{"title":"Perkembangan Terapi Farmakologis pada Gagal Jantung Akut Dekompensasi","authors":"Bistamy Muhammad Nursabur","doi":"10.53366/jimki.v8i3.265","DOIUrl":"https://doi.org/10.53366/jimki.v8i3.265","url":null,"abstract":"ABSTRAK \u0000Pendahuluan: Gagal jantung akut dekompensasi ialah penyakit pada jantung yang merupakan manifestasi dari gagal jantung yang kronik maupun dapat muncul secara de novo. Dengan prevalensi kejadiannya yang tinggi, maka terdapat berbagai pengembangan dan penemuan baru dari terapi-terapi secara farmakologis.Metode: Artikel ini ditulis menggunakan metode literature review, meliputi 24 sumber yang berasal dari jurnal dan buku berbahasa inggris hasil literature searching dari search engine Google Scholar.Pembahasan: Kontrol neurohormonal yang terganggu menyebabkan terjadinya gagal jantung akut dekompensasi yang ditandai dengan peningkatan cairan yang abnormal pada plasma darah sehingga bermanifestasi pada berbagai kelainan yang terjadi pada jantung dan paru-paru. Sistem saraf simpatis, sistem renin-angiotensin-aldosteron, vasopresin arginin, dan peptida natriuretik mengalami peningkatan fungsi dan konsentrasi yang berperan dalam gagalnya kontrol neurohormonal dari jantung. Selain itu, gagal jantung menyebabkan dilepaskannya molekul-molekul seperti adrenomedullin dan troponin kardiak. Berbagai terapi farmakologis dikembangkan sebagai manajemen dari gagal jantung akut dekompensasi, yaitu adrecizumab, sacubitril-valsartan, donor nitroxyl, dan diuretik.Simpulan: Penelitian-penelitian terhadap terapi-terapi farmakologis pada gagal jantung akut dekompensasi perlu terus dilakukan dalam menemukan terapi-terapi yang baru maupun mengembangkan terapi yang sebelumnya sudah diterapkan.Kata kunci: gagal jantung akut dekompensasi, terapi","PeriodicalId":14697,"journal":{"name":"JIMKI: Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kedokteran Indonesia","volume":"17 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-02-23","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"78013309","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"Perbandingan Hasil Framingham Risk Score (FRS) dan QRISK2 Pada Dewasa Usia Produktif terhadap WHO Chart","authors":"Isra Sabrina","doi":"10.53366/jimki.v8i3.135","DOIUrl":"https://doi.org/10.53366/jimki.v8i3.135","url":null,"abstract":"Pendahuluan: FRS dan QRISK2 adalah algoritma penilaian risiko penyakit kardiovaskuler (PKV) yang direkomendasikan oleh American Heart Assosiationsebagai pedoman untuk deteksi dini risiko PKV dalm upaya menurunkan angka morbiditas dan mortilitas akibat PKV, sehingga penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana perbandingan hasil penilaian risiko PKV menggunakan FRS dan QRISK2 pada dewasa usia produktif di Jakarta. \u0000Metode: Penelitian ini menggunakan studi uji diagnostik dengan desain potong lintang pada 173 responden di kelurahan Wijaya Kusuma, Grogol, Jakarta Barat pada bulan September-November 2018. Data penelitian adalah data primer berupa data diri beserta riwayat penyakit dan hasil pengukuran tekanan darah, kadar kolesterol, dan IMT. Semua data primer dihitung menggunakan kalkulator dalam jaringan FRS dan QRISK2 dan dianalisis menggunakan program SPSS. \u0000Hasil: Didapatkan nilai ROC beruturut-turut FRS dan QRISK2 sebesar 0.60 dan 0.69. Kemudian untuk sensitifitas, spesifitas, nilai prediksi positive, dan nilai prediksi negative FRS sebesar 31%, 90%, 35%, dan 88%. Sementara itu untuk QRISK2 sebesar 58%, 81%, 34%, dan 91%. Sehingga dari hasil analisis dapat disimpulkan bahwa QRISK2 memiliki nilai kepercayaan