{"title":"Pasambahan Manjapuik Marapulai Minangkabau","authors":"Dea Anggraini, M. Lubis, Deliana","doi":"10.32734/LWSA.V3I2.880","DOIUrl":"https://doi.org/10.32734/LWSA.V3I2.880","url":null,"abstract":"Manjapuik marapulai is an important part in Minangkabau traditional wedding. This kind of tradition means the tradition of picking up the groom to the bride’s house by a group of people from bride’s family. This tradition is highly dealing with oral tradition as the part of anthropolinguistic study because the content is about pasambahan between the bride and the groom’s family. Pasambahan means pantun in Bahasa, it is a kind of conversation held by the picker and the groom’s family in the art of Minangkabau speaking. This research is aimed to identify the pattern of pasambahan itself which is divided into three major parts; opening, content, and closing. It is conducted in nagari Koto Tuo, Kabupaten Agam, West Sumatra. The method used in this research is descriptive qualitative with deep interview and observation in collecting data. As a result, certain categories were found in opening, content, and closing of pasambahan.","PeriodicalId":339972,"journal":{"name":"Talenta Conference Series: Local Wisdom, Social, and Arts (LWSA)","volume":"8 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-10-15","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"130906526","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"Pewarisan Fonem Vokal Protoaustronesia ke Bahasa Angkola dan Bahasa Simalungun","authors":"Siti Rahmadani Lestari Ritonga, Dardanila, Gustianingsih","doi":"10.32734/LWSA.V3I2.903","DOIUrl":"https://doi.org/10.32734/LWSA.V3I2.903","url":null,"abstract":"Penelitian ini menjelaskan perubahan dan pewarisan bunyi vokal PAN ke dalam bahasa Angkola (BA) dan bahasa Simalungun (BS). Linguistik Historis Komparatif(LHK) adalah pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini. Data yang digunakan ialah 200 daftar kosakata swadesh dan pengumpulan data tulis ialah dengan metode simak yang dilanjutkan dengan teknik sadap. Pengkajian data menggunakan metode perbandingan historis. Penyajian hasil analisis akan dilakukan dengan cara penyajian formal. Berdasarkan analisis ditemukan pewarisan linear (retensi) dalam bahasa Angkola */a/ → /a/, */i/→ /i/, */u/ → /u/, dan pewarisan fonem vokal PAN secara inovasi */a/ → /E/, */ ə / → /o/. Pewarisan proto austronesia pada bahasa Simalungun secara linear */a/ → /a/, */i/→ /i/, dan pewarisan fonem vokal PAN secara inovasi */ ə / → /o/. \u0000This research discusses the changes and inheritance of the PAN vowels into Angkola (BA) and Simalungun (BS) languages. This research was conducted using a comparative historical linguistic approach. The data used were 200 swadesh vocabulary and the method collected in collecting written data was the observation method followed by the tapping technique. The study of data used the historical comparison method. Presentation of the results of the analysis will be carried out by means of a formal presentation. Based on the analysis, it was found that linear inheritance (retention) in Angkola language * / a / → / a /, * / i / → / i /, * / u / → / u /, and innovation of the PAN vowel phoneme * / a / → / E /, * / ə / → / o /. The inheritance of the proto austronesian in the Simalungun is linear * / a / → / a /, * / i / → / i /, and the innovative inheritance of the vowel phoneme PAN * / ə / → / o /.","PeriodicalId":339972,"journal":{"name":"Talenta Conference Series: Local Wisdom, Social, and Arts (LWSA)","volume":"14 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-10-15","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"121271536","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"Objek Wisata di Kabupaten Toba Samosir","authors":"Budi Agustono, Lila Pelita Hati, Fitriaty Harahap","doi":"10.32734/lwsa.v2i2.801","DOIUrl":"https://doi.org/10.32734/lwsa.v2i2.801","url":null,"abstract":"Kabupaten Toba Samosir memiliki banyak tinggalan arkeologi dan sejarah yang belum digali dan diteliti bahkan ada yang tidak diketahui oleh masyarakat luas. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendata tinggalan arkeologi dan sejarah yang dapat dimanfaatkan sebagai objek wisata. Penulisan penelitian ini menggunakan metode sejarah dengan menggunakan jenis penelitian deskriptif analitis dengan pendekatan kualitatif yang menjabarkan dengan detail permasalahan terkait serta menggunakan studi pustaka untuk mendapatkan bahan yang relevan dan berkaitan yang juga diperoleh melalui jurnal ilmiah maupun buku-buku. Teknik pengumpulan data menggunakan study observasi dengan mengamati secara langsung tinggalan-tinggalan sejarah dan arkeologi tersebut Hasil-hasil pembahasan menunjukkan bahwa tinggalan arkeologi dan sejarah pada Kabupaten Toba Samosir tersebut dapat dimanfaatkannya untuk berbagai kepentingan, yang dapat memberikan kesejahteraan bagi masyarakat setempat dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) pada umumnya, dan Kabupaten Toba Samosir pada khususnya. \u0000 \u0000 Toba Samosir Regency has many archeological and historical remains that have not been explored and researched and some are even unknown to the wider community. The purpose of this study is to record archeological and historical remains that can be used as tourist attractions. The writing of this research uses the historical method by using a descriptive analytical research type with a qualitative approach that describes in detail the related problems and uses literature studies to obtain relevant and related material which is also obtained through scientific journals and books. Data collection techniques using observational studies by directly observing the historical and archeological remains, the results of the discussion show that the archeological and historical relics in Toba Samosir Regency can be used for various purposes, which can provide prosperity for the local community and Own-Source Revenue (PAD) in general, and Toba Samosir Regency in particular.","PeriodicalId":339972,"journal":{"name":"Talenta Conference Series: Local Wisdom, Social, and Arts (LWSA)","volume":"20 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-12-19","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"121505826","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"Perpustakaan Berbasis Inklusi Sosial","authors":"Woro Titi Haryanti","doi":"10.32734/lwsa.v2i2.728","DOIUrl":"https://doi.org/10.32734/lwsa.v2i2.728","url":null,"abstract":"Tujuan kebijakan transformasi perpustakaan berbasis inklusi sosial adalah untuk meningkatkan literasi informasi berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi, meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat memperkuat peran dan fungsi perpustakaan, agar tidak hanya sekadar tempat penyimpanan dan peminjaman buku, tapi menjadi tempat pembelajaran sepanjang hayat dan pemberdayaan masyarakat. Perpustakaan harus memfasilitasi masyarakat dalam mengembangkan potensinya dengan melihat keragaman budaya, keinginan menerima perubahan, serta menawarkan kesempatan usaha, melindungi dan melestarikan budaya dan Hak Azasi Manusia dan sesuai dengan tujuan pembangunan berkelanjutan. Transformasi perpustakaan berbasis inklusi sosial merupakan wujud perpustakaan sebagai pembelajaran sepanjang hayat. Di mana perpustakaan bukan hanya sebagai pusat sumber informasi tetapi lebih dari itu sebagai tempat mentransformasikan diri sebagai pusat sosial budaya dengan memberdayakankan dan mendemokratisasi masyarakat dan komunitas lokal, dalam upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat. \u0000 \u0000The objective of the library transformation policy based on social inclusion is to increase information literacy based on Information and Communication Technology, improve the quality of life and welfare of the community, strengthen the role and function of the library, so that it is not just a place for storing and borrowing books, but a place for lifelong learning and community empowerment. Libraries must facilitate the community in developing their potential by looking at cultural diversity, change, and offering business opportunities, protecting and preserving culture and human rights and in accordance with the goals of sustainable development. Transforming libraries based on social inclusion is a form of library as lifelong learning. Where the library is not only as a source of information but more than that as a place to transform yourself as a center for social culture by empowering and democratizing the community and local communities, in an effort to improve the welfare of the community.","PeriodicalId":339972,"journal":{"name":"Talenta Conference Series: Local Wisdom, Social, and Arts (LWSA)","volume":"13 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-12-19","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"130872521","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"Masjid Lama Gang Bengkok Sebagai Simbol Multietnis di Kota Medan","authors":"Raini Tanjung, Rudiansyah, Jessy","doi":"10.32734/lwsa.v2i2.723","DOIUrl":"https://doi.org/10.32734/lwsa.v2i2.723","url":null,"abstract":"Judul penelitian ini adalah‘Masjid Lama Gang Bengkok Sebagai Simbol Multietnis di Kota Medan’. Tujuan penelitian ini adalah untuk meganalisis bentuk ornamen dan simbolis pada bangunan Masjid Lama Gang Bengkok, serta menjelaskan sejarah Masjid Lama Gang Bengkok yang dijadikan sebagai simbol multietnis di Kota Medan. Metode yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif dan diuraikan secara deskripstif. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori semiotik dari Charles Sanders Peirce. Data diperoleh melalui teknik observasi dan wawancara dengan beberapa informan dan orang sekitar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bangunan ini menjadi salah satu simbol multietnis atas kerukunan antar umat beragama dan berbudaya dari zaman dahulu hingga saat ini, dan dapat dilihat dari bentuk dan simbolis pada bangunan Masjid Lama Gang Bengkok, Seperti bentuk dan simbol kebudayaan Melayu, China, dan Persia. \u0000 \u0000The title of this research is ‘Lama Gang Bengkok Mosque As A Multiethnic Symbol In The City Of Medan’. The purpose of this study was to analyze the ornamental and symbolic forms of the Lama Gang Bengkok Mosque building, and explain the history of the Lama Gang Bengkok Mosque which was used as a multiethnic symbol in Medan City. The method used is a qualitative research method and described descriptively. The theory used in this study is the semiotic theory of Charles Sanders Peirce. Data was obtained through observation and interview techniques with several informants and people around. The results showed that this building became one of the multiethnic symbols of harmony between religious and cultured people from ancient times to the present, and can be seen from the form and symbolism of the Lama Gang Bengkok Mosque building, such as the forms and symbols of Malay, Chinese and Persian culture.","PeriodicalId":339972,"journal":{"name":"Talenta Conference Series: Local Wisdom, Social, and Arts (LWSA)","volume":"16 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-12-19","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"131743157","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"Pelestarian Randai Sebagai Media Pendidikan Adat Istiadat Minangkabau di Sanggar Sumarak Anjuang di Kota Medan","authors":"Arifninetrirosa, Heristina Dewi, Bebas Sembiring","doi":"10.32734/lwsa.v2i2.715","DOIUrl":"https://doi.org/10.32734/lwsa.v2i2.715","url":null,"abstract":"Randai dalam kehidupan masyarakat Minangkabau merupakan gabungan beberapa jenis kesenian seperti, gerak tari dari pencak silat, musik, teater dan sastra yang ditampilkan dalam satu pertunjukan yang sama. Fungsi pertunjukan randai sebagai seni pertunjukan rakyat, dan dalam perkembangan saat ini randai berfungsi sebagai tarian hiburan. Bagi perantau Minangkabau randai digunakan sebagai salah satu media pendidikan adat istiadat untuk menjaga kelestarian adat istiadat Minangkabau tetap hidup dalam komunitas budaya perantau Minangkabau. Penelitian ini dilakukan di Sanggar Sumarak Anjuang Jalan Paku, Lingkung 3 no.16, Tanah Enam Ratus Marelan Medan. Dipilihnya sanggar Sumarak Anjuang untuk diteliti karena seluruh anggotanya merupakan perantau Minangkabau yang aktif mengembangkan seni budaya dan kesenian Minangkabau termasuk randai. Penelitian menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan pendekatan kepustakaan, wawancara, observasi dan dokumentasi. Simpulan penelitian ini, bahwa kesenian randai digunakan oleh sanggar Sumarak Anjuang sebagai media pendidikan adat istiadat Minangkabau dengan menginformasikan pola-pola dan nilai-nilai adat istiadat serta sopan santun melalui kesenian randai kepada masyarakat, terutama bagi komunitas perantau Minangkanau dan masyarakat luas yang bersentuhan dengan kesenian ini. \u0000 \u0000Randai in the life of Minangkabau community is a combination of several types of art such as dance movements from pencak silat, music, theater and literature which are displayed in the same show. The function of the randai show is folk performing arts, and in the current development, randai functioned as an entertainment dance. For Minangkabau Randai migrants, it is used as one of the media for traditional education to preserve Minangkabau customs and exist in the cultural community of Minangkabau migrants. This research was conducted at Sumarak Anjuang Studio in Jalan Paku, Hamlet 3, No.16, Tanah Enam Ratus Marelan, Medan. The Sumarak Anjuang studio was chosen because