{"title":"PEMISAHAN SEBAGAI MEKANISME REKONSILIASI : STUDI KASUS DI JEMAAT GKJ TAMANMURNI, SRAGEN, JAWA TENGAH","authors":"Yemima Widi, Suwarto Adi","doi":"10.51667/pwjsa.v3i2.1223","DOIUrl":"https://doi.org/10.51667/pwjsa.v3i2.1223","url":null,"abstract":"Konflik selalu membawa dampak bagi para pihak yang berkonflik. Berdampak buruk, apabila konflik tidak dapat diselesaikan dengan baik. Dan sebaliknya, apabila konflik dapat diselesaikan dengan baik, justru dapat membangun stabilitas komunal. Menghindar atau menarik diri dari konflik adalah salah satu cara para pihak berkonflik dalam menyelesaikan konflik. Sekalipun, hal tersebut tidak sepenuhnya bisa menyelesaikan konflik. Seperti yang dialami oleh Komunitas TM, pasca konflik yang terjadi di tahun 2007, yang menyebabkan komunitas ini memisahkan diri dari GKJ TA. Tulisan ini bertujuan untuk menjelaskan sejarah konflik, faktor-faktor penyebab pemisahan, upaya rekonsiliasi pasca pemisahan, serta menjelaskan kondisi Komunitas TM pasca pemisahan. Metode yang digunakan adalah metode kualitatif dengan studi kasus. Dari hasil analisis ditemukan bahwa rekonsiliasi konflik berlangsung cukup lama. Pemisahan Komunitas TM dari GKJ TA cukup dapat meredam konflik dan menjadi harapan baru bagi Komunitas TM untuk membangun jemaat dan kembali berjalan beriringan dengan GKJ TA juga gereja-gereja se-Sinode GKJ. Dapat disimpulkan bahwa pemisahan bisa menjadi mekanisme rekonsiliasi dan membantu Komunitas TM untuk membangun keutuhan jemaat, sehingga pembangunan jemaat pasca konflik berjalan maksimal.","PeriodicalId":111589,"journal":{"name":"Pute Waya : Sociology of Religion Journal","volume":"44 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-12-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"121549481","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"MAKNA PEMBEBASAN : SEBUAH REFLEKSI PEMBEBASAN BERDASARKAN KITAB ESTER","authors":"F. Ranggalodu","doi":"10.51667/pwjsa.v3i2.1224","DOIUrl":"https://doi.org/10.51667/pwjsa.v3i2.1224","url":null,"abstract":"Umat Yahudi sangat menderita dan tertekan akibat undang-undang yang telah dikeluarkan Haman meliputi seluruh negeri Persia. Penderitaan di sini adalah sebuah kata majemuk yang memperlihatkan baik kondisi fisik maupun batin umat Yahudi. Mereka adalah bangsa tawanan, masyarakat kelas dua yang tidak punya kekuatan untuk memperjuangkan nasibnya sendiri. Mereka pasrah seutuhnya pada tindakan dan karya Allah bagi kehidupan mereka. perjuangan pembebasan Ester dapat dimaknai bukan sekedar pembebasan bangsa Yahudi dari pemusnahan, tetapi juga merupakan pengangkatan hak-hak kaum tertindas, masyarakat kelas dua, bangsa yang lemah dan tak berdaya. Pembebasan itu juga bermakna sebagai kelepasan bagi kaum perempuan untuk mampu mengeluarkan hak suaranya, permohonannya didengar dan dihargai. Untuk memahami teks ini maka penulis menggunakan metode hermeneutik sosio-historis lalu akan dikaji secara teologis makna pembebasan yang terdapat dalam kitab Ester, sebab pembebasan dalam kitab Ester memiliki makna yang luas dan kompleks, yang pada akhirnya mengarah pada kebebasan yang bertanggung jawab. Pembebasan dalam Kitab Ester menginspirasi dua prinsip yang paling mendasar yang perlu dikembangkan gereja masa kini. Pertama, pengakuan atas perlu atau mendesaknya pembebasan dari setiap jenis penindasan, baik politik, ekonomi, sosial, seksual, rasial, maupun agamawi. Kedua, penegasan bahwa teologi harus tumbuh dari komunitas-komunitas basis Kristen, bukan dipaksakan dari atas","PeriodicalId":111589,"journal":{"name":"Pute Waya : Sociology of Religion Journal","volume":"1 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-12-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"129997112","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"MEMANDANG