DiHPub Date : 2020-01-24DOI: 10.30996/dih.v16i1.2728
Sultoni Fikri, Syofyan Hadi
{"title":"OMBUDSMAN: STUDI PERBANDINGAN HUKUM ANTARA INDONESIA DENGAN DENMARK","authors":"Sultoni Fikri, Syofyan Hadi","doi":"10.30996/dih.v16i1.2728","DOIUrl":"https://doi.org/10.30996/dih.v16i1.2728","url":null,"abstract":"The Ombudsman as a state institution has the duty to oversee the administration of the state, particularly in public services in order to realize good governance. Therefore the institution is demanded to be independent and impartial to other state institutions. In addition, the presence of the Ombudsman becomes a manifestation of legal protection for the community in the event of maladmnistration conducted by the apparatus/state officials in using their authority. The birth of the Ombudsman is inseparable from history in Scandinavian countries, including in Denmark. The Danish Ombudsman, known as the Folketingets Ombudsmand, has become one of the most important institutions in the state system there. While in Indonesia, its position has received less attention. This difference makes the writer interested to compare it. The approach used in this paper uses a micro-type body of norm approach, which is a legal comparison that uses the Act as the basis for comparison, which is used is Act Number 37 of 2008 concerning the Ombudsman of the Republic of Indonesia compared to the Danish Ombudsman Act. Whereas the legal comparison method uses analytical method. The result of this research is to reconstruct the law in Law Number 37 Year 2008 concerning the Ombudsman of the Republic of Indonesia by adopting from what is in the Danish Ombudsman Act. the hope is that the existence of ORI is so respected and recommendations from ORI are not merely morally binding but are legally binding.Ombudsman sebagai lembaga negara yang memiliki tugas untuk mengawasi dari penyelenggaraan negara, khususnya pada pelayanan publik agar terwujudnya good governence. Oleh karena itu lembaga tersebut dituntut untuk bersifat independen dan tidak memihak kepada lembaga negara lainnya. Selain itu hadirnya Ombudsman menjadi suatu perwujudan perlindungan hukum bagi masyarakat apabila terjadi maladmnistrasi yang dilakukan oleh aparatur/pejabat negara dalam menggunakan kewenangannya. Lahirnya Ombudsman tidak lepas dari sejarah di negara Skandinavia, termasuk di Denmark. Kedudukan Ombudsman Denmark atau dikenal sebagai Folketingets Ombudsmand, lembaga tersebut menjadi salah satu lembaga penting dalam sistem ketatanegaraan disana. Sedangkan di Indonesia keududukannya kurang mendapat perhatian. Perbedaan inilah yang membuat penulis tertarik untuk membandingkannya. Pendekatan yang digunakan dalam penulisan ini menggunakan pendekatan mikro jenis bodies of norm, yaitu perbandingan hukum yang menggunakan Undang-Undang sebagai dasar untuk melakukan perbandingan, yang dipakai adalah Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia dibandingkan dengan The Ombudsman Act Denmark. Sedangkan untuk metode perbandingan hukum menggunakan analytical method. Hasil dari penelitian ini adalah untuk dilakukan rekonstruksi hukum pada Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia dengan mengadopsi dari apa yang ada di The Ombudsman Act Denmark. harapannya adalah eks","PeriodicalId":52801,"journal":{"name":"DiH","volume":null,"pages":null},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-01-24","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"47774248","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
DiHPub Date : 2020-01-20DOI: 10.30996/DIH.V16I2.3962
DiH Jurnal Ilmu Hukum