lebih besar pada populasi dibandingkan FRS. \u0000Kesimpulan: Penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan hasil prediksi risiko PKV menggunakan FRS dan QRISK2. Berdasarkan nilai sensitifitas dan spesifitas, didapatkan QRISK2 lebih baik dibandingkan FRS. Akan tetapi, berdasarkan nilai praduga positif dan negatif, FRS lebih baik dibandingkan QRISK2. Sehingga dapat disimpulkan pada penelitian ini, pengunaan FRS untuk prediksi risiko PKV pada layanan primer lebih baik dibandingkan QRISK2. \u0000 \u0000 \u0000 ","PeriodicalId":14697,"journal":{"name":"JIMKI: Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kedokteran Indonesia","volume":"2 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-02-23","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"83691042","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"TINGKAT PENGETAHUAN SISWA/SISWI SMA MUHAMMADIYAH 01 MEDAN TERHADAP PENURUNAN KETAJAMAN PENGLIHATAN","authors":"M. Ritonga, M. Ritonga, Zaldi Sp.M","doi":"10.53366/jimki.v8i3.250","DOIUrl":"https://doi.org/10.53366/jimki.v8i3.250","url":null,"abstract":"yaitu faktor lingkungan yang memegang peranan penting pada terjadinya kelainan refraksi seperti kebiasaan beraktivitas dalam jarak dekat termasuk membaca, menggunakan komputer dan bermain video game. \u0000Tujuan: Penelitian ini adalah mengetahui tingkat pengetahuan siswa/siswi SMA Muhammadiyah 01 Medan terhadap penurunan ketajaman penglihatan. \u0000Metode: Jenis penelitian yang digunakan adalah observasional yaitu penelitian deskriptif analitik dengan desain potong lintang (cross-sectional). \u0000Hasil:Sebanyak 44 responden laki-laki, 4 dengan pengetahuan kurang, 7 dengan pengetahuan cukup dan 33 dengan pengetahuan baik. Sebanyak 42 responden perempuan, 1 responden dengan pengetahuan kurang, 7 dengan pengetahuan cukup dan 34 dengan pengetahuan baik. \u0000Kesimpulan: tingkat pengetahuan siswa/siswi kelas XII SMA Muhammadiyah 01 Medan terhadap penurunan ketajaman penglihatan pada umumnya dalam kategori baik.","PeriodicalId":14697,"journal":{"name":"JIMKI: Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kedokteran Indonesia","volume":"74 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-02-21","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"76698403","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Ni Made Natalisa Putri, Rovie Hikari Parastan, I. K. W. P. Dyatmika, Cokorda Bagus Jaya Lesmana
{"title":"Coaching Caregiver: Aplikasi Telehealth Berbasis Edukasi dan Konsultasi Kepada Caregiver Pasien Skizofrenia","authors":"Ni Made Natalisa Putri, Rovie Hikari Parastan, I. K. W. P. Dyatmika, Cokorda Bagus Jaya Lesmana","doi":"10.53366/jimki.v8i3.239","DOIUrl":"https://doi.org/10.53366/jimki.v8i3.239","url":null,"abstract":"Skizofrenia adalah sebuah masalah psikiatri yang serius dan dialami di seluruh dunia. Pada 2018, terdapat 6.7 per 1000 kasus skizofrenia di Indonesia. Penanganan yang direkomendasikan untuk pasien skizofrenia adalah pengobatan farmakologi dan non-farmakologi yang memerlukan dukungan dari caregiver atau pengasuh untuk membantu meningkatkan kualitas hidup pasien. Sebagai seseorang yang terdekat dengan pasien, keluarga memiliki peran penting dalam menjaga dan mengasuh pasien yang terkena skizofrenia. Namun, status quo saat ini menyatakan bahwa caregiver tidak paham bagaimana cara mengatasi pasien skizofrenia dalam berbagai kondisi. Maka dari itu, caregiver harus mendapatkan pelatihan maupun edukasi mengenai pasien skizofrenia dengan harapan caregiver dapat mengasuh keluarga/kerabat mereka dengan baik. