Pande Gde Sasmita Julyantoro, Peter Bossier, T. Defoirdt
{"title":"MINIREVIEW ON SUSTAINABLE ANTIVIRULENCE STRATEGY FOR AQUACULTURE","authors":"Pande Gde Sasmita Julyantoro, Peter Bossier, T. Defoirdt","doi":"10.15578/jra.19.2.2024.157-176","DOIUrl":"https://doi.org/10.15578/jra.19.2.2024.157-176","url":null,"abstract":"The increasing occurrence of antibiotic-resistant bacteria is one of the major challenges currently faced by the aquaculture sector. Ineffective applications of antibiotics to treat bacterial diseases, leading to the need for alternative strategies to address the problem. The antivirulence approach is a highly promising strategy that aims to stop pathogenic bacteria from causing harm to the host by disrupting their virulence mechanisms. This approach involves understanding the mechanisms of bacterial pathogenicity that can be developed into new therapeutic methods. There have been numerous advancements in combating bacterial infections, such as disrupting host-pathogen communication and inhibiting quorum sensing (QS). Antivirulence therapy offers a significant advantage as it specifically targets bacterial virulence without imposing excessive pressure on bacterial growth, reducing the risk of resistance development. This review outlines the limitations of antibiotic use and presents current insights into bacterial pathogenicity mechanisms and antivirulence strategies in aquaculture. It particularly highlights the impact of host-pathogen signaling via catecholamines, stress hormones, and QS mechanisms in certain aquaculture-pathogenic bacteria. The influence of host stress hormones on pathogen growth and virulence is noteworthy. Quorum sensing (QS) is known to regulate the expression of certain virulence genes in response to bacterial density by releasing and detecting a small signal molecule called autoinducers. This review further explains various strategies to interfere with QS mechanisms, including inhibiting signal molecule biosynthesis, using QS antagonists, chemical inactivation, or biodegradation of QS signals. These promising strategies have been considered as the first step and proof of concept of antivirulence strategies to prevent disease outbreaks in aquaculture.Meningkatnya jumlah bakteri yang resisten terhadap antibiotik merupakan salah satu tantangan besar yang saat ini dihadapi oleh sektor akuakultur. Penerapan antibiotik yang tidak efektif untuk mengobati penyakit bakterial, menyebabkan perlunya strategi alternatif untuk mengatasi masalah tersebut. Pendekatan antivirulensi adalah strategi yang sangat menjanjikan yang bertujuan untuk menghentikan bakteri patogen dalam menyebabkan kerusakan pada inang dengan mengganggu mekanisme virulensinya. Pendekatan ini melibatkan pemahaman mekanisme patogenisitas bakteri yang dapat dikembangkan menjadi metode terapi baru. Terdapat banyak perkembangan dalam melawan infeksi bakteri, seperti mengganggu komunikasi inang-patogen dan menghambat quorum sensing (QS). Terapi antivirulensi menawarkan keuntungan yang signifikan karena secara spesifik menargetkan virulensi bakteri tanpa memberikan tekanan berlebihan pada pertumbuhan bakteri, sehingga mengurangi risiko berkembangnya resistensi. Reviu ini menguraikan keterbatasan penggunaan antibiotik dan menyajikan wawasan terkini mengenai mekanisme patoge","PeriodicalId":112729,"journal":{"name":"Jurnal Riset Akuakultur","volume":"97 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2024-07-05","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"141837147","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
T. Mufidah, S. Sukenda, W. Widanarni, H. Darusman, A. Lusiastuti
{"title":"PROFIL FARMAKOKINETIK OKSITETRASIKLIN PADA IKAN LELE, Clarias gariepinus DENGAN INFEKSI ARTIFISIAL Aeromonas hydrophila","authors":"T. Mufidah, S. Sukenda, W. Widanarni, H. Darusman, A. Lusiastuti","doi":"10.15578/jra.17.1.2022.47-57","DOIUrl":"https://doi.org/10.15578/jra.17.1.2022.47-57","url":null,"abstract":"Oksitetrasiklin banyak digunakan dalam manajemen terapeutik maupun preventif infeksi penyakit bakterial pada akuakultur. Konsentrasi obat yang tepat dalam tubuh penting untuk kemanjuran terapi tidak hanya ditentukan oleh dosis obat tetapi juga farmakokinetik obat yang dapat diketahui dari parameter farmakokinetiknya. Parameter farmakokinetik meliputi waktu paruh, kadar puncak, waktu puncak, volume distribusi, area di bawah kurva (AUC), eliminasi, dan distribusi obat baik dalam keadaan fisiologi