{"title":"CINTA DALAM PERSPEKTIF FILSAFAT EKSISTENSIALISME JEAN-PAUL SARTRE","authors":"Gede Agus Siswadi","doi":"10.25078/sjf.v14i1.160","DOIUrl":"https://doi.org/10.25078/sjf.v14i1.160","url":null,"abstract":"Beberapa filosof menjelaskan definisi cinta sebagai sesuatu hal yang indah, cinta diartikan sebagai spirit atau dasar dari kehidupan manusia. Cinta memberikan nuansa yang positif yang berdampak pada sebuah keharmonisan dan kedamaian manusia. Namun, berbeda dengan pandangan seorang fiosof eksistensialisme Jean-Paul Sartre yang menganggap cinta bukanlah sesuatu yang indah. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah hermeneutik filosofis dengan menggali pemikiran-pemikiran Jean-Paul Sartre yang berkaitan dengan cinta. Hasil dari penelitian ini adalah pertama, Sartre mengartikan sebuah cinta sebagai suatu hal yang menyebabkan konflik, hal itu didasarkan pada pendapat Sartre yang mengatakan manusia tidak bebas, serta selalu menjadi objek dalam relasi yang disebut cinta tersebut. Kedua, cinta diartikan sebagai sebuah penipuan diri, karena menyebabkan manusia tidak autentik dan diperbudak oleh cinta. Ketiga, Sartre menjelaskan hubungan seksual adalah penyerahan eksistensinya secara bulat-bulat kepada orang lain.","PeriodicalId":132261,"journal":{"name":"Sanjiwani: Jurnal Filsafat","volume":"54 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-03-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"121934713","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Md. Yudyantara Risadi, Ni Luh Putu Uttari Premananda
{"title":"PEMBELAJARAN BAHASA INGGRIS SECARA DARING DALAM PERSPEKTIF FILSAFAT PERENIALISME","authors":"Md. Yudyantara Risadi, Ni Luh Putu Uttari Premananda","doi":"10.25078/sjf.v14i1.2205","DOIUrl":"https://doi.org/10.25078/sjf.v14i1.2205","url":null,"abstract":"Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji secara teoritis bagaimana pembelajaran bahasa Inggris secara daring ditinjau dari filsafat Perenialisme. Tidak dapat dipungkiri bahwa pendidikan tidak dapat dipisahkan dengan adanya filsafat-filsafat yang mendasari pelaksanaan pendidikan dalam suatu ruang. Salah satu filsafat yang mendasari pendidikan adalan filsafat perenialisme. Perenialisme mendasarkan bahwa pendidikan cenderung bersifat religius dan lebih berorientasi pada agama aturan dogmatis, mengedepankan pada tradisi dan budaya masa lalu, mendasarkan pada kesatuan, menemukan persamaan-persamaan. Penelitian ini menggunakan metode library research (studi kepustakaan) dengan menggabungkan teori-teori dari berbagai sumber terpercaya dengan analisis data yaitu analisis isi. Penelitian ini menemukan bahwa pada pendidikan, khususnya, bahasa Inggris dalam pandangan perenialisme dapat dilakukan dengan baik apabila adanya mental disiplin yang terjadi dengan hadir tepat waktu, azas berpikir dan kemerdekaan dengan memberikan mahasiswa kecakapan dalam berbicara, learning to reason dengan membantu mahasiswa menemukan alasan mereka belajar, belajar sebagai persiapan hidup dengan melakukan kesopanan, dan learning through teaching dimana guru menjadi fasilitator mahasiswa belajar dalam bahasa Inggris secara daring atau online. Inti dari perenialisme dalam pembelajaran bahasa Inggris adalah mampu membuat mahasiswa menjadi lebih sopan dan santun, pembelajaran yang kekal dan terjadi secara terus-menerus, dan tidak melupakan budaya dan adat Negara Kesatuan republik Indonesia.","PeriodicalId":132261,"journal":{"name":"Sanjiwani: Jurnal Filsafat","volume":"5 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-03-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"115515478","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"KETUHANAN DALAM FILSAFAT