{"title":"Habitat dan Interaksi Spatio-Temporal Merak Hijau dengan Sapi dan Herbivora Besar di Taman Nasional Baluran","authors":"S. Pudyatmoko","doi":"10.22146/JIK.46142","DOIUrl":"https://doi.org/10.22146/JIK.46142","url":null,"abstract":"Merak hijau (Pavo muticus muticus) adalah species yang terancam punah dengan populasi yang terus menurun. Burung ini adalah jenis yang dilindungi di Indonesia, dan hidup di beberapa sisa-sisa habitat yang kebanyakan sempit dan dengan tingkat perburuan tinggi. Hal ini menyebabkan risiko kepunahan yang tinggi. Penelitian ini dilakukan di Taman Nasional Baluran untuk menyelidiki pengaruh variabel habitat terhadap kemungkinan okupansi merak hijau serta interaksi spasial dan temporal antara merak hijau dengan sapi dan herbivora besar. Kehadiran merak hijau direkam dengan kamera trap dan variabel-variabel habitat diukur di tempat kamera trap dipasang. Penelitian ini menemukan bahwa kemungkinan okupansi merak hijau paling baik dijelaskan oleh model yang tidak melibatkan peran variabel habitat. Selain itu, ditemukan pula bahwa pola interaksi merak hijau dengan sapi mirip dengan pola interaksi merak hijau dengan sebagian besar herbivora besar. Tidak ada dampak negatif sapi terhadap kehadiran dan aktivitas harian merak hijau. Burung ini memiliki daya adaptasi yang cukup tinggi terhadap kondisi lingkungan yang berbeda. Penurunan populasi di Jawa mungkin lebih disebabkan karena tekanan perburuan yang tinggi daripada perubahan habitat. Habitat and Spatio-Temporal Interaction Between Green Peafowl with Cattle and Megaherbivores in Baluran National Park Abstract Green peafowl (Pavo muticus muticus) is an endangered species, whose population is continuously declining. It is protected animal in Indonesia that occurs in remnant, and sometime small habitat with high hunting pressure, that made the animal prone to extinction. This study was conducted to investigate the influence of habitat on the occupancy probability of green fowl as well as the interaction between green peafowl and free-range cattle and wild mammal in Baluran National Park. The presence of animals in the study was recorded by camera traps, and the habitat variables were measured in the locations, where the camera traps were installed. The research found that the occupancy of green peafowl best explained by the model that not include any habitat variables. The pattern of interaction between green peafowl and domesticated cattle was similar to those of between green peafowl and the majority of wild mammal. There was no evidence of negative impact of domesticated cattle on the spatial occurrence as well as temporal activity of green peafowl. Green peafowl is a bird species with high adaptability to various environmental conditions. The population decrease of this animal in Java might be mainly due to high hunting pressure than habitat change.","PeriodicalId":31295,"journal":{"name":"Jurnal Ilmu Kehutanan","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-05-24","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"46569222","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Renhart Jemi, Royda Dara Ertini Damanik, L. Indrayanti
{"title":"Aktivitas Larvasida Ekstrak Daun Tumih (Combretocarpus rotundatus (Miq.) Danser) terhadap Larva Aedes aegypti","authors":"Renhart Jemi, Royda Dara Ertini Damanik, L. Indrayanti","doi":"10.22146/JIK.46208","DOIUrl":"https://doi.org/10.22146/JIK.46208","url":null,"abstract":"Penelitian ini bertujuan untuk mengukur kadar ekstrak daun tumih dan menguji aktivitas larvasidanya terhadap Aedes aegypti. Daun tumih dimaserasi dan difraksinasi dengan pelarut metanol, n-heksana, etil asetat, dan etanol. Aktivitas larvasida ekstrak diuji dengan konsentrasi 0, 5, 10, 25, 50, 75, dan 100 ppm. Hasil penelitian menunjukkan rendemen dari ekstraksi daun tumih pada berbagai larutan adalah sebagai berikut ekstrak metanol sebesar 15%, n-heksana 51%, etil asetat 35% dan etanol 85%. Hasil uji fitokimia menunjukkan bahwa ekstrak metanol daun tumih positif mengandung senyawa alkaloid, flavonoid, saponin, dan tanin. Pengujian larvasida ekstrak daun tumih menunjukkan pengaruh terhadap mortalitas larva Aedes aegypti. Aktivitas larvasida ekstrak daun tumih optimum pada ekstrak etil asetat dengan LC(50) = 24,54 ppm, ekstrak metanol LC(50) = 45,65 ppm, ekstrak