{"title":"Hukuman Kebiri: Analisis Maqashid Syariah dan Undang-Undang Nomor 70 Tahun 2020","authors":"Amrullah Bustamam, H. Putra","doi":"10.22373/legitimasi.v11i1.13451","DOIUrl":"https://doi.org/10.22373/legitimasi.v11i1.13451","url":null,"abstract":"Abstract: This study aims to present Maqashid Syariah's perspective on the pros and cons of the enactment of castration penalties for perpetrators of child sexual crimes in the Government Regulation in Lieu of Law No. 70 of 2020. This research is qualitative research in the form of literature studies. This type of Islamic law research with maqashid sharia approach. The results of this study aim to find out about the regulation of castration punishment in Perppu Number 70 of 2020 for perpetrators of child sexual crimes, and to find out how Islamic law with the Maqashid Syariah approach regarding castration punishment. In this study also presented pros and cons of this castration penalty, some allow and also some prohibit this of course this argument is based on the approach of Maqashid Syariah. The presence of sharia maqashid is certainly needed in formulating a rule that will be a foothold and become a benchmark for the survival of a law. The purpose of Islamic law is also always relevant wherever and whenever it exists in terms of dynamic and elastic. Chemical castration punishment certainly cannot be used as a single solution to overcome the problem of crimes of sexual violence against children, the need for awareness and cooperation of the community and government to deal with sexual crimes against children.Abstrak: Kajian ini bertujuan untuk menyajikan perspektif Maqashid Syariah tentang pro dan kontra pemberlakuan hukuman kebiri bagi pelaku kejahatan seksual terhadap anak didalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 70 Tahun 2020. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif berupa studi pustaka. Jenis penelitian hukum Islam dengan pendekatan Maqashid Syariah. Hasil penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tentang pengaturan hukuman kebiri dalam Perppu Nomor 70 Tahun 2020 bagi pelaku kejahatan seksual terhadap anak, dan untuk mengetahui bagaimana hukum Islam dengan pendekatan Maqashid Syariah mengenai hukuman kebiri ini. Didalam penelitian ini juga tersaji Pro dan Kontra terhadap hukuman kebiri ini, ada yang membolehkan dan juga ada yang melarang hal ini tentunya argumen ini didasari oleh pendekatan Maqashid Syariah. hadirnya maqashid syariah tentunya sangat dibutuhkan dalam merumuskan sebuah aturan yang akan menjadi pijakan dan menjadi tolak ukur bagi kelangsungan hidup suatu hukum. Tujuan hukum Islam juga selalu relevan dimanapun dan kapanpun keberadaanya dalam hal dinamis dan elastis. Hukuman kebiri kimia tentu tidak bisa dijadikan solusi tunggal untuk mengatasi permasalahan kejahatan kekerasan seksual terhadap anak, perlu adanya kesadaran dan kerjasama masyarakat dan pemerintah untuk menangani kejahatan seksual seksual terhadap anak. ","PeriodicalId":424275,"journal":{"name":"Legitimasi: Jurnal Hukum Pidana dan Politik Hukum","volume":"1 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-08-16","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"129590099","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"Tindak Pidana Homoseksual Dalam Putusan MK Nomor 46/Puu-Xiv/2016: Perspektif Hukum Pidana Islam","authors":"Yuhasnibar Syah, Lastrina Lastrina","doi":"10.22373/legitimasi.v11i1.13330","DOIUrl":"https://doi.org/10.22373/legitimasi.v11i1.13330","url":null,"abstract":"Abstract: Constitutional Decision Number 46/PUU-XIV/2016 raises various views. The decision rejected a request for an expansion of Article 292 of the Criminal Code on homosexuals. Regarding this problem, what are the provisions of Decision No. 46/PUU-XIV/2016 regarding homosexual crimes, how and the considerations of the Constitutional Court judges in deciding homosexual criminal cases in Decision Number 46/PUU-XIV/2016, and how Islamic criminal law regarding homosexual crimes in the Constitutional Court Decision Number 46/ PUU-XIV/2016. This research is analyzed by means of descriptive-analysis. The result of the research is that the provisions of homosexual crime in Article 292 of the Criminal Code regulates same-sex sexual