all of the members are Minangkabau migrants who actively develop Minangkabau arts including randai. The study used a qualitative descriptive method with a library approach, interviews, observation and documentation. The conclusions of this study that art of randai is used by the Sumarak Anjuang Studio as a media for Minangkabau customary education by informing the patterns and custom values and politeness through randai to the community, especially for the migrant community Minangkabau and the wider community in contact with this art.","PeriodicalId":339972,"journal":{"name":"Talenta Conference Series: Local Wisdom, Social, and Arts (LWSA)","volume":"39 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-12-19","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"128539125","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"Cerminan Multikulturalisme dalam Interferensi dan Integrasi Lintas Bahasa di Kota Medan","authors":"Mhd. Pujiono","doi":"10.32734/lwsa.v2i2.722","DOIUrl":"https://doi.org/10.32734/lwsa.v2i2.722","url":null,"abstract":"Interferensi dan Integrasi adalah fenomena kebahasaan hasil dari kontak bahasa yang terjadi di Masyarakat. Keadaan masyarakat kota Medan yang multietnis menjadikan fenomena interferensi dan integrasi banyak ditemukan. Di sisi lain, interferensi dan integrasi bahasa juga dapat menjadi cerminan multikulturalisme masyarakat di kota Medan. Makalah ini akan menjelaskan fenomena interferensi dan integrasi secara fonologi, morfologi dan sintaksis dalam masyarakat di kota Medan sebagai cerminan multikulturalisme. Kesimpulannya Interferensi dan Integrasi sebagai fenomena kebahasaan di Kota Medan yang terealisasi secara fonologis, morfologis dan sintaksis merupakan wujud cerminan multikulturalisme berupa sikap saling memahami, menghargai, dan menghormati budaya antar etnik untuk menciptakan kehidupan yang harmonis antara sesama. \u0000 \u0000Interference and integration are linguistic phenomena resulting from language contact that occurs in the Community. The multiethnic condition of Medan city community has made many phenomena of interference and integration found. On the other hand, language interference and integration can also be a reflection of multiculturalism in the city of Medan. This paper will explain phenomena of interference and integration phonologically, morphologically and syntactically in society in Medan as a reflection of multiculturalism. In conclusion, Interference and Integration as language phenomena in Medan, which are realized phonologically, morphologically and syntactically are a reflection of multiculturalism in the form of mutual understanding, and respect for interethnic culture to create a harmonious life between people.","PeriodicalId":339972,"journal":{"name":"Talenta Conference Series: Local Wisdom, Social, and Arts (LWSA)","volume":"15 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-12-19","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"114311798","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"Modal Sosial, Mitigasi Bencana dan Tingkat Kesiapan Warga dalam Menghadapinya","authors":"Bagus Haryono","doi":"10.32734/lwsa.v2i1.589","DOIUrl":"https://doi.org/10.32734/lwsa.v2i1.589","url":null,"abstract":"AbstractThis aims of this research is to explore the Social Capital, the level of understanding of citizens about Disaster Mitigation in their area and readiness in dealing with it. This research is designed to apply qualitative strategies which are explorative, descriptive and explanative. Data collected by observation, literature study, interview or experiment. It is interesting to note that residents have often watched coverage of various disasters that occur in Indonesia through television, even understanding the great potential of disasters in their region. But based on their low level of Social Capital, it turns out they still lack adequate understanding of Disaster Mitigation in their region. Based on this data, it can be assumed that they only have a low level of preparedness in dealing with it, if a disaster does occur, they will become victims of such a large impact. Even in the event of a small-scale catastrophic event, it turns out that their understanding of Disaster Mitigation is still lacking, starting from the level of disasters, causes, anticipations, or even the consequences that will result. Therefore, a literature study is needed, strengthening a comprehensive understanding of Disaster Mitigation, raising critical awareness, and needing actions that directly