etanol LC(50) = 46,77 ppm dan ekstrak n-heksana LC(50) = 48,97 ppm. Ekstrak etil asetat daun tumih merupakan ekstrak teraktif dalam aktivitas larvasidanya. Selanjutnya, analisis FT-IR menunjukkan adanya gugus fungsi C-H alkana dan C = C aromatik. Gugus fungsi tersebut diduga penyusun senyawa alkaloid, flavanoid, saponin, dan tanin. Hasil analisis LCMS mengindikasikan adanya 7 senyawa bioaktif yaitu hexadecyl-ferulate, 21-o-methyl toosendanopentaol, 23-acetate alismaketone, dehydroxy-24-acetate alisol, physanol, prosapogenin 2, dan stigmastan-3,6-dione Larvacide Activity of Tumih (Combretocarpus rotundatus (Miq.)Danser) Leaf Extracts against Aedes aegyptiAbstractThis research aimed to measure the content of Combretocarpus Rotundatus (Miq.) Danser leaf extracts and to test its larvicidal activity against Aedes aegypti. The leaves were macerated and fractionated using methanol, n-hexane, ethyl acetate, and ethanol. The extract contents from the leaves extraction were metanol extract of 15%, n-hexane extract of 51%, ethyl acetate extract of 35% and ethanol extract of 85%. The larvicidal activity of extracts was tested with concentration of 0, 5, 10, 25, 50, 75, and 100 ppm. Phytochemicals test exhibited that the methanol extract of Combretocarpus rotundatus (Miq.) Danser leaves contained alkaloids, flavonoids, saponins, and tannins. Larvicidal test conducted on the extracts exhibited an effect on the mortality levels against Aedes aegypti larvae. The larvicidal activity of leaf extracts was optimum in the ethyl acetate extract at LC(50) = 24.54 ppm, methanol extract at LC(50) = 45.65 ppm, ethanol extract at LC(50) = 46.77 ppm, and n-hexane extract at LC(50 = 48.97 ppm. It was found that the ethyl acetate extract was the most active larvicide. FT-IR analysis showed existing functional groups of C-H alkanes and C=C aromatics. Those functional groups were assumed to be flavanoid, alkaloid, saponin, and tannin constituents. Results of LC-MS analysis indicated 7 bioactive compounds i.e.hexadecyl-ferulate, 21-o-methyl toosendanopentaol, 23-acetate alismaketone, dehydroxy-24-acetate alisol, prosapogen","PeriodicalId":31295,"journal":{"name":"Jurnal Ilmu Kehutanan","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-05-24","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"48999197","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"Tingkat Kesamaan Acacia mangium, Acacia auriculiformis, dan Hibridnya Berdasarkan Sifat Anatomi Akar, Batang, dan Daun","authors":"S. Sunarti, Visda Fitriana, S. Suharyanto","doi":"10.22146/JIK.40160","DOIUrl":"https://doi.org/10.22146/JIK.40160","url":null,"abstract":"Persilangan antara Acacia mangium dan Acacia auriculiformis akan menghasilkan hibrid akasia, baik secara alami maupun buatan. Seperti induknya, jenis hibrid akasia dikembangkan untuk mendukung ketersediaan bahan baku industri pulp dan kertas. Secara morfologi, A. mangium, A. auriculiformis, dan hibridnya (A. mangium xA. auriculiformis) dapat dengan mudah dibedakan pada tingkat semai. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat kesamaan antara A. mangium, A. auriculiformis, dan hibridnya berdasarkan perbedaan struktur anatomi mikroskopis pada akar, batang/ranting dan daun (filodia). Sampel akar, batang/ranting, dan daun (filodia) dibuat preparat semi permanen menggunakan teknik free-hand dan hasilnya diamati dengan image raster dan leaf clearing. Parameter yang diamati adalah ukuran jaringan penyusun akar, batang/ranting, dan daun(filodia) serta hubungan kekerabatan antara A. mangium, A. auriculiformis, dan hibridnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa antara A. mangium dan A. auriculiformis mempunyai tingkat kesamaan sebesar 55,26% dan hibrid A. mangium xA. auriculiformis mempunyai tingkat kesamaan dengan induk betina (A. mangium) lebih besar dibandingkan dengan induk jantan (A. auriculiformis), yaitu berturut-turut sebesar 60,53%-65,78% dan 52,63%-63,16%. Hibrid vigor mempunyai kekerabatan lebih dekat dengan hibrid intermediet dibandingkan dengan hibrid inferior, yaitu berturut-turut sebesar 78,95% dan 68,42%. Kemungkinan untuk mendapatkan hibrid unggul dengan persilangan dapat ditingkatkan dengan memilih pohon induk betina yang lebih unggul.Similarity Index among Acacia mangium, Acacia auriculiformis, and its Hybrid Based on the