{"title":"Tradisi Pesantren dan Kosmopolitanisme Islam di Masyarakat Pesisir Utara Jawa","authors":"S. Hadi","doi":"10.47776/mjprs.002.01.06","DOIUrl":"https://doi.org/10.47776/mjprs.002.01.06","url":null,"abstract":"\u0000 \u0000 \u0000Penelitian ini bertujuan menjelaskan wajah Islam yang bercorak kosmopolitan dan eksistensi pondok pesantren yang terkait pelestarian tradisi-tradisi Islam di masyarakat pesisir. Implementasi nilai-nilai dan ajaran Islam yang toleran terhadap budaya dan kearifan lokal, tentu menjadi perhatian utama pesantren dalam membangun kohesivitas sosialnya. Penelitian sosial ini menggunakan metode kualitatif dengan paradigma konstruktivisme. Penggalian data dilakukan melalui wawancara mendalam ditambah review dokumen atau kajian literatur yang terkait dengan obyek penelitian. Hasil penelitian menunjukkan, bahwa tradisi pesantren telah mengakar kuat di lingkungan masyarakat pesisir utara Jawa seperti upacara Pangwiwahan, Muludan, Manaqiban dan ritual pembacaan Tahlil/Yasin dan Shalawatan yang justru mendominasi dalam upacara adat Slametan atau Kenduren (tradisi lokal). Tradisi tersebut nampak dipengaruhi karakteristik Islam kosmopolitan yang sudah lama berkembang di masyarakat pesisir Jawa, lebih-lebih di lingkungan kota bandar. Budaya kosmopolitanisme dicirikan oleh suasana komunikasi yang cair, terbuka dengan pihak luar dan keramhtamahan. Dan pada perkembangnya waktak kosmopolitanisme ini juga membentuk formasi sosial yang majemuk dalam pemukiman kota, di mana satu sama lain saling menghargai dan memegang kesamaan nilai, saling tepo selira. Terbentuknya corak serta karakter masyarakat demikian tak luput karena pengaruh budaya bandar. Bahwa bandar dan pelabuhan tidak semata tempat pertukaran atau keluar masuknya barang dan manusia. Bahkan di situ pula ada kontak budaya, pertukaran gagasan dan persinggungan gaya hidup para aktor dari berbagai bangsa dengan latar belakang yang berbeda-beda. Berkat kemampuan dalam beradaptasi dengan segala perbedaan dan selektif terhadap kebaruan yang dipilih terbukti menjadikan pesantren berkembang dinamis, namun tetap memiliki pengaruh yang kuat di kalangan masyarakat pendukungnya. \u0000 \u0000 \u0000","PeriodicalId":442245,"journal":{"name":"Muqoddima Jurnal Pemikiran dan Riset Sosiologi","volume":"8 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-06-25","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"128842190","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"Multikulturalisme dan Politik Identitas: Catatan Reflektif atas Gagasan Politik Will Kymlicka","authors":"Amsar A. Dulmanan","doi":"10.47776/mjprs.001.01.03","DOIUrl":"https://doi.org/10.47776/mjprs.001.01.03","url":null,"abstract":"Keberagaman merupakan fakta sosiologis bangsa Indonesia yang tidak dapat disangkal. Keberagaman merupakan bawaan asali dari bangsa Indonesia, bahkan jauh sebelum negara-bangsa Indonesia terbentuk. Artinya, secara tradisional, sesungguhnya bangsa Indonesia telah terbiasa dengan keberagaman. Namun dalam konteks negara-bangsa Indonesia modern, keberagaman memiliki makna dan tuntutan sosio-politik yang jauh berbeda dari keberagaman yang dikenal oleh para puak pendiri bangsa Indonesia. Dalam konteks tersebut, artikel ini akan mendiskusikan gagasan politik multikulturalisme yang diusulkan Will Kymlicka. Dengan menggunakan studi pustaka artikel ini membicarakan beberapa pandangan tentang multikulturalisme, serta poin utama dan kerangka umum gagasan politik multikulturalisme Kymlicka serta posisinya dalam diskursus tentang demokrasi dan masyarakat plural. Dari analisis literatur tersebut, kami berpendapat bahwa setidaknya ada dua dilema yang dihadapi oleh teori-teori multikulturalisme dalam memandang kebudayaan dan perbedaan