abuse, or obscenity in the category of homosexuals. The Constitutional Court Decision Number 46/PUU-XIV/2016 in principle contains a request to expand the scope of Article 292 from previously only adults with children to adults with adults. There are three reasons and also the considerations of the judges of the Constitutional Court in deciding cases of homosexual crimes in Decision Number 46/PUU-XIV/2016, namely juridical considerations regarding the criminal policy or criminal policy, juridical considerations on the application of the principles of legality and consideration of the substance of the petition. Article 292 of the Criminal Code against Article 1 paragraph (3), Article 28D paragraph (1), and Article 28G paragraph (1) of the 1945 Constitution. From the perspective of Islamic criminal law, the Constitutional Court's decision is not in harmony, or at least has not been able to apply legal aspects criminal law based on religious norms and moral norms.Abstrak: Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-XIV/2016 memunculkan ragam pandangan. Putusan tersebut menolak permohonan pemohon salah satunya tentang perluasan Pasal 292 KUHP tentang homoseksual. Terhadap masalah tersebut, bagaimana ketentuan Putusan No. 46/PUU-XIV/2016 tentang tindak pidana homoseksual, bagaimana alasan dan pertimbangan hakim MK dalam memutus perkara tindak pidana homoseksual dalam Putusan Nomor 46/PUU-XIV/2016, serta bagaimana tinjauan hukum pidana Islam tentang tindak pidana homoseksual dalam Putusan MK Nomor 46/PUU-XIV/2016. Penelitian ini analisis dengan cara deskriptif-analisis. Hasil penelitian bahwa ketentuan tindak pidana homoseksual dalam Pasal 292 KUHP mengatur tentang pencabulan sesama jenis, atau pencabulan kategori homoseksual. Putusan MK Nomor 46/PUU-XIV/2016 pada prinsipnya berisi permohonan untuk memperluas cakupan Pasal 292 dari sebelumnya hanya orang dewasa dengan anak-anak menjadi orang dewasa dengan orang dewasa. Terdapat tiga alasan dan juga pertimbangan hakim Mahkamah Konstitusi dalam memutus perkara tindak pidana homoseks dalam Putusan Nomor 46/PUU-XIV/2016, yaitu pertimbangan yuridis terhadap kebijakan kejahatan pidana atau criminal policy, pertimbangan yuridis terhadap penerapan asas-asas legalitas dan pertimbangan substan","PeriodicalId":424275,"journal":{"name":"Legitimasi: Jurnal Hukum Pidana dan Politik Hukum","volume":"1 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-08-16","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"122800774","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"Implementasi Qanun Aceh Nomor 17 Tahun 2013 tentang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi Aceh Pasca 15 Tahun MoU Helsinki","authors":"M. Syuib, Desi Hasnawati","doi":"10.22373/legitimasi.v11i1.13463","DOIUrl":"https://doi.org/10.22373/legitimasi.v11i1.13463","url":null,"abstract":"Abstract: Truth and Reconciliation Commission of Aceh is established as a logical consequence of peace agreement between the Government of Republic of Indonesia and Free Aceh Movement. Now, the peace period is turning into 15 years old. One aspect has been criticized so far, is the performance of KKR Aceh in implementing the agreement of MoU Helsinki, given, the institution has a vital role to advocate transitional justice in Aceh, especially for conflict victims. The research questions are how far the successful of KKR Aceh in advocating the justice for victims of conflict in Aceh and what are the advantages faced in the field. The research method is juridical empiric which is overseeing between the rules and the practice and also using cases approach. The result is, the performance of KKR Aceh is not running optimally yet in presenting the justice for victims of armed-conflict in Aceh, due to having the less support of financial and also human resource from government.Abstrak: Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi Aceh dibentuk sebagai konsekuensi logis dari kesepakatan damai antara Pemerintah Republik Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka sebagaimana tertuang dalam MoU Helsinki. Kini, usia perdamaian itu sudah mencapai 15 tahun. Salah satu yang menjadi sorotan selama kurun waktu tersebut adalah kinerja Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi Aceh dalam menjalankan amanah MoU Helsinki. Mengingat lembaga ini memiliki peran penting untuk menghadirkan keadilan transisi di Aceh, khususnya bagi Korban konflik. Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Bagaimana kiprah Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi Aceh dalam menghadirkan keadilan bagi korban konflik di Aceh serta hambatan-hambatan apa saja yang dihadapi dalam melaksanakan kerja-kerja KKR Aceh. Jenis penelitian ini adalah yuridis empiris yakni penelitian yang melihat antara aturan dan prakteknya di lapangan, sedangkan pendekatan yang dipakai adalah pendekatan kasus. Hasil penelitian ditemukan bahwa kiprah KKR Aceh belum berjalan maksimal dalam menghadirkan keadilan bagi korban konflik dikarenakan lemahnya dukungan anggaran dan juga sumber daya manusia dalam melaknsankan kerja-kerja KKR di lapangan.","PeriodicalId":424275,"journal":{"name":"Legitimasi: Jurnal Hukum Pidana dan Politik Hukum","volume":"1 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-08-16","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"130011645","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"Diskresi dan Negara Hukum: Mewujudkan Hukum Berkeadilan Masyarakat","authors":"M. Murdan, Safira Mustaqilla","doi":"10.22373/legitimasi.v11i1.12458","DOIUrl":"https://doi.org/10.22373/legitimasi.v11i1.12458","url":null,"abstract":"Abstract: This study analyzes the discretionary policy in the civil law system prevailing in Indonesia. In a state law system, implementing laws and regulations are often faced with not applying the rule of law and even legal decisions occur. The result of the failure that occurred in realizing government programs aimed at the welfare of the community. On the one hand, state officials, state employees, and state officials are not allowed to act differently from the legal rules that have been passed by the state. But on the other hand, the desire to uphold justice and the welfare of the people sometimes clashes with the rules, procedures, and legal provisions that already exist legally. the advantages of the positive and negative sides of the Civil Law-based legal system, countries that adhere to the Civil Law system then introduce the concept of discretion. This study uses a normative-juridical method. The results of the analysis of literature data show that through discretionary policies, governments, state officials, and state administrators can guarantee people's welfare, justice, and truth.Abstrak: Studi ini menganalisis kebijakan diskresi dalam sistem hukum sipil yang berlaku di Indonesia. Dalam sistem negara hukum, pelaksana peraturan perundang-undangan sering dihadapkan pada tidak tegasnya aturan hukum dan bahkan terjadi kekosongan hukum. Akibatnya terjadi kesulitan dalam merealisasikan program pemerintah yang bertujuan untuk mensejahterakan masyarakat. Di satu sisi pejabat negara, pegawai negara, dan penyelenggara negara tidak diperkenankan bertindak berbeda dari aturan hukum yang sudah disahkan oleh negara. Namun sisi lain, keinginan untuk mempercepat keadilan dan kesejahteraan rakyat terkadang berbenturan dengan aturan, prosedur, dan ketentuan hukum yang sudah memiliki daya ikat secara legalistik. Menyadari sisi positif dan negatif dari sistem hukum berbasis Civil Law tersebut, negara-negara yang menganut sistem Civil Law kemudian memperkenalkan konsep tentang diskresi. Studi ini menggunakan metode normatif-yuridis. Hasil analisis data kepustakaan menunjukkan bahwa melalui kebijakan diskresi, para pemerintah, pejabat negara, dan penyelenggara negara dapat mempercepat kesejahteraan rakyat, keadilan, dan kebenaran.","PeriodicalId":424275,"journal":{"name":"Legitimasi: Jurnal Hukum Pidana dan Politik Hukum","volume":"49 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-08-16","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"121560881","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"Legal Reasoning of Credit on Buying and Selling Gold: Mapping The Debate on 'Ilath Al-Hukm","authors":"M. Sholihin","doi":"10.22373/legitimasi.v10i2.11345","DOIUrl":"https://doi.org/10.22373/legitimasi.v10i2.11345","url":null,"abstract":"This paper is intended to identify the law of buying and selling gold legally. Credit and understand the illat stated