Anatomical Properties of Root, Stem, and LeafAbstractCrossing between Acacia mangium and Acacia auriculiformis will result Acacia hybrid whether naturally or artificially. Acacia hybrid, as its parents, was developed to support pulp and paper industries. Morphological characteristics of leaves among A. mangium, A. auriculiformis, and its hybrid (A. mangium x A. auriculifomris) were easily differentiated on nursery stage. This study was done to observe the anatomy of root, stem, and leaves of A. mangium, A. auriculiformis, and its hybrid for assessing their similarity. The samples of leaves, stems, and roots were made into semi-permanent object using freehand technique then the results were assessed using an image-raster and leaf clearing. The observed parameters were the anatomical structure in the root, stem, and leaves tissues as well as similarity index among A. mangium, A. auriculiformis, and its hybrid. The result showed that the similarity between A, mangium and A. auriculiformis was 55.26% and its hybrid were closer to A. mangium than A. auriculiformis with similarity index of 60.53%-65.78% and 52.63%-63-16%, respectively. Hybrid vigour showed a closer similarity to intermediate hybrid than inferior hybrid with similarity index of 78.95% and 68.42%. It is a great probability to obtain hybrid vigour","PeriodicalId":31295,"journal":{"name":"Jurnal Ilmu Kehutanan","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2018-11-01","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"47075431","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"Pertumbuhan Tanaman Semusim dan Manglid (Magnolia champaca) pada Pola Agroforestry","authors":"Aditya Hani, Levina Pieter Geraldine","doi":"10.22146/JIK.40146","DOIUrl":"https://doi.org/10.22146/JIK.40146","url":null,"abstract":"Lahan kering yang kritis dapat direhabilitasi dengan menerapkan pola agroforestri. Lahan kering mempunyai masalah dengan kesuburan yang rendah serta rentan erosi. Agroforestri dapat meningkatkan keberhasilan penanaman sekaligus mendukung upaya swasembada pangan. Pemilihan jenis tanaman akan meningkatkan keberhasilan penanaman sekaligus memperoleh hasil antara bagi petani. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui produktivitas masing-masing jenis tanaman penyusun pada sistem agroforestri manglid. Pengamatan menggunakan eksperimental design dengan membuat plot percobaan penanaman manglid dan tanaman semusim jenis kedelai dan jagung. Penelitian menggunakan rancangan percobaan acak lengkap kelompok (RCBD) yang terdiri dari perlakuan jarak tanam manglid yaitu: 3 mx3 m (J1), 3 mx 4 m (J2), 3 mx 5 m (13), 3 mx 6 m (J4). Setiap perlakuan, terdiri dari 42 tanaman (7x6) serta 3 ulangan, sehingga total tanaman manglid sebanyak 504 tanaman. Tanaman kedelai ditanam selang-seling dengan jagung. Kedelai ditanam dilarikan manglid sedangkan jagung ditanam di antara tanaman manglid. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan jarak tanam manglid belum memberikan perbedaan pertumbuhan sampai umur 9 bulan. Tanaman kedelai yang ditanam dalam larikan tanaman pokok masih mampu memberikan produktivitas 0,190-0,529 ton/ha, jagung yang ditanam di antara tanaman manglid mampu memberikan produktivitas tertinggi sebesar 1,224 ton/ha. Pola agroforestri yang memberikan pendapatan tertinggi bagi petani diperoleh pada pola tanam manglid+jagung manis+kedelai dengan jarak tanam 3m x 6m.Plant Growth of Crop and Manglid Species (Magnolia champaca) on the Agroforestry PatternAbstractCritical dry land can be rehabilitated by applying agroforestry patterns. Dry land has problems with low fertility and susceptible to erosion. Agroforestry can increase the success of planting as well as support food self-sufficiency efforts. Selection of crops will increase the success of planting as well as to obtain intermediate results for farmers. This study aimed to determine the productivity of each plant species on the manglid agroforestry system. The observations used experimental design by making experimental plots of manglid planting and crops of soybean and maize species. The study used a complete Randomized Block Design (RCBD) consisting of treatment of manglid spacing:3 mx3 m (J1), 3 mx 4 m (J2), 3 mx 5 m (53), 3 mx 6 m (14). Each treatment consisted of 42 plants (7x6) and 3 replications, yielding a total