{"title":"HUBUNGAN ANTARA FEAR OF MISSING OUT (FOMO) DENGAN EFIKASI DIRI MAHASISWA YANG SEDANG MENGERJAKAN SKRIPSI PASCA PANDEMI COVID-19","authors":"Nurmalita Dwiyanti, S. Nuryanti","doi":"10.37278/jipsi.v4i2.561","DOIUrl":"https://doi.org/10.37278/jipsi.v4i2.561","url":null,"abstract":"Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui relevansi antara Fear of Missing Out (FoMO) dengan efikasi diri mahasiswa yang sedang mengerjakan skripsi Pasca Pandemi Covid-19. Urgensi penelitian ini terletak pada pentingnya sebuah kemampuan efikasi diri seseorang dalam menghadapi berbagai macam tekanan dan hambatan untuk dapat mengatasinya, sehingga dapat mencapai tujuan. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan kriteria yang akan digunakan yaitu mahasiswa tingkat akhir yang mengerjakan skripsi, mengalami transisi perkuliahan secara daring, kemudian saat ini menjalani kegiatan perkuliahan yang meliputi ujian magang, ujian skripsi, bimbingan dan lain sebagainya melalui secara tatap muka, berusia 20 – 26 tahun, pengguna aktif media sosial. Penentuan responden menggunakan teknik sampling non-probability dan teknik accidental sampling digunakan dalam penelitian ini sehingga diperoleh 142 responden. Instrumen yang digunakan yaitu FoMOS versi bahasa Indonesia diambil dari Triani (2017), yang telah melakukan transadaptasi dan modifikasi dari Przybylski, dkk (2013) dan Reagle (2017) dan skala efikasi diri yang diambil dari Adelina (2018) yang merupakan transadaptasi dan modifikasi dari Sherer dkk,. (1982). Uji hipotesis dilakukan dengan teknik korelasi Product Moment Pearson menggunakan bantuan SPSS for Windows version 22. Hasil penelitian terdapat hubungan yang signifikan dengan arah korelasi negatif antara FoMO dengan efikasi diri mahasiswa yang sedang mengerjakan skripsi pasca pandemi Covid-19, yang mana antara kedua variabel berada di tingkatan korelasi sedang.","PeriodicalId":297238,"journal":{"name":"JIPSI : Jurnal Ilmiah Psikologi","volume":"96 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-01-16","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"122535442","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"Hubungan Optimisme dengan Orientasi Masa Depan pada Mahasiswa Tingkat Akhir Universitas Malikussaleh","authors":"Rahmadani Ade Minda Nasution, Yara Andita Anastasya","doi":"10.37278/jipsi.v4i2.546","DOIUrl":"https://doi.org/10.37278/jipsi.v4i2.546","url":null,"abstract":"Setiap mahasiswa memiliki masa depan yang ingin di raih. Dalam meraih masa depan mahasiswa memiliki dasar untuk menyusun tujuan, rencana, mengeksplorasi pilihan dan membuat komitmen yang disebut dengan orientasi masa depan. Salah satu aspek yang mempengaruhi orientasi masa depan adalah optimisme. Optimisme merupakan orang yang memiliki ekspektasi yang baik pada masa depan dalam kehidupannya. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji hubungan antara optimisme dengan orientasi masa depan pada mahasiswa tingkat akhir di Universitas Malikussaleh. Subjek dalam penelitian ini adalah mahasiswa/i tingkat akhir Universitas Malikussaleh yang berjumlah seratus sembilan puluh delapan orang yang ditentukan melalui teknik cluster sampling. Penelitian ini menggunakan dua skala alat ukur, yaitu skala optimisme dan skala orientasi masa depan. Analisis data menggunakan analisis korelasi Spearman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara optimisme dengan orientasi masa depan pada mahasiswa tingkat akhir Universitas Malikussaleh. Semakin tinggi optimisme individu maka orientasi masa depan juga akan tinggi dan sebaliknya jika optimisme individu rendah maka orientasi masa depan juga akan rendah.","PeriodicalId":297238,"journal":{"name":"JIPSI : Jurnal Ilmiah Psikologi","volume":"50 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-12-21","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"126502571","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"PENGARUH PSYCHOLOGICAL CAPITAL TERHADAP THRIVING AT WORK PADA MAHASISWA DI KOTA BANDUNG","authors":"Ilham Medal Junjunan","doi":"10.37278/jipsi.v4i2.549","DOIUrl":"https://doi.org/10.37278/jipsi.v4i2.549","url":null,"abstract":"Mahasiswa untuk mandiri sangat diperlukan rasa untuk selalu berenergi dan termotivasi untuk selalu berkembang dan belajar hal baru. Sebagai mahasiswa, bekerja serupa dengan bekerja, dimana setiap individu bisa memiliki performance yang berbeda tergantung dari individu tersebut, apakah bisa bekerja dengan baik atau tidak. Dalam Psikologi Industri dan Organisasi memiliki energy dan learning dalam bekerja disebut sebagai Thriving at Work, Thriving at Work dapat dimunculkan dengan Psychological Capital dimana seseorang akan memiliki Hope, Efficacy, Ressiliency, dan Optimism. Penelitian ini dilakukan kepada 85 Mahasiswa di Kota Bandung dengan metode korelasi. Penelitian ini menemukan bahwa Thriving at Work pada mahasiswa memang memiliki hubungan dengan Psychological Capital,sehingga semakin tinggi Psychological Capital, semakin tinggi juga Thriving at Work. Dimensi Learning ditemukan memiliki hubungan yang paling kuat dengan Thriving at Work, karena proses learning pasti memerlukan adanya hope, efficacy, resiliency, dan optimism. Sedangkan apabila dilihat pada perbedaan antara jenis kelamin, jenis kelamin laki-laki ditemukan memiliki hubungan yang lebih signifikan dibandingkan perempuan. Dengan begitu laki-laki yang memiliki Psychological Capital yang tinggi, akan memiliki Thriving at Work yang lebih tinggi dibandingkan perempuan.","PeriodicalId":297238,"journal":{"name":"JIPSI : Jurnal Ilmiah Psikologi","volume":"74 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-12-21","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"123385729","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"Perilaku Bermasalah Remaja Kasus Pencurian Di LPKA Bandung","authors":"Astri Firdasannah","doi":"10.37278/jipsi.v4i2.547","DOIUrl":"https://doi.org/10.37278/jipsi.v4i2.547","url":null,"abstract":"Perilaku bermasalah pada remaja masih menjadi fokus serius di seluruh dunia, tidak terkecuali di Indonesia. Berdasarkan data dari Lembaga Pemberdayaan Khusus Anak (LPKA) Bandung, terjadi peningkatan jumlah tahanan dari tahun 2019 hingga 2021. Jenis pelanggaran tertinggi ialah kasus pencurian. Untuk mengurangi masalah ini diperlukan terlebih dahulu data mengenai gambaran perilaku bermasalah berupa aspek tingkat kesulitan dan kekuatan yang paling tinggi pada remaja kasus pencurian. Maka, tujuan dari penelitian ini yaitu untuk menggambarkan aspek tingkat kesulitan dan kekuatan yang menjadi masalah pada remaja kasus pencurian di LPKA Bandung. Metode penelitian menggunakan deskriptif kuantitatif. Teknik pengambilan sampel menggunakan sampling kuota. Jumlah kuota sampel yang ditentukan dalam penelitian ini ialah 20 orang remaja tahanan LPKA Bandung kasus pencurian. Alat ukur Kuesioner Kesulitan dan Kekuatan (KKA) digunakan untuk mengetahui tingkat kesulitan dan kekuatan yang dialami mereka. Analisa data yang digunakan menggunakan analisa deskriptif. Hasil penelitian menunjukan bahwa aspek masalah perilaku merupakan kesulitan tertinggi bagi para remaja jika dibandingkan dengan masalah lain seperti masalah emosi, hiperkatifitas, inatensi ataupun masalah teman sebaya, dengan nilai median tertinggi yaitu 4,00. Namun disamping itu, perilaku prososial sebagai kekuatan remaja tahanan