HINDU","authors":"Prasanthy Devi Maheswari, I. K. Donder","doi":"10.25078/sjf.v14i1.2249","DOIUrl":"https://doi.org/10.25078/sjf.v14i1.2249","url":null,"abstract":"Setiap orang memiliki keinginan untuk memahami Tuhan. Tetapi tidak ada satu manusia pun yang dapat menunjukkan bukti bahwa mereka telah melihat Tuhan atau mendengar Tuhan berbicara kepadanya. Setelah memahami hakikat tentang Tuhan, meskipun mereka ingin mengungkapkan pengalamannya saat mencari Tuhan, nemun tetap sangat sulit baginya untuk mengungkapkan Tuhan dengan kata-kata. Kata orang bijak, jangan berdebat tentang Tuhan dengan pikiranmu, karena Tuhan itu sebanyak pikiran manusia. Sehingga penelitian ini bertujuan memberikan cara memahami Tuhan dengan cara bijaksana sesuai dengan esensi dari belajar filsafat. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif yang menggunakan metode analisis deskriptif dengan teknik library research, dan pendekatan filsafat ketuhanan Hindu yaitu pencarian Tuhan dengan cara berspekulasi pemikiran filosofis radikal menurut Vedānta. Filsafat Ketuhanan dalam penelitian ini merujuk pada pustaka Upanișad. Sebagai upaya memahami Tuhan yang merupakan hakikat realitas tertinggi melalui akal budi. Tuhan dipahami melalui objek formal dan material filsafat yang diformulasikan melalui argumentasi-argumentasi logis dalam Upanișad. Hasil akhir dalam pencarian ketuhanan dalam diri ialah mencapai Realisasi Diri saat hidup di dunia (Jivanmukti). Hal ini juga dikatakan sebagai kebahagiaan abadi yang dihasilkan dari pertemuan dengan Tuhan di dalam pikiran. Menikmati kedamaian Tuhan yang diciptakan oleh pikiran adalah hasil dari pengamalan. Diskusi ketuhanan dalam ilmu filsafat tidak akan pernah menghakimi proses pemikiran orang lain dalam memahami Tuhan, sebab setiap orang akan bertemu Tuhan sesuai dengan pikiran dan proses pemikirannya sendiri. Itulah cara yang benar dalam mencari Tuhan berdasarkan Filsafat Ketuhanan.","PeriodicalId":132261,"journal":{"name":"Sanjiwani: Jurnal Filsafat","volume":"15 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-03-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"131995899","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"EKOWISATA DALAM PERSPEKTIF ETIKA UTILITARIANISME BENTHAM","authors":"Eko Sugiarto","doi":"10.25078/sjf.v14i1.2211","DOIUrl":"https://doi.org/10.25078/sjf.v14i1.2211","url":null,"abstract":"Penelitian ini merupakan penelitian pustaka yang bertujuan mengetahui prinsip-prinsip ekowisata dalam perspektif etika utilitarianisme. Data dikumpulkan dari berbagai literatur tentang ekowisata dan etika utilitarianisme. Analisis data dilakukan dengan membandingkan prinsip ekowisata TIES dan prinsip etika utilitarianisme Bentham. Simpulan penelitian ini adalah ekowisata dalam perspektif etika utilitarianisme dipandang sebagai sesuatu yang baik karena prinsip utama ekowisata maupun prinsip-prinsip turunannya selaras dengan prinsip utama etika utilitarianisme serta kriteria-kriteria kebaikan dalam perspektif etika utilitarianisme. Prinsip ke-2 ekowisata (membangun kesadaran lingkungan dan budaya serta rasa hormat), prinsip ke-4 ekowisata (menghasilkan manfaat keuangan secara langsung untuk konservasi), dan prinsip ke-8 ekowisata (mengenali hak dan keyakinan spiritual pribumi di komunitas dan bekerja dalam kemitraan dengan mereka untuk membuat kegiatan pemberdayaan) selaras dengan kriteria pertama utilitarianisme Bentham, yaitu manfaat. Prinsip ke-1 ekowisata (meminimalkan dampak fisik, sosial, perilaku, dan psikologis) dan prinsip ke-7 ekowisata (mendesain, membangun, dan mengoperasikan fasilitas berdampak rendah) selaras dengan kriteria kedua utilitarianisme Bentham, yaitu manfaat terbesar. Prinsip