of 504 manglid plants. Soybean crops was planted alternately with corn. Soybeans were grown in manglid while corn was planted among manglid plants. The results showed that treatment of manglid plant spacing did not show a difference growth until the age of 9 months. Soybean crops grown in the staple of staple crops were still able to provide productivity of 0.190-0.529 ton/ha, maize grown among manglid crops was able to provide the highest productivity of 1,224 ton/ha. Agroforestry patter","PeriodicalId":31295,"journal":{"name":"Jurnal Ilmu Kehutanan","volume":"1 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2018-11-01","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"68343951","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"Prediksi Lebar Tajuk Pohon Dominan pada Pertanaman Jati Asal Kebun Benih Klon di Kesatuan Pemangkuan Hutan Ngawi, Jawa Timur","authors":"R. Sadono","doi":"10.22146/JIK.40143","DOIUrl":"https://doi.org/10.22146/JIK.40143","url":null,"abstract":"Penelitian ini bertujuan untuk menentukan model perkembangan lebar tajuk pohon dominan jati asal Kebun Benih Klon pada tegakan berkualitas baik.Penelitian dilakukan di Kesatuan Pemangkuan Hutan Ngawi pada petak tanaman jati asal Kebun Benih Klon bertumbuhan baik pada umur 615 tahun. Petak tanaman bertumbuhan baik ditentukan berdasarkan kriteria persentase keberhasilan tanaman, rata-rata tinggi pohon dan rata-rata diameter batang serta aksesibilitasnya. Pada petak yang memenuhi syarat bertumbuhan baik dipilih sebanyak 30 sampel pohon dominan dan tiap sampel diukur radius tajuk pada empat arah mata angin. Hasil pengukuran radius tajuk digunakan untuk menghitung rata-rata radius tajuk sebagai rata-rata kuadratik 4 arah pengukuran radius tajuk dan lebar tajuk sebagai dua kali rata-rata radius tajuk. Rata-rata aritmatik dari lebar tajuk 30 pohon dominan tiap petak pengukuran digunakan sebagai variabel respons dan umur tegakan sebagai variabel prediktor. Data pengukuran selanjutnya dipilah menjadi dua bagian, yaitu sebagian besar untuk pengembangan model dan satu bagian lagi untuk validasi model. Analisis regresi non linear dengan metode kuadrat terkecil digunakan untuk memilih 4 kandidat model penduga rata-rata lebar tajuk, yaitu model Sigmoid, Power, Schumacher dan Gompertz. Pemilihan model didasarkan atas nilai koefisien determinasi tertinggi dan standard error of the estimate terkecil serta signifikansi uji F dan uji T. Akhirnya, model terbaik diuji kelayakannya dengan kriteria root mean squared error, simpangan agregatif dan simpangan relatif. Model Gompertz adalah model terbaik untuk memprediksi perkembangan rata-rata lebar tajuk pohon dominan, yang dapat dituliskan dengan persamaan:CW = 6,585 Xe-0,705xe-0,091sagedan dapat menjelaskan 79% variasi data. Model tersebut lolos validasi dan layak digunakan untuk memprediksi rata-rata lebar tajuk pohon dominan jati asal Kebun Benih Klon pada tegakan berkualitas baik umur 6 tahun sampai dengan umur 15 tahun di Kesatuan Pemangkuan Hutan Ngawi.Predicting Crown-width of Dominant Trees on Teak Plantation from Clonal Seed Orchards in Ngawi Forest Management Unit, East JavaAbstractThis study aims to determine the model of crown width development of the dominant teak tree planted using seeds from clonal seed orchards. The research was carried out in Ngawi Forest Management Unit on the good quality teak compartment having stands age from 6 to 15 years old. The good quality compartments were determined based on higher stand density, taller average tree height, larger average stem diameter, and good accessibility. In a well-qualified compartment, 30 samples of the dominant tree were selected and each sample was measured for the crown radius in the four radii. The measured crown radius was used to calculate average crown radius as a quadratic mean of 4-crown radii and crown width as double of average crown radius. The arithmetic mean of the crown width of the 30 dominant trees in each measured compartment was used","PeriodicalId":31295,"journal":{"name":"Jurnal Ilmu Kehutanan","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2018-11-01","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"45051324","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"Keragaman Kandungan Lemak Nabati Spesies Shorea Penghasil Tengkawang dari Beberapa