DENGAN PERSPEKTIF BARU: KAJIAN MATIUS 22:32 DAN RELASINYA DALAM KEARIFAN LOKAL; PAWANG HUJAN","authors":"Ryanto Adilang, Audriano Kalundang","doi":"10.51667/pwjsa.v3i2.1221","DOIUrl":"https://doi.org/10.51667/pwjsa.v3i2.1221","url":null,"abstract":"Perkembangan dunia yang semakin pesat mengantarkan manusia pada suatu sisi kehidupan yang lebih modern dan yang tidak dianggap modern perlahan ditinggalkan dan tidak dipakai lagi. Kearifan lokal yang dilakukan turun-temurun juga dikikis dalam perkembangan teknologi yang pesat ini termasuk didalamnya kearifan lokal: pawang hujan. Masyarakat yang masih mempertahkan kearifan lokal pawang hujan ini dianggap sebagai ketinggalan perkembangan dunia dan terkadang dijadikan bahan olok-olokkan, buah bibir masyarakat yang dipandang negative. Maka di dalam penelitian ini akan dikaji mengenai padangan masyarakat terhadap kearifan lokal khusunya pawang hujan tersebut dalam sorotan teks Alkitab dari Injil Matius 22:32. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Karena merupakan penelitian di ranah Biblika, khususnya Biblika Perjanjian Baru, maka penelitian ini mengusung metode penafsiran campuran antara kritik historis dan kritik naratif dan akan diseberangkan dalam konteks masa kini. Hasil penelitian ini diharapkan agar mengubah cara pandang dan stigma negative para pembaca tentang mereka yang melakukan bentuk-bentuk kearifan lokal salah satunya pawang hujan.","PeriodicalId":111589,"journal":{"name":"Pute Waya : Sociology of Religion Journal","volume":"19 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-12-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"126024593","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"KAJIAN TEOLOGIS TERHADAP HUKUM ADAT DELIK NEDOSA (PERKARA SUMBANG-PERKAWINAN DENGAN SAUDARA DEKAT) DI KEPULAUAN SANGIHE TALAUD","authors":"Jhounlee Pance Tatuhas, Jammer Prayerson Andalangi","doi":"10.51667/pwjsa.v3i2.1222","DOIUrl":"https://doi.org/10.51667/pwjsa.v3i2.1222","url":null,"abstract":"Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui arti Delik Nedosa (perkara sumbang), pandangan Alkitab tentang Delik Nedosa, perkawinan yang dilarang Tuhan. Hal ini dianalisis secara hermeneutik. Hal yang hendak dicapai adalah apakah hukum adat Delik Nedosa benar atau salah dikaji dari sudut pandang teologi. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan kepustakaan. Dalam hal ini, peneliti memfokuskan penelitian pada pengkajian literatur. Tetapi penulis juga melakukan wawancara kepada salah seorang tua-tua kampung dan juga salah seorang tua-tua adat Kepulauan Sangihe Talaud. Dikaji dari sudut pandang teologi tentang Delik Nedosa, ada bagian yang sependapat, ada yang tidak sependapat. Alkitab setuju bahwa tidak boleh saudara kandung (kakak beradik sungguh) atau yang disebut inses melakukan perkawinan. Tetapi Alkitab tidak setujuh bahwa saudara sepupu, cucu bersaudara, cece bersaudara, sampai keturunan ke 7, dan sama vam (marga) tidak boleh melakukan perkawinan, karena di Alkitab dengan jelas menunjukan itu diperbolehkan. Ishak dan Yakub buktinya di Alkitab bahwa Allah tidak melarang perkawinan dengan saudara dekat, justru Allah yang memberi perintah mencarikan isteri bagi Ishak dari sanak saudara – kalangan keluarga sendiri dan Allah memberkati perkawinan itu. Ishak kawin dengan keponakannya sendiri (masih satu vam/marga), Yakub kawin dengan saudara sepupunya sendiri (masih satu vam/marga). Perkawinan yang dilarang Allah sebenarnya jelas tertulis dalam Alkitab yaitu Inses, Perkawinan Sesama Jenis, Perkawinan dengan Binatang","PeriodicalId":111589,"journal":{"name":"Pute Waya : Sociology of Religion Journal","volume":"17 