapa penyakit kronik, menyebabkan konsep “sakit vs sembuh” maupun indikator angka kesakitan sulit mencerminkan status kesehatan dan keberhasilan program kesehatan lansia. Walaupun digunakan untuk mengevaluasi keberhasilan terapi pada pasien dengan penyakit kronis tertentu, namun penggunaan pengukuran kualitas hidup sebagai indikator status kesehatan komprehensif pada masyarakat lansia masih sangat terbatas. Mini survei deskriptif potong lintang ini adalah studi percontohan, dilakukan untuk memberikan gambaran preliminari perbandingan hasil penilaian kualitas hidup dengan penilaian kesehatan secara umum, dan keterkaitan antar aspek-aspek kehidupan lansia. Sebanyak 28 responden lansia di Jakarta Barat, direkrut dengan metode convenient, mengisi kuesioner kualitas hidup lansia secara daring. Dari 28 responden, 57,1% menilai tingkat kualitas hidupnya baik (skor 4), rerata skor tertinggi pada aspek spiritual (81,9), sedangkan rerata skor terendah pada aspek kesehatan fisik (64,7). Didapatkan kecenderungan hasil penilaian tingkat kualitas hidup lebih baik (skor lebih tinggi) daripada tingkat kesehatan secara umum. Aspek kesehatan fisik menunjukkan korelasi paling kuat dengan aspek kesehatan mental (r=0,84; p<0,001), dan diikuti dengan aspek lingkungan (r=0,75; p<0,001). Pengukuran kualitas hidup diharapkan dapat memberikan pemahaman komprehensif tentang status kesehatan lansia. Indonesia is undergoing a demographic transition towards an older population structure, which not only impacts on the health sector, but also on various aspects of life. The complexity of the aging process and the vulnerability of the elderly to suffer from several chronic diseases, make the concept of \"sick vs cured\" and indicator of morbidity difficult to reflect the health status and the success of elderly’s health programs. Although it is used to evaluate the success of therapy in patients with certain chronic diseases, the use of quality of life as an indicator of comprehensive health status in the elderly community is still very limited. This cross-sectional descriptive mini survey was a pilot study, conducted to provide a preliminary description comparing the results between the quality of life and general health assessments, and the correlation between lives’s aspects of the elderly. A total of 28 elderly respondents in West Jakarta conveniently recruited, filled out an online quality of life questionnaire. Of the 28 respondents, 57.1% rated their quality of life as good (score 4), the spiritual aspect recevied the highest average score (81.9), whilst the physical health aspect received the lowest average score (64.7). There is a tendency for the quality of life level to be better (higher score) than the general health level. Physical health a","PeriodicalId":229614,"journal":{"name":"Jurnal Muara Medika dan Psikologi Klinis","volume":"93 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-05-29","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"133137480","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"GENERALIZED STRUCTURAL EQUATION MODELLING: KEPUTUSAN PEMERIKSAAN HIV AIDS PADA WARIA (ANALISIS DATA SURVEI TERPADU BIOLOGIS DAN PERILAKU TAHUN 2013)","authors":"Zita Atzmardina, Indang Trihandini","doi":"10.24912/jmmpk.v1i1.12090","DOIUrl":"https://doi.org/10.24912/jmmpk.v1i1.12090","url":null,"abstract":"Waria sering mendapatkan diskriminasi. Perilaku waria yang berisiko perlu tindakan pendeteksian dini sehingga tidak menjadi sumber penularan. Penelitian bertujuan untuk melihat model perilaku waria dalam memutuskan pemeriksaan HIV/AIDS di Palembang, Pontianak, Samarinda, dan Makasar tahun 2013. Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional, menggunakan data STBP tahun 2013. Hasil analisis GSEM memperlihatkan faktor predisposing mempengaruhi keputusan pemeriksaan HIV/AIDS pada waria (koef. path=0,61). Peran petugas berpengaruh terhadap pengetahuan waria (koef. path=1,1) dan mempunyai pengaruh yang besar dalam pengambilan keputusan pemeriksaan HIV/AIDS pada waria (koef. path=3,5). Oleh sebab itu, penyuluhan melalui petugas kesehatan atau petugas lapangan sangat penting dalam pengambilan keputusan pemeriksaan HIV/AIDS. Transvestites or shemales are usually discriminated. Their behavior is risky to be a contagious agent that can be prevented by having early detection. This study observes models of transvestite behavior in deciding to have HIV/AIDS screening test at Palembang, Pontianak, Samarinda and Makassar in 2013. The design was cross sectional. GSEM analysis result indicates that predisposing factor influences decision to have HIV/AIDS test on shemales (path coefficient = 0.61). Role of health officer effects knowledge of shemales (path coefficient = 1.1) and it has prominent impact on determination to have HIV/AIDS test on shemales (path coefficient = 3.5). Therefore, socialization by health officer or field trainer is crucial on determining HIV/AIDS test.","PeriodicalId":229614,"journal":{"name":"Jurnal Muara Medika dan Psikologi Klinis","volume":"127 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-05-29","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"115465952","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"HUBUNGAN PANDEMI COVID-19 DAN PSBB DENGAN GANGGUAN DEPRESI PADA LANSIA DI PANTI WREDA HANA CIPUTAT JAKARTA","authors":"Anggun Tsabitah Rachmah, Noer Saelan Tadjudin","doi":"10.24912/jmmpk.v1i1.12087","DOIUrl":"https://doi.org/10.24912/jmmpk.v1i1.12087","url":null,"abstract":"Pemerintah Indonesia selama pandemi COVID-19 menerapkan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) dimana PSBB tersebut membuat aktivitas masyarakat dibatasi, dampaknya juga bisa dirasakan pada lansia di Panti Wreda sehingga dapat menyebabkan timbulnya gangguan depresi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pandemi COVID-19 dan PSBB dengan gangguan depresi pada lansia di Panti Wreda Hana Ciputat Jakarta. Penelitian ini menggunakan metode analitik observational dengan desain studi cross sectional. Penelitian ini dilakukan di Panti Wreda Hana Ciputat Jakarta terhadap lansia sejumlah 56 subjek penelitian yang terdiri dari perempuan 48 orang dan laki-laki 8 orang. Dari 56 subjek penelitian jumlah laki-laki 8 (14,3%) dan perempuan 48 (85,7%). Sebelum terjadinya pandemi COVID-19 dan PSBB, subjek penelitian yang tidak depresi sejumlah 49 subjek (87,5 %), kemungkinan besar depresi 6 subjek (10,7%), dan yang mengalami depresi 1 subjek (1,8%). Selama pandemi COVID19 dan PSBB, subjek penelitian yang tidak depresi 38 subjek (67,9%), kemungkinan besar depresi 14 subjek (25%), dan yang mengalami depresi 4 subjek (7,1%). Berdasarkan hasil uji Chi-square nilai p= 0,000. Dapat disimpulkan terdapat hubungan pandemi COVID-19 dan PSBB dengan gangguan depresi pada lansia di Panti Wreda Hana Ciputat Jakarta. The Government of Indonesia during the COVID-19 pandemic implemented PSBB (Large-Scale Social Restrictions) where the PSBB made community activities restricted, the impact can also be felt on the elderly in nursing home so that it can cause depressive disorders. This research was done in order to determine the relationship of the COVID-19 pandemic and PSBB with depressive disorders in the elderly at the Ciputat Hana Nursing Home in Jakarta. This study used an observational analytic method with a cross sectional study design. The research was conducted at the Ciputat Hana Nursing Home in Jakarta for 56 elderly subjects. In the nursing home consist of 48 women and 8 men. In 56 research subjects, there were 8 (14,3%) men and 48 (85,7%) women. Before the Pandemic of COVID-19 and PSBB, there were 49 (87,5%) research subjects who were not depressed, 6 (10,7%) research subjects who were most likely depressed, and 1 (1,8%) research subject who were depressed. During the Pandemic of COVID-19 and PSBB, there were 38 (67,9%) research subjects who were not depressed, 14 (25%) research subjects who were most likely depressed, and 4 (7,1%) research subjects who were depressed. Based on Chi-Square test result, the value of P = 0,000. In conclusion, there is a correlation between the pandemic of COVID-19 and PSBB with depression disorder in the elderly at Ciputat Hana Nursing Home in Jakarta.","PeriodicalId":229614,"journal":{"name":"Jurnal Muara Medika dan Psikologi Klinis","volume":"105 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-05-29","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"116646439","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}