{"title":"Antimicrobial susceptibility of coagulase-negative staphylococci isolated from red-tailed racers (Gonyosoma oxycephalum)","authors":"Lydia Pow Kar Men, U. Afiff, D. Noviana","doi":"10.29244/avl.6.4.71-72","DOIUrl":"https://doi.org/10.29244/avl.6.4.71-72","url":null,"abstract":"Antibiotic resistant Coagulase negative staphylococci CoNS have been reported around the world. Therefore, the aim of the study is to determine the antimicrobial susceptibility of CoNS isolated from red–tailed racers. Samples were swabbed from the oral cavity of 5 wild caught red–tailed racers, and were identified with biochemical test. The results obtained show that red–tailed racer 1 had S. sciuri and S. xylosus; red–tailed racer 2 had S. xylosus; red–tailed racer 3 had S. sciuri; red–tailed racer 4 had S. lentus; and red–tailed racer 5 had S. kloosii. The resistance test was done using the Kirby–Bauer disc diffusion test. And interpreted by referring to Clinical and Laboratory Standards Institute (CLS1 2013). The results for antibiotic resistance test of Staphylococcus xylosus, Staphylococcus sciuri, and Staphylococcus lentus show susceptibility to amoxicillin, gentamicin, erythromycin, bacitracin, vancomycin and oxacillin, but resistance towards penicillin G. One sample of Staphylococcus sciuri is intermediate towards erythromycin, and one sample of Staphylococcus kloosii shows susceptibility towards amoxicillin, gentamicin, bacitracin, penicillin G, vancomycin, and oxacillin, but is resistant towards erythromycin. \u0000Keywords: \u0000antimicrobial susceptibility, coagulase negative staphylococci, red–tailed racers, Gonyosoma oxycephalum","PeriodicalId":8407,"journal":{"name":"ARSHI Veterinary Letters","volume":"157 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-12-24","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"73474576","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"Resistensi Escherichia coli asal feses sapi di wilayah Bogor terhadap antimikroba","authors":"Dordia Anindita Rotinsulu, Usamah Afiff, Diyah Septiriyanti","doi":"10.29244/avl.6.3.55-56","DOIUrl":"https://doi.org/10.29244/avl.6.3.55-56","url":null,"abstract":"Resistansi bakteri terhadap antimikrob telah menjadi permasalahan global. Pengujian resistansi antimikrob bakteri dari hewan penting dilakukan terutama dengan adanya resistansi antimikrob pada manusia yang diduga bersumber pada ternak. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis gambaran resistansi Escherichia coli (E. coli) yang diisolasi dari feses sapi terhadap berbagai antimikrob, yaitu aztreonam, basitrasin, sefpodoksim, enrofloksasin, fosfomisin, gentamisin, dan kloramfenikol. Uji resistansi antimikrob dilakukan menggunakan metode difusi cakram Kirby-Bauer. Hasil uji diinterpretasi menurut Clinical and Laboratory Standards Institute (CLSI). Isolat E. coli asal feses sapi yang diperiksa resistan terhadap aztreonam (40%), sefpodoksim (40%), fosfomisin (50%), basitrasin (100%), dan gentamisin (10%). Sebanyak 30% isolat E. coli memiliki kepekaan intermediat terhadap fosfomisin. Seluruh isolat sensitif terhadap kloramfenikol (100%), dan sebagian besar sensitif terhadap enrofloksasin (90%) dan gentamisin (90%). Isolat E. coli yang resistan terhadap aztreonam dan sefpodoksim diduga berfenotip extended spectrum β-lactamase (ESBL). Pengobatan infeksi E. coli pada sapi harus memperhatikan gambaran resistansi isolat terhadap antimikrob.","PeriodicalId":8407,"journal":{"name":"ARSHI Veterinary Letters","volume":"16 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-12-24","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"77476399","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
H. Putra, Naufal Hadam Maulana, Noor Ihsan Anzary Bahtiar, P. Pratiwi, Hakim Aziz, Dieniza Vadya, Geovany Mayori