maupun patologi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui parameter farmakokinetik dan waktu henti obat (withdrawal time) oksitetrasiklin yang diberikan secara oral pada ikan lele yang diinfeksi dengan Aeromonas hydrophila. Kondisi patofisiologi yang memengaruhi mekanisme kerja obat akibat infeksi A. hydrophila diketahui dengan pengamatan histologi. Visualisasi keberadaan bakteri A. hydrophila pada organ ikan lele menggunakan imunohistokimia. Konsentrasi obat dalam plasma diukur dengan kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT). Studi ini mengungkapkan farmakokinetik obat dan waktu henti obat yang berbeda pada ikan sehat/tidak diinfeksi dan sakit/diinfeksi A. hydrophila. Kadar oksitetrasiklin pada plasma ikan sehat 229,00 mg/L dan ikan terinfeksi A. hydrophila 99,16 mg/L yang dicapai pada 1,5 jam setelah pemberian. Area di bawah kurva yang menggambarkan jumlah obat dalam sirkulasi sistemik pada ikan sehat sebesar 943,6 mg.h/L; sedangkan pada ikan sakit sebesar 814,05 mg.h/L. Area di bawah kurva untuk waktu tak terhingga pada ikan sehat 1.586,42 mg.h/L dan 1.516,47 mg.h/L. Waktu paruh pada ikan sehat 9,36 jam dan ikan tidak terinfeksi 9,65 jam. Pengamatan histologi pada organ yang berperan dalam mekanisme obat yaitu hati, ginjal, dan usus mengalami kelainan patologi. Visualisasi A. hydrophila dengan imunohistokimia menunjukkan bakteri banyak terlokasilasi dalam lumen pembuluh darah. Waktu henti obat setelah 10 hari pemberian dengan dosis terapeutik pada ikan sehat yaitu 20 hari pada ikan sehat dan 30 hari pada ikan sakit. Sebagai kesimpulan kadar oksitetrasiklin pada plasma ikan sehat lebih besar daripada ikan sakit, dan diikuti dengan perbedaan pada parameter farmakokinetik lainnya dan waktu henti obat yang lebih lama pada ikan sakit.Oxytetracycline is widely used in the therapeutic and preventive management of bacterial infections in aquaculture. The accurate concentration of drug in the body is important for therapeutic efficacy not only determined by the dose but also the pharmacokinetics of the drug which can be known from its pharmacokinetic parameters. Pharmacokinetic parameters include half-life, maximum concentration, time of maximum concretation, volume distribution, area under the curve (AUC), elimination, and distribution of the drug in both physiological and pathological conditions. This study aimed to determine the pharmacokinetic parameters and withdrawal time of oxytetracycline administered orally to uninfected and infected catfish infected wi","PeriodicalId":112729,"journal":{"name":"Jurnal Riset Akuakultur","volume":"20 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-07-01","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"121740012","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"PERFORMA PERTUMBUHAN IKAN NILA MERAH, Oreochromis niloticus PADA SISTEM BIOFLOK DENGAN FREKUENSI PEMBERIAN PAKAN YANG BERBEDA","authors":"I. Putra, Rusliadi Rusliadi, Niken Ayu Pamukas, Indra Suharman, Heri Masjudi, Novreta Ersyi Darfia","doi":"10.15578/jra.17.1.2022.15-21","DOIUrl":"https://doi.org/10.15578/jra.17.1.2022.15-21","url":null,"abstract":"Ikan nila merupakan ikan budidaya yang disukai oleh masyarakat karena dagingnya yang gurih dan lezat. Untuk peningkatkan produksi ikan nila diperlukan pakan yang cukup, baik kualitas maupun kuantitasnya. Pakan merupakan komponen biaya operasional utama pada budidaya ikan nila yang diperkirakan mencapai 40%-60%. Untuk mengatasi hal tersebut diperlukan teknologi yang dapat menekan biaya operasional dalam sistem budidaya. Tujuan dari penelitian ini adalah mengevaluasi frekuensi pemberian pakan yang berbeda terhadap pertumbuhan dan sintasan ikan nila merah (Oreochromis niloticus) yang dipelihara dengan sistem bioflok. Metode yang diterapkan adalah eksperimen dengan empat perlakuan dan tiga kali ulangan. Perlakuannya adalah frekuensi pemberian pakan pelet yaitu (A) 1 kali/hari, (B) 2 kali/hari, 3 kali/hari, dan 4 kali/hari. Ikan nila ukuran 3,71 ± 0,11 cm dan bobot 4,49 ± 0,021 g dipelihara selama 56 hari dalam bak 100 L dengan padat tebar 16 ekor/bak. Ikan dipelihara dengan teknologi bioflok dan diberikan pakan setiap harinya sebanyak 5%/berat biomasa/hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemeliharaan ikan nila merah pada sistem bioflok dengan frekuensi pemberian pakan yang berbeda berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap performa pertumbuhan, sintasan, dan efisensi pakan. Perlakuan