{"title":"KEKUATAN MENGIKAT IZIN USAHA PERTAMBANGAN DALAM HUKUM PERTAMBANGAN DI INDONESIA","authors":"Clara C. M. U. Rusyuniardi","doi":"10.35796/les.v8i1.28481","DOIUrl":"https://doi.org/10.35796/les.v8i1.28481","url":null,"abstract":"Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana Izin Usaha Pertambangan terhadap Perusahaan Pertambangan ditinjau dari Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang MINERBA dan bagaimana implikasi Izin Usaha Pertambangan berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang MINERBA bagi Perusahaan Pertambangan di Indonesia. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, disimpulkan: 1. Dengan adanya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara telah merubah sistem investasi pertambangan batubara dari sistem kontrak menjadi sistem perizinan. Jika dalam sistem kontrak kedudukan antara pemerintah dengan investor adalah sama/sejajar dimana pemerintah berlaku sebagai pelaku usaha, berbeda halnya dalam sistem perizinan yang membuat kedudukan pemerintah menjadi lebih tinggi dari investor, dimana pemerintah berkedudukan sebagai regulator. Perubahan kedudukan ini dilihat dari aspek ketatanegaraan adalah sebuah langkah yang baik karena pemerintah sebagai badan hukum publik tidak menurunkan derajatnya menjadi badan hukum privat sebagaimana yang telah dilakukan pemerintah dalam sistem kontrak. 2. Keberadaan pasal 169 (b) UU No. 4 Tahun 2009 telah membawa implikasi serius tentang pertambangan mineral dan batubara di sektor pertambangan. Bila pasal 169 (a) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 mengakui keberadaan KK/PKP2B, pasal 169 (b) justru mengabaikannya. Perusahaan Pertambangan pun juga turut menyesuaikan dengan aturan dari pemerintah yang ada, sehingga ketegasan dari aturan yang dikeluarkan tersebut bersifat tegas dan mengikat perusahaan pertambangan yang ada.Kata kunci: Kekuatan Mengikat, Izin Usaha, Pertambangan, Hukum Pertambangan","PeriodicalId":428478,"journal":{"name":"LEX ET SOCIETATIS","volume":"21 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-05-18","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"126216023","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"SANKSI ADMINISTRATIF ATAS PELANGGARAN KETENTUAN KESELAMATAN DAN KEAMANAN DALAM PESAWAT UDARA SELAMA PENERBANGAN","authors":"Theresa Merry Monica Darenta","doi":"10.35796/les.v8i1.28470","DOIUrl":"https://doi.org/10.35796/les.v8i1.28470","url":null,"abstract":"Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana pelanggaran administrasi atas ketentuan keselamatan dan keamanan dalam pesawat udara selama penerbangan dan bagaimana sanksi administratif atas pelanggaran ketentuan keselamatan dan keamanan dalam pesawat udara selama penerbangan. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, disimpulkan: 1. Pelanggaran administrasi atas ketentuan keselamatan dan keamanan dalam pesawat udara selama penerbangan, seperti pesawat udara sipil Indonesia atau asing yang tiba di atau berangkat dari Indonesia tidak mendarat atau lepas landas dari bandar udara yang ditetapkan untuk itu, kecuali terjadi keadaan darurat dan pelanggaran atas larangan menerbangkan atau mengoperasikan pesawat udara yang dapat membahayakan keselamatan pesawat udara, penumpang dan barang, dan/atau penduduk atau mengganggu keamanan dan ketertiban umum atau merugikan harta benda milik orang lain. 2. Sanksi administratif atas pelanggaran ketentuan keselamatan dan keamanan dalam pesawat udara selama penerbangan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku melalui bentuk peringatan; pembekuan sertifikat; dan/atau pencabutan sertifikat.Kata kunci: Sanksi Administratif, Pelanggaran, Keselamatan dan Keamanan, Dalam Pesawat Udara, Selama Penerbangan","PeriodicalId":428478,"journal":{"name":"LEX ET SOCIETATIS","volume":"1 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-05-18","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"129500095","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"KEWAJIBAN PENANGGUNG JAWAB ALAT ANGKUT YANG MASUK ATAU KELUAR WILAYAH INDONESIA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN","authors":"Jeremy Oroh","doi":"10.35796/les.v8i2.28489","DOIUrl":"https://doi.org/10.35796/les.v8i2.28489","url":null,"abstract":"Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana kewajiban penanggung jawab alat angkut yang masuk atau keluar wilayah Indonesia dan bagaimana wewenang pejabat imigrasi untuk melakukan pemeriksaan keimigrasian terhadap alat angkut yang masuk atau keluar wilayah Indonesia. Dengan menggunakan metode peneltian yuridis normatif, disimpulkan: 1. Kewajiban penanggung jawab alat angkut yang masuk atau keluar wilayah Indonesia dengan alat angkutnya wajib melalui tempat pemeriksaan imigrasi. Bagi penanggung jawab alat angkut yang membawa penumpang yang akan masuk atau keluar wilayah Indonesia hanya dapat menurunkan atau menaikkan penumpang di tempat pemeriksaan imigrasi dan Nakhoda kapal laut wajib melarang orang asing yang tidak memenuhi persyaratan untuk meninggalkan alat angkutnya selama alat angkut tersebut berada di Wilayah Indonesia. 