to the law. The approach used in this study is more of a normative and legal juridical approach, where the study of secondary sources in the form of books, open books, and articles is carried out to obtain answers to the formulation of the problem. In general, this study has identified that gold transactions on credit among Mashab scholars are haram-mutlaq, with the illat that gold is a Ribawi commodity and is mutlaq tsammaniyah. In contrast to Ibn Taimiyah and Ibn Qayyim and the DSN-MUI fatwa, which allows it as long as gold is not used as a price or money.","PeriodicalId":424275,"journal":{"name":"Legitimasi: Jurnal Hukum Pidana dan Politik Hukum","volume":"56 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-11-19","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"115623557","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"EFEKTIFITAS SANKSI ADAT BAGI PELAKU KHALWAT DITINJAU DARI PERSPEKTIF HUKUM PIDANA ISLAM (Studi kasus Kecamatan Ketol Kabupaten Aceh Tengah)","authors":"Satiya Citra Dewi, Hasanuddin Yusuf Adan","doi":"10.22373/legitimasi.v10i2.11341","DOIUrl":"https://doi.org/10.22373/legitimasi.v10i2.11341","url":null,"abstract":"Tujuan dari penelitian ini, pertama, untuk mengetahui apakah bentuk sanksi adat yang dijatuhkan bagi pelaku khalwat di Kecamatan ketol kabupaten Aceh Tengah. Kedua, tingkat efektifitas sanksi adat di Kecamatan Ketol terhadap pemberantasan tindak pidana khalwat. Ketiga, tinjauan hukum Islam terhadap sanksi adat di Kecamatan Ketol bagi pelaku tindak pidana khalwat. Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif Kualitatif dengan menggunakan data lapangan (field research) dan data pustaka (Library research).Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana Islam mengatur tentang penyelesaian khalwat dan sistem putusan Peradilan Adat di Aceh Tengah. Hasil penelitian dalam skripsi ini adalah penyelesaian sengketa khalwat di Kecamatan Ketol Kabupaten Aceh Tengah, dalam penyelesaian sengketa tersebut diselesaikan secara adat dengan proses musyawarah. Kemudian masing-masing pelaku dibebankan untuk membayar satu atau lebih dari satu ekor lembu sesuai dengan kesepakatan musyawarah antara para pihak. Adapun sanksi yang berlaku tersebut sangat tidak efektif di kalangan masyarakat yang tingkat perekonomiannya menengah keatas, bagi mereka yang menengah ke atas tidak merasakan efek dari sanksi yang dijatuhkan, karena sangat mudah bagi mereka untuk membayar sanksi tersebut. Tinjauan hukum Islam sanksi adat tidak bertentangan dengan hukum Islam karena dalam hukum Islam sanksi bagi khalwat ialah ta’zir yaitu hukuman yang ditentukan oleh penguasa atau hakim, yang dimana dalam hukum adat di Aceh Tengah yang berperan sebagai hakim adalah Reje Kampung.","PeriodicalId":424275,"journal":{"name":"Legitimasi: Jurnal Hukum Pidana dan Politik Hukum","volume":"72 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-11-19","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"124445137","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"QANUN HUKUM JINAYAH DALAM BINGKAI TEORI PEMBUATAN HUKUM","authors":"M. Yusuf","doi":"10.22373/legitimasi.v10i2.11343","DOIUrl":"https://doi.org/10.22373/legitimasi.v10i2.11343","url":null,"abstract":"Pembentukan sebuah aturan hukum dalam kajian ini adalah qanun tentunya harus mengikuti ketentuan-ketentuan yang ada yaitu tentang tata cara pembentukan peraturan perundang-undangan dan teori-teori pembentukan hukum. Pembentukan qanun di Aceh dapat berpedoman pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2004 tantang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan dan Qanun Nomor 3 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pembentukan Qanun serta teori-teori pembentukan hukum yang dikembangkan oleh para ahli hukum. Qanun Hukum Jinayat yang disusun di Aceh tidak langsung mengikuti kitab fiqh tetapi telah dikembangkan dan disesuaikan dengan kondisi sosial masyarakat agar qanun ini dapat dilaksanakan tanpa adanya perbedan pendapat karena berbeda mazhab dan untuk menghindari terjadinya multi tafsir. Proses pembuatan Qanun Hukum Jinayat sudah dilakukan namun bagaimana proses pembuatan qanun agar qanun tersebut berlaku efektif dalam masyarakat. Penelitian ini ingin melihat Qanun Hukum Jinayah dari tata cara penyusunan peraturan, teori-teori pembentukan hukum dan kaitannya dengan efektivitas hukum, terutama tentang asas-asas qanun, bahasa hukum yang digunakan, dan jenis-jenis kejahatan yang diatur di dalamnya. Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat asas-asas qanun hukum jinayah, kejelasan bahasa yang digunakan dan dan jenis-jenis kejahatan apa saja yang diatur dalam Qanun Hukum Jinayah. Penelitian ini bersifat kualitatif dan tergolong kedalam jenis penelitian pustaka (library research). Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari segi bahasa yang digunakan sudah memenuhi syarat-syarat sebagaimana yang dijelaskan dalam teori pembentukan hukum dan sudah menenuhi syarat-syarat pembentukan hukum seperti yang diamanahkan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2004 tantang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan dan Qanun Nomor 3 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pembentukan Qanun. Namun kejahatan yang diatur dalam Qanun Hukum Jinayah 80% kejahatan ekspresif dan 20% kejahatan instrumental yang berakibat pada sukarnya dilakukan pencegahan terhadap kejahatan yang bersifat ekspresif tersebut. ","PeriodicalId":424275,"journal":{"name":"Legitimasi: Jurnal Hukum Pidana dan Politik Hukum","volume":"63 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-11-19","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"121708657","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"TINDAK PIDANA PENGGUNAAN SOFTWARE KOMPUTER BAJAKAN DALAM UU NO. 28 TAHUN 2014 TENTANG HAK CIPTA PERSPEKTIF HUKUM PIDANA ISLAM","authors":"Saiful Aris Munandar, Arifin Abdullah, Rispalman Rispalman","doi":"10.22373/legitimasi.v10i2.11342","DOIUrl":"https://doi.org/10.22373/legitimasi.v10i2.11342","url":null,"abstract":"Perkembangan teknologi dewasa ini semakin canggih dan maju sehingga menyebabkan dampak positif maupun negatif dalam penggunaan teknologi di lingkungan masyarakat saat ini, salah satu contohnya adalah penggunaan perangkat lunak (software) komputer. Undang-Undang No.28 Tahun 2014 mengatur tentang hak cipta untuk melindungi pencipta perangkat lunak dari pengambilan maupun penggunaan ciptaannya secara tidak sah oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Pertanyaan penelitian dalam skripsi ini meliputi bagaimana ketentuan penggunaan software komputer bajakan dalam Undang-Undang No.28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta dan bagaimana perspektif hukum pidana Islam terhadap penggunaan software komputer bajakan dalam Undang- Undang tersebut. Untuk menjawab hal tersebut, penulis menggunakan pendekatan penelitian yuridis normatif yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka dan data sekunder belaka. Sumber data penelitian ini adalah dari penelitian kepustakaan (library research). Hasil penelitian yang di dapatkan menunjukkan bahwa software komputer adalah salah satu ciptaan yang dilindungi oleh Undang-Undang Hak Cipta No.28 Tahun 2014. Penggunaan software komputer bajakan dapat digunakan untuk kepentingan pribadi yang digunakan untuk penelitian dan pengembangan program komputer sehingga tidak melanggar hukum. Kecuali, penggunaannya yang ditujukan untuk kepentingan komersial merupakan suatu pelanggaran hak cipta yang dapat di pidanakan apabila ada pihak yang merasa dirugikan (delik aduan). Berdasarkan pasal 113 ayat (4) ketentuan pidananya yaitu, penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp.4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah) bagi pelaku pembajakan. Pembajakan hak cipta yang merugikan pencipta terhadap ciptaannya yaitu software komputer, merupakan suatu perbuatan yang dilarang dalam Islam karena hal tersebut disamakan dengan mengambil harta atau hak milik orang lain yang hukumannya berupa hukuman ta’zir yang berasal dari penguasa yang belum diatur di dalam nash atau hukum syara’.","PeriodicalId":424275,"journal":{"name":"Legitimasi: Jurnal Hukum Pidana dan Politik Hukum","volume":"17 2 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-11-19","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"123578012","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"PENYELESAIAN TINDAK PIDANA RINGAN OLEH PANGLIMA LAOT DITINJAU MENURUT HUKUM ISLAM (Studi Kasus di Kecamatan Mesjid Raya Kabupaten