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-12-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"129640763","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"BUNUH DIRI: PERAN GEREJA DAN TINDAKAN SOSIAL MASYARAKAT DI DESA TALAWAAN KABUPATEN MINAHASA UTARA","authors":"Aditya Paschal Pantow, Rama Tulus Pilakoannu","doi":"10.51667/pwjsa.v3i1.966","DOIUrl":"https://doi.org/10.51667/pwjsa.v3i1.966","url":null,"abstract":"Kematian merupakan hal yang tidak terelakan di mana itu dialami oleh setiap orang di dunia ini. Itu menjadi controversial Ketika orang-orang memutuskan untuk membunuh diri, apalagi tinggal di daerah terpecil. Di Desa Talawaan yang terletak di Kabupaten Minahasa Utara, orang yang memilih untuk membunuh diri diperlakukan secara berbeda oleh masyarakatnya, terlebih setelah meninggal akibat membunuh diri. Artikel ini, kemudian, menandakan peran-peran gereja dalam kaitannya dengan tindakan sosial dalam masyarakat terhadap orang yang memutuskan untuk membunuh diri di desa Talawaan, Kabupaten Minahasa Utara. Menggunakan metode analisis dan deskriptif serta Teknik wawancara untuk mengumpulkan data, artikel ini memperlihatkan bahwa masayarakat menyadari pentingnya Tindakan dan nilai-nilai luhur yang lahir dari agama dan masyarakat dalam sebuah interaksi komunitasnya.","PeriodicalId":111589,"journal":{"name":"Pute Waya : Sociology of Religion Journal","volume":"23 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-06-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"122964855","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"TANGGAPAN TEOLOGIS TERHADAP PEMILIHAN KEPALA DAERAH DKI JAKARTA 2017-2022: SEBUAH REFLEKSI","authors":"Arthur Aritonang","doi":"10.51667/PWJSA.V1I2.352","DOIUrl":"https://doi.org/10.51667/PWJSA.V1I2.352","url":null,"abstract":"Artikel ini merefeksikan kembali peristiwa ketika Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) maju kembali dalam kontestasi pada Pilkada DKI Jakarta beberapa tahun yang lalu. Persoalan Pilkada DKI Jakarta ini menjadi semakin sukar bermula ketika Pidato Ahok di Kepulauan Seribu pada 27 September 2016 diedit dan diunggah oleh Buni Yani ke media sosial. Pidato Ahok kemudian mengundang reaksi dari kalangan masyarakat Islam di Indonesia menuntut akan keadilan hukum di Indonesia. Ahok dianggap sebagai penista agama meskipun di kalangan Islam ada yang berpendapat berbeda bahwa ucapan Ahok tidak ada unsur menistakan agama Islam. Isu penistaan agama ini kemudian dipolitisasi oleh pihak lawan Ahok-Djarot baik melalui media sosial, ceramah yang dilakukan di masjid-masjid maupun dengan melakukan mobilisasi massa yang dengan tujuan yang sama yaitu membangun narasi politik untuk tidak memilih Ahok yang adalah orang ‘kafir’ (Kristen) dan juga keturunan etnis Tionghoa yang dianggap non-pribumi. Keberadaan Ahok ini merepresentasikan dari identitas pluralisme di Indonesia. Maka serangan politik identitas ini bertujuan untuk mengalahkan lawan politiknya tetapi secara langsung merupakan gerakan anti pluralisme. Melalui artikel ini penulis hendak menganalisis, memberikan tanggapan teologis dengan mengunakan pendekatan literatur kepustakaan maupun hasil wawancara. Temuan dari penelitian ini ialah, agar di masa mendatang jalannya pesta demokrasi dapat lebih beradab dan menempatkan agama pada porsi yang tepat yaitu membina karakter dan membangun spritualitas anak bangsa bukan malah sebaliknya masuk ke dalam ruang politik praktis yang nantinya dapat merusak martabat dari agama itu sendiri sekaligus menumpulkan kepekaan hati nurani anak bangsa dalam memilih calon pemimpin politik yang ingin mengabadikan dirinya bagi kepentingan orang banyak. ","PeriodicalId":111589,"journal":{"name":"Pute Waya : Sociology of Religion Journal","volume":"114 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-12-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"128159512","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Wolter Weol, A. M. Nainggolan, Nency Aprilia Heydemans