ke-3 ekowisata (memberikan pengalaman positif untuk pengunjung dan tuan rumah), prinsip ke-5 (menghasilkan keuntungan finansial bagi masyarakat lokal dan industri swasta), dan prinsip ke-6 (memberikan pengalaman interpretatif yang mengesankan untuk pengunjung yang membantu meningkatkan sensitivitas untuk menjadi tuan rumah iklim politik, lingkungan, dan sosial negara-negara) selaras dengan kriteria ketiga utilitarianisme Bentham, yaitu manfaat terbesar bagi sebanyak mungkin orang.","PeriodicalId":132261,"journal":{"name":"Sanjiwani: Jurnal Filsafat","volume":"27 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-03-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"133418438","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"MENYINGKAP BENIH-BENIH INTOLERANSI DALAM BERAGAMA MELALUI FILSAFAT ATEISME LUDWIG FEUERBACH","authors":"Anton Wahyudi","doi":"10.25078/sjf.v14i1.2198","DOIUrl":"https://doi.org/10.25078/sjf.v14i1.2198","url":null,"abstract":"Ateisme kerap dipandang sebagai paradigma yang memiliki kontradiksi dengan agama, sehingga diskursus toleransi dan intoleransi kurang dipandang sebagai sesuatu yang kompatibel. Adapun beberapa status questionis yang menjadi rumusan masalah adalah mungkinkah benih-benih intoleransi dapat tersingkap dengan pendekatan paradigma ateisme? Secara praktis-pragmatis, apakah penting untuk memahami pandangan ateisme agar terwujud kesadaran yang toleran? Tulisan ini hendak menyingkap benih-benih intoleransi melalui filsafat ateisme Ludwig Feuerbach. Secara kualitatif studi kepustakaan atas magnum opus serta beberapa catatan analisis-filosofis dari para komentatornya, melalui filsafat kesadaran, materialisme dan idealisme, teori proyeksi serta persoalan alienasi pokok-pokok gagasan Feuerbach dapat menyingkap benih-benih intoleransi. Hasilnya, nilai-nilai kemanusiaan dapat ditarik menjadi salah satu konklusi sebagai sistem filsafat ateisme Feuerbach. Selain itu, paradigma ateisme merupakan suatu diskursus yang penting untuk dipelajari sebagai salah satu upaya melengkapi gagasan tentang toleransi sekaligus mempersempit ruang gerak intoleransi untuk bertumbuh dan menyebar lebih luas.","PeriodicalId":132261,"journal":{"name":"Sanjiwani: Jurnal Filsafat","volume":"28 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-03-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"132999666","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"URGENSI LITERASI AGAMA DI ERA DIGITAL","authors":"Putu Dana Yasa","doi":"10.25078/sjf.v14i1.1782","DOIUrl":"https://doi.org/10.25078/sjf.v14i1.1782","url":null,"abstract":"Salah-satu faktor utama yang menyebabkan terjadinya perdebatan antar agama adalah minimnya literasi agama. Perdebatan tentang kebenaran masing-masing agama menjadi tontonan dalam berbagai jejaring sosial media yang memberikan kebebasan tanpa batas untuk siapa saja memberikan argumentasi dan berdebat secara terbuka. Menyikapi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi ini, menjadi tugas besar para intelektual Hindu dalam upaya terus mengisi umat Hindu dengan literasi-literasi keagamaan sehingga dasar keyakinan umat Hindu menjadi semakin kuat dan tidak mudah mendapat pengaruh dari oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab baik dari eksternal maupun internal umat Hindu itu sendiri. Tujuan penelitian ini adalah sebagai upaya memberikan penjelasan kepada seluruh umat beragama, khususnya Hindu agar kembali menyadari pentingnya literasi keagamaan ditengah kemajuan teknologi saat ini. Penelitian ini merupakan jenis kajian kualitatif dengan menggunakan pendekatan filosofis, menganalisa kondisi keberagamaan Hindu yang sangat membutuhkan kesadaran tentang penguatan literasi