{"title":"Diagnosis Haemobartonella felis subklinis pada kucing","authors":"H. Putra, Naufal Hadam Maulana, Noor Ihsan Anzary Bahtiar, P. Pratiwi, Hakim Aziz, Dieniza Vadya, Geovany Mayori","doi":"10.29244/avl.6.4.69-70","DOIUrl":"https://doi.org/10.29244/avl.6.4.69-70","url":null,"abstract":"Ektoparasit yang teridentifikasi pada satu hewan kesayangan berkorelasi pada infestasi endoparasit, salah satu contoh endoparasit yang menyerang hewan peliharaan adalah Haemobartonella felis. Kucing sebanyak 7 ekor dari pemilik yang sama dibawa ke klinik hewan. Pemilik mengeluhkan seekor kucing memiliki suhu tubuh yang selalu tinggi saat diukur. Kucing yang lain tidak memiliki keluhan dan gejala serupa, namun pemilik ingin dilakukan pemeriksaan umum pada semua kucingnya. Hasil pemeriksaan klinis tidak ditemukan infestasi ektoparasit, suhu tubuh kucing berkisar 39,8-40,0 °C dengan bobot badan 2-4 kg dan berusia antara 5-24 bulan. Pemeriksaan lanjutan yang dilakukan adalah pemeriksaan hematologi dengan metode complete blood count (CBC) mengunakan alat hematology analyzer dan blood smear inspection. Pemeriksaan ulas darah 4 dari 7 kucing menunjukkan hasil positif adanya parasit pada badan sel darah merah. Pemilik diberikan resep berupa antibiotik doxycicline dengan dosis 5 mg/Kg BB untuk diberikan kepada kucingnya 2 kali sehari selama 28 hari.","PeriodicalId":8407,"journal":{"name":"ARSHI Veterinary Letters","volume":"21 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-12-11","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"83993013","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Christophorus Algriawan Bayu Widjanarko, Titus Ardhi Prasetya
{"title":"Diagnosis dan terapi patent ductus arteriosus pada anjing","authors":"Christophorus Algriawan Bayu Widjanarko, Titus Ardhi Prasetya","doi":"10.29244/avl.6.4.63-64","DOIUrl":"https://doi.org/10.29244/avl.6.4.63-64","url":null,"abstract":"Patent Ductus Arteriosus (PDA) adalah penyakit jantung kongenital yang disebabkan oleh gagal menutupnya ductus arteriosus dan menyebabkan abnormalitas aliran darah dari aorta menuju arteri pulmonalis. Kondisi tersebut mengakibatkan berlebihnya volume darah dalam sirkulasi paru-paru, atrium kiri, dan ventrikel kiri yang dapat berkontribusi pada terjadinya gagal jantung kongestif. Tulisan ini melaporkan seekor anjing Toy Poodle jantan berusia 7 bulan dibawa pemiliknya untuk pemeriksaan kesehatan dan vaksinasi. Pemilik anjing menyatakan pasien tidak memiliki keluhan sakit maupun riwayat penyakit. Hasil auskultasi terdengar suara jantung continuous murmur grade V/VI di basal jantung kiri. Hasil pencitraan echocardiography memperlihatkan dilatasi pada arteri pulmonalis disertai aliran darah turbulen dan terdeteksi keberadaan ductus arteriosus. Pasien juga mengalami overload volume darah pada atrium kiri. Ductus arteriosus pasien kemudian ditutup secara operasi dengan metode ligasi intrapericardial. Pemeriksaan echocardiography pada 48 jam pasca operasi menunjukan adanya aliran residual pada arteri pulmonalis. Ukuran atrium kiri kembali ke rentang normal dan grade continuous murmur turun ke II/VI. Aliran residual pada pasien masih terdeteksi hingga satu bulan pasca operasi, namun suara murmur sudah tidak terdengar dan ukuran ruang-ruang jantung tetap berada dalam rentang normal. Ligasi pada PDA masih menyisakan aliran residual pada arteri pulmonalis dan pemantauan terhadap potensi residual permanen dan rekanalisasi terus dilakukan pada pasien.","PeriodicalId":8407,"journal":{"name":"ARSHI Veterinary Letters","volume":"18 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-12-09","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"87250019","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"Profil hematologi lengkap pada pasien anjing dengan kasus urinary tract infection","authors":"Yohana Silvia Sitohang, Fransiscus Teguh Santoso, Tyagita Hartady","doi":"10.29244/avl.6.4.67-68","DOIUrl":"https://doi.org/10.29244/avl.6.4.67-68","url":null,"abstract":"Infeksi pada saluran urinaria terbagi atas dua bentuk, yaitu infeksi saluran atas (upper urinary tract) yang meliputi ginjal (pyelonephritis), dan infeksi saluran bawah (lower urinary tract) yang meliputi kantung kemih (cystitis), uretra (urethritis), dan prostat (prostatitis). Tulisan ini melaporkan hasil pemeriksaan profil darah pada seekor anjing jantan dengan ras Golden Retriever yang berusia 4 