keseluruhan masih ada pada kategori normal.","PeriodicalId":297238,"journal":{"name":"JIPSI : Jurnal Ilmiah Psikologi","volume":"12 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-12-21","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"127467756","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"“WE ARE ONE AND AS A TEAM”: PERAN CO-PARENTING DAN MATIRAL SATISFACTION TERHADAP PARENTAL STRESS PADA IBU","authors":"Cahyaning Widhyastuti, Nida Muthi Annisa","doi":"10.37278/jipsi.v4i2.548","DOIUrl":"https://doi.org/10.37278/jipsi.v4i2.548","url":null,"abstract":"Pengasuhan pada anak idealnya dilakukan oleh pasangan suami istri. Peran orang tua yang dijalankan secara bersama-sama akan menumbuhkan kerjasama pengasuhan (co-parenting). Ketika co-parenting dilakukan dan dijalankan oleh orang tua, diharapkan tidak muncul perasaan terbebani pada salah satu pihak dalam mengasuh orang tua yang dapat memicu munculnya stress. Di sisi lain, co-parenting berkaitan juga marital satisfaction. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif non-eksperimen yang bertujuan untuk mengetahui peran co-parenting dan marital satisfaction dalam mempengaruhi parental stress. Penelitian dilakukan secara daring dengan memberikan link berisi kuesioner penelitian kepada responden penelitian. Analisis data penelitian dilakukan secara regresi berganda dengan dua variable independent yaitu co-parenting dan marital satisfaction, serta satu variabel dependen yaitu parental stress. Hasilnya menunjukkan bahwa secara bersamaan co-parenting dan marital satisfaction berpengaruh pada parental stress ibu (p<0.05). Hal ini berarti seorang ibu akan mungkin mengalami stress apabila kerjasama pengasuhan antar pasangan tidak berjalan dengan baik dan juga memiliki penilaian yang rendah pada kepuasan pernikahannya. Sebaliknya ketika seorang ibu merasa pasangan turut berperan dalam pengasuhan dan juga memiliki kepuasan pernikahan yang baik maka cenderung tidak mengalami stress pengasuhan.","PeriodicalId":297238,"journal":{"name":"JIPSI : Jurnal Ilmiah Psikologi","volume":"52 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-12-21","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"128283400","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS PERMULAAN SISWA TK X DENGAN METODE STRUKTURAL ANALITIKAL SINTETIK (SAS)","authors":"Pradiptya S. Putri","doi":"10.37278/jipsi.v4i2.550","DOIUrl":"https://doi.org/10.37278/jipsi.v4i2.550","url":null,"abstract":"Keterampilan menulis tidak diperoleh secara instan, tetapi melalui latihan dan praktek. Pada kenyataannya siswa masih banyak yang mengalami kesulitan dalam mempelajari struktur bahasa seperti huruf, suku kata, kata dan kalimat. Pada siswa sekolah dasar tingkat awal, yang menjadi syarat pokok dalam pembelajaran yaitu salah satunya para siswa harus memiliki kemampuan menulis permulaan, yaitu siswa dapat menulis huruf vokal maupun konsonan dengan benar. Sehingga sejak masih di jenjang sekolah TK, siswa sudah mulai dilatih untuk memiliki kemampuan menulis permulaan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh metode stuktural analitikal sintetik (SAS) untuk meningkatkan kemampuan menulis permulaan siswa kelas B yang akan memasuki jenjang sekolah dasar. Penelitian ini merupakan penelitian quasi eksperimen. Populasi dan sampel sebanyak 60 orang, yakni 30 siswa/i pada kelompok eksperimen, dan 30 siswa/i pada kelompok kontrol. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa, H0 ditolak karena Thit < Ttab atau 0.00002 < 0.05, dengan demikian H1 diterima. Maka dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh metode structural analitikal sintetik (SAS) untuk meningkatkan kemampuan menulis permulaan siswa TK X.","PeriodicalId":297238,"journal":{"name":"JIPSI : Jurnal Ilmiah Psikologi","volume":"2005 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-12-21","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"128823656","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"STUDI DESKRIPTIF: DINAMIKA RELIGIOUS IDENTITY PADA INDIVIDU DENGAN ORANG TUA BERBEDA AGAMA","authors":"","doi":"10.37278/jipsi.v4i2.551","DOIUrl":"https://doi.org/10.37278/jipsi.v4i2.551","url":null,"abstract":"Pernikahan beda agama adalah fenomena yang umum terjadi di Indonesia. Namun, persatuan antara dua insan dengan kepercayaan dan nilai yang berbeda dikhawatirkan akan membawa dampak tersendiri untuk anak-anak para pasangan ini. Hal ini disebabkan karena pembentukan identitas individu dipengaruhi oleh beberapa hal, salah satunya adalah interaksi dengan lingkungan sosial serta agama. Dalam penelitian ini, peneliti ingin menggambarkan bagaimana individu mengembangkan identitas religiusnya dalam keluarga dengan orang tua yang berbeda agama. Pernikahan beda agama adalah fenomena yang umum terjadi di Indonesia. Namun, persatuan antara dua insan dengan kepercayaan dan nilai yang berbeda dikhawatirkan akan membawa dampak tersendiri untuk anak-anak para pasangan ini. Hal ini disebabkan karena pembentukan identitas individu dipengaruhi oleh beberapa hal, salah satunya adalah interaksi dengan lingkungan sosial serta agama. Dalam penelitian ini, peneliti ingin menggambarkan bagaimana individu mengembangkan identitas religiusnya dalam keluarga dengan orang tua yang berbeda agama.","PeriodicalId":297238,"journal":{"name":"JIPSI : Jurnal Ilmiah Psikologi","volume":"14 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-12-21","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"121940674","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"Confused Between Work Or Family?","authors":"Dyah Rachman Kuswartanti, Ninda Tri Anugerah","doi":"10.37278/jipsi.v4i2.545","DOIUrl":"https://doi.org/10.37278/jipsi.v4i2.545","url":null,"abstract":"Terjadi pergeseran dari rumah tangga tradisional ke rumah tangga modern, menyebabkan banyak pasangan yang keduanya bekerja atau biasanya disebut dengan dual-earner family. Dual-earner family dimana pasangan suami maupun istri yang keduanya bekerja dan mendapatkan penghasilan. Dalam kondisi yang seperti ini, tidak jarang dari pasangan dual-earner family tidak tinggal serumah karena tuntutan dari pekerjaan. Mereka berkomitmen untuk menjalani hubungan pernikahan jarak-jauh. Hal ini tidaklah mudah untuk dijalani terutama bagi istri yang bekerja pula. Istri yang bekerja memiliki peran di kantor maupun di rumah. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat bagaimana work-family conflict yang terjadi pada istri yang menjalani dual-earner family dan Long Distance Marriage (LDM). Sampel penelitian ini adalah 26 istri yang bekerja yang menjalani pernikahan jarak jauh. Penelitian ini menggunakan skala work-family conflict yang diadaptasi dari Stephen & Sommer (1996) berdasarkan aspek work-family conflict menurut Greenhaus & Beutell (1985) yang terdiri dari 14 aitem dengan nilai reliabilitas sebesar 0.724. Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa sebesar 34,62 % yang mengalami work-family conflict tinggi dimana mereka masih mengalami kesulitan dengan pola pernikahan dual-earner family dan LDM.","PeriodicalId":297238,"journal":{"name":"JIPSI : Jurnal Ilmiah Psikologi","volume":"56 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-12-21","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"121745687","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"“My Husband dan Me”: Bagaimana co-parenting pada Ibu?","authors":"Cahyaning Widhyastuti","doi":"10.37278/jipsi.v4i1.495","DOIUrl":"https://doi.org/10.37278/jipsi.v4i1.495","url":null,"abstract":"Menjadi ibu merupakan harapan banyak perempuan. Namun di balik itu, banyak peran dan tanggung jawab yang harus dilakukan. Salah satunya yaitu pengasuhan. Pengasuhan atau mengasuh anak memang tidak hanya menjadi tanggung jawab ibu, melainkan tanggung jawab bersama dengan suami. Akan tetapi budaya masyarakat patriarki masih memandang bahwa pekerjaan domestic, yang salah satunya adalah mengasuh anak, menjadi tanggung jawab Ibu. Melihat hal itu, pada penelitian ini, peneliti ingin melihat bagaimana Ibu merasakan dan menilai sejauhmana suami mereka berperan dalam mengasuh anak bersama-sama. Penelitian ini merupakan penelitian awal yang dilakukan peneliti dengan melibatkan 52 orang ibu sebagai responden penelitian. Analisis deskriptif digunakan untuk menjawab pertanyaan penelitian, dan prosesnya dilakukan dengan bantuan SPSS versi 25. Secara umum, hasilnya menunjukkan bahwa 51.9% responden berada pada kategori cukup, yang artinya bahwa responden merasa bahwa pasangan mereka cukup berperan dalam pengasuhan anak. Selanjutnya 30.8% berada pada kategori kurang, yaitu responden merasa pasangan atau suami kurang berperan dalam membantu mengasuh anak. Sisanya sebesar 17.3% responden merasa bahwa pasangan mereka baik dalam berperan membantu mengasuh anak bersama-sama.","PeriodicalId":297238,"journal":{"name":"JIPSI : Jurnal Ilmiah Psikologi","volume":"58 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-07-01","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"128585406","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"Peran Orangtua dalam Perkembangan Regulasi Emosi Anak Usia 5-6 Tahun di TK ABA Tegalsari, Bantul","authors":"Aprilia Ayu Saputri, Intan Puspitasari","doi":"10.37278/jipsi.v4i1.496","DOIUrl":"https://doi.org/10.37278/jipsi.v4i1.496","url":null,"abstract":"Penelitian ini bertujuan memperoleh informasi tentang peran orang tua dalam perkembangan regulasi emosional anak usia 5-6 tahun di TK ABA Tegalsari Bantul. Berdasarkan observasi awal ditemukan beberapa permasalahan diantaranya dari 30 anak di kelas B terdapat 5 anak temperamen, t5 anak sering terlihat marah, 3 anak sering terlihat emosi verbal, 11 anak lebih banyak diam, dan 6 anak cenderung ingin menang sendiri. Penelitian ini mengunakan metode penelitian kualitatif deskriptif. Pengambilan data dilakukan dengan wawancara. Peneliti melibatkan 4 subjek dengan kriteria orang tua murid siswa kelompok B, anak sering marah berlebihan, belum bisa mengekspresikan emosi sesusai dengan keadaan atau situasi yang ada seperti menangis saat diganggu temannya, dan bersedia berpartisipasi dalam penelitian ini. Hasil penelitian menunjukkan bentuk peran orangtua sebagai motivator, fasilitator, pembimbing, dan pendidik sudah dilakukan orang tua sebagai usaha membantu perkembangan regulasi emosi anak usia 5-6 tahun, namun ada faktor lain yang membuat perkembangan regulasi emosi anak masih kurang baik yaitu belum konsistennya pendampingan orangtua dan bentuk mengekspresikan emosi negatif orangtua dalam proses pengasuhan yang tidak sadar diamati dan ditiru oleh anak. Peran orang tua yang paling banyak digunakan yaitu mengajak anak berbicara, mengapresiasi perbuatan baik anak, dan memberi pengertian saat anak mengeluarkan emosi negatif.","PeriodicalId":297238,"journal":{"name":"JIPSI : Jurnal Ilmiah Psikologi","volume":"2 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-07-01","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"127058443","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}