keagamaan ditengah kemajuan teknolohi yang berkembang begitu pesat.","PeriodicalId":132261,"journal":{"name":"Sanjiwani: Jurnal Filsafat","volume":"26 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-03-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"134111433","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"ASPEK MASKULINITAS PADA PERKEMBANGAN SISTEM KEPERCAYAAN POLITEISME DAN MONOTEISME","authors":"Rilliandi Arindra Putawa","doi":"10.25078/sjf.v14i1.2231","DOIUrl":"https://doi.org/10.25078/sjf.v14i1.2231","url":null,"abstract":"Penelitian ini bertujuan untuk menelusuri aspek gender, terutama maskulinitas seringkali dapat ditemukan pada konsep ketuhanan. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan teknik pengumpulan data studi literatur yang bertujuan mengkomparasikan pengaruh aspek maskulinitas tersebut pada dua jenis sistem kepercayaan, yakni politeisme dan monoteisme. Peneltian ini akan membatasi pada sistem kepercayaan yang telah dikenal di Indonesia. Dari penelusuran yang telah dilakukan atas sampel tersebut ditemukan bahwa adanya korelasi antara semakin jelasnya gambaran Tuhan terhadap adanya aspek kemanusiaan, yang mengakibatkan semakin mudah ditemukannya aspek kemanusiaan. Hal ini lebih banyak ditemukan pada sistem kepercayaan politeisme, dibandingkan monoteisme. Problematika maskulinitas justru akan lebih rumit jika terdapat konsep inkamasi Tuhan dalam wujud manusia pada sistem kepercayaan monoteisme, yang kemudian berujung pada makin kentalnya pengaruh maskulinitas pada sistem kepercayaan tersebut.","PeriodicalId":132261,"journal":{"name":"Sanjiwani: Jurnal Filsafat","volume":"9 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-03-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"130007465","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"KAJIAN FILSAFAT RELASIONALITAS ARMADA RIYANTO ATAS KONSEP TONGKONAN MASYARAKAT TORAJA","authors":"Crysan Dwiputra Malla, Roberto Manik, M. Adon","doi":"10.25078/sjf.v14i1.1983","DOIUrl":"https://doi.org/10.25078/sjf.v14i1.1983","url":null,"abstract":"Artikel ini mendiskusikan filsafat Relasionalitas Armada Riyanto dalam konteks penemuan makna rumah adat Tongkonan masyarakat Toraja. Tujuan uraian ini adalah menguraikan makna yang terkandung dalam Tongkonan serta merefleksikan relevansinya dalam konteks tata hidup bersama. Artikel ini dirancang sebagai sebuah tinjauan litarur. Penulis pertama-tama mereview tulisan dari ahli filsafat politik, Armada Riyanto Relasionalitas dan beberapa literatur lain mengenai Tongkonan seperti tulisan dari seorang pengajar, Ivan Sampe Buntu. Dengan metodologi ini penulis memiliki kebebasan untuk menguraikan beberapa tema sentral dalam buku Relasionalitas dan kaitannya dengan Tongkonan. Studi ini akhirnya sampai pada kesimpulan bahwa setiap rumah adat mengandung makna simbolis yang sangat kaya dan mendalam. Dalam arti simbolik inilah, Tongkonan memiliki daya untuk mengkomunikasikan pengalaman, nilai keadilan dan kebenaran dalam tata hidup bersama.","PeriodicalId":132261,"journal":{"name":"Sanjiwani: Jurnal Filsafat","volume":"5 8","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-03-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"114047826","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"MENGENAL PADEWASAN : KEYAKINAN, PILIHAN DAN HARAPAN","authors":"Ni Komang Ari Budiani, Anggy Paramitha Sari","doi":"10.25078/sanjiwani.v13i2.1665","DOIUrl":"https://doi.org/10.25078/sanjiwani.v13i2.1665","url":null,"abstract":"Padewasan is one of the teachings that comes from the veda smrti; jyotisha. The question of the existence of padewasan for the life of the Hindu community in Bali can certainly be categorized