frekuensi pemberiaan pakan 2 kali/hari merupakan perlakuan terbaik menghasilkan pertumbuhan bobot mutlak 23,07 ± 0,89 g; laju pertumbuhan harian 3,23 ± 0,05%; sintasan 91,66 ± 3,60%; dan efisensi pakan 96,73 ± 6,70%.Tilapia (Oreochromis niloticus) is a cultured fish that is favored by the public, because of its delicious meat and high protein content. To increase production, quality, and quantity of feed is needed, feed is the main component in the cultivation system and it is estimated that 40%-60% of the costs incurred in maintaining tilapia are needed. To overcome this, technology is needed that can reduce operational costs in fish culture. The purpose of this study was to evaluate the growth and survival of red tilapia with different feeding frequencies reared with a biofloc system. The research method applied was experimental with four treatments and three replications. The treatment was the frequency of feeding, namely (A) 1 time/day, (B) 2 times/day, 3 times/day, and 4 times/day. Tilapia were reared for 56 days in a 100 L tank with a stocking density of 16 fish/tank. Initial size 3.71 ± 0.11 cm and weight 4.49 ± 0.021. Tilapia are reared with biofloc technology and given daily feed of 5%/weight of biomass/day. The results showed that rearing red tilapia with different feeding frequencies in the biofloc system had a significant effect (P<0.05) on growth performance, survival, and feed efficiency. Treatment B with a frequency of feeding 2 times/day was the best, with absolute growthof 23.07 ± 0.89 g, daily growth rate of 3.23 ± 0.05%, survival rate 91.66 ± 3.60%, and feed efficiency 96.73 ± 6.70%.","PeriodicalId":112729,"journal":{"name":"Jurnal Riset Akuakultur","volume":"24 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-07-01","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"117102485","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"PENGARUH PEMBERIAN RECOMBINANT GROWTH HORMONE (rGH) MELALUI PAKAN DENGAN INTERVAL WAKTU YANG BERBEDA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN SINTASAN BENIH IKAN TAWES (Puntius javanicus)","authors":"Tristiana Yuniarti, Titik Susilowati, Ozan Faozi","doi":"10.15578/jra.17.1.2022.35-46","DOIUrl":"https://doi.org/10.15578/jra.17.1.2022.35-46","url":null,"abstract":"Ikan tawes merupakan jenis ikan air tawar yang mempunyai potensi besar untuk dibudidayakan. Percepatan waktu produksi benih ikan tawes dapat dilakukan dengan merangsang pertumbuhan melalui aplikasi recombinant growth hormone (rGH) dalam pakan. Penentuan interval waktu pemberian pakan yang ditambahkan rGH sangat penting dikarenakan penggunaan interval waktu akan memengaruhi jumlah rGH yang masuk ke dalam tubuh ikan. Interval waktu yang tepat akan memberikan jumlah dosis rGH yang cukup yang dibutuhkan oleh ikan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh interval waktu terbaik pemberian pakan yang ditambahkan rGH terhadap pertumbuhan dan sintasan benih ikan tawes (Puntius sp.). Ikan uji yang digunakan adalah benih ikan tawes ukuran 2,53 ± 0,15 cm dengan bobot 0,19 ± 0,08 g. Percobaan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan empat perlakuan dan tiga ulangan yakni pemberian pakan tanpa rGH (perlakuan A), pemberian pakan rGH setiap hari (perlakuan B), pemberian pakan rGH setiap dua hari (perlakuan C), pemberian pakan rGH setiap tiap hari (perlakuan D). Masing-masing perlakuan terdiri atas tiga ulangan. Dosis hormon rGH dalam pakan adalah 2 mg/kg pakan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaruh pemberian rGH dalam pakan dengan interval waktu yang berbeda berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap total konsumsi pakan (TKP), rasio konversi pakan (FCR), pertumbuhan bobot mutlak dan panjang mutlak, efisiensi pemanfaatan pakan (EPP), dan tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap specific growth rate (SGR), dan tingkat sintasan (SR). Interval waktu terbaik pemberian pakan yang ditambahkan rGH terhadap pertumbuhan dan sintasan benih ikan tawes (Puntius sp.) adalah setiap tiga hari sekali (perlakuan D) yang menghasilkan TKP (105,52 ± 4,32); FCR (1,22 ± 0,05); EPP (79,50 ± 3,88); SGR (4,90 ± 0,39); pertumbuhan bobot mutlak (1,80 ± 0,12); pertumbuhan panjang mutlak (2,68 ± 0,01).Tawes is a potential freshwater aquaculture fish species. Tawes hatchery technology is currently being improved where the production of its juveniles can be accelerated by supplementing recombinant growth hormone (rGH) in the feed. Determining