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Ozkan dan Khatri, dengan menyediakan data psikoedukasi melalui internet/teknologi (telehealth) kepada caregiver, menunjukan adanya perkembangan yang signifikan pada caregiver dalam menangani pasien skizofrenia. Maka, Coaching Caregiver hadir sebagai inovasi dan solusi untuk membantu caregiver dalam merawat keluarganya yang mengalami skizofrenia. Beberapa aspek yang terdapat di program ini berdasarkan dengan DSM V dan PPDGJ III, seperti informasi dan edukasi melalui video dan artikel, konsultasi dan support dalam pengambilan keputusan, terapi psikososial dan prilaku, dukungan sosial, dan monitoring. Pendekatan berbasis teknologi diharapkan dapat menyediakan layanan kesehatan dan pelatihan untuk lebih banyak orang. Sebagai tambahan, Coaching Caregiver juga diharapkan untuk dapat membekali caregiver dengan pengetahuan dan pelatihan yang memadai untuk merawat keluarga mereka yang mengalami skizofrenia.","PeriodicalId":14697,"journal":{"name":"JIMKI: Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kedokteran Indonesia","volume":"39 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-02-21","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"74536478","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"Patofisiologi Acute Mountain Sickness","authors":"Muhammad Orri Baskoro","doi":"10.53366/jimki.v8i3.271","DOIUrl":"https://doi.org/10.53366/jimki.v8i3.271","url":null,"abstract":"Pendahuluan: Acute mountain sickness (AMS) adalah kelainan neurologis yang biasanya menyerang pendaki gunung yang berada di ketinggian akibat hipoksia kronis pada tekanan parsial oksigen rendah. Walaupun seringkali bersifat self-limiting, AMS dapat menyebabkan edema pulmonal dan serebral yang dapat bersifat fatal. Popularitas pendakian gunung yang meningkat dan mudahnya akses beberapa tahun terakhir menyebabkan peningkatan jumlah pendaki yang berisiko mengalami bahaya AMS. \u0000Pembahasan: Rendahnya tekanan oksigen pada ketinggian akan memicu 4 mekanisme refleks: respons ventilasi hipoksia, respons ventilasi hiperkapnia, vasodilatasi pembuluh otak terhadap hipoksia, dan vasokonstriksi pembuluh darah otak terhadap hipokapnia. Kejadian ini akan memicu pembengkakan astrosit dan aktivasi sistem trigeminovaskular sehingga menyebabkan gejala neurologis pendaki. \u0000Kesimpulan: Pada keadaan di ketinggian, terjadi penurunan tekanan parsial O2 sehingga menyebabkan terjadinya hipoksemia pada pendaki. Kegagalan autoregulasi aliran darah otak akan menyebabkan peningkatan tekanan kranial melalui gaya mekanik dan kebocoran kapiler melalui gaya kimia. Hipertensi intrakranial akan menyebabkan perpindahan dan peregangan serabut saraf sensitif yang tidak termielinisasi pada sistem trigeminovaskular sehingga menyebabkan gejala neurologis pendaki. \u0000 ","PeriodicalId":14697,"journal":{"name":"JIMKI: Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kedokteran Indonesia","volume":"1 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-02-21","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"89332157","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"UJI EFEKTIVITAS MADU KONSENTRASI 50% DAN 100% DIBANDINGKAN DENGAN POVIDONE IODINE TERHADAP PENYEMBUHAN LUKA SAYAT PADA MENCIT (MUS MUSCULUS)","authors":"M. Nasution, Yenita Muslimdjas","doi":"10.53366/jimki.v8i3.237","DOIUrl":"https://doi.org/10.53366/jimki.v8i3.237","url":null,"abstract":"ABSTRAK \u0000Latar Belakang: Luka adalah terputusnya kontinuitas jaringan karena cedera atau pembedahan. Untuk mempercepat penyembuhan luka secara medis