{"title":"解脱的意义:以斯帖书的解放反映","authors":"F. Ranggalodu","doi":"10.51667/pwjsa.v3i2.1224","DOIUrl":null,"url":null,"abstract":"Umat Yahudi sangat menderita dan tertekan akibat undang-undang yang telah dikeluarkan Haman meliputi seluruh negeri Persia. Penderitaan di sini adalah sebuah kata majemuk yang memperlihatkan baik kondisi fisik maupun batin umat Yahudi. Mereka adalah bangsa tawanan, masyarakat kelas dua yang tidak punya kekuatan untuk memperjuangkan nasibnya sendiri. Mereka pasrah seutuhnya pada tindakan dan karya Allah bagi kehidupan mereka. perjuangan pembebasan Ester dapat dimaknai bukan sekedar pembebasan bangsa Yahudi dari pemusnahan, tetapi juga merupakan pengangkatan hak-hak kaum tertindas, masyarakat kelas dua, bangsa yang lemah dan tak berdaya. Pembebasan itu juga bermakna sebagai kelepasan bagi kaum perempuan untuk mampu mengeluarkan hak suaranya, permohonannya didengar dan dihargai. Untuk memahami teks ini maka penulis menggunakan metode hermeneutik sosio-historis lalu akan dikaji secara teologis makna pembebasan yang terdapat dalam kitab Ester, sebab pembebasan dalam kitab Ester memiliki makna yang luas dan kompleks, yang pada akhirnya mengarah pada kebebasan yang bertanggung jawab. Pembebasan dalam Kitab Ester menginspirasi dua prinsip yang paling mendasar yang perlu dikembangkan gereja masa kini. Pertama, pengakuan atas perlu atau mendesaknya pembebasan dari setiap jenis penindasan, baik politik, ekonomi, sosial, seksual, rasial, maupun agamawi. Kedua, penegasan bahwa teologi harus tumbuh dari komunitas-komunitas basis Kristen, bukan dipaksakan dari atas","PeriodicalId":111589,"journal":{"name":"Pute Waya : Sociology of Religion Journal","volume":"1 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0000,"publicationDate":"2022-12-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":"0","resultStr":"{\"title\":\"MAKNA PEMBEBASAN : SEBUAH REFLEKSI PEMBEBASAN BERDASARKAN KITAB ESTER\",\"authors\":\"F. Ranggalodu\",\"doi\":\"10.51667/pwjsa.v3i2.1224\",\"DOIUrl\":null,\"url\":null,\"abstract\":\"Umat Yahudi sangat menderita dan tertekan akibat undang-undang yang telah dikeluarkan Haman meliputi seluruh negeri Persia. Penderitaan di sini adalah sebuah kata majemuk yang memperlihatkan baik kondisi fisik maupun batin umat Yahudi. Mereka adalah bangsa tawanan, masyarakat kelas dua yang tidak punya kekuatan untuk memperjuangkan nasibnya sendiri. Mereka pasrah seutuhnya pada tindakan dan karya Allah bagi kehidupan mereka. perjuangan pembebasan Ester dapat dimaknai bukan sekedar pembebasan bangsa Yahudi dari pemusnahan, tetapi juga merupakan pengangkatan hak-hak kaum tertindas, masyarakat kelas dua, bangsa yang lemah dan tak berdaya. Pembebasan itu juga bermakna sebagai kelepasan bagi kaum perempuan untuk mampu mengeluarkan hak suaranya, permohonannya didengar dan dihargai. Untuk memahami teks ini maka penulis menggunakan metode hermeneutik sosio-historis lalu akan dikaji secara teologis makna pembebasan yang terdapat dalam kitab Ester, sebab pembebasan dalam kitab Ester memiliki makna yang luas dan kompleks, yang pada akhirnya mengarah pada kebebasan yang bertanggung jawab. Pembebasan dalam Kitab Ester menginspirasi dua prinsip yang paling mendasar yang perlu dikembangkan gereja masa kini. Pertama, pengakuan atas perlu atau mendesaknya pembebasan dari setiap jenis penindasan, baik politik, ekonomi, sosial, seksual, rasial, maupun agamawi. Kedua, penegasan bahwa teologi harus tumbuh dari komunitas-komunitas basis Kristen, bukan dipaksakan dari atas\",\"PeriodicalId\":111589,\"journal\":{\"name\":\"Pute Waya : Sociology of Religion Journal\",\"volume\":\"1 1\",\"pages\":\"0\"},\"PeriodicalIF\":0.0000,\"publicationDate\":\"2022-12-31\",\"publicationTypes\":\"Journal Article\",\"fieldsOfStudy\":null,\"isOpenAccess\":false,\"openAccessPdf\":\"\",\"citationCount\":\"0\",\"resultStr\":null,\"platform\":\"Semanticscholar\",\"paperid\":null,\"PeriodicalName\":\"Pute Waya : Sociology of Religion Journal\",\"FirstCategoryId\":\"1085\",\"ListUrlMain\":\"https://doi.org/10.51667/pwjsa.v3i2.1224\",\"RegionNum\":0,\"RegionCategory\":null,\"ArticlePicture\":[],\"TitleCN\":null,\"AbstractTextCN\":null,\"PMCID\":null,\"EPubDate\":\"\",\"PubModel\":\"\",\"JCR\":\"\",\"JCRName\":\"\",\"Score\":null,\"Total\":0}","platform":"Semanticscholar","paperid":null,"PeriodicalName":"Pute Waya : Sociology of Religion Journal","FirstCategoryId":"1085","ListUrlMain":"https://doi.org/10.51667/pwjsa.v3i2.1224","RegionNum":0,"RegionCategory":null,"ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":null,"EPubDate":"","PubModel":"","JCR":"","JCRName":"","Score":null,"Total":0}
MAKNA PEMBEBASAN : SEBUAH REFLEKSI PEMBEBASAN BERDASARKAN KITAB ESTER
Umat Yahudi sangat menderita dan tertekan akibat undang-undang yang telah dikeluarkan Haman meliputi seluruh negeri Persia. Penderitaan di sini adalah sebuah kata majemuk yang memperlihatkan baik kondisi fisik maupun batin umat Yahudi. Mereka adalah bangsa tawanan, masyarakat kelas dua yang tidak punya kekuatan untuk memperjuangkan nasibnya sendiri. Mereka pasrah seutuhnya pada tindakan dan karya Allah bagi kehidupan mereka. perjuangan pembebasan Ester dapat dimaknai bukan sekedar pembebasan bangsa Yahudi dari pemusnahan, tetapi juga merupakan pengangkatan hak-hak kaum tertindas, masyarakat kelas dua, bangsa yang lemah dan tak berdaya. Pembebasan itu juga bermakna sebagai kelepasan bagi kaum perempuan untuk mampu mengeluarkan hak suaranya, permohonannya didengar dan dihargai. Untuk memahami teks ini maka penulis menggunakan metode hermeneutik sosio-historis lalu akan dikaji secara teologis makna pembebasan yang terdapat dalam kitab Ester, sebab pembebasan dalam kitab Ester memiliki makna yang luas dan kompleks, yang pada akhirnya mengarah pada kebebasan yang bertanggung jawab. Pembebasan dalam Kitab Ester menginspirasi dua prinsip yang paling mendasar yang perlu dikembangkan gereja masa kini. Pertama, pengakuan atas perlu atau mendesaknya pembebasan dari setiap jenis penindasan, baik politik, ekonomi, sosial, seksual, rasial, maupun agamawi. Kedua, penegasan bahwa teologi harus tumbuh dari komunitas-komunitas basis Kristen, bukan dipaksakan dari atas