involve citizens are urgently needed. The research output is designed in the form of national or international proceedings; national or international speaker certificate; with scale achievements following the stages: literature study, discovery of basic principles that have been formulated, experiments, towards a scientifically feasible model. \u0000 \u0000Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi Modal Sosial, tingkat pemahaman warga tentang Mitigasi Bencana di wilayahnya dan kesiapan dalam menghadapinya. Penelitian ini dirancang menerapkan strategi kualitatif yang berjenis eksploratif, deskriptif, dan eksplanatif. Data dikumpulkan dengan observasi, studi pustaka, wawancara atau eksperimen. Menarik untuk diteliti bahwa warga telah sering menonton liputan tentang berbagai bencana yang terjadi di Indonesia melalui tayangan televisi, bahkan memahami potensi besar bencana di wilayahnya. Namun dengan Modal Sosial yang dimilikinya, ternyata mereka masih kurang memiliki pemahaman yang memadai tentang Mitigasi Bencana di wilayahnya. Berdasarkan gambaran tersebut dapat diduga mereka hanya memiliki tingkat kesiapan yang rendah dalam menghadapinya, apabila bencana benar-benar terjadi, mereka akan menjadi korban terdampak yang begitu besar. Bahkan pada saat terjadi kejadian bencana yang berskala kecil sekalipun, ternyata masih kurang pemahaman mereka mengenai Mitigasi Bencana yang jelas mulai dari tataran perihal bencana, faktor penyebab, antisipasi, atau bahkan akibat yang akan ditimbulkannya. Oleh karena itu, diperlukan studi pustaka, penguatan pemahaman Mitigasi Bencana yang komprehensif, peningkatan kesadaran kritis, serta perlu langkah aksi yang langsung melibatkan warga sangat diper","PeriodicalId":339972,"journal":{"name":"Talenta Conference Series: Local Wisdom, Social, and Arts (LWSA)","volume":"1 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-11-20","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"134076111","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"Gerakan Resiliensi Rumah Penginapan Bambu Tahan Gempa di Pulau Wisata Timur Indonesia","authors":"Nazrina Zuryani","doi":"10.32734/lwsa.v2i1.616","DOIUrl":"https://doi.org/10.32734/lwsa.v2i1.616","url":null,"abstract":"AbstractPelestarian warisan or heritage protection for bamboo houses with earthquake resistant needs to be encouraged at a post-disaster resilient movement in West Nusa Tenggara and other tourist islands in eastern Indonesia. The ability to be optimistic, empathy with self-efficacy accompanied by emotion regulation after the earthquake became the main aspect of the resilience of the population in the tourist area to start building bamboo houses as commercial lodging. \"Kundun House\" is an example of bamboo lodging on the island of Gili Trawangan, which was built in 2017 one year before the Lombok earthquake that occurred on August 5, 2018 which left the island of Gili Trawangan vacated. The psychological resilience of Kundun homeowner as well as the “Batu Bambu Inn” owner to face the earthquake as well as the solid establishment of their lodgings, the two-story lodging building made of bamboo is still intact without damage after the calamity last August. This paper refers to the theory of global village (McLuhan, 1962 and 1994), a concept that encourages people to interact intensely and live in a global space. At the theoretical level, global village terminology often intertwines with \"disaster resilience\" that reveals livelihoods after the earthquake in Lombok to the surrounding islands including Gili Trawangan which results in damage to school buildings, housing, roads and market infrastructure and also leaves trauma for residents and island tourism entrepreneurs (Gili Trawangan is only 15 square kilometres wide) as well as the island of Lombok. The trauma experienced by the residents of Gili Trawangan shows the need for a sturdy bamboo house model and can be used as a modeling for commercial lodging houses. The potential for more development of earthquake-resistant bamboo houses prototypes of Kundun house are now offered to be developed in the island of Sumba which on the 31st of January 2019 was also rocked by an earthquake. The movement of the bamboo lodging houses in tourist areas should be a reconstruction of the mass bamboo planting ecology as part of the protection of Indonesia's cultural heritage which is famous for its traditional houses that have been tested for earthquake resistance. \u0000 \u0000Heritage protection (pelestarian warisan) rumah bambu