tahun dengan gejala lesu dan hematuria. Hasil pemeriksaan hematologi menunjukkan bahwa anjing tersebut mengalami infeksi dan anemia mikrositik hipokromik. Hewan didiagnosa urinary tract infection akibat infeksi bakteri dan diberikan penanganan berupa kateterisasi. Antibiotik, anti perdarahan dalam, vitamin B, suplemen penambah zat besi, dan obat herbal Kejibeling diberikan pada anjing sebagai langkah pengobatan. Anjing menunjukkan kondisi yang baik dengan urinasi normal tanpa ada pendarahan setelah 3 hari penanganan.","PeriodicalId":8407,"journal":{"name":"ARSHI Veterinary Letters","volume":"33 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-12-09","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"86823434","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Alissa Hadi Kusuma Dewi, Ajeng Erika Prihastuti, I. G. P. Wisesa, Sruti Listra Adrenaline
{"title":"Penanganan skabies pada kucing di Yourdaily Petshop and Vet Jakarta Timur","authors":"Alissa Hadi Kusuma Dewi, Ajeng Erika Prihastuti, I. G. P. Wisesa, Sruti Listra Adrenaline","doi":"10.29244/avl.6.4.65-66","DOIUrl":"https://doi.org/10.29244/avl.6.4.65-66","url":null,"abstract":"Skabies merupakan penyakit sistem integumen pada kucing yang disebabkan oleh tungau Sarcoptes scabiei maupun Noroedres cati. Tungau masuk jaringan kulit dengan menembus lapisan epidermis, kemudian membuat terowongan sebagai tempat untuk bersarang dan bertelur. Aktivitas mekanis dan enzimatis tungau didalam lapisan epidermis menimbulkan reaksi alergi dan gejala klinis berupa pruritus, alopesia, papula, hyperkeratosis dan krusta pada hewan. Studi kasus ini melaporkan tampilan gejala klinis, pemeriksaan penunjang dan penanganan kasus skabies pada kucing bernama Chelsea ras Persia berumur 7 tahun. Kucing dibawa pemiliknya ke klinik hewan karena ada keropeng pada telingan. Pemeriksaan fisik dilakukan dan diagnosa penunjang berupa skin scraping pada superfisial pinna telinga. Hasil pemeriksaan skin scraping ditemukan infestasi tungau Notoedres cati pada kucing. Penanganan yang diberikan berupa injeksi antiparasit ivermectin, antihistamin diphenhydramine, dan kucing dimandikan dengan sampo lime sulfur 2%. Pemilik kucing Chelsea diminta kembali datang ke klinik pada hari ke 14 pasca terapi untuk melakukan kontrol dan hasilnya sudah tidak ditemukan infestasi tungau. Injeksi ivermectin kedua tetap diberikan untuk memastikan tungau telah tereliminasi secara keseluruhan.","PeriodicalId":8407,"journal":{"name":"ARSHI Veterinary Letters","volume":"26 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-12-09","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"73379130","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"Citra ultrasonografi dan profil hematologi kasus pyometra pada kucing di Klinik Hewan Cimanggu","authors":"Rr Soesatyoratih, A. Esfandiari","doi":"10.29244/avl.6.4.61-62","DOIUrl":"https://doi.org/10.29244/avl.6.4.61-62","url":null,"abstract":"Seekor kucing betina bernama Berlin datang ke Klinik Hewan Cimanggu dengan keluhan hewan lesu, kurang nafsu makan dan mengeluarkan cairan merah dari bagian belakang tubuhnya. Hasil pemeriksaan fisik kucing bernama Berlin didapatkan adanya leleran lendir yang berwarna merah keluar dari vulva. Dari hasil anamnesa dan temuan klinis, kucing Berlin diduga menderita pyometra. Pyometra merupakan suatu gangguan reproduksi pada hewan betina yang ditandai dengan adanya penimbunan nanah pada uterus. Dari gejala klinis yang tampak, pyometra yang diderita kucing Berlin adalah pyometra terbuka. Hasil pemeriksaan penunjang ultrasonografi dan pemeriksaan darah terkonfirmasi kucing Berlin menderita pyometra.","PeriodicalId":8407,"journal":{"name":"ARSHI Veterinary Letters","volume":"23 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-11-26","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"76689593","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"Resistansi Escherichia coli asal feses sapi di wilayah Bogor terhadap antimikrob","authors":"Dordia Anindita Rotinsulu, Usamah Afiff, Diyah Septiriyanti","doi":"10.29244/avl.6.4.75-76","DOIUrl":"https://doi.org/10.29244/avl.6.4.75-76","url":null,"abstract":"Resistansi bakteri terhadap antimikrob telah menjadi permasalahan global. Pengujian resistansi antimikrob bakteri dari hewan penting dilakukan terutama dengan adanya resistansi antimikrob pada manusia yang diduga bersumber pada ternak. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis gambaran resistansi Escherichia coli (E. coli) yang diisolasi dari feses sapi terhadap berbagai antimikrob, yaitu aztreonam, basitrasin, sefpodoksim, enrofloksasin, fosfomisin, gentamisin, dan kloramfenikol. Uji resistansi antimikrob dilakukan menggunakan metode difusi cakram Kirby-Bauer. Hasil uji diinterpretasi menurut Clinical and Laboratory Standards Institute (CLSI). Isolat E. coli asal feses sapi yang diperiksa resistan terhadap aztreonam (40%), sefpodoksim (40%), fosfomisin (50%), basitrasin (100%), dan gentamisin (10%). Isolat E. coli sebanyak 30% memiliki kepekaan intermediat terhadap fosfomisin. Seluruh isolat sensitif terhadap kloramfenikol (100%), dan sebagian besar sensitif terhadap enrofloksasin (90%) dan gentamisin (90%). Isolat E. coli yang resistan terhadap aztreonam dan sefpodoksim diduga berfenotip extended spectrum β-lactamase (ESBL). Pengobatan infeksi E. coli pada sapi harus memperhatikan gambaran resistansi isolat terhadap antimikrob.","PeriodicalId":8407,"journal":{"name":"ARSHI Veterinary Letters","volume":"112 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-11-17","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"86789874","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"Patologi suspect feline viral rhinotracheitis pada kucing Persia","authors":"Cindy oktati Oktati Kasari, Dyah Ayu Oktavianie Ardhiana Pratama, Albiruni Haryo","doi":"10.29244/avl.6.1.13-14","DOIUrl":"https://doi.org/10.29244/avl.6.1.13-14","url":null,"abstract":"Feline herpesvirus-1 (FHV-1) atau feline viral rhinotracheitis (FVR) merupakan agen penyakit saluran respirasi atas yang penting pada kucing. Hal ini disebabkan transmisi penyakit yang mudah. Kucing terinfeksi melalui kontak langsung dengan sekreta konjungtival atau oronasal dari kucing yang terinfeksi. Tujuan studi ini yaitu melihat kondisi patologi secara makroskopik dan mikroskopis pada kucing yang diduga terinfeksi virus rhinotracheitis. Organ yang diperiksa antara lain trakea, paru, dan limpa. Perubahan patologi yang terjadi pada organ-organ tersebut yaitu pneumonia interstitial edematous dan emfisema pulmonum, kongesti pada arteri trabecular dan tracheitis hemoragika.","PeriodicalId":8407,"journal":{"name":"ARSHI Veterinary Letters","volume":"35 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-11-09","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"85605709","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Muhammad Fadly Aulia, Nurul Fauzizah Ayu Lestari, Tyagita Hartady
{"title":"Diagnosa dan penanganan hernia abdominalis pada kucing","authors":"Muhammad Fadly Aulia, Nurul Fauzizah Ayu Lestari, Tyagita Hartady","doi":"10.29244/avl.6.3.49-50","DOIUrl":"https://doi.org/10.29244/avl.6.3.49-50","url":null,"abstract":"Hernia merupakan penonjolan dari sebagian atau seluruh organ dari lokasi anatomi normalnya melalui lubang yang abnormal. Tulisan ini melaporkan penanganan kasus hernia abdominalis pada seekor kucing domestik jantan berusia 1 tahun dibawa ke Rumah Sakit Hewan (RSH) Cikole Lembang Jawa Barat. Pemilik mengeluhkan terdapat pembesaran abdomen setelah tertabrak kendaraan sehari sebelum dibawa ke RSH Cikole. Berdasarkan anamnesa pemilik, temuan klinis, dan radiografi kucing didiagnosa hernia abdominalis. Tindakan penanganan yang dilakukan adalah laparotomi untuk mereposisi organ dan menutup cincin hernia. Pasien menjalani rawat inap di RSH Cikole untuk diobservasi dan setelah 2 hari pascaoperasi, kucing sudah kembali aktif dan kondisi jahitan telah membaik.","PeriodicalId":8407,"journal":{"name":"ARSHI Veterinary Letters","volume":"23 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-10-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"85097714","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}