the time of feeding interval of feed supplemented with rGH is pivotal to controlling the amount consumed and thus the expected effects of rGH. This study aimed to determine the effects of feeding time intervals on the growth and survival rate of tawes juvenile feed with rGH supplemented feed. Tawes juveniles with an average length of 2.53 ± 0.15 cm and weight of 0.19 ± 0.08 gram were used in this research. A commercial feed was supplemented with rGH at a dose of 2 mg/kg rGH. The experiment used a completely randomized design (CRD) with four treatments and three replications, namely feeding with feed containing no rGH (treatment A), feeding with feed containing rGH every day (treatment B), feeding with feed containing rGH every two days (treatment C), feeding with feed containing rGH every three days (treatment D). The results showed that","PeriodicalId":112729,"journal":{"name":"Jurnal Riset Akuakultur","volume":"1964 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-07-01","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"131325051","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Didik Ariyanto, S. Suharyanto, F. S. Palimirmo, Yogi Himawan
{"title":"EVALUASI TIGA HIBRIDA IKAN MAS SEBAGAI KANDIDAT VARIETAS BUDIDAYA UNGGUL","authors":"Didik Ariyanto, S. Suharyanto, F. S. Palimirmo, Yogi Himawan","doi":"10.15578/jra.17.1.2022.1-7","DOIUrl":"https://doi.org/10.15578/jra.17.1.2022.1-7","url":null,"abstract":"Dalam rangka memperbaiki kualitas benih ikan mas, telah dilakukan kegiatan persilangan (hibridisasi) dua arah antar lima strain ikan mas, yaitu Majalaya (Mj), Rajadanu (Rj), Sutisna (St), Wildan (Wd) dan Sinyonya (Sy). Dari 25 populasi hasil persilangan, tiga kombinasi persilangan, yaitu St f >< Rj m (St x RJ), Mj f >< St m (Mj x St) dan St f >< Sy m (St x Sy) mempunyai nilai heterosis tertinggi pada karakter panjang dan bobot. Penelitian ini bertujuan mengevaluasi keragaan ketiga populasi hibrida tersebut untuk menentukan ikan mas hibrida terbaik sebagai kandidat strain unggul baru. Evaluasi keragaan populasi ikan mas hibrida dilakukan melalui dua pendekatan, yaitu karakter fenotipik menggunakan uji pertumbuhan dan komposisi warna tubuh serta karakter genotipik menggunakan metode mikrosatelit. Hasil analisis fenotipik menunjukkan bahwa populasi hibrida St x Sy mempunyai laju pertumbuhan panjang dan bobot sebesar 1,03±0,06 %/hari dan 3,03±0,24 %/hari, berbeda nyata dengan populasi hibrida St x Rj sebesar 0,92±0,04 %/hari dan 2,65±0,06 %/hari. Keragaan populasi hibrida St x Sy tersebut tidak berbeda nyata dengan populasi hibrida Mj x St yang mempunyai laju pertumbuhan panjang dan bobot sebesar 0,98±0,03 %/hari dan 2,78±0,08 %/hari. Namun demikian, berdasarkan analisis komposisi warna populasi hibrida Mj x St mempunyai warna tubuh yang seragam sehingga lebih diterima oleh konsumen. Hasil analisis genotipik menunjukkan bahwa ketiga populasi hibrida mempunyai kulitas genetik tidak berbeda nyata. Kualitas genetik yang diindikasikan dengan nilai heterozigositas, polimorfisme dan indeks fiksasi ketiga populasi hibrida, masing-masing berkisar antara 0,21 – 0,22; 0,86 – 0,88 dan 0,75 – 0,8. In order to improve the quality of common carp, hybridization program was carried out through diallel crosses between five common carp strains, namely Majalaya (Mj), Rajadanu (Rj), Sutisna (St), Wildan (Wd) and Sinyonya (Sy). Of the 25 populations obtained from the crosses, the hybrid of St f >< Rj m (St x RJ), f >< St m (Mj x St) and St f >< Sy m (St x Sy) had the highest heterosis of the body length and weight. This study aims to evaluate the performance of these three hybrid populations to determine the best population as a candidate for a new superior strain for common carp culture. Evaluation of the hybrid population was carried out through two approaches. The first is phenotypic characters using growth rate and body color composition tests and the second is genotypic characters using microsatellite methods. The result of the phenotypic analysis showed that the St x Sy population had a growth rate of length and weight of 1.03±0.06%/day and 3.03±0.24%/day, significantly different from that of the St x Rj population of 0.92±0.04%/day and 2.65±0.06%/day. The performance of the St x Sy population was not significantly different from the Mj x St population which had a growth rate of length and weight of 0.98±0.03%/day and 2.78±0.08%/day. However, based on the body colo","PeriodicalId":112729,"journal":{"name":"Jurnal