bisa dioles preparat antibiotik atau gel penutup luka salah satunya adalah povidone iodine 10%. Namun bahan tersebut ber-efek samping dan kurang ekonomis. Sehingga diperlukan alternatif yang lebih murah dan mudah didapat, salah satunya dengan pemberian madu. Efek madu seperti keasaman, efek osmotic, efek kimia, dan aktivitas antimikroba merupakan sumber utama dalam penyembuhan luka. \u0000Tujuan: Untuk membuktikan efektivitas perawatan luka menggunakan madu 50% dan 100% terhadap penyembuhan luka sayat dibandingkan dengan povidone iodine 10% Metode: Penelitian eksperimen murni laboratorium. Sebanyak 3 kelompok diberi perlakuan selama paling lama 14 hari dan satu kelompok tidak diberi perlakuan. \u0000Hasil: Kelompok Madu 100% ada perbedaan yang signifikan terhadap kelompok povidone iodine 10% sedangkan kelompok madu 50% tidak ada perbedaan yang signifikan terhadap kelompok povidone iodine 10%. \u0000Kesimpulan: Pemberian Madu 100% lebih efektif dalam menyembuhkan luka sayat dibandingkan dengan pemberian madu 50% dan povidone iodine 10%.","PeriodicalId":14697,"journal":{"name":"JIMKI: Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kedokteran Indonesia","volume":"80 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-02-21","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"88584398","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"Faktor-Faktor Konversi BTA Penderita Tuberkulosis Paru Di Rumah Sakit Umum Haji Medan","authors":"Ayunda Pratiwi L. Tobing, Ance Roslina","doi":"10.53366/jimki.v8i3.259","DOIUrl":"https://doi.org/10.53366/jimki.v8i3.259","url":null,"abstract":"Latar Belakang : Tuberkulosis (TB) paru adalah penyakit menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Beberapa yang menjadi faktor risiko terjadinya penyakit TB paru diantaranya adalah umur, jenis kelamin, riwayat OAT, penyakit penyerta seperti DM dan HIV serta konsumsi rokok dan alkohol. Pemeriksaan biakan sputum merupakan gold standard yang digunakan dalam memantau pengobatan pada pasien TB. Evaluasi konversi BTA dari positif menjadi negatif dari bakteri Mycobacterium tuberculosis merupakan indikator yang penting untuk memantau pengobatan pada pasien TB. Tujuan : Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi konversi BTA penderita tuberkulosis paru di Rumah Sakit Umum Haji Medan. Metode : Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan cross sectional dan mengumpulkan data rekam medis, penelitian ini di lakukan pada bulan Januari 2018 – November 2019 dengan sampel sebanyak 71. Hasil Penelitian : hasil penelitian menunjukkan bahwa konversi BTA terbanyak terjadi pada usia 20-29 tahun, 50,7% berjenis kelamin perempuan, 70,4% tidak memiliki riwayat penyerta DM, 94,4% tidak memiliki riwayat penyerta HIV, 100% tidak memiliki riwayat OAT sebelumnya, 72.4% tidak merokok, dan 86,2% tidak mengkonsumsi alkohol. Kesimpulan : konversi BTA banyak terjadi pada usia muda, jenis kelamin perempuan, tidak memiliki riwayat DM dan HIV, tidak mempunyai riwayat OAT, tidak merokok dan menggunakan alkohol.","PeriodicalId":14697,"journal":{"name":"JIMKI: Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kedokteran Indonesia","volume":"os19 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-02-21","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"84718779","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"PREVALENSI INFEKSI SOIL TRANSMITTED HELMINTH PADA MURID SEKOLAH DASAR NEGERI 105296 KECAMATAN PERCUT SEI TUAN, KABUPATEN DELI SERDANG, SUMATERA UTARA","authors":"Muhammad Jabbar Rahman