budaya. Pertama, pemahaman esensialis terhadap kebudayaan yang mengandaikan bahwa kebudayaan sebagai entitas yang fixed, tidak berubah, dan berdiri sendiri. Kedua kuatnya klaim universitas nilai dalam berbagai pemahaman mengenai multikulturalisme merupakan sebuah tantangan tersendiri, sekaligus mengindikasikan jalan panjang yang masih harus ditempuh dalam merumuskan teori untuk mengatasi problem perbedaan budaya atas dasar prinsip-prinsip liberalisme.","PeriodicalId":442245,"journal":{"name":"Muqoddima Jurnal Pemikiran dan Riset Sosiologi","volume":"45 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-06-19","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"124081963","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"Realisme Kritis Roy Bhaskar: ‘Pelayan’ Filosofis untuk Ilmu-Ilmu Sosial Emansipatoris","authors":"M. N. Huda","doi":"10.47776/mjprs.001.01.04","DOIUrl":"https://doi.org/10.47776/mjprs.001.01.04","url":null,"abstract":"Artikel ini bertujuan untuk memperkenalkan sistem filsafat Roy Bhaskar yang dikenal dengan sebutan realism kritis (critical realism). Pusat perhatian akan diarahkan pada tiga fase perkembangan dalam sistem filsafat Roy Bhaskar, dengan meletakkan masing-masing fase sebagai respon terhadap problem dalam filsafat ilmu dan tradisi filsafat Barat arus utama serta problem-problem sosial dan kemanusiaan secara umum. Artikel ini disusun dengan menggunakan analisis berbasis-literatur, dengan mengkaji karya-karya Bhaskar, pendukung, maupun pengkritiknya. Berdasarkan analisis tersebut, artikel ini berpendapat bahwa filsafat Roy Bhaskar menyediakan suatu pondasi berpikir yang kokoh bagi ilmu-ilmu sosial dan kemanusiaan, khususnya ilmu-ilmu sosial emansipatoris. Ini dilakukan dengan cara memulihkan kembali dimensi ontologis dari ilmu dan selanjutnya dimensi ontologi yang lebih mendalam (deep ontology) dari dunia ini dimana kita berada, yang disingkirkan dan diabaikan oleh tradisi filsafat Barat arus utama, baik modern maupun kontemporer. Komitmen pada ontologi ilmu dan kedalaman ontologi dari dunia ini menghasilkan pondasi bagi ilmu-ilmu sosial dan kemanusiaan yang lebih memadai dan kemungkinan realisasinya bagi proyek emansipasi diri manusia.","PeriodicalId":442245,"journal":{"name":"Muqoddima Jurnal Pemikiran dan Riset Sosiologi","volume":"64 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-06-19","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"133901622","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"Bani Ma'shum: Identitas Keluarga Besar dan Kontestasi Kapital","authors":"Hanifa Maulidia","doi":"10.47776/mjprs.001.01.01","DOIUrl":"https://doi.org/10.47776/mjprs.001.01.01","url":null,"abstract":"Artikel ini mendeskripsikan identitas sebuah keluarga muslim Jawa yaitu Bani Ma’shum. Kata bani diadopsi dari konsep Arab yang artinya adalah keturunan. Konteks sosial fenomena sosiologi ini adalah komunitas lokal Jatibarang Brebes Jawa Tengah, yang sebagian besar anggota komunitas muslimnya berafiliasi NU. Sebagai identitas keluarga besar berbasis NU, para agen dan para anggota keluarga besar Bani Ma’shum memanfaatkan identitas dan modal-modal yang mereka miliki dalam kehidupan sehari-hari mereka. Tulisan ini menggunakan metode kualitatif untuk menjelaskan ketiga modal yang dimiliki dan dimanfaatkan oleh Bani Ma’shum. Dalam modal budaya, sebagian besar anggota keluarga Bani Ma’shum menempuh pendidikan berbasis agama Islam, dimulai dari Madrasah Ibtidaiyah (MI), yang dilanjutkan ke pesantren baik tradisional maupun pesantren modern, dan dilanjutkan ke perguruan tinggi negeri maupun swasta. Modal simbolik anggota keluarga Bani Ma’shum tampil melalui prestise sebagai keluarga yang terpandang, karena banyak dari anggota Bani Ma’shum yang menjadi