{"title":"REDAKSI DAN DAFTAR ISI","authors":"DiH Jurnal Ilmu Hukum","doi":"10.30996/DIH.V16I2.3962","DOIUrl":"https://doi.org/10.30996/DIH.V16I2.3962","url":null,"abstract":"<jats:p>-</jats:p>","PeriodicalId":52801,"journal":{"name":"DiH","volume":null,"pages":null},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-01-20","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"43906043","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
DiHPub Date : 2019-07-11DOI: 10.30996/DIH.V15I2.2589
Inez Devina Clarisa, Margareta Sevilla Rosa Angelin
{"title":"Unstable Constitutionalism:Law and Politics in South Asia","authors":"Inez Devina Clarisa, Margareta Sevilla Rosa Angelin","doi":"10.30996/DIH.V15I2.2589","DOIUrl":"https://doi.org/10.30996/DIH.V15I2.2589","url":null,"abstract":"The character of South Asian constitutionalism is desribed by unstable constitutionalism. Unstable constitusionalism refers to a phenomenon in which all participants in national politics appear to be sincerely committed to the idea of constitusionalism – if not always a fully liberal constitutionalism, then certainly one that hopes to establish reasonably permanent institusions with the capacity to address issues of daily governance – yet they stuggle to settle on a stable institutional structure embodying a form of constitutionalism appropriate to their nation. The design issues are significant; a unitary national government, symmetrical or asymmetrical federalism, confederation, and more.","PeriodicalId":52801,"journal":{"name":"DiH","volume":null,"pages":null},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-07-11","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"48435348","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
DiHPub Date : 2019-07-11DOI: 10.30996/DIH.V15I2.2549
Slamet Suhartono
{"title":"HUKUM POSITIF PROBLEMATIK PENERAPAN DAN SOLUSI TEORITIKNYA","authors":"Slamet Suhartono","doi":"10.30996/DIH.V15I2.2549","DOIUrl":"https://doi.org/10.30996/DIH.V15I2.2549","url":null,"abstract":"Terminologi hukum positif sering digunakan secara bergantian dengan terminologi hukum yang berlaku saat ini. Namun menyamartikan hukum positif dengan hukum yang berlaku saat ini dirasa kurang tepat, sebab masing-masing terminologi memiliki pengertian yang berbeda. Hukum positif adalah hukum yang ditetapkan oleh kekuasaan yang memiliki otoritas membentuk hukum. Hukum positif menghendaki adanya formalitas tertentu, sedangkan hukum yang berlaku saat ini lebih luas pengertiannya, karena didalamnya termasuk juga hukum positif, dan hukum yang tidak dipositifkan, seperti hukum adat dan hukum kebiasaan. Dalam penerapan hukum positif sering ditemukan adanya kekosongan norma, ketidakjelasan norma (norma samar), konflik norma, dan adakalanya norma-nor-ma yang sudah usang. Norma-norma demikian dapat menimbulkan diskresi yang dapat memicu pe-nyalahgunaan wewenang bagi pengambil keputusan. Masing-masing problem penerapan norma ter-sebut telah disediakan metode penyelesaian teoritiknya.","PeriodicalId":52801,"journal":{"name":"DiH","volume":null,"pages":null},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-07-11","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"45786273","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
DiHPub Date : 2019-07-11DOI: 10.30996/DIH.V15I2.2430
Teguh Prasetyo, J. Kameo
{"title":"PERADILAN HAK ASASI MANUSIA: SUATU PERSPEKTIF MENURUT JURISPRUDENCE KEADILAN BERMARTABAT","authors":"Teguh Prasetyo, J. Kameo","doi":"10.30996/DIH.V15I2.2430","DOIUrl":"https://doi.org/10.30996/DIH.V15I2.2430","url":null,"abstract":"Mungkin ada cukup banyak di antara warga masyarakat yang kurang menyadari, bahwa sesungguhnya telah tersedia suatu mekanisme penyelesaian perkara pelanggaran HAM dalam Sistem Hukum Pancasila. Demikianlah antara lain, latar belakang issue yang mendorong penulisan ini. Agar dapat digambarkan mengenai hukum acara peradilan HAM dimaksud, dibuatlah suatu penelitian hukum normatif yang sederhana. Penelitian seperti itu diinspirasi pemikiran dalam