{"title":"SOLIDARITAS SOSIAL DAN AGAMA PADA MASA PANDEMI COVID-19 DI MANADO","authors":"Wolter Weol, A. M. Nainggolan, Nency Aprilia Heydemans","doi":"10.51667/PWJSA.V1I2.353","DOIUrl":"https://doi.org/10.51667/PWJSA.V1I2.353","url":null,"abstract":"Artikel ini mendeskripsikan mengenai solidaritas sosial dan agama pada masa pandemi Covid-19 di Manado, dengan menggunakan metode penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif. Melalui penelitian ini ditemukan bahwa solidaritas sosial agama, masyarakat Kristen dan Islam di manado telah terlaksana dengan baik sehingga menjadi solusi bagi mereka yang sedang terdampak Covid-19. Agama telah berperan sebagai agen perubahan, agen pemersatu dan agen pembangkit solidaritas sosial di tengah masyarakat. Solidaritas sosial di Manado terbentuk atas agama yang kuat, diwariskan secara berkelanjutan sepanjang sejarah hadirnya gereja dan mesjid di Manado sampai sekarang. Penelitian ini memanfaatkan pemikiran Emile Durkheim tentang solidaritas sosial, khususnya tipe mekanik dan organik dan gambaran agama di Manado yang memiliki solidaritas sosial yang sehat. Hasil penelitian dalam artikel ini adalah bahwa solidaritas sosial yang dikemukakan oleh Emile Durkheim bermanfaat untuk memahami solidaritas sosial pada masa pandemi covid-19, agama berkaitan dengan sikap, motivasi dan tindakan masyarakat dalam mendemonstrasikan solidaritas sosial bagi sesamanya, solidaritas sosial adalah solusi bagi masyarakat dunia pada umumnya dan Indonesia pada khususnya ketika menghadapi bencana nonalam pandemi Covid-19.","PeriodicalId":111589,"journal":{"name":"Pute Waya : Sociology of Religion Journal","volume":"52 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-12-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"114579686","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"ANALISIS SOSIOLOGI TERHADAP KEBERADAAN ANAK-ANAK AIBON DI MERAUKE","authors":"T. G. R. Hallatu, I. D. Palittin","doi":"10.51667/PWJSA.V1I2.354","DOIUrl":"https://doi.org/10.51667/PWJSA.V1I2.354","url":null,"abstract":"Fenomena anak jalanan adalah salah satu permasalahan sosial yang dapat ditemukan di mana saja, termasuk di Merauke, Papua. Anak jalanan di Merauke, dikenal dengan istilah anak aibon, karena kebiasaan mereka dalam menghirup lem aibon. Permasalahan anak aibon ini dapat dianalisis menggunakan teori sosiologi, khususnya teori Fungsionalisme oleh Parsonn dan juga teori tindakan sosial oleh Weber. Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan pengambilan data melalui observasi dan juga wawancara. Penelitian dilakukan di Pokja SD Ermasu Merauke dengan mewawancarai 10 anak aibon. Data yang diperoleh kemudian dianalisis dan dideskripsikan. Keberadaan anak aibon di Merauke menunjukkan permasalahan sosial yaitu tidak berjalannya fungsi lembaga keluarga, masyarakat, dan juga pemerintah (disfungsional sistem). Akibatnya adalah terjadinya perubahan sosial dalam sistem masyarakat itu sendiri. Tindakan anak aibon merupakan tindakan sosial murni (zwerk rational), karena mereka menghirup lem aibon secara sadar untuk mendapatkan ketenangan dan kenyamanan dari permasalahan hidup. Penyelesaian masalah ini harus melibatkan keluarga, pemerintah Merauke dan juga masyarakat Merauke.","PeriodicalId":111589,"journal":{"name":"Pute Waya : Sociology of Religion Journal","volume":"25 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-12-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"127655302","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}