Provenans dan Ras Lahan","authors":"B. Leksono, Lukman Hakim","doi":"10.22146/JIK.40155","DOIUrl":"https://doi.org/10.22146/JIK.40155","url":null,"abstract":"Buah tengkawang merupakan salah satu hasil hutan bukan kayu bernilai tinggi dan merupakan salah satu komoditi eksporsebagai bahan baku lemak nabati, industri kosmetik, dan substitusi lemak coklat. Indonesia memiliki sekitar 13 spesies pohon penghasil tengkawang yang tersebar di Kalimantan dan sebagian kecil di Sumatera, namun sebagian besar telah masuk dalam kategori terancam punah. Untuk tindakan konservasi dan meningkatkan kandungan lemak nabati tengkawang, perlu diketahui potensi kandungan lemak dan sifat fisiko kimia dari setiap spesies dan provenan. Buah tengkawang dikoleksi pada saat musim panen raya spesies shorea penghasil tengkawang pada tahun 2010 di Kalimantan dan Jawa. Analisis kandungan lemak nabati tengkawang dilakukan terhadap empat spesies shorea penghasil tengkawang (S. macrophylla, S. gysbertsiana, S. stenoptera, S. pinanga) yang berasal dari empat provenans dan ras lahan (Gunung Bunga dan Sungai Runtin-Kalimantan Barat, Bukit Baka-Kalimantan Tengah, Haurbentes-Jawa Barat). Sebelas kombinasi spesies-provenan diambil sampel buahnya untuk diekstrasi guna mengetahui kandungan lemak dan sifat fisiko kimia tengkawang (kadar air, bilangan asam, dan kadar asam lemak bebas). Terdapat keragaman yang tinggi di antara kombinasi spesiesprovenans tengkawang untuk empat parameter yang diuji, termasuk kandungan lemak dan kadar air biji tengkawang. Kandungan lemak tertinggi dengan kadar air terendah dihasilkan oleh S. stenoptera dari Haurbentes (Jabar) dan S. pinanga dari Bukit Baka (Kalimantan Tengah). Kedua kombinasi spesies-provenan tersebut direkomendasikan sebagai materi genetik untuk dikembangkan dalam program konservasi eks-situ dan program pemuliaan tanaman hutan dalam pembangunan sumber benih unggul pada kondisi lingkungan yang hampir sama dengan kedua provenans dan ras lahan tersebut.Variation in Illipe Nut's Fat Yield of Tengkawang-producing Shorea from Several Provenances and Land RacesAbstractIllip (tengkawang) nut is a non-wood forest product which has a high economic value and one of export commodities as raw material for illipe nut's fat, cosmetics, and substitution of chocolate fat. Indonesia has 13 species of tengkawang-producing shorea distributed in Kalimantan and some small parts of Sumatra. Most of them are categorized as threatened species. To conserve and improve the species for illip nut's fat, it is important to assess the potential of fat yield and physical-chemical properties for each species and provenance. Fruit collection was conducted during fruit season in Kalimantan and Java in 2010. The fruits were collected from four species of tengkawangproducing shorea (i.e. S.macrophylla, S. gysbertsiana, S. stenoptera, S. pinanga) originated from 4 provenances and land races (Gunung BungaWest Kalimantan, Sungai Runtin-West Kalimantan, Bukit Baka-Central Kalimantan, and Haurbentes-West Java). Fruit samples from eleven combinations of species-provenances were extracted to assess fat yield and physical-chemical properties (i","PeriodicalId":31295,"journal":{"name":"Jurnal Ilmu Kehutanan","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2018-11-01","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"42986597","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
D. Kartikasari, S. Pudyatmoko, Novianto Bambang Wawandono, P. Utami
{"title":"Respon Komunitas Burung terhadap Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Kamojang, Bandung, Jawa Barat","authors":"D. Kartikasari, S. Pudyatmoko, Novianto Bambang Wawandono, P. Utami","doi":"10.22146/JIK.40145","DOIUrl":"https://doi.org/10.22146/JIK.40145","url":null,"abstract":"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui respon komunitas burung terhadap keberadaan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi Kamojang. Kami membandingkan keanekaragaman dan kekayaan jenis burung pada lokasi yang terdampak (DL) dan tidak terdampak (TL) di Wilayah Kerja Panas Bumi Kamojang, Cagar Alam Kamojang dan Taman Wisata Alam Kamojang di Kabupaten Bandung Provinsi Jawa Barat. Lokasi yang terdampak berada di sekitar sumur produksi atau pembangkit listrik tenaga panas bumi (30 sampel) sedangkan lokasi yang tidak