{"title":"EPISTIMOLOGI KRITISISME IMMANUEL KANT","authors":"Syaiful Dinata","doi":"10.20871/kpjipm.v7i2.183","DOIUrl":"https://doi.org/10.20871/kpjipm.v7i2.183","url":null,"abstract":"Penelitian ini dilatarbelakangi oleh pemikiran Immanuel Kant terkait usahanya untuk mendamaikan konflik berkepanjangan rasionalisme dan kelompok empirisme, yang dimana dikemudian hari pemikiran Kant menjadi cikal bakal pijakan awal dari para pemikir setelahnya. Metode penelitian yang penulis lakukan ialah kualitatif dengan pendekatan library research. Teknik pengumpulan data pada penelitian ini adalah teknik dokumentasi, yaitu dengan cara mengumpulkan data-data berkas penting yang menunjang penelitian baik sumber primer seperti buku Tokoh Filsuf dan Era Keemasan Filsafat karya Nurnaningsih Nawawi maupun sumber skunder lainnya yang menunjang terkait topik bahasan. Hasil penelitian ini bahwa kritisisme Immanuel Kant, filsafat kritisisme merupakan penggabungan antara rasionalisme dan empirisme. Aliran kritisisme ini dikenal pula sebagai kritisisme Kant, karena Kant sebagai penggagas pertama kali yang mengkritik dan menganalisis kedua macam sumber pengetahuan itu dan menggabungkan keduanya. Kemudian, Immanuel Kant, Kilasan Hidup dan Karya-karya utamanya, Immanuel Kant lahir di Konigsberg, Prussia Timur (sekarang Jerman), pada tanggal 22 April 1724. Lahir sebagai anak keempat dari enam bersaudara Ayahnya, berdarah Skotlandia. Ibunya, berdarah Jerman. Orang tua Kant adalah seorang pembuat pelana kuda dan penganut setia gerakan Pietisme. Selama 80 (1804 w) tahun hidup, Kant banyak melahirkan karya-karya di antaranya yaitu: (1) 1781 karangannya tentang kritik atas rasio murni. (2) 1788 karangannya tentang kritik atas rasio praktik. (3) 1790 karangannya tentang kritik atas rasio daya pertimbangan/putusan, dan Epistemologi kritisisme Immanuel Kant, pemikiran Immanuel Kant dalam bidang epistemologi sepenuhnya tercurah dalam karyanya yang berjudul Critique of Pure Reason. Pemikiran Kant tersebut menginspirasi banyak filsuf setelahnya untuk menyajikan gagasan tentang pengetahuan manusia.","PeriodicalId":31008,"journal":{"name":"Kanz Philosophia A Journal for Islamic Philosophy and Mysticism","volume":"23 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-12-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"78101936","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"ANALISIS KRITIS FILSAFAT MUHAMMAD BĀQIR AL-ṢADR TERHADAP SISTEM EKONOMI NEOLIBERAL","authors":"Firdausi Firdausi, Kholid Al Walid","doi":"10.20871/kpjipm.v7i2.179","DOIUrl":"https://doi.org/10.20871/kpjipm.v7i2.179","url":null,"abstract":"The neoliberal economic system is a system that is used to support economic and political activities in the worldwide. But a series of failures was created by this system. The fundamental problems are economic inequality at the state level and economic gap at the community level. This study aims to prove the fragility of the neoliberal economic system by using Muhammad Bāqir al-Ṣadr's sharpy analysis of materialism capitalism. This study uses a critical literature study method. The main references are Falsafatunā and IqtiṢādunā. According to Bāqir al-Ṣadr, the Islamic economic system is the answer to the problems posed by various economic systems based on capitalism and materialism.","PeriodicalId":31008,"journal":{"name":"Kanz Philosophia A Journal for Islamic Philosophy and Mysticism","volume":"14 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-12-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"85440157","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"HUḌŪRI (INNATE IDEA) SEBAGAI BASIS PENGETAHUAN","authors":"Qotrun Nada Annuri","doi":"10.20871/kpjipm.v7i2.187","DOIUrl":"https://doi.org/10.20871/kpjipm.v7i2.187","url":null,"abstract":"Empiricism