jurisprudence Keadilan Bermartabat atau teori Keadilan Bermartabat atau filsafat hukum Keadilan Bermartabat yang berpegang kepada postulat bahwa apabila orang mau mencari hukunya, dalam hal ini yaitu hukum yang mengatur tentang mekanisme peradilan HAM, maka hal itu harus dicari di dalam jiwa bangsa (Volksgeist) dari jurisdiksi itu. Jiwa bangsa dimaksud memanifestasikan diri dalam dua sumber utama, yaitu peraturan perundang-undangan yang berlaku dan putusan-putusan pengadilan. Dalam penelitian ini, untuk menemukan hukumnya mengenai mekanisme penanganan perkara pelanggaran HAM hanya dicari dalam peraturan perudanng-undangan yang berlaku, berhubung hingga saat ini, belum ada putusan pengadilan, karena belum pernah dilaksanakan peradilan yang memeriksa mengenai objek sengketa peradilan HAM di Indonesia.","PeriodicalId":52801,"journal":{"name":"DiH","volume":null,"pages":null},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-07-11","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"42676260","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
DiHPub Date : 2019-07-11DOI: 10.30996/DIH.V15I2.2407
Krisnadi Nasution
{"title":"PENGGUNAAN KETERANGAN PERUSAHAAN DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI","authors":"Krisnadi Nasution","doi":"10.30996/DIH.V15I2.2407","DOIUrl":"https://doi.org/10.30996/DIH.V15I2.2407","url":null,"abstract":"Korupsi merupakan salah satu permasalahan di Indonesia yang menjadi perhatian serius oleh pemerintah, dalam perkembangannya korupsi tidak hanya melibatkan subyek orang perseorangan namun juga melibatkan korporasi. Perkembangan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh korporasi tidak diikuti dengan perkembangan aturan hukum yang mengatur tentang hukum formil dan materiilnya. Hal tersebut membuat Mahkamah Agung menerbitkan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 13 Tahun 2016 tentang Tata cara penanganan tindak pidana oleh Korporasi guna mengisi kekosongan hukum dalam bidang hukum acara tindak pidana yang dilakukan oleh korporasi, yang mana dalam salah satu pasalnya memuat keterangan korporasi sebagai alat bukti yang sah, pengakuan keterangan korporasi sebagai alat bukti yang sah menimbulkan permasalahan mengenai kedudukan dan keabsahan alat bukti tersebut, apakah keterangan korporasi tersebut merupakan alat bukti yang berdiri sendiri, dan sejauhmanakah kekuatan pembuktiannya dalam proses pembuktian di persidangan. Penulisan jurnal ilmiah ini bertujuan untuk menganalisis kedudukan keterangan korporasi sebagai alat bukti dalam tindak pidana korupsi, dan kedua menganalisis keabsahan keterangan korporasi dalam tindak pidana korupsi di Indonesia.","PeriodicalId":52801,"journal":{"name":"DiH","volume":null,"pages":null},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-07-11","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"49299717","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
DiHPub Date : 2019-07-11DOI: 10.30996/DIH.V15I2.2466
Tomy Michael
{"title":"TOURISM LAW (STUDY ON THE DUTCH CEMETRY IN PENELEH SURABAYA)","authors":"Tomy Michael","doi":"10.30996/DIH.V15I2.2466","DOIUrl":"https://doi.org/10.30996/DIH.V15I2.2466","url":null,"abstract":"A law is said to be good if the law goes according to its function. By all means is to implement the law in law science. The application of the law is a state characteristic of the law in which the application will be achieved legal objectives consisting of legal justice, legal certainty and legal benefit. Starting from this, the development of tourism in Indonesia, especially in the Dutch cemetry in Peneleh Surabaya does not comply with Act No. 10-2009. This development is also influenced by human resources in this case the government of Surabaya is less concerned about the existence of the Dutch cemetry in Peneleh Surabaya. By doing empirism Research, the results are still low desire of Surabaya city government because the location is not located in the city center","PeriodicalId":52801,"journal":{"name":"DiH","volume":null,"pages":null},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-07-11","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"46944336","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