terdampak adalah dengan jarak 3.000 m sampai 9.000 m dari fasilitas tersebut (42 sampel). Pengumpulan data dilakukan selama dua musim; musim kemarau dan penghujan (2015-2016). Kami mengumpulkan data komunitas burung dan data habitat dengan metode point count yang ditempatkan secara sistematis di setiap lokasi. Kami menemukan 124 spesies burung yang terdiri dari 35 famili dan 16 spesies di antaranya adalah burung endemik di Pulau Jawa. Dua puluh tiga spesies dilindungi oleh undang-undang di Indonesia, sembilan spesies termasuk dalam daftar lampiran CITES dan lima spesies masuk dalam Daftar Merah Spesies Terancam IUCN tahun 2017. Terdapat perbedaan respon antara komunitas burung di lokasi terdampak dan tidak terdampak yang ditunjukkan dengan perbedaan rata-rata jumlah spesies, jumlah individu masing-masing spesies, indeks keanekaragaman ShannonWiener. Lokasi tidak terdampak memiliki nilai lebih tinggi pada parameter ini dibanding lokasi yang terkena dampak. Demikian juga, jumlah spesies, jumlah individu vegetasi dan indeks keanekaragaman hayati ShannonWiener pada lokasi TL memiliki nilai rata-rata lebih tinggi daripada lokasi DL. Hal ini membuktikan bahwa meskipun panas bumi dianggap sebagai energi ramah lingkungan namun dalam penggunaannya masih berdampak pada keanekaragaman hayati di sekitarnya terutama untuk jenis burung. Response of Bird Community to Kamojang Geothermal Power Plant, Bandung, West JavaAbstractThis study aimed to investigate the response of bird communities on the presence of geothermal power plant of Kamojang. We compared the bird diversity and richness of affected (DL) and not affected (TL) in Kamojang Geothermal Working Area, Kamojang Nature Reserve and Kamojang Nature Park in Bandung regency of West Java Province. The affected sites were surrounding production wells or geothermal power plants (30 samples) whereas not affected sites were with distance of 3,000 m to 9,000 m from those facilities (42 samples). The data collection was carried out during two seasons; dry and rainy season in (2015-2016). In each site, we collected bird community data and habitat data with the point count method which was placed systematically on each sites. We found 124 birds species belongs to 35 families with 16 endemic species in Java Island. Twenty three species are protected by Indonesian law, with nine species are in the CITES appendix list and five species are listed in the IUCN Red List of Threatened Species of 2017. There was a dif","PeriodicalId":31295,"journal":{"name":"Jurnal Ilmu Kehutanan","volume":"1 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2018-11-01","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"42224405","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"Pemanenan Kayu Hutan Rakyat (Studi Kasus di Ciamis, Jawa Barat) Timber","authors":"Sukadaryati Sukadaryati, Yuniawati Yuniawati, Dulsalam Dulsalam","doi":"10.22146/JIK.40144","DOIUrl":"https://doi.org/10.22146/JIK.40144","url":null,"abstract":"Pemanenan kayu di hutan rakyat yang tepat guna dapat memberikan efisiensi pemanfaatan sumber daya hutan dan memberikan keuntungan finansial bagi pengelola hutan rakyat. Tulisan ini bertujuan untuk memberikan informasi kegiatan pemanenan kayu hutan rakyat studi kasus di daerah Ciamis (Jawa Barat) aspek penebangan, pengeluaran kayu dan efisiensi pemanfaatan kayu. Hasil penelitian kegiatan pemanenan kayu di areal hutan rakyat di Desa Kertabumi dan Bojonggedang, Kabupaten Ciamis menunjukkan bahwa: 1). Kegiatan penebangan pohon di hutan rakyat dilakukan menggunakan alat tebang chainsaw dengan kisaran produktivitas penebangan 4,880 m/jam-8,578 m/jam; 2). Kegiatan pengeluaran kayu di hutan rakyat dilakukan menggunakan sepeda motor yang dimodifikasi dengan kisaran produktivitas 0,753 m/jam-0,506 m/jam, dengan kisaran jarak pengeluaran kayu ke pinggir hutan 115 m-161 m; 3). Efisiensi pemanfaatan kayu di hutan rakyat berkisar 98,72%-99,14%; 4). Teknik pemanenan kayu di hutan rakyat masih meninggalkan tunggak yang cukup tinggi dan belum memperhatikan keselamatan kerja. Teknik pemanenan kayu di hutan rakyat masih memerlukan perbaikan terhadap tinggi tunggak penebangan. Sebaiknya pemilik hutan rakyat tidak menjual kayu kepada bandar dalam bentuk pohon yang masih berdiri. Pengeluaran kayu dengan sepeda motor masih memerlukan perbaikan desain