Tapiheru, N. Zain","doi":"10.53366/jimki.v8i3.249","DOIUrl":"https://doi.org/10.53366/jimki.v8i3.249","url":null,"abstract":"ABSTRAK \u0000Latar belakang: Infeksi Soil Transmitted Helminth adalah infeksi cacing yang paling sering ditemukan pada manusia. Prevalensi infeksi STH di Indonesia pada umumnya masih tinggi, terutama pada penduduk dengan sanitasi yang buruk, dengan data yang bervariasi 2,5% - 62% dan intensitas tertinggi didapatkan dikalangan anak presekolah dan sekolah dasar. \u0000Tujuan : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi infeksi STH pada murid sekolah dasar negeri 105296 di Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara. \u0000Metode: Jenis penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif analitik dengan pendekatan Cross Sectional. \u0000Hasil: Prevalensi Infeksi STH pada murid kelas I-VI SD Negeri 105296 Percut Sei Tuan pada tahun 2019 yaitu sebesar 29,9%. Jenis cacing yang menginfeksi merupakan cacing Ascaris lumbricoides sebesar 23,1 %, Trichuris trichiura dengan persentase 65,4 %, Hookworm tidak ditemukan dan infeksi campuran 11,5 % dari semua sampel. \u0000Kesimpulan: Prevalensi Infeksi STH pada murid kelas I-VI SD Negeri 105296 Percut Sei Tuan pada tahun 2019 yaitu sebesar 29,9%. Infeksi tersebut cukup tinggi, dimana seharusnya sudah sangat berkurang atau bahkan tidak terdapat lagi infeksi STH.","PeriodicalId":14697,"journal":{"name":"JIMKI: Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kedokteran Indonesia","volume":"29 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-02-21","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"90451244","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"PERBANDINGAN EFEK PEMBERIAN EKSTRAK JINTAN HITAM (NIGELLA SATIVA) DAN TEMULAWAK (CURCUMA XANTHORRHIZA) TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI HEPAR TIKUS YANG DIINDUKSI PARASETAMOL","authors":"C. Amalia, D. Suryani","doi":"10.53366/jimki.v8i3.234","DOIUrl":"https://doi.org/10.53366/jimki.v8i3.234","url":null,"abstract":"ABSTRAK \u0000Latar Belakang : Parasetamol sebagai analgesik dan antipiretik yang paling sering digunakan, memiliki efek samping terbesar pada hati. Jintan hitam dan temulawak telah diteliti memiliki efek hepatoprotektor, namun belum ada peneliti yang membandingkan efektifitasnya sebagai hepatoprotektor. Karenanya, peneliti ingin mengetahui perbedaan efek antara keduanya. \u0000Tujuan: Untuk membandingkan efektifitas pada pemberian jintan hitam (Nigella sativa) dan temulawak (Curcuma xanthorrhiza) sebagai hepatoprotektor terhadap gambaran histopatologi hepar tikus yang di induksi parasetamol. \u0000Metode: Penelitian ini menggunakan hewan uji sebanyak 24 ekor tikus jantan galur wistar yang dibagi dalam 4 kelompok, yaitu: kontrol negatif ( aquades), kelompok positif ( parasetamol), kelompok perlakuan 1 (ekstrak jintan hitam 500mg/KgBB+ parasetamol 500mg/kgbb), dan kelompok perlakuan 2 (ekstrak temulawak 500mg/kgBB+ parasetamol 500mg/kgbb) selama 7 hari, Pada hari ke delapan hewan di matikan dan dilakukan pembuatan sediaan preparat histologi hepar dan diamati dibawah mikroskop , untuk menilai derajat kerusakan hepar tikus antar kelompok , kemudian dianalisis dengan uji Kruskal Wallis dan uji Man Whitney. Hasil: Uji Kruskal Walis, menunjukkan terdapat perbedaan signifikan antar seluruh kelompok perlakuan(p>0.05). Selanjutnya pada uji post hoc Mann- Whitney dijumpai perbedaan bermakna antar kelompok KN dan KP, juga pada KP dengan P1 dan P2. \u0000Kesimpulan: Efektifitas ekstrak jintan hitam dosis 500mg/KgBB sama dengan ekstrak temulawak dosis 500mg/KgBB. \u0000 \u0000ABSTRACT \u0000 \u0000Background: Paracetamol as the most commonly used analgesic and antipyretic has the biggest side effects on the liver. Black cumin and Temulawak have been investigated to have a hepatoprotector effect, but no researchers have compared its effectiveness as a hepatoprotector. Hence, the researchers wanted to see the difference in effect between the two. \u0000Objective: To compare the effectiveness of administration of black cumin (Nigella sativa) and temulawak (Curcuma xanthorrhiza) as a hepatoprotector against the histopathological picture of rat liver induced by parasetamol. \u0000Method: This study used 24 test animals of Wistar strain male rats divided into 4 groups, namely: negative control (aquades), positive group (p \u0000arasetamol), treatment group 1 (black cumin extract 500mg / KgBB + paracetamol 500mg / kgbb), and treatment group 2 (temulawak extract 500mg / kgBB + paracetamol 500mg / kgbb) for 7 days, on the eighth day the animals were killed and made preparations for liver histology preparations and observed under a microscope, to assess the degree of liver damage between groups, then analyzed with the Kruskal Wallis test and the Man Whitney test. \u0000Results: Kruskal Walis test, showed that there were significant differences between all treatment groups (p> 0.05). Furthermore, in the Mann-Whitney post hoc test, there were significant differences between the KN and KP groups, also in the KP with P1 and P2. \u0000","PeriodicalId":14697,"journal":{"name":"JIMKI: Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kedokteran Indonesia","volume":"411 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-02-21","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"84882604","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"Non Perbedaan Rasio Trigliserida/High Density Lipoprotein Cholesterol (TG/HDL-C) pada Balita Stunting dan Non - Stunting di Kecamatan Gunung Sugih Kabupaten Lampung Tengah","authors":"Ulfiah Fairuz Zhafirah","doi":"10.53366/jimki.v8i3.263","DOIUrl":"https://doi.org/10.53366/jimki.v8i3.263","url":null,"abstract":" \u0000ABSTRAK \u0000Pendahuluan: Stunting merupakan gangguan pertumbuhan dan perkembangan yang dialami anak-anak dikarenakan asupan gizi yang tidak adekuat, infeksi berulang, dan stimulasi psikososial yang tidak memadai. Kondisi stunting pada masa anak – anak menjadi salah satu faktor kejadian sindrom metabolik saat remaja dan dewasa seperti obesitas, resistensi insulin, gangguan kardiometabolik, diabetes mellitus dan penyakit kardiovaskular. Risiko tersebut dapat diukur dengan metode rasio TriGlycerida (TG) / High-Density Lipoprotein Cholesterol (HDL-C) (TG/HDL-C). Metode :Desain penelitian ini adalah analitik komparatif cross sectional terhadap 26 balita stunting and 26 balita non-stunting umur 2 – 5 tahun. Data yang diambil berupa data primer yaitu hasil pemeriksaan darah berupa kadar TG and HDL-C. Hasil : Rerata rasio TG/HDL-C lebih tinggi pada balita stunting (3,8) dibanding rerata rasio TG/HDL-C pada balita non-stunting (1,94). Hasil independent T-test perbedaan rasio TG/HDL-C pada kedua kelompok adalah 0,000 (p>0,005) Kesimpulan : Terdapat perbedaan rasio TG/HDL-C yang bermakna pada balita stunting dan non – stunting. \u0000 ","PeriodicalId":14697,"journal":{"name":"JIMKI: Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kedokteran Indonesia","volume":"43 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-02-21","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"82239973","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}