as two interrelated things. The difficulty in separating the life of the Balinese people from the implementation of Padewasan teachings can be seen from how the specifics of these teachings are used in almost every line of life of the Hindu community in Bali; from birth to death. Balinese people fully believe that every election day should be based on careful calculations. Not just any day can be used to carry out certain activities, such as farming, making weapons, to other religious rituals. From this description, of course, it can be seen how “time” for the Balinese has a very important role; valuable. Thus, the first step to getting to know padwasan for Balinese people's life is not only related to understanding it as a hereditary habit. More than that, padwasan seems to talk about the beliefs, choices and hopes of the Balinese Hindu community in living all lines of life. Sacredness in the selection of good or bad days is interpreted as an expectation of the values of goodness, safety, luck and the success of an activity that is being carried out. The following are some of the process of selecting the good and bad days in terms of the teachings of Padewasan, including: Tenung Mitra Satruning Dina, Tenung Jatu Karma and Tenung Pakeraban.","PeriodicalId":132261,"journal":{"name":"Sanjiwani: Jurnal Filsafat","volume":"75 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-09-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"124401056","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"ETIKA RELIGIUS DALAM TRADISI RITUAL MAPAG TOYA","authors":"Desak Putu Rai Vitri Suastiki","doi":"10.25078/sanjiwani.v13i2.1932","DOIUrl":"https://doi.org/10.25078/sanjiwani.v13i2.1932","url":null,"abstract":"The purpose of this research is to conduct a study of religious ethics implemented in the ritual tradition of mapag toya by the Hindu community in Pelapuan Village, Busungbiu Subdistrict, Buleleng Regency, Bali. This research is designed in an interpretive descriptive type in an effort to find answers to the three problem formulations, namely how is the implementation, what is the function, and how is the content of religious ethical values in the mapag toya tradition? This study produced three findings related to religious ethics in the implementation of the mapag toya ritual in the Hindu community in Pelapuan Village,. First, the implementation of the mapag toya ritual involves the procedures for carrying out the ceremony in sequences that comply with the stages that show the systematics of Hindu religious ceremonies. Second, the function of carrying out the mapag toya ceremony is to request the irrigation system, raise awareness of Hindus in carrying out yadnya before Ida Sang Hyang Widhi Wasa, and increase sradha (belief) and bhakti (devotion) of Hindus to Ida Sang Hyang Widhi Wasa because with Thus, Hindus in the current era of globalization can still live up to religious teachings in the midst of the swift influence of modernization. Third, religious ethical values in the mapag toya ceremony are a moral order in which humans are given the opportunity to do good and to harmonize individual desires, emotions and desires that are directed towards a better life. In this regard, in relation to the philosophical dimension, religious ethics in the mapag toya tradition shows the existence of moral principles that guide Hindus in their behavior towards improving the quality of life.","PeriodicalId":132261,"journal":{"name":"Sanjiwani: Jurnal Filsafat","volume":"5 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-09-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"131383446","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}