Riset Akuakultur","volume":"76 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-07-01","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"126238045","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"EVALUASI PROGRAM ZERO KARAMBA JARING APUNG (KJA) TERHADAP KUALITAS PERAIRAN SITU GINTUNG BERDASARKAN INDEKS BIOTIK","authors":"Dinda Rama Haribowo, Yayan Mardiansyah Assuyuti, Firdaus Ramadhan, Alfan Farhan Rijaluddin","doi":"10.15578/jra.16.4.2021.231-244","DOIUrl":"https://doi.org/10.15578/jra.16.4.2021.231-244","url":null,"abstract":"Situ Gintung merupakan salah satu perairan yang diaplikasikan program zero karamba jaring apung (KJA) berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 15 Tahun 2018 Tentang Percepatan Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Daerah Aliran Sungai Citarum dengan tujuan dapat memperbaiki kualitas dan nutrien perairan. Tujuan penelitian ini mengevaluasi program zero KJA terhadap kualitas dan status nutrien berdasarkan indeks biotik yaitu plankton dan gastropoda. Pengambilan sampel pada lima stasiun di Situ Gintung setelah diaplikasikannnya program zero KJA. Faktor kimia-fisik yang diukur adalah suhu air, derajat keasaman (pH) air, kecerahan, padatan terlarut total, kekeruhan, dan oksigen terlarut (DO) dengan water quality checker (WQC). Pengujian nitrit dan fosfat dilakukan dengan menggunakan UV-Vis Spektrofotometer. Pengambilan sampel plankton menggunakan metode filtrasi dan gastropoda dengan cara hand collecting pada kuadrat 1 m2. Hasil pengukuran kimia-fisika pada setiap periode secara keseluruhan Situ Gintung masih berada di dalam baku mutu PP. No. 22 Tahun 2021 dengan nilai water quality index (WQI) yang terus mengalami penurunan dari Januari hingga Maret (81,42 menjadi 67,14). Kepadatan fitoplankton mengalami penurunan dari Januari hingga Maret dan kepadatan zooplankton cenderung stabil. Komposisi sebaran fitoplankton secara umum didominasi oleh kelompok Cyanobacteria, Bacillariophyceae, dan Chlorophyceae. Komposisi sebaran zooplankton didominasi oleh Brachionus sp., Daphnia sp., dan Nauplius sp. Nilai keanekaragaman (H’) untuk plankton dan gastropoda berada dalam kategori sedang (10,5), dan nilai dominansi (C) yang menunjukkan tidak adanya dominansi (C<0,5). Nilai indeks saprobik dan indeks diatom menunjukan Situ Gintung dalam keadaan tercemar sedang dengan status nutrien mesotrofik-eutrofik.Situ Gintung is one of the reservoirs in which a zero floating net cages (FNC) program has been applied according to the Presidential Regulation Number 15 of 2018 concerning the Acceleration of Pollution Control and Damage to the Citarum River Basin with a purpose to improve the quality and nutrients of the river. The purpose of this study was to evaluate the water quality and nutrient status in Gintung Reservoir based on biotic index post implementation of the zero FNC program in the reservoir. Sampling activities were carried out in five stations within Gintung Reservoir post implementation of the zero FNC program. In-situ chemical-physical factors measured were water temperature, degree of acidity (pH) of water, brightness, total dissolved solids (TDS), turbidity (turbidity), and oxygen content (DO) using water quality checker equipment. Nitrite and phosphate testing were done ex-situ using a UV-Vis Spectrophotometer. Plankton samples were collected using filtration method. Gastropod samples were collected by hand using a quadran of 1 m2. Results of the chemical-physical measurements showed that water quality of Gintung Reservoir is still within the quality standard o","PeriodicalId":112729,"journal":{"name":"Jurnal Riset Akuakultur","volume":"75 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-05-25","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"132489327","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"SALURAN PENCERNAAN UDANG JERBUNG, Penaeus merguiensis","authors":"Diki Mulianto, Widyowati Mukti Widyowati, Hendra Raharja, Anis Zubaidah","doi":"10.15578/jra.16.4.2021.221-229","DOIUrl":"https://doi.org/10.15578/jra.16.4.2021.221-229","url":null,"abstract":"Upaya untuk meningkatkan pemanfaatan protein dalam pakan dapat dilakukan dengan penambahan bakteri proteolitik. Penelitian ini bertujuan untuk skrining bakteri proteolitik pada saluran pencernaan udang Jerbung (Penaeus merguiensis) sebagai kandidat probotik. Skrining bakteri dilakukan dengan mengisolasi bakteri dari saluran pencernaan udang yang diperoleh