khususnya terkait dengan konstruksi penyangga beban di bagian kiri dan kanan sepeda motor untuk mengurangi kecelakaan kerjaTimber Harvesting in Community Forest (Case Study in Ciamis, West Java)AbstractEfficient timber harvesting in community forests can provide efficient use of Naskah masuk (received): 30 Nopember 2017 forest resources and provide financial benefits for community forest Diterima (accepted): 27 Maret 2018 managers. This paper aims to provide information on forest harvesting activities in the Ciamis area (West Java), such as aspects of tree felling, timber extraction, and timber utilization efficiency. The results of research on timber KEYWORDS harvesting in community forest areas in Kertabumi and Bojonggedang community forests Villages, Ciamis District shows that: 1). Tree felling in community forest is timber harvesting conducted using chainsaw cutting tool with a logging productivity range of productivity efficiency 4.880 -8.578 m/hour; 2). Timber expenditures in community forests are work safety carried out using modified motorcycles with a productivity range of 0.7530.506 m/hr, with a range of wood clearance to forest edge 115 -161 m; 3). The efficiency of timber utilization in community forest is 98.72-99.14%; 4). Wood harvesting techniques in community forests still leave a fairly high stump and have not paid attention to safety. Timber harvesting techniques in community forests still require improvements to the high log stumps. It is recommended that owners of the community forest do not sell wood in the form of trees that still stands to \"the bandar”. The expenditure of wood using motorcycles still","PeriodicalId":31295,"journal":{"name":"Jurnal Ilmu Kehutanan","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2018-11-01","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"48057919","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Amalia Indah Prihantini, Krisnawati Krisnawati, A. Rahayu, Y. M. M. A. Nugraheni, Gipi Samawandana
{"title":"Uji Fitokimia dan Aktivitas Antibakteri Tumbuhan Pranajiwa (Euchresta horsfieldii (Lesch.) Benn.)","authors":"Amalia Indah Prihantini, Krisnawati Krisnawati, A. Rahayu, Y. M. M. A. Nugraheni, Gipi Samawandana","doi":"10.22146/JIK.40157","DOIUrl":"https://doi.org/10.22146/JIK.40157","url":null,"abstract":"Euchresta horsfieldii merupakan tanaman obat yang dikenal di Nusa Tenggara Barat dan Bali sebagai pranajiwa. Pada penelitian ini telah dilakukan analisis fitokimia dan aktivitas antibakteri dari akar, batang, daun, dan biji pranajiwa. Pengujian aktivitas antibakteri dilakukan terhadap bakteri Bacilus subtilis Inacc-B334, Staphylococccus aureus Inacc-B4, dan Escherchia coli Inacc-B5. Hasil analisis fitokimia menunjukkan bahwa alkaloid sebagai komponen senyawa yang paling dominan pada pranajiwa dan terdeteksi di setiap bagian tanaman. Bagian akar pranajiwa terdeteksi memiliki komponen senyawa yang paling bervariasi seperti alkaloid, tanin, flavonoid, saponin, dan terpenoid. Analisis GC-MS dari batang, akar, dan biji pranajiwa menunjukkan mome inositol, sophoridane, dan asam lemak seperti asam palmitat dan asam stearat sebagai komponen utamanya. Adapun uji aktivitas antibakteri pranajiwa menunjukkan bagian batang dan akar memiliki aktivitas antibakteri terhadap S. aureus Inacc-B4 dan E. coli Inacc B-5, sedangkan bagian biji memiliki aktivitas antibakteri terhadap B. subtilis Inacc-B-334 dan S. aureus Inacc-B4. Hasil-hasil penelitian tersebut dapat mendukung penelitian terkait potensi E. horsfieldii sebagai sumber alternatif obat antibakteri. Phytochemical Test and Antibacterial Activity of Pranawija (Euchresta horsfieldii (Lesch.) Benn.)AbstractEuchresta horsfieldii is a medicinal plant known in West Nusa Tenggara and Bali as pranajiwa. This study investigated phytochemical analysis and antibacterial activity of roots, stems, leaves, and seeds of E. horsfieldii. The samples were analyzed for their antibacterial activity against Bacilus subtilis Inacc-B334, Staphylococccus aureus Inacc-B4, and Escherchia coli Inacc-B5. The phytochemistry result indicated that alkaloids was the most dominant constituent of E. horsfieldii as it was detected in all parts of the plant. GC-MS analysis of the stems, roots, and seeds showed mome inositol, sophoridane, and fatty acids such as palmitic acid