is a philosophical school that focuses knowledge only on the senses. One of the characters is John Locke. In Locke's view, he emphasized that knowledge comes from observations we make of our own surroundings with a tool called John Locke sensing, which he considers this as a white sheet of paper (tabularasa) and rejects innate ideas. Locke views reason as a passive shelter receiving the results of the senses. Locke considered what he called knowledge to be a composite of ideas derived from sensory experience. Locke generalizes to knowledge. The research aims to answer the problems that arise from Locke's view by criticizing the theory of tabularasa based on huduri science by using huduri according to Tabataba'i. as for this research using qualitative methods and literature. As for analyzing the data using a theory demonstration criticism approach. From the research that has been done by the author, it shows that huduri science is the capital for every knowledge, even for knowledge that is preceded by the senses. Because in essence knowledge is something immaterial, as for what enters the subject who knows is something immaterial too, even though the object is bound by matter. This is what is called the presence of something immaterial in the immaterial soul.","PeriodicalId":31008,"journal":{"name":"Kanz Philosophia A Journal for Islamic Philosophy and Mysticism","volume":"57 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-12-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"76931074","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"Filsafat Politik Arendtian","authors":"Muhammad Imadudin","doi":"10.20871/kpjipm.v7i2.151","DOIUrl":"https://doi.org/10.20871/kpjipm.v7i2.151","url":null,"abstract":"Abstrak \u0000Arendt banyak dikenal, baik sebagai seorang ilmuwan politik, maupun seorang filsuf. Para sarjana mendiskusikan ide-idenya, beserta korespondensi ide-ide tersebut dengan situasi politik kontemporer; baik di Indonesia, maupun di tempat lain di dunia. Gagasan Arendt tentang banalitas kejahatan, tentang kekerasan dan tentang asal usul totalitarianisme telah mendorong penelitian dan analisis lebih lanjut tentang masalah fenomena populisme, intoleransi dan polarisasi politik di Indonesia kontemporer, serta di belahan dunia lainnya. Tulisan ini membahas korespondensi antara filsafat politik Arendtian dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, beserta ragam interpretasi kontemporernya. Makalah ini akan signifikan dalam memperkuat pembentukan karakter bangsa dan persatuan nasional Indonesia, baik secara konseptual maupun praktis. Tulisan ini didasarkan pada penelitian konseptual dengan metode penelitian kualitatif. Tulisan ini diharapkan dapat menjawab permasalahan kebangkitan populisme, retorika politik intoleran dan polarisasi politik yang saat ini terjadi di tanah air. \u0000Kata Kunci: Demokrasi Pancasila; Filsafat Politik; Filsafat Politik Arendtian; Hannah Arendt;","PeriodicalId":31008,"journal":{"name":"Kanz Philosophia A Journal for Islamic Philosophy and Mysticism","volume":"1 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-12-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"82335003","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"FILSAFAT JIWA IKHWAN AL-SHAFA SEBAGAI BASIS KONSEP PENDIDIKAN","authors":"Muhamad Rum","doi":"10.20871/kpjipm.v7i1.135","DOIUrl":"https://doi.org/10.20871/kpjipm.v7i1.135","url":null,"abstract":"Penelitian ini bertujuan untuk membantah pernyataan kaum materialisme yang cenderung menolak keberadaan jiwa sebagai dimensi yang penting bagi manusia khususnya yang berkaitan dengan pendidikan. Adapun latar belakang masalahnya adalah aliran materialism menyatakan bahwa realitas fisiklah yang hakiki dan kelompok ini juga menolak adanya realitas