dari tangkapan nelayan di pesisir pantai Pasuruan, Jawa Timur. Dari hasil isolasi diperoleh lebih dari 30 koloni yang tumbuh pada media, selanjutnya dipilih lima isolat yang dengan karakteristik morfologi yang berbeda. Lima isolat terpilih selanjutnya diuji aktivitas proteolitiknya pada media skim milk agar (SMA). Hasil penelitian menunjukkan aktivitas proteolitik terbesar pada isolat UD-1 dengan nilai aktivitas proteolitik sebesar 2,49 ± 0,9 cm; UD-2 sebesar 2,33± 0,24 cm; UD-3 sebesar 1,85 ± 0,07 cm; UD-4 sebesar 1,11 ± 0,43 cm; dan UD-5 sebesar 1,36 ± 0,07 cm. Tiga isolat dengan nilai aktivitas proteolitik tertinggi kemudian diuji pewarnaan gram, uji ketahanan terhadap kondisi asam (pH 3), uji penempelan bakteri, uji antagonistik terhadap bakteri Vibrio harveyi, uji patogenitas dan pengamatan pertumbuhan bakteri. Hasil uji pewarnaan gram dengan hasil gram positif pada ketiga isolat. Ketiga isolat mampu bertahan hidup pada kondisi asam (pH 3) selama delapan jam dengan nilai kepadatan (OD ë 620 nm) pada isolat tertinggi UD-1 (0,875). Uji antagonistic menunjukkan isolat UD-1, UD-2, dan UD-3 mampu menghambat pertumbuhan bakteri Vibrio harveyi dengan membentuk zona hambat di sekeliling isolat. Nilai antagonistik tertinggi pada isolat UD-1 sebesar 12,3 mm. Uji patogenitas yang dilakukan menunjukkan bahwa isolat tidak bersifat patogen pada udang budidaya. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa isolat (UD-1, UD-2, dan UD3) yang diisolasi dari saluran pencernaan udang termasuk bakteri proteolitik dan memenuhi syarat sebagai bakteri kandidat probiotik.Efforts to increase the utilization of protein in feed can be made by adding proteolytic bacteria. This study aimed to screen proteolytic bacteria in the digestive tract of Banana shrimp (Penaeus merguiensis) as probiotic candidates. The bacterial screening was carried out by isolating bacteria from the digestive tract of shrimp obtained from fishermen’s catch on the coast of Pasuruan, East Java. From the isolation results, more than 30 colonies grew on the media, then five isolates were selected with different morphological characteristics. The five selected isolates were then tested for their proteolytic activity on Skim Milk Agar (SMA) media. The results showed the most excellent proteolytic activity in isolate UD-1 with a proteolytic activity value of 2.49 ± 0.9 cm; UD-2 is 2.33 ± 0.24 cm; UD-3 is 1.85 ± 0.07 cm; UD-4 is 1.11 ± 0.43 cm; and UD-5 is 1.36 ± 0.07 cm. The three isolates with the highest proteolytic activity values were tested for gram-positive staining, acid resistance test (pH 3), bacterial attachment test, antagonistic tes","PeriodicalId":112729,"journal":{"name":"Jurnal Riset Akuakultur","volume":"5 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-05-25","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"116890036","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"KERAGAMAN JENIS IKAN HIAS DAN KONDISI PERAIRAN DI KESATUAN HIDROLOGIS GAMBUT SUNGAI MEMPAWAH-SUNGAI DURI, KALIMANTAN BARAT","authors":"Muhamad Yamin Paada, Tutik Kadarini, Rendy Ginanjar, Ofri Johan, M.Kamal Zamroni, Siti Zuhriyah, I. Ardi","doi":"10.15578/jra.16.4.2021.245-253","DOIUrl":"https://doi.org/10.15578/jra.16.4.2021.245-253","url":null,"abstract":"Perairan rawa gambut menyimpan potensi ikan hias yang unik dengan keragaman jenis yang berbeda dibanding ikan yang hidup di perairan air tawar lainnya. Karena terbiasa hidup pada kondisi fisik kimia air yang tidak biasa, menyebabkan banyak jenis ikan hias dari perairan rawa gambut belum dapat dipijahkan dan masih mengandalkan penangkapan dari alam. Di sisi lain, kelestarian beberapa jenis ikan hias rawa gambut menjadi terancam karena banyak yang dikonversi seperti Kesatuan Hidrologis Gambut (KHG) Sungai Mempawah-Sungai Duri di Kabupaten Mempawah, Kalimantan Barat. Kegiatan ini bertujuan untuk mengetahui jenis ikan hias dan karakteristik habitat di KHG Sungai Mempawah-Sungai Duri, Kabupaten Mempawah, Kalimantan Barat. Informasi yang didapat akan menjadi dasar untuk melakukan rekayasa lingkungan dalam adaptasi dan domestikasi ikan dari perairan lahan gambut. Penelitian dilakukan pada saluran irigasi buatan yang terdapat di lahan perkebunan sawit di daerah Sebukit dan Sawit. Penangkapan dilakukan menggunakan jaring, pancing, bubu, dan seser yang diberi umpan pakan pelet. Namun hanya seser dan bubu yang menghasilkan tangkapan ikan. Dari hasil uji coba penangkapan dan penjeratan diperoleh ikan hias di