{"title":"ANALISIS KARIOGRAM DALAM PENGUKURAN RISIKO KARIES PADA SISWA SMP MEDAN","authors":"Sondang Pintauli, Peiter Gozali","doi":"10.32734/DENTIKA.V17I3.1732","DOIUrl":"https://doi.org/10.32734/DENTIKA.V17I3.1732","url":null,"abstract":"Pengukuran risiko karies merupakan komponen penting yang diperlukan agar dapat melakukan tindakan pencegahan yang ditujukan langsung kepada orang yang mempunyai risiko tinggi terhadap karies. Penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi risiko karies pada siswa SMP Kalam Kudus di Medan berdasarkan analisis kariogram. Sampel dipilih secara purposif yaitu pada siswa kelas 1 dan 2 sebanyak 72 orang. Pengukuran risiko karies dilakukan dengan bantuan model Cariogram berbasis computer yang mencakup 7 parameter, yaitu pengalaman karies, skor plak, diet, frekuensi makan makanan ringan, penggunaan fluor, sekresi saliva dan kapasitas buffer. Hasil penelitian menunjukkan rerata skor pengalaman karies pada responden 1,65 ± 1, 61 dan skor plak (P1) 0,4-1,0 yang dikelompokkan dalam kariogram masing-masing sebagai skor 1. Sebanyak 36,1% responden sangat sering mengonsumsi jajanan dengan kandungan karbohidrat sedang. Hampir keseluruhan responden (91,6%) mengonsumsi makanan dengan frekuensi maksimal tiga kali dalam satu hari yang dikelompokkan dalam kariogram sebagai skor 0. Sebanyak 34,7 % responden mempunyai oral higiene yang baik, yaitu. Hampir keseluruhan responden menyatakan menggunakan pasta gigi yang mengandung fluoride. Sebanyak 41,7% responden mempunyai skor rata-rata sekresi saliva 0,5-0,9 ml/menit yang dikelompokkan dalam kariogram sebagai skor 2. Keseluruhan responden mempunyai kapasitas bufer dengan pH normal, yaitu pH ≥ 6,0 yang dikelompokkan dalam kariogram sebagai skor 0. Dari hasil analisis kariogram, terlihat bahwa sebanyak 58,33% siswa pada tingkat risiko karies sedang, dan 36,11% memiliki tingkat risiko karies rendah. Hanya 5,55% siswa yang memiliki tingkat risiko karies tinggi. Namun demikian, diharapkan agar siswa tetap menjaga pola makan dengan mengonsumsi jajanan yang mengandung karbohidrat rendah dan frekuensi maksimal 3 kali sehari. Selain itu, melakukan aplikasi fluor seperti topikal aplikasi fluor (TAF) secara rutin untuk mengurangi risiko terjadinya karies. Sebagai kesimpulan, kariogram cukup efektif untuk digunakan sebagai pengukuran risiko karies pada anak sekolah.","PeriodicalId":418369,"journal":{"name":"Dentika Dental Journal","volume":"7 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2013-07-11","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"114556270","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"PERBEDAAN PENURUNAN SKOR PLAK ANTARA PENYIKATAN GIGI DENGAN CARA MEMEGANG SIKAT GIGI TEKNIK DISTAL OBLIQUE, SPOON, DAN POWER GRIP:","authors":"L. Natamiharja, Chrisnatalio Sitinjak","doi":"10.32734/DENTIKA.V17I3.1705","DOIUrl":"https://doi.org/10.32734/DENTIKA.V17I3.1705","url":null,"abstract":"Kontrol plak secara mekanis telah terbukti merupakan cara yang paling praktis dan efektif untuk mencapai dan menjaga kebersihan mulut. Beals dkk. menyatakan ada 4 macam cara memegang sikat gigi yaitu distal oblique, oblique, power, precision dan spoon grip. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui cara memegang sikat gigi mana yang paling efektif dalam menyingkirkan plak. Desain penelitian ini adalah “pre and post test group”. Sebanyak 90 orang mahasiswa FKG-USU dibagi secara random menjadi 3 kelompok yaitu yang menyikat gigi dengan cara memegang sikat gigi spoon grip, distal oblique grip dan power grip. Sebelum menyikat gigi, peserta dilatih cara memegang sikat gigi pada model gigi. Kemudian diminta mengunyah biskuit selama 1 menit dan berkumur air selama 15 detik. Kemudian dilakukan pemeriksaan skor plak dengan indeks plak Loe dan Silness dan menggunakan pewarna plak. Selanjutnya diminta untuk menyikat gigi selama 2 menit dengan sikat gigi merek Pepsodent tanpa pasta gigi sesuai dengan kelompok cara memegang sikat gigi. Setelah itu diinstruksikan berkumur selama 15 detik dan dilanjutkan dengan pemeriksaan skor plak. Analisis data dilakukan dengan Uji Anova. Hasil penelitian menunjukkan pada ketiga kelompok ada penurunan skor plak yang berbeda, menyikat gigi dengan cara memegang sikat gigi distal oblique selisih skor plaknya 0,58 ± 0,28, spoon grip 0,20 ± 0,19 dan power grip 0,51 ± 0,20. Secara statistik ada perbedaan bermakna (p= 0,000). Sebagai kesimpulan, menyikat gigi dengan cara memegang sikat distal oblique lebih efektif dibandingkan dengan spoon dan power grip dalam menurunkan skor plak.","PeriodicalId":418369,"journal":{"name":"Dentika Dental Journal","volume":"64 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2013-07-11","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"115388991","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"PERBEDAAN SENSITIVITAS PENGECAPAN PADA MASA OVULASI, MENSTRUASI, DAN PASCAMENOPAUSE:","authors":"Shanty Chairani, A. Putri, S. Rusdiana","doi":"10.32734/DENTIKA.V17I3.1698","DOIUrl":"https://doi.org/10.32734/DENTIKA.V17I3.1698","url":null,"abstract":"Sensitivitas pengecapan dipengaruhi oleh banyak faktor, salah satunya adalah faktor hormonal. Estrogen merupakan hormon steroid yang kadarnya mengalami fluktuasi pada masa tertentu dalam kehidupan wanita. Kadar estrogen berada pada level tertinggi sesaat sebelum fase ovulasi, mengalami penurunan pada fase menstruasi, dan berhenti produksinya pada masa pascamenopause. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan sensitivitas pengecapan wanita pada masa ovulasi, menstruasi, dan pascamenopause. Subyek penelitian terdiri atas 36 wanita yang dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu kelompok wanita masa ovulasi, kelompok wanita masa menstruasi, dan kelompok wanita masa pascamenopause. Pengujian dilakukan dengan menggunakan empat jenis larutan rasa, yaitu rasa manis, asin, asam, dan pahit dengan berbagai konsentrasi. Larutan rasa diaplikasikan pada lidah subjek dengan menggunakan cotton buds. Total skor sensitifitas pengecapan dihitung pada ketiga kelompok untuk tiap rasa dan keseluruhan rasa. Hasil penelitian menunjukkan terdapat perbedaan sensitivitas pengecapan yang signifikan antara kelompok wanita pada masa ovulasi dan menstruasi dan kelompok wanita pada masa ovulasi dan pascamenopause (p 0,05). Sebagai kesimpulan, wanita pada masa ovulasi memiliki sensitivitas rasa yang lebih tinggi dibandingkan wanita pada masa menstuasi dan pascamenopause.","PeriodicalId":418369,"journal":{"name":"Dentika Dental Journal","volume":"896 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2013-07-11","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"123256910","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Putri Welda Utami Ritonga, Haslinda Z Tamin, Dwi Suryanto
{"title":"PENGARUH LAMA DESINFEKSI DENGAN ENERGI MICROWAVE TERHADAP PERUBAHAN DIMENSI DAN JUMLAH CANDIDA ALBICANS BASIS GIGI TIRUAN RESIN AKRILIK POLIMERISASI PANAS","authors":"Putri Welda Utami Ritonga, Haslinda Z Tamin, Dwi Suryanto","doi":"10.32734/DENTIKA.V17I3.1716","DOIUrl":"https://doi.org/10.32734/DENTIKA.V17I3.1716","url":null,"abstract":"Metode desinfeksi dengan energi microwave merupakan metode yang efektif karena dapat membunuh beberapa mikroorganisme. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh lama desinfeksi dengan energi microwave terhadap perubahan dimensi dan jumlah Candida albicans basis gigi tiruan resin akrilik polimerisasi panas serta korelasi antara perubahan dimensi dan jumlah Candida albicans basis gigi tiruan resin akrilik polimerisasi panas terhadap lama desinfeksi dengan energi microwave. 64 sampel resin akrilik polimerisasi panas berbentuk batang uji berukuran 65 mm x 10 mm x 2,5 mm digunakan pada penelitian ini, dan dibagi menjadi 4 kelompok untuk pengukuran perubahan dimensi dan 4 kelompok untuk penghitungan jumlah Candida albicans, yaitu masing-masing 8 sampel didesinfeksi dengan microwave berdaya 800 watt selama 2, 3, 4 menit dan kontrol. Data dianalisis dengan uji Anova satu arah dan Pearson. Hasil penelitian menunjukkan ada pengaruh lama desinfeksi dengan energi microwave terhadap perubahan dimensi basis gigi tiruan resin akrilik polimerisasi panas dengan nilai p= 0,001, dan terhadap jumlah Candida albicans pada basis gigi tiruan resin akrilik polimerisasi panas dengan nilai p= 0,001, namun tidak ada korelasi antara perubahan dimensi dan jumlah Candida albicans untuk setiap kelompok. Sebagai kesimpulan, desinfeksi dengan energi microwave dapat dilakukan dalam 3 menit dengan daya 800 watt, karena efektif mendesinfeksi basis gigi tiruan resin akrilik polimerisasi panas dan perubahan dimensi yang terjadi masih termasuk dalam batas toleransi.","PeriodicalId":418369,"journal":{"name":"Dentika Dental Journal","volume":"9 37 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2013-07-11","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"131679035","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Siska Ella Natassa, R. Alamsyah, Raja Arief Rahman Siregar
{"title":"FAKTOR RISIKO KEPARAHAN GINGIVAL LEAD LINE PADA PETUGAS SPBU DI MEDAN","authors":"Siska Ella Natassa, R. Alamsyah, Raja Arief Rahman Siregar","doi":"10.32734/DENTIKA.V17I3.1723","DOIUrl":"https://doi.org/10.32734/DENTIKA.V17I3.1723","url":null,"abstract":"Timbal/Plumbum (Pb) adalah salah satu hasil emisi gas buang kendaraan bermotor yang dapat terhirup manusia. Keracunan timbal kronis pada rongga mulut dapat diamati dengan terbentuknya gingival lead line. Penelitian ini bertujuan mengetahui hubungan oral higiene dan masa kerja dengan terjadinya gingival lead line pada pegawai SPBU di Medan. Rancangan penelitian adalah cross sectional. Untuk mengetahui hubungan skor OHIS dan masa kerja dengan keparahan gingival lead line digunakan uji chi-square. Sampel berjumlah 57 orang yang diambil secara purposif. Hasil penelitian menunjukkan prevalensi derajat gingival lead line ringan 40,4%, sedang 14%, dan keparahan berat 8,8%