tokoh agama dan tokoh sosial Jatibarang. Dalam modal politik, bahwa anak pertama H. Ma’shum ada yang pernah menjabat sebagai Lurah Jatibarang, yaitu H. Abdul Halim. Ketiga modal tersebut berkontestasi dalam arena (field) sosial keagamaan, ekonomi, dan politik di Jatibarang Brebes Jawa Tengah. Dengan memiliki ketiga modal tersebut, memperkuat modal sosial yang dimiliki oleh angota Bani Ma’shum, karena dapat memperkuat jaringan, kepercayaan, dan norma yang mengikat para anggota keluarga besar Bani Ma’shum.","PeriodicalId":442245,"journal":{"name":"Muqoddima Jurnal Pemikiran dan Riset Sosiologi","volume":"126 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-06-19","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"125708092","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"Perang, Repetisi, dan Kosmos: Sebuah Etnografi tentang Perang pada Masyarakat Lembah Agung Baliem","authors":"Aji Prasetyo","doi":"10.47776/mjprs.001.01.05","DOIUrl":"https://doi.org/10.47776/mjprs.001.01.05","url":null,"abstract":"Perang, diakui atau tidak, selalu menjadi pilihan “jalan keluar” bagi masyarakat arkais ataupun masyarakat modern. Sebagai sesuatu yang lekat dengan semua budaya, perang memiliki peran dan fungsi yang hampir sama yakni mencapai keseimbangan baru. Melalui tulisan ini, penulis mencoba untuk memahami perang melalui kerangka budaya masyakat Lembah Baliem. Membaca perang dari budaya yang masih cenderung “asli” akan memudahkan kita untuk membaca berbagai bentuk perang di berbagai budaya ataupun berbagai masa. Tulisan ini membahasa mengenai perang adat Masyarakat Baliem. Perang merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dalam keseluruhan hidup Masyarakat Lembah Baliem. Tanpanya, penegasan identitas manusia Baliem tak utuh. Relasi sosial dan kekerabatan antara masyarakat Lembah Baliem diperkuat dengan adanya perang. Perang menjadi penghubung masa kini dan masa lampau sekaligus menempatkan setiap individu dalam keseimbangan kosmik.","PeriodicalId":442245,"journal":{"name":"Muqoddima Jurnal Pemikiran dan Riset Sosiologi","volume":"109 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-06-19","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"133595958","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"Birokrasi, Akses Informasi, dan Siasat Warga Prekariat di Negara Pascakolonial","authors":"M. Hamdi","doi":"10.47776/mjprs.001.01.06","DOIUrl":"https://doi.org/10.47776/mjprs.001.01.06","url":null,"abstract":"Asumsi yang mengatakan negara beroperasi sepenuhnya rasional-formal makin sulit dipertahankan. Negara jauh lebih baik jika dilihat bukan sebagai satu entitas yang solid dan monolitik, melainkan sebagai formasi yang terus membentuk diri melalui berbagai proses persaingan kekuasaan internal dan eksternal, yang tidak lepas dari faktor kekerabatan, pola organisasi sosial, dan, dalam konteks tertentu, sejarah kolonialisme. Penetrasi pasar yang belakangan makin dominan terhadap berbagai sisi negara dan birokrasi menambah dimensi baru dan kompleksitas relasi warga dan negara. Tulisan ini hendak memperlihatkan dinamika formalitas-informalitas itu melalui pegungkapan watak kekuasaan yang mendasari formasi negara. Di sisi lain, tulisan ini akan memperlihatkan bagaimana warga prekariat (precarious citizen) bergerak di antara rasionalitas sekaligus irasionalitas, formalitas sekaligus informalitas, itu untuk mengakses ruang negara yang dianggap serba rasional dan semakin berwatak pasar itu.","PeriodicalId":442245,"journal":{"name":"Muqoddima Jurnal Pemikiran dan Riset Sosiologi","volume":"67 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-06-19","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"127887196","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}