antaranya Puntius rhomboocellatus, Rasbora trilineata, Desmopuntius johorensis (Duncker, 1904), Rasbora dorsiocellata, sepat (Trichogaster sp.), dan Rasbora cephalotaenia. Karakteristik perairan di wilayah tersebut di antaranya kecepatan aliran sangat lambat (tergenang), pH asam (pH 3-4), kelarutan oksigen sedang (2-3 mg/L), dan berwarna merah hitam seperti teh dengan kecerahan sekitar 20 cm. Di bagian pinggir perairan terdapat rumput-rumputan yang hidup menjorok ke perairan dan menjadi habitat ikan. Hasil penelitian ini menggambarkan bahwa keragaman ikan di daerah ini cukup rendah dan didominasi Puntius rhomboocellatus dan Rasbora cephalotaenia.Peat swamp waters (black water) usually have diverse, unique, and attractive fish species, which often have the potential as ornamental fish. However, due to the uniqueness and adaptation to the water quality condition, black water fishes’ culture, and breeding technology have not yet been fully understood, resulting in reliance on wild capture. On the other side, many of the peat swamp areas were converted to palm plantations such as Peatland Hydrology Unitary (KHG) Mempawah River-Duri River, West Kalimantan. This study aimed to build a biodiversity inventory of ornamental fish species and their habitat characteristics in the peat waters of Peatland Hydrological Unit (KHG) of Mempawah River-Duri River, West Kalimantan. The information obtained serves as baseline information for environmental engineering to adapt and domesticate ornamental black water fishes. The study was conducted in two irrigation channels located on oil palm plantations of the Sebukit and Anjongan-Sawit. These locations are on peat swamps areas and were once a habitat for different black water fishes. The fish samples were caught by hand net,","PeriodicalId":112729,"journal":{"name":"Jurnal Riset Akuakultur","volume":"582 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-05-25","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"134140304","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"ANALISIS PERMODELAN DINAMIS KELIMPAHAN BAKTERI Vibrio sp. PADA BUDIDAYA UDANG VANAME, Litopenaeus vannamei","authors":"H. Ariadi, Tholibah Mujtahidah","doi":"10.15578/jra.16.4.2021.255-262","DOIUrl":"https://doi.org/10.15578/jra.16.4.2021.255-262","url":null,"abstract":"Vibrio sp. adalah jenis bakteri patogen yang banyak ditemui pada tambak budidaya udang. Spesies bakteri ini banyak menyerang udang vaname hingga menimbulkan mortalitas. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengestimasi dinamika kelimpahan bakteri Vibrio sp. pada tambak budidaya udang vaname, Litopenaeus vannamei berdasarkan analisis permodelan dinamis. Penelitian ini dilakukan pada lima petakan tambak budidaya udang vaname berukuran 2.000 m2 selama 30 hari pada masa awal pemeliharaan, dengan indikator kelimpahan bakteri Vibrio sp., total bakteri, serta parameter kualitas air sebagai data variabel pengamatan. Data dianalisis dengan menggunakan software Stella ver.12. Berdasarkan hasil pengamatan, menunjukkan bahwa tingkat kelimpahan Vibrio sp. dipetakan tambak sebanyak 6,1 x 101 CFU/mL; dan total bakteri 1,421 x 103 CFU/mL. Kemudian untuk parameter kualitas air budidaya masih cukup baik dengan rata-rata nilai pH 8,0 ± 0,12; salinitas 27 ± 0,15 ppt; oksigen terlarut 5,85 ± 1,17 mg/L; suhu 28,79 ± 0,25°C; TAN 1 ± 3,35 mg/L; bahan organik 104,28 ± 5,43 mg/L. Selain itu, fluktuasi Vibrio sp. memiliki pola yang mirip dengan total kelimpahan bakteri, tetapi dengan nilai fluktuasi yang berlawanan. Selanjutnya, dari estimasi permodelan dinamis kelimpahan bakteri Vibrio sp. berlangsung secara dinamis dengan titik kelimpahan tertinggi sebanyak 4 x 103 CFU/mL mengikuti pengaruh dari aktivitas metabolisme dan tingkat adaptasi terhadap kondisi lingkungan. Berdasarkan causal loop model digambarkan faktor limbah dan nutrien adalah faktor yang memengaruhi tingkat metabolisme, serta kelimpahan bakteri di perairan. Nampaknya, tingkat kelimpahan bakteri Vibrio sp. pada tambak budidaya udang vaname, L. vannamei yang diestimasi memiliki fluktuasi yang dinamis mengikuti pola tingkat metabolisme biologis bakteri itu sendiri, serta kondisi lingkungan sekitar, yang memungkinkan tingkat infeksi bakteri ini akan menjadi semakin oportunis seiring dengan lamanya siklus budidaya udang.Vibrio sp. is a group of pathogenic bacteria commonly found in shrimp culture ponds. These bacteria could infect and cause mass mortality in cultured vaname