immateri. Dalam kaitannya dengan pendidikan fisiklah yang berperan secara total dalam proses abstraksi. Dengan pendidikan dimaksudkan dapat menjadikan manusia semakin baik dan mampu meningkatkan ekonomi yang lebih baik pula. Disamping itu, Pendidikan kaum borjuis disebut sebagai proses produksi, yakni memproduksi pengetahuan, manusia yang bisa mereka gunakan dalam kehidupan kapitalisme. Tujuan pendidikan semacam ini akan mereduksi makna pendidikan sebagai sarana untuk mengembangkan kemampuan dan potensi yang dimiliki manusia. Potensi ruhaniah manusia akan terlupakan dan tidak penting untuk dikembang dengan maksimal. Oleh karenanya penulis menyanggah argumen diatas menggunakan pemikiran Ikhwan AL-Shafa yang menyatakan bahwa pendidikan pada dasarnya adalah proses aktualisasi potensi-potensi jiwa yang bertujuan untuk mendekatkan diri kepada sang pencipta. Jika keberhasilan pendidikan materialisme diukur dengan berhasilnya seseorang dalam peningkatan kualitas sosial dan meningkatkan kualitas hidupnya sedangkan keberhasilan pendidikan menurut Ikhwan Al-Shafa adalah apabila manusia mampu mencerminkan akhlak yang mulia dan semakin dekat dengan tuhannya. Metode yang penulis gunakan dalam penelitan ini adalah metode deskriptif dan analaisis dengan mengacu pada sumber-sumber primer Rasail Ikhwan Al-Shafa dan sekunder yang terkait dengan penelitian ini. Kesimpulan penelitaian ini adalah pendidikan tidak bisa dilepaskan dengan aspek immateri berupa jiwa yang mana segala potensi yang terdapat pada manusia bersumber pada potensi jiwa, selain itu jiwa juga menjadi penggerak raga dalam melaksanakan setiap aktifitasnya. Dengan demikian, jiwalah yang menjadi dasar dalam pendidikan manusia bukan berbasis pada materi.","PeriodicalId":31008,"journal":{"name":"Kanz Philosophia A Journal for Islamic Philosophy and Mysticism","volume":"61 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-12-28","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"75349325","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"PEMIKIRAN FILSAFAT POLITIK ABDOLKARIM SOROUSH","authors":"Adi Bunardi","doi":"10.20871/kpjipm.v7i1.134","DOIUrl":"https://doi.org/10.20871/kpjipm.v7i1.134","url":null,"abstract":"The ideas of freedom, justice, democracy and secularism are the main themes in the study of political philosophy. This article attempts to explain Abdolkarim Soroush's political philosophy with the boundaries of themes regarding freedom, justice, secluralism and democracy. Abolkarim Soroush is a thinker in the contemporary Islamic world.","PeriodicalId":31008,"journal":{"name":"Kanz Philosophia A Journal for Islamic Philosophy and Mysticism","volume":"8 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-12-25","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"84065756","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"NEGERI UTAMA DAN PERANNYA DALAM MERAIH KEBAHAGIAAN PERSPEKTIF AL-FARABI","authors":"Alamsyah Kaharuddin Manu, Zainab Soraya","doi":"10.20871/kpjipm.v7i1.98","DOIUrl":"https://doi.org/10.20871/kpjipm.v7i1.98","url":null,"abstract":"Kebahagiaan adalah tema abadi yang selalu dibicarakan manusia. Banyak filosof yang membicarakan kebahagiaan, dihitung dari zaman Yunani kuno hingga zaman filosof muslim. Al-Farabi, seorang filosof muslim di masa awal, menawarkan pandangan menarik tentang kebahagiaan: Negeri Utama sebagai pondasi meraih kebahagiaan. Kebahagiaan didefinisikan sebagai kebaikan tertinggi yang membuat manusia terlepas dari alam materi dan hidup bersama dengan makhluk non-materi selama-lamanya. Negeri Utama yang diumpamakan dengan sebuah tubuh, memiliki pemimpin yang telah mencapai kesempurnaan manusiawi. Melalui pemimpin itulah, masyarakat Negeri Utama berusaha secara kolektif membangun negerinya demi mencapai kebahagiaan yang