2. Wewenang pejabat imigrasi untuk melakukan pemeriksaan keimigrasian terhadap alat angkut yang masuk atau keluar wilayah Indonesia dilakukan dengan cara pejabat imigrasi yang bertugas berwenang naik ke alat angkut yang berlabuh di pelabuhan, mendarat di bandar udara, atau berada di pos lintas batas untuk kepentingan pemeriksaan Keimigrasian. Dalam hal terdapat dugaan adanya pelanggaran terhadap ketentuan hukum, maka pejabat imigrasi berwenang memerintahkan penanggung jawab alat angkut untuk menghentikan atau membawa alat angkutnya ke suatu tempat guna kepentingan pemeriksaan Keimigrasian. Yang dimaksud dengan “suatu tempat” adalah pelabuhan, bandar udara, pos lintas batas atau tempat lainnya yang layak untuk dapat dilakukan pemeriksaan Keimigrasian, sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan di bidang kemigrasian.Kata kunci: Kewajiban, Penanggung Jawab, Alat Angkut, Masuk Atau Keluar Wilayah Indonesia, Keimigrasian","PeriodicalId":428478,"journal":{"name":"LEX ET SOCIETATIS","volume":"180 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-05-18","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"132072629","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"KEWENANGAN PEMERINTAH DALAM MENGELOLAH WILAYAH LAUT MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH","authors":"Firda Nadia Nadjib","doi":"10.35796/les.v8i2.28502","DOIUrl":"https://doi.org/10.35796/les.v8i2.28502","url":null,"abstract":"Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana bentuk kewenangan pemerintah daerah dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia dan bagaimana kewenangan Pemerintah Daerah dalam mengatur wilayah laut menurut UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, disimpulkan: 1. Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintah daerah Kabupaten/Kota adalah urusan pemerintahan yang lokasinya dalam daerah kabupaten/kota, urusan pemerintahan yang penggunanya dalam Daerah kabupaten/kota, urusan pemerintahan yang manfaat atau dampak negatifnya hanya dalam daerah kabupaten/kota dan/atau urusan Pemerintahan yang penggunaan sumber dayanya lebih efisien apabila dilakukan oleh Daerah kabupaten/kota. 2. Kewenangan Pemerintah Daerah dalam Mengelola wilayah Laut dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah terdapat 7 (bidang) dalam mengelola dan mengatur wilayah laut yang termasuk urusan pemerintahan konkuren yang dimana urusan pemerintahan ini dibagi kewenangan terhadap pemerintah pusat dan pemerintah daerah, pemerintah pusat dan pemerintah provinsi mempunyai kewenangan dalamketujuh bidang dalam bidang kelautan dan perikanan, kewenangan pemerintah Provinsi dalam mengatur wilayah laut dalam Undang-undang tentang Pemerintahan Daerah Hanya sebatas dalam Laut territorial atau 12 mil sebagaimana yang ditentukan oleh Undang-Undang.Kata kunci: Kewenangan, Mengelolah Wilayah Laut, Pemerintah Daerah","PeriodicalId":428478,"journal":{"name":"LEX ET SOCIETATIS","volume":"9 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-05-18","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"127471198","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PASIEN DALAM PELAYANAN KESEHATAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2009","authors":"Deo Rembet","doi":"10.35796/les.v8i2.28485","DOIUrl":"https://doi.org/10.35796/les.v8i2.28485","url":null,"abstract":"Tujuan dilakukannya penelitian ini yakni untuk mengetahui bagaimana wewenang dokter dalam pelayanan kesehatan terhadap pasien dan bagaimana perlindungan hukum terhadap hak pasien dalam pelayanan kesehatan berdasarkan Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 yang dengan metode penelitian hukum normatif disimpulkan: 1. Wewenang dokter dalam pelayanan kesehatan adalah mewawancarai pasien, memeriksa fisik dan mental pasien, menentukan pemeriksaan penunjang, melakukan diagnose, menentukan pengobatan pasien, menulis resep dan alat kesehatan, meracik dan menyerahkan obat kepada pasien yang harus didasarkan pada kaidah moral yakni menghormati martabat manusia, berbuat baik, tidak berbuat yang merugikan pasien dan keadilan. 