DiHPub Date : 2019-07-11DOI: 10.30996/DIH.V15I2.2508
I. N. Lestawi, I. M. Subawa, D. Bunga
{"title":"PEMBERIAN NAMA ADAT DALAM HUKUM PERKAWINAN ADAT DI DESA JULAH KECAMATAN TEJAKULA KABUPATEN BULELENG","authors":"I. N. Lestawi, I. M. Subawa, D. Bunga","doi":"10.30996/DIH.V15I2.2508","DOIUrl":"https://doi.org/10.30996/DIH.V15I2.2508","url":null,"abstract":"Perkawinan dalam tradisi masyarakat Hindu di Bali merupakan suatu proses yang sakral dengan melibatkan unsur spiritual dan material. Di Desa Julah Kecamatan Tejakula Kabupaten Buleleng merupakan salah satu desa tua atau Desa Bali Aga yang memiliki tradisi unik dalam pemberian nama adat pada upacara perkawinan yang berlangsung bagi warga masyarakatnya. Bila sebelumnya identitas nama dalam sistem perkawinan mengacu pada sistem kasta yang menyebabkan adanya istilah jro dan pati wangi, namun di Desa Julah pasangan yang melangsungkan perkawinan diberikan identitas nama adat yang digunakan khusus sebagai nama yang tersurat dalam lingkungan Desa Julah. Dalam penelitian ini ada dua permasalahan yang akan dikaji yakni Faktor apa yang menjadi pendorong pemberian nama adat dalam upacara perkawinan masyarakat Hindu di Desa Julah, Kecamatan Tejakula, Kabupaten Buleleng?Apa makna yang terkandung dari pemberian nama adat dalam upacara perkawinan masyarakat Hindu di Desa Julah, Kecamatan Tejakula, Kabupaten Buleleng? Penelitian tentang identitas nama adat di Desa Julah ini, merupakan penelitian lapangan. Dilihat dari jenis dan ruanglingkup masalah yang telah diuraikan pada latar belakang masalah, pendekatan yang digunakan adalah pendekatan Hukum Hindu. Faktor pendorong pemberian nama adat di Desa Julah adalah dipengaruhi oleh tiga hal, yakni faktor nilai-nilai budaya, faktor sistem religi, dan faktor sosial. Secara nilai-nilai budaya, pemberian nama adat ini merupakan sebuah kearifan lokal yang sudah diwarisi secara turun-temurun. Faktor sistem religi dalam kepercayaan masyarakat Julah, adanya sebuah konsepsi yakni pewarisan budaya memiliki supra natural power yang dapat mempengaruhi kehidupannya secara sekala dan niskala. Secara sosial adanya nilai solidaritas dan penyamabraya sebagai sebuah nilai luhur maysarakat Julah dalam menghargai, menghormati, dan menjalankan tradisi leluhur agar tetap dapat dijumpai sepanjang zaman. Makna yang terkandung dalam pemberian nama adat di Desa Julah adalah makna pembertahanan kearifan lokal, makna sosioreligius, makna penguatan identitas adat, makna penyetaraan status sosial, makna pemba-ngunan modal simbolik.","PeriodicalId":52801,"journal":{"name":"DiH","volume":null,"pages":null},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-07-11","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"45317562","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
DiHPub Date : 2019-07-11DOI: 10.30996/DIH.V15I2.2527
Nurmin K Martam
{"title":"EXECUTIVE IMPLEMENTATION BY DEBT COLLECTOR AGAINST FIDUSIAN OBJECT GUARANTEE","authors":"Nurmin K Martam","doi":"10.30996/DIH.V15I2.2527","DOIUrl":"https://doi.org/10.30996/DIH.V15I2.2527","url":null,"abstract":"Multi - finance institutions in Indonesia are better if the indicator is the number of consumer finance in Indonesia in the last few years. The growth of consumer financing can be seen from all the convenience given by the multi finance. The factor that dominates the forced withdrawal of Fiduciary Guarantee is the existence of problem loans. This