hakiki. Tulisan ini meneliti literatur yang ada, demi memberikan sebuah pandangan yang baik tentang kebahagiaan perspektif al-Farabi. Diharapkan, tulisan ini bisa menjadi jendela bagi yang lain dalam meneliti tema ini.","PeriodicalId":31008,"journal":{"name":"Kanz Philosophia A Journal for Islamic Philosophy and Mysticism","volume":"47 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-12-04","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"76250314","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Abdul Rohman, Ahmad Ahmad, A. Reza, Muhammad Ari Firdausi
{"title":"MELACAK MAKNA WORLDVIEW: STUDI KOMPARATIF WORLDVIEW BARAT, KRISTEN, DAN ISLAM","authors":"Abdul Rohman, Ahmad Ahmad, A. Reza, Muhammad Ari Firdausi","doi":"10.20871/kpjipm.v7i1.147","DOIUrl":"https://doi.org/10.20871/kpjipm.v7i1.147","url":null,"abstract":"ABSTRAK \u0000Dalam artikel ini akan diulas mengenai akar kata worldview dan maknanya, baik dari sisi filsuf Barat, teolog Kristen, maupun ulama’ Islam. Worldview adalah pandangan hidup atau filsafat hidup yang dimiliki setiap orang, juga berupa keyakinan yang mendasar dan berimplikasi terhadap pikiran dan cara pandang seseorang terhadap sesuatu. Artikel ini berjenis kajian kepustakaan dimana data-datanya diambil dari beberapa buku terkait worldview. Metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif-analisis penulis terapkan dalam penelitian ini. Data-data yang telah diperoleh dan dianalisa oleh penulis kemudian akan dikomparasikan antara satu sama lain. Hasil penelitian ini adalah bahwa filsuf Barat, teolog Kristen, dan ulama’ Islam memiliki pandangan berbeda terkait worldview yang dipicu oleh perbedaan sumber epistemologinya. Barat dan Kristen meletakan akal sebagai sumber dalam menentukan worldview. Sehingga worldview Barat dan Kristen berubah-ubah, karena setiap akal pikiran seseorang berbeda-beda dan dapat berubah-ubah. Ini berbeda dengan makna worldview dalam Islam yang bersumber dari wahyu Ilahi. Worldview Islam bersifat absolut, karena wahyu Ilahi yang diturunkan bukan hasil produk akal pikiran manusia, akan tetapi merupakan petunjuk langsung dari Allah. Islam tidak hanya berbicara tentang apa yang nampak saja (syahadah) akan tetapi juga yang tidak nampak (ghaib). Sedangkan Barat dan Kristen hanya membahas yang nampak oleh panca indera. \u0000Kata-kata Kunci: Worldview, Barat; Kristen; Islam.","PeriodicalId":31008,"journal":{"name":"Kanz Philosophia A Journal for Islamic Philosophy and Mysticism","volume":"24 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-11-21","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"86287412","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"Diri yang Pra-Deskriptif","authors":"Refan Aditya","doi":"10.20871/kpjipm.v7i1.97","DOIUrl":"https://doi.org/10.20871/kpjipm.v7i1.97","url":null,"abstract":"Kajian ini mengangkat pemikiran dua filsuf besar yaitu Martin Heidegger dan Mullā Şadrā dalam suatu kajian Filsafat Manusia dengan topik pembahasan ‘Struktur Fundamental Manusia’. Problem yang diangkat adalah bagaimana kesejalanan atau paralelisme gagasan keduanya mengenai struktur fundamental manusia. Penelitian ini berusaha mencari hakikat manusia menurut pandangan Martin Heidegger dan Mullā Şadrā kemudian mensintesiskannya dengan metode paralelisme. Penelitian ini penulis rasa penting, di samping untuk memperkaya dialog pemikiran antar peradaban, juga karena kedua filsuf ini memiliki kesamaan prinsip ontologis dalam fondasi filsafatnya yaitu, Ada. Pandangan ini kemudian disebut dengan ‘reduksi ontologis’. Keduanya yakin bahwa tidak ada problem filsafat yang dapat terselesaikan kecuali pertanyaan tentang Ada terjawab secara memadai. Pandangan reduksi ontologis ini termanifes dalam bangunan pemikiran dan kritik keduanya, terutama dalam studi