{"title":"MANAJEMEN SYARIAH DALAM PRAKTEK PENGUPAHAN KARYAWAN PERUSAHAAN SYARIAH","authors":"Arijulmanan Arijulmanan","doi":"10.30868/AM.V1I01.108","DOIUrl":"https://doi.org/10.30868/AM.V1I01.108","url":null,"abstract":"Manajemen Syari’ah dalam Praktek Pengupahan Karyawan Perusahaan Syari’ah (Studi Kasus PT. Asuransi Takaful Umum). Manajemen Syari’ah yaitu sebuah manajemen yang berbasis pada ketentuan-ketentuan Allah Ta’ala. Fokus masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana membentuk pengupahan karyawan dengan manajemen syari’ah yang mampu mendukung strategi PT. Asuransi Takaful Umum dalam pencapaian sasaran yang dicanangkan. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analitis, melalui studi kepustakaan (Library Research) dan pengamatan. \u0000 Hasil observasi tentang pengupahan karyawan di PT Asuransi Takaful Umum menunjukkan bahwa program pengupahan yang dijalankan perusahaan adalah program pengupahan yang ditetapkan berdasarkan perjanjian bersama antara perusahaan dan karyawan dengan mengacu kepada ayat-ayat Al-Qur’an dan Hadits Nabi. Manajemen syari’ah sudah diterapkan dalam praktek pengupahan di PT ATU. Hal ini terbukti dengan telah dijalankannya Perjanjian Kerja Bersama (PKB) yang merupakan kesepakatan perjanjian antara manajemen perusahaan dan karyawan dengan landasan Al-Qur’an dan Al-Hadits. \u0000Hukum upah bagi karyawan dalam pandangan Islam adalah menyelamatkan kepentingan kedua belah pihak antara perusahaan dan karyawan, antara majikan dan pekerja. Upah ditetapkan dengan cara tidak saling menindas, tetapi saling bersikap jujur dan adil antara perusahaan dan karyawan. Setiap karyawan akan mendapatkan imbalan sesuai dengan apa yang dikerjakannya dalam proses produksi. Demikian pula dengan karyawan Takaful, jika produktif maka dia akan mendapatkan upah sebagai imbalan sesuai dengan prduktifitasnya. Kesesuaian manajemen syari’ah dalam pemberian upah kepada karyawan PT ATU terlihat jelas dari jenis-jenis upah yang diberikan seperti upah lembur bila melewati jam kerja, adanya tunjangan kesehatan, tunjangan transportasi, tunjangan makan, dll. Kesemua jenis upah tersebut sesuai dengan ajaran Islam dalam penetapannya. Dalam prakteknya di PT ATU pada komponen upah masih belum terdapat tunjangan pendidikan, tunjangan perumahan dan tunjangan keahlian.","PeriodicalId":303095,"journal":{"name":"ALAMIAH: Jurnal Muamalah dan Ekonomi Syariah","volume":"36 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2017-10-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"122746336","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"MEKANISME PEMILIHAN KEPALA NEGARA DALAM ISLAM DAN HUKUM POSITIF DI INDONESIA","authors":"Sutisna Sutisna","doi":"10.30868/AM.V1I01.112","DOIUrl":"https://doi.org/10.30868/AM.V1I01.112","url":null,"abstract":"Kehadiran seorang kepala negara dalam kehidupan berbangsa dan bernegara adalah sebuah keniscayaan, kehadirannya diharapkan mampu menjadi pengayom bagi seluruh warga Negara. Demikianlah urgensi dari seorang kepala Negara, kehadirannya telah menjadi kebutuhan bagi seluruh manusia dalam berbagai komunitasnya. Dalam Islam, kehadiran kepala Negara diharapkan mampu melaksanakan hukum-hukum Allah ta’ala dan menjadi pengayom bagi seluruh umat. Sementara mekanisme pemilihan kepala Negara di Indonesia dilakukan dengan cara pemilihan langsung oleh rakyat untuk memilih calon kepala Negara secara langsung. Sebelum model pemilihan langsung, di Indonesia pemilihan kepala Negara dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat. DPR sendiri dipilih oleh rakyat dengan mekanisme pemilihan umum. Penelitian ini menunjukan bahwa moodel mekanisme pemilihan kepala Negara yaitu dalam Islam dan di Indonesia terdapat beberapa kesamaan dalam proses pemilihannya, yaitu bahwa pemilihan kepala Negara dilakukan dengan kesepakatan seluruh warga Negara. Mereka memiliki hak untuk memilih kepala negaranya dengan cara yang sebaik-baiknya. Jika dalam Islam tidak diatur secara langsung mekanisme pemilihannya maka di Indonesia di atur oleh Undang-Undang No. 23 tahun 2003 tentang pemilihan presiden dan wakilnya. Perbedaan yang mencolok dalam mekanisme ini adalah bahwa dalam Islam pemilihan kepala Negara didasarkan pada nilai-nilai Islam dan harus selarasn dengan aturan-aturan yang ada di dalamnya, sementara pemilihan umum di Indonesia hanya didasarkan kepada demokrasi yaitu kekuasaan di tangan rakyat.","PeriodicalId":303095,"journal":{"name":"ALAMIAH: Jurnal Muamalah dan Ekonomi Syariah","volume":"367 3","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2017-10-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"120877791","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}