shrimp. The purpose of this study was to estimate the abundance dynamics of Vibrio sp. in culture ponds of vaname shrimp (L. vannamei) based on dynamic modeling analysis. The measurement was conducted on five vaname shrimp ponds, each sized 2,000 m2 starting from the beginning until 30 days of rearing. The measured parameters were the abundance of Vibrio sp., total bacterial and water quality parameters. The data were analyzed using Stella ver.12 software. The observation revealed that the abundance of Vibrio sp. and total bacterial count in the ponds were 6.1 x 101 CFU/mL and 1.421 x 103 CFU/mL, respectively. The variations of water quality parameters were considered good with the average pH value of 8.0 ± 0.12, salinity of 27 ± 0.15 ppt, dissolved oxygen of 5.85 ± 1.17 mg/L, temperature of 28.79 ± 0.25°C, TAN of 1 ± 3.35mg/L, and organic","PeriodicalId":112729,"journal":{"name":"Jurnal Riset Akuakultur","volume":"18 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-05-25","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"132790173","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Didik Ariyanto, Yogi Himawan, F. S. Palimirmo, S. Suharyanto
{"title":"PEMBENTUKAN POPULASI DASAR SINTETIS IKAN MAS UNTUK PROGRAM SELEKSI","authors":"Didik Ariyanto, Yogi Himawan, F. S. Palimirmo, S. Suharyanto","doi":"10.15578/jra.16.3.2021.145-153","DOIUrl":"https://doi.org/10.15578/jra.16.3.2021.145-153","url":null,"abstract":"Upaya meningkatkan performa budidaya ikan mas dapat dilakukan melalui seleksi. Salah satu faktor keberhasilan program seleksi adalah tingkat keragaman genetik yang tinggi pada populasi bahan seleksi. Penelitian ini bertujuan membentuk dan mengevaluasi keragaan populasi dasar (F-0) ikan mas sebagai populasi awal dalam kegiatan seleksi. Materi kegiatan ini adalah populasi sintetis yang merupakan penggabungan lima strain ikan mas, yakni Majalaya, Rajadanu, Sutisna, Wildan, dan Sinyonya. Pembentukan populasi dasar (F-0) dilakukan menggunakan metode seleksi berdasarkan indeks individu dari empat karakter fenotipik, yakni panjang, tebal, tinggi, dan bobot. Masing-masing karakter diberi nilai 1:1:1:2. Titik cut-off seleksi populasi dasar (F-0) sebesar 60%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa populasi F-0 ikan mas yang dibentuk terdiri atas individu hasil seleksi sebanyak 1.662 ekor, dengan komposisi 723 jantan dan 939 betina. Populasi dasar (F-0) sintetis hasil seleksi tersebut mempunyai keragaman genetik lebar karena diperoleh dari 25 populasi hasil persilangan dalam proporsi yang berbeda-beda. Kontribusi genetik paling besar dalam pembentukan populasi F-0 tersebut diberikan oleh strain Sutisna (22,55%) diikuti Majalaya (21,52%), Rajadanu (20,84%), Wildan (18,33%), dan Sinyonya (16,75%). Tingginya tingkat keragaman genetik populasi dasar ini berpotensi besar dalam keberhasilan kegiatan pemuliaan ikan mas khususnya melalui program seleksi.Improvement on phenotipic characters in common carp culture can be achieved through selection. In order to achive that goal, A base population (F-0) must be initially formed. This study aimed to establish and evaluate the performance of base populations (F-0) common carp. The synthetic populations had been created which were the combinations of five common carp strains, namely Majalaya, Rajadanu, Sutisna, Wildan, and Sinyonya. These common carp base populations (F-0) were created through a selection based on the individual index of four phenotypic characters, i.e. length, thickness, height and weight, which scored 1:1:1:2, respectively. The selection cut-off in this program was 60%. The results showed that the base populations (F-0) of common carp formed from 1,662 selected fish consisted of 723 males and 939 females. These F-0 populations have wide genetic diversity as the crossing results of 25 populations with different proportions. The Sutisna strain (22.55%) had the most genetic contribution in the formation of the F-0 populationss followed by Majalaya (21.52%), Rajadanu (20.84%), Wildan (18.33%), and Sinyonya (16.75%). High level of genetic variation in this base population has great potential in the success of common carp breeding activities, especially trough selection program.","PeriodicalId":112729,"journal":{"name":"Jurnal Riset Akuakultur","volume":"2 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-01-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"130398429","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}