ini adalah gagasan mengenai manusia yang bersandar pada prinsip ke swa-buktian Ada. \u0000Metode yang digunakan dalam penelitian ini ialah metode komparatif khusus yaitu Paralelisme. Paralelisme adalah teori interpretasi atau metode komparasi khusus yang berupaya mencari paralelitas atau kesejalanan formulasi pemikiran antara dua filsuf yang memiliki perbedaan konteks, penekanan, pendekatan arah pemikiran dan solusi, namun memiliki karakteristik gagasan yang sejalan, sebangun atau paralel. \u0000Dari penelitian ini penulis menyimpulakan bahwa, Paralelisme Struktur Fundamental Manusia menurut Heidegger dan Mullā Şadrā menunjukan suatu kritik pada pandangan yang telah mengakar dalam diskursus filsafat Barat modern yang dipelopori oleh Rene Descartes. Heidegger secara terang menunjukan ketidakterimaannya pada pandangan tentang diri dalam filsafat Cartesian dan mendobraknya dengan gagasan manusia Dasein sebagai eksisten yang memahami dirinya sendiri dalam pra-struktur memahami, secara eksistensial dan mendahului suatu refleksi atau aktifitas kognitif apapun tentang diri Aku. Demikian pula Mullā Şadrā, walaupun hidup seabad dengan Rene Descartes, secara tidak langung mengkritik tradisi filsafat rasionalisme semacam itu dengan mengembangkan gagasan ilmu ḥudhūrī-nya, bahwa pengetahuan akan Aku atau diri (self-knowledge) ini bersifat imanen dalam dirinya sendiri (swa-diri) dan mendahului segala bentuk konsepsi atau refleksi mengenai diri serta menjadi dasar bagi pengetahuan empiris.","PeriodicalId":31008,"journal":{"name":"Kanz Philosophia A Journal for Islamic Philosophy and Mysticism","volume":"32 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-11-14","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"90555039","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"MEMOTRET KESEMPURNAAN INSAN MENURUT FILSAFAT JIWA IBN SĪNĀ","authors":"Nurul Khair","doi":"10.20871/KPJIPM.V6I2.95","DOIUrl":"https://doi.org/10.20871/KPJIPM.V6I2.95","url":null,"abstract":"This paper aims to offer a new perspective on understanding human perfection through Ibn Sīnā’s philosophical framework which is seen as being able to correct the mistakes of western philosophers. It is known that Sigmund Freud and Thomas Hobbes understood human existence physically. As a result, the soul which is seen as the substance of human existence is seen as materialistic which can be measured materially to achieve perfection in reality. The implication is that human perfection is also seen as partially. Partial perfection does not explain the value, dignity and happiness of humans universally, so the views of Sigmund Freud and Thomas Hobbes do not lead humans to holistic perfection, as human nature wants absolutes. In order to overcome the paradigm of Sigmund Freud and Thomas Hobbes, this paper explores human perfection according to Ibn Sīnā’s philosophy of the soul through one of his magnumopuses, entitled Mabda wa al-Ma’ad. By using a descriptive-philosophical method, the conclusion is that Ibn Sīnā examines the existence of the soul through a transcendental approach. According to Ibn Sīnā, the existence of the soul cannot be perceived through the senses. Conversely, the existence of the soul can be known through human awareness of correct knowledge, called ma’rifatal-Ḥaq to systematize various human behavior, called ma’rifat al-khair. Human understanding of ma’rifat al-Ḥaq and ma’rifat al-khair will guide him towards holistic perfection, both paradigmatically and behaviorally.","PeriodicalId":31008,"journal":{"name":"Kanz Philosophia A Journal for Islamic Philosophy and Mysticism","volume":"9 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-12-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"74984497","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}