tahan gempa bumi perlu digalakkan sebagai gerakan resilien pasca bencana di Nusa Tenggara Barat dan pulau wisata lain di timur Indonesia. Kemampuan untuk optimis, empati dengan efikasi diri yang disertai dengan regulasi emosi pasca gempa menjadi aspek utama daya lentur penduduk kawasan wisata untuk mulai membangun rumah bambu sebagai penginapan komersial. “Rumah Kundun” menjadi contoh penginapan dari bambu di pulau Gili Trawangan yang dibangun tahun 2017 satu tahun sebelum gempa Lombok yang terjadi tanggal 5 Agustus 2018 yang menyebabkan pulau Gili Trawangan dikosongkan. Kekuatan psikologis resilien pemilik rumah Kundun dan juga penginapan “Batu Bambu” menghadapi gempa serta kokoh berdirinya pengin","PeriodicalId":339972,"journal":{"name":"Talenta Conference Series: Local Wisdom, Social, and Arts (LWSA)","volume":"114 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-11-20","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"124552818","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"Perkawinan Ekologis: Kearifan Lokal Mitigasi Bencana Pada Komunitas Tengger","authors":"Nur Hadi","doi":"10.32734/lwsa.v2i1.617","DOIUrl":"https://doi.org/10.32734/lwsa.v2i1.617","url":null,"abstract":"AbstractThis research is related to the local wisdom of the Tengger community in disaster prevention. This research uses a qualitative approach. Data was collected through observation and in-depth interviews, and processed descriptively-analytically. The research objectives are to (1) describe and analyze marital traditions in the Tengger community; (2) describe and analyze disaster mitigation contained in the marriage tradition in the Tengger community. The results showed that: (1) The Tengger Community had already carried out a form of sociological marriage, which in fact was also an ecological marriage. Sociologically in the marriage two human children meet to establish a new family. But here also met the economic capital of the new family, in the form of moor plots (the local community calls the term tegil, as a legacy from their respective families; (2) Social marriage in the Tengger community, which is also in the form of ecological marriage, is a form of wisdom in local communities in facing the potential risks of natural and social disasters.In the Tengger vegetable farming community, the risk of crop failure is caused by two natural disasters: landslides, due to the sharp slope of the land and the ash of the Semeru and Bromo volcanoes. time and can overwrite existing moor plots Ownership of plots that become diverse and randomly distributed in agricultural areas as a result of the Ecological Marriage, becomes a catalyst for them so as not to fail miserably in farming, because not all of the tegal areas they have been struck down by disaster. \u0000 \u0000Penelitian ini terkait kearifan lokal komunitas Tengger dalam pencegahan bencana. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Data dikumpulkan melalui metode observasi dan wawancara mendalam, serta diolah secara deskriptif-analitik. Tujuan penelitian adalah untuk (1) mendeskripsikan dan menganalisis tradisi perkawinan pada komunitas Tengger; (2) mendeskripsikan dan menganalisis mitigasi bencana yang terekandung dalam tradisi perkawinan pada komunitas Tengger. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Komunitas Tengger sudah melaksanakan bentuk perkawinan sosiologis, yang sesungguhnya adalah juga perkawinan ekologis. Secara sosiologis dalam perkawinan tersebut dua anak manusia bertemu untuk mendirikan sebuah keluarga baru. Namun disini juga bertemu modal ekonomi dari keluarga baru tersebut, berupa petak-petak tegalan (komunitas setempat menyebut dengan istilah tegil, sebagai warisan dari keluarga masing-masing; (2) Perkawinan sosial pada komunitas Tengger, yang juga berupa perkawinan ekologis, adalah bentuk kearifan lokal mereka dalam menghadapi resiko bencana alam dan sosial yang berpotensi terjadi. Pada komunitas petani sayur Tengger, resiko kegagalan panen disebabkan dua bencana alam: longsor, karena tingkat kemiringan lahan yang tajam dan abu gunung berapi Semeru dan Bromo. Kedua resiko bencana itu bisa datang setiap waktu dan bisa menimpa petak-petak tegalan yang ada. Kepemilikan petak-pe","PeriodicalId":339972,"journal":{"name":"Talenta Conference Series: Local Wisdom, Social, and Arts (LWSA)","volume":"19 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-11-20","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"126725451","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}