Aceh Besar)","authors":"M. Ula, M. Abdullah","doi":"10.22373/legitimasi.v10i2.11346","DOIUrl":"https://doi.org/10.22373/legitimasi.v10i2.11346","url":null,"abstract":"Panglima laot merupakan sebuah lembaga adat yang mempunyai kewenangan menyelesaikan kasus tindak pidana ringan menurut Qanun Aceh Nomor 10 Tahun 2008. Ada tiga jenis perkara yang dapat diselesaikan oleh panglima laot yaitu: perkara perselisihan, perkara adat laot dan perkara pelanggaran. Sehingga ada tiga rumusan masalah dalam penelitian ini, pertama: apa saja jenis-jenis tindak pidana ringan yang terjadi di Kecamatan Mesjid Raya Kabupaten Aceh besar, kedua: bagaimana penyelesaian tindak pidana ringan oleh panglima laot di Kecamatan Mesjid Raya Kabupaten Aceh Besar, dan ketiga: bagaimana tinjauan Hukum Islam terhadap penyelesaian tindak pidana ringan oleh Panglima Laot. Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (field research) yang menggunakan metode deskriptif analisis dengan pedekatan kualitatif, yaitu dengan cara melihat peran Pangima Laot dalam menyelesaikan bentuk perselisihan yang terjadi di laut, yang kemudian dijelaskan secara sistematis mengenai data-data yang diperoleh dalam penelitian berdasarkan tinjauan dari rumusan masalah. Adapun hasil dari penelitian ini adalah ada tiga jenis tindak pidana ringan yang terjadi di Kecamatan Mesjid Raya Kabupaten aceh Besar yaitu: kasus pemukulan, kasus peupok jaloe dan kasus kapal semen padang menabrak perahu nelayan. Selanjutnya peran yang dilakukan oleh panglima laot dalam menyelesaikan perselisihan di laot dengan cara damai dan musyawarah, dan apabila ada pihak yang tidak setuju di selesaikan secara adat laot, maka akan dilimpahkan kepada kepolisian. Dalam hukum Islam hukuman yang dijatuhkan terhadap orang yang melakukan tindak pidana ringan pemukulan adalah qishash diyat. Qishash sebagai hukuman pokok dan diyat sebagai hukuman pengganti yaitu seratus ekor unta dan hukuman nya sudah di tentukan oleh syara’. ","PeriodicalId":424275,"journal":{"name":"Legitimasi: Jurnal Hukum Pidana dan Politik Hukum","volume":"50 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-11-19","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"128297660","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"UPAYA PERDAMAIAN UNTUK PENYELESAIAN PERKARA PIDANA Reaktualisasi Kearifan Lokal dalam Hukum pidana Indonesia","authors":"Rusjdi Ali Muhammad","doi":"10.22373/legitimasi.v10i2.11339","DOIUrl":"https://doi.org/10.22373/legitimasi.v10i2.11339","url":null,"abstract":"One characteristic of Islamic law is not explicitly distinguished between the domain of public law with private law. Sanctions for deliberate murder is Qisas for example, where the victim's heirs have more permanent role to choose the death penalty imposed (Qisas) or give forgive me by asking Diyat (compensation). Amount number of Diyat is also can be negotiated through a kind of mediation method called Shulh (peace). So here the element of private law is more dominant. Even Diyat can be released at all heirs of the victim initiatives. In this last case the State may punish the offender with ta'zir, so here its public law elements recur. This idea is not unknown in Indonesian positive law provisions. The victim had usually been involved as a witness in his father murder case or rape case against her. In customary law in Aceh there are several institutions in efforts to realize peace for criminal cases, namely in the form of adat meulangga, dhiet, sayam or takanai (South Aceh). Principles of peace settlement of disputes may also be considered not only for civil cases but also in criminal cases. Thus the doctrine that says the criminal nature of a case will not remove although there is peace agreement, would need to be revisited. However it is important also to restrict that not every criminal case could be solved by peace agreement. Criminal cases like premeditated murder and rape should be excluded from the possibility of peace agreement. ","PeriodicalId":424275,"journal":{"name":"Legitimasi: Jurnal Hukum Pidana dan Politik Hukum","volume":"97 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-11-19","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"132930334","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}