problem is al most certainly experienced by any consumer financing institution. The problems discussed in this research are about how the implementation of execution of fiduciary guarantee in the settlement credit toward four wheels (car) The formulation of problems related to with the withdrawal of vehicles accompanied by violence that is: How about the collection of arrangement or confiscation of a motor vehicle that carried out by debt collector against a debtor non-performing loans, Do factors for the act of violence carried out by debt collector, How a settlement effort the act of violence carried out by debt collector in terms of the aspect of criminal law. This research is classified as the kind of research juridical normative , study legislation as criminal code and civil law, Regulation president of the Republic Indonesia No. 9 of 2009 about Funding Institution, the act of No. 42 of 1999 about Fiduciary Security, Minister of Finance Regulation No. 130/PMK.010/2012 about Registration Fiduciary for Financing Company, this research also is study case that is focus self intensively on an object particular and learn that as a case. Arrangement about the collection of vehicles stipulated in a financing with fiduciary security contained in the act of fiduciary security number 42 of 1999 And also minister of finance regulation No 130/PMK. 010/2012","PeriodicalId":52801,"journal":{"name":"DiH","volume":null,"pages":null},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-07-11","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"47354247","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
DiHPub Date : 2019-07-11DOI: 10.30996/DIH.V15I2.2473
Evi Kongres
{"title":"PERAN SHIPBROKER DALAM SALE AND PURCHASE Of SECOND HAND VESSEL","authors":"Evi Kongres","doi":"10.30996/DIH.V15I2.2473","DOIUrl":"https://doi.org/10.30996/DIH.V15I2.2473","url":null,"abstract":"Proses jual beli second-hand vessel tidak dapat dengan mudah dilakukan oleh para pihak tanpa adanya bantuan dari pihak perantara kapal yaitu shipbrokers. Shipbroker menjadi penghubung (liason) antara kedua belah pihak dan berusaha untuk memenuhi keinginan para pihak dengan mendapatkan fee dari keberhasilan transaksi tersebut. Shipbroker tidak hanya berperan sebagai perantara antara penjual dan pembeli dan membantu mempertemukan keinginan para pihak tetapi juga turut membantu dalam penggunaan sale form terutama bagi pihak pembeli dari Indonesia yang awam terhadap sale form kapal. Tipe penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dengan pendekatan Undang-undang dan konseptual. Kedudukan shipbroker adalah sebagai perantara yang menghubungkan para pihak dalam transaksi second-hand vessel. Hubungan antara para pihak dengan shipbroker didasarkan pada kuasa yang tidak selalu dilakukan secara tertulis sehingga dalam hubungan ini lebih ditekankan kepada itikad baik dan fiduciary duty. Usaha jasa yang dilakukan oleh shipbrokers harus mendapatkan pengaturan lebih jauh karena dalam UU Pelayaran hanya diatur mengenai kegiatan usaha sedangkan pada PP No 20/2010 hanya mengatur mengenai tata cara memperoleh izin usaha yang sama dengan kegiatan usaha lainnya di bidang pelayaran seperti usaha keaganenan kapal. Shipbrokers sebagai pihak yang turut memahami kontrak harus memberikan masukan kepada pihak pembeli untuk dapat menentukan form (kelebihan dan kekurangan) yang akan digunakan. Para pihak khususnya pembeli juga harus mencari shipbroker yang memiliki reputasi yang tinggi, pengalaman, keahlian, kemampuan bahasa asing yang baik dan lain sebagainya.","PeriodicalId":52801,"journal":{"name":"DiH","volume":null,"pages":null},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-07-11","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"41349873","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}