and strearic acid as the main components. The roots had the most varied constituents with detection of alkaloids, tannins, flavonoids, saponins, and terpenoids. Further, antibacterial activity assay showed that the stems and roots had antibacterial activity against S. aureus Inacc-B4 and E. coli Inacc B-5, whereas the seeds had antibacterial activity against B. subtilis Inacc-B-334 and S. aureus InaccB4. The result of the present study supports the investigation on potentiality of E. horsfieldii as alternative source for antibacterial agents.","PeriodicalId":31295,"journal":{"name":"Jurnal Ilmu Kehutanan","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2018-11-01","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"45641163","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"Studi Ekologi Kuantitatif Hutan Pilan Sebagai Dasar Pengembangan Kebun Raya Gianyar","authors":"Farid Kuswantoro, I. N. Lugrayasa, Wawan Sujarwo","doi":"10.22146/JIK.40147","DOIUrl":"https://doi.org/10.22146/JIK.40147","url":null,"abstract":"Penelitian ekologi kuantitatif diperlukan sebagai baseline dalam proses pembangunan dan pengembangan kebun raya di masa mendatang. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan data vegetasi di kawasan hutan yang akan dibangun kebun raya dan menganalisisnya secara kuantitatif. Penelitian dilakukan dengan metode petak kuadrat (PU), dengan petak ukur 20 m x 20 m untuk pengamatan tingkat pohon dan tiang, serta 2 mx 2 m untuk pengamatan tingkat tumbuhan bawah. Analisis data dilakukan mengunakan indeks nilai penting, indeks keanekaragaman ShannonWiener, indeks similaritas, analisis kluster, dan analisis komponen utama (PCA). Komunitas tumbuhan di hutan Pilan didominasi oleh Magnolia montana (Blume) Figlar dan Arenga pinnata (Wurmb) Merr. pada tingkat pohon serta Daemonorops sp. pada tingkat tumbuhan bawah. Indeks keanekaragaman pada tingkat pohon dan tiang menunjukan nilai sedang dan rendah pada tingkat tumbuhan bawah, sementara indeks similaritas mayoritas kombinasi PU adalah rendah. Hasil kluster menunjukan terbentuknya dua subset pada kedua tingkat pertumbuhan, dimana PU VI berada di luar kluster sedangkan PCA menunjukan setiap PU mendukung jenis tumbuhan yang berbeda-beda. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa komposisi vegetasi hutan Pilan mendekati klimaks yang disebabkan karena statusnya sebagai hutan keramat sehingga relatif bebas dari gangguan. Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi perbedaan komposisi tumbuhan di setiap PU adalah pH tanah, intensitas sinar matahari, jenis pohon yang dominan, efek tepi, dan persebaran bijioleh hewan.Quantitative Ecological Study of Pilan Forest as a Baseline for Development of Gianyar Botanic GardenAbstractQuantitative ecological research is needed as a baseline in the future construction and development of botanic gardens. This study aims to acquired the vegetation data in the forest area where a botanic garden will be established and analyse it quantitatively. The study was conducted using the quadrat plot (PU) method, with a plot measuring 20 m x 20 m for observation and tagging of all trees and saplings, as well as 2 mx2 m for observation of the understorey level. Data analysis was performed by utilising the importance value index, Shannon-Wiener diversity index, similarity index, cluster analysis, and principal component analysis (PCA). Plant communities in Pilan Forest were dominated by Magnolia montana(Blume) Figlar and Arenga pinnata(Wurmb) Merr. at the canopy level and Daemonorops sp. in the understorey level. The diversity index was moderate and low respectively, while the similarity index was mostly low. The clustering results showed the formation of two subsets in both growth rate as the PU VI was outside the cluster and the PCA indicated that each plot supports different plant species. The study results concluded that the composition of vegetation at Pilan forest is approaching the maximum diversity, and is relatively undisturbed due to its status as a sacred forest. Factors thought to affect the ","PeriodicalId":31295,"journal":{"name":"Jurnal Ilmu Kehutanan","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2018-11-01","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"47383951","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}