2. Perlindungan hukum terhadap hak pasien dalam pelayanan kesehatan berdasarkan Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 diberikan dalam bentuk hak gugat perdata untuk menuntut ganti rugi dalam hal pelayanan kesehatan telah menimbulkan kerugian pasien akibat kesalahan atau kelalaian dalam pelayanan kesehatan yang diterimanya berupa terganggunya kesehatan atau cacat karena pelayanan kesehatan yang tidak sesuai standard.Kata kunci: pasien; pelayanan kesehatan;","PeriodicalId":428478,"journal":{"name":"LEX ET SOCIETATIS","volume":"41 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-05-18","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"128646086","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERUSAHAAN JASA PENILAI (APPRAISAL COMPANY) [Studi Pada Kantor Jasa Penilai Publik Henricus Judi Adrianto]","authors":"Pricilia Dwi Aggreni Putri","doi":"10.35796/les.v8i2.28501","DOIUrl":"https://doi.org/10.35796/les.v8i2.28501","url":null,"abstract":"Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana kedudukan hukum Perusahaan Jasa Penilai dan bagaimana perlindungan hukum bagi perusahaan jasa penilai, pemakai jasa, dan pihak ketiga dalam pelaksanaan perjanjian penilaian aktiva tetap serta bagaimana tanggung jawab perusahaan jasa penilai dalam melaksanakan penilaian aktiva tetap. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, disimpulkan: 1. Kegiatan-kegiatan perusahaan jasa penilai di Indonesia relatif masih baru dan belum begitu memasyarakat, namun secara hukum eksistensi atau keberadaannya telah diakui sebagai badan usaha yang berbentuk badan hukum. 2. Dalam perlindungan hukum terhadap perbuatan yang melanggar aturan-aturan hukum yang ditanggung oleh sebuah perusahaan jasa penilai kepada pemakai jasa dan pihak ketiga didasarkan atas suatu tanggung jawab perusahaan penilai yang terdapat dalam Kode Etik Penilaian Indonesia (KEPI) dan Pasal 19 Undang – Undang Perlindungan Konsumen. 3. Tanggung jawab perusahaan jasa penilai dalam melakukan penilaian aktiva tetap terdapat dalam syarat-syarat pembatasan penilaian yang terdapat dalam laporan hasil penilalan dengan memperhatikan tanggung jawab penilai dan kode etik gabungan perusahaan penilai. Selain itu isi perjanjian penilaian aktiva tetap juga menjadi dasar tanggung jawab perusahaan jasa penilai. Segala tindakan dan hasil penilaian perusahaan jasa penilai haruslah dipertanggung-jawabkan secara hukum seperti tanggung jawab perdata dan tanggung jawab administrasi. Tanggung jawab perusahaan jasa penilai selama ini masih dituruti oleh perusahaan jasa penilai dalam melakukan penilaian aktiva tetap.Kata kunci: Tinjauan Yuridis, Perusahaan, Jasa Penilai","PeriodicalId":428478,"journal":{"name":"LEX ET SOCIETATIS","volume":"34 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-05-18","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"131095339","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"TUGAS DAN WEWENANG PEMERINTAH DALAM MELAKSANAKAN PENANGANAN FAKIR MISKIN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN","authors":"Cella Mokat","doi":"10.35796/les.v8i2.28500","DOIUrl":"https://doi.org/10.35796/les.v8i2.28500","url":null,"abstract":"Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana tugas pemerintah dalam melaksanakan penanganan fakir miskin dan bagaimana wewenang pemerintah dalam melaksanakan penanganan fakir miskin. Dengan menggunakan metode peneltian yuridis normatif, disimpulkan: 1. Tugas pemerintah dalam melaksanakan penanganan fakir miskin diantaranya memberdayakan pemangku kepentingan dalam penanganan fakir miskin dan memfasilitasi dan mengoordinasikan pelaksanaan kebijakan dan strategi penanganan fakir miskin. Pemerintah Daerah Provinsi bertugas mengawasi dan mengendalikan pelaksanaan kebijakan, strategi, dan program dalam penanganan fakir miskin lintaskabupaten/kota dan mengevaluasi pelaksanaan kebijakan, strategi, dan program penyelenggaraan penanganan fakir miskin lintaskabupaten/kota. Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota bertugas memfasilitasi, mengoordinasikan, dan menyosialisasikan pelaksanaan kebijakan, strategi, dan program penyelenggaraan penanganan kemiskinan, dengan memperhatikan kebijakan provinsi dan kebijakan nasional dan melaksanakan pemberdayaan pemangku kepentingan dalam penanganan fakir miskin pada tingkat kabupaten/kota. 2. Wewenang pemerintah dalam melaksanakan penanganan fakir miskin seperti menetapkan kebijakan dan strategi penanganan fakir miskin pada tingkat nasional. Pemerintah daerah provinsi berwenang menetapkan kebijakan, strategi, dan program tingkat provinsi dalam bentuk rencana penanganan fakir miskin di daerah dengan berpedoman pada kebijakan, strategi, dan program nasional. Pemerintah daerah kabupaten/kota berwenang menetapkan kebijakan, strategi, dan program tingkat kabupaten/kota dalam bentuk rencana penanganan fakir miskin di daerah dengan berpedoman pada kebijakan, strategi, dan program nasional. Pemerintah desa melaksanakan penanganan fakir miskin sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.Kata kunci: Tugas Dan Wewenang, Pemerintah, Penanganan Fakir Miskin","PeriodicalId":428478,"journal":{"name":"LEX ET SOCIETATIS","volume":"44 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-05-18","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"124529457","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"ASPEK HUKUM PENGELOLAAN PEMBANGUNAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL TERLUAR MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 27 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL","authors":"Febrianto Gabriello Owen Katiandagho","doi":"10.35796/les.v8i1.28476","DOIUrl":"https://doi.org/10.35796/les.v8i1.28476","url":null,"abstract":"Tujuan Dilakukannya penelitian ini yakni untuk mengetahui bagaimana strategi pengelolaan pembangunan di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dan bagaimana kebijakan pengelolaan pembangunan di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di mana dengan menggunakan metode penelitian hukum normatif disimpulkan: 1. Strategi pengelolaan pembangunan di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dapat dilakukan dengan beberapa proses seperti yang tercantum dalam pasal 5 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil, yaitu meliputi proses kegiatan perencanaan, pemanfaatan, pengawasan dan pengendalian, dalam mengelola dan memanfaatkan sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil yang berkelanjutan. Kegiatan perencanaan meliputi rencana strategis wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil (RSWP3K), rencana zonani wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil (RZWP3K), rencana pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil (RPWP3K), dan rencana aksi pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil (RAPWP3K). kegitan pemanfaatan sendiri lebih kepada konservasi, untuk pendidikan dan pelatihan, budidaya laut dan untuk pariwisata. Sedangkan kegiatan pengawasan dan pengendalian dilakukan pemantauan, pengamanan lapangan dan atau evaluasi terhadap perencanaan dan pelaksanaannya. Selain proses yang disebutkan dalam undang-undang tersebut, pengelolaan pembangunan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil secara terpadu, pengelolaan berbasis lingkungan dan pengelolaan berbasis masyarakat menjadi strategi yang sangat penting untuk dilakukan dalam pengelolaan pembangunan di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. 2. Kebijakan pengelolaan pembangunan di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil dan dengan upaya pemerintah diubah menjadi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 untuk membuat adanya pengakuan dan penghormatan kesatuan-kesatuan masyarakat adat, masyarakat tradisional yang bermukim di wilayah pesisir, dalam hal ini memberikan kepastian hukum bagi masyarakat wilayah pesisir. Selain kebijakan pemerintah membuat undang-undang wilayah pesisir terdapat juga beberapa undang-undang yang mendukung undang-undang ini seperti Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 Tentang Pemerintahan Daerah, Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang, selain itu kebijakan lain dilakukan yaitu dengan meningkatkan pengelolaan pulau-pulau kecil di perbatasan untuk menjaga integritas NKRI, dan meningkatkan sinkronisasi peraturan perundang-undangan dan penegakan hukum. Khusus mengenai kebijakan pemerintah dalam pengelolaan sumber daya dilakukan dengan kebijakan sentralistik, berdasarkan pada doktrin, rapat umum, dan pluralisme hukum.Kata kunci: pesisir; pulau kecil terluar;","PeriodicalId":428478,"journal":{"name":"LEX ET SOCIETATIS","volume":"1 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-05-18","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"122995656","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"AKIBAT HUKUM PAJAK GANDA DALAM PERSPEKTIF HUKUM INTERNASIONAL","authors":"Putri Anugerah Unsulangi","doi":"10.35796/les.v8i2.28487","DOIUrl":"https://doi.org/10.35796/les.v8i2.28487","url":null,"abstract":"Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana akibat Hukum pajak ganda dalam perspektif hukum Internasional dan bagaimana cara penghindaran terjadinya pajak ganda. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, disimpulkan: 1. Akibat hukum pajak ganda dalam perspektif hukum internasional adalah mengakibatkan tambahan beban bagi wajib pajak akibat adanya pengenaan pajak ganda. Terjadinya konflik hukum pajak sangat tergantung pada azas-azas pengenaan pajak yang dianut oleh masing-masing Negara yang bersangkutan. Bila dua Negara menganut azas yang berlainan hal itu dapat menimbulkan pajak ganda. Oleh karena itu, akibat yang ditimbulkan karena adanya pengenaan pajak berganda adalah : Memberikan tambahan beban ekonomi terhadap pengusaha; Dengan adanya perluasan usaha ke mancanegara akan mengundang risiko terkena pemajakan berganda; Memicu ekonomi global dengan biaya tinggi dan menghambat mobilitas global sumber daya ekonomis. 2. Cara penghindaran pajak berganda dapat dilakukan dengan berbagai upaya, cara serta metode. adapun cara dan metode yang dapat digunakan untuk menghindari terjadinya pajak berganda yaitu : cara unilateral, cara bilateral, cara multilateral, metode pembebasan atau pengecualian, metode pengurangan pajak dan metode lainnya.Kata kunci: Akibat Hukum, Pajak Ganda, Perspektif Hukum Internasional","PeriodicalId":428478,"journal":{"name":"LEX ET SOCIETATIS","volume":"209 2 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-05-18","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"114165589","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK-HAK BUDAYA MASYARAKAT ADAT DALAM PERSPEKTIF HUKUM HAK ASASI MANUSIA","authors":"Zidane Tumbel","doi":"10.35796/les.v8i1.28466","DOIUrl":"https://doi.org/10.35796/les.v8i1.28466","url":null,"abstract":"Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana Pengaturan Hukum Hak Budaya Masyarakat Adat Menurut Konvensi Internasional Dibidang Hak Asasi Manusia dan bagaimana Implementasi Jaminan Hukum Perlindungan Hak Budaya Masyarakat Adat Dalam Hukum Nasional. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, disimpulkan: 1. Hak masyarakat adat telah diatur dalam beberapa Konvensi Internasional dibidang Hak Asasi Manusia, yakni, Deklarasi Universal Hak Asasi Mnusia) 1948 (DUHAM), ICESCR (Hak-hak ekonomi, sosial dan budaya) diakui dan dilindungi oleh instrumen-instrumen hak asasi manusia internasional dan regional, yakni; Convention of International Labor Organization Concerning Indigeneous and Tribal People in Independent Countries (1989), Deklarasi Cari- Oca tentang Hak-Hak Masyarakat Adat (1992), Deklarasi Bumi Rio de Janairo (1992), Declaration on the Right of Asian Indigenous Tribal People Chianmai (1993), De Vienna Declaration and Programme Action yang dirumuskan oleh United Nations World Conference on Human Rights (1993). Sekarang istilah indigenous people semakin resmi penggunaannya dengan telah lahirnya Deklarasi PBB tentang Hak-Hak Masyarakat Adat (United Nation Declaration on the Rights of Indegenous People) pada tahun 2007 yang disingkat dengan UNDRIP. 2. Sebagai negara pihak dalam konvensi-konvensi HAM internasional yang berkaitan dengan hak masyarakat adat, Indonesia merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari konsepsi HAM sebagaimana diakui, dihormati, dan dilindungi oleh negara dalam UUD 1945 Indonesia telah melakukan tindakan implementasi dalam hukum nasional dalam bentuk Peraturan Perundang-undangan yang berkaitan dengan HAM dan peraturan perundang-undangan lainnya, sebagaimana yang terdapat dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945, Undang-Undang Nomor. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.Kata kunci: Perlindungan Hukum, Hak-Hak Budaya Masyarakat Adat, Perspektif Hukum Hak Asasi Manusia","PeriodicalId":428478,"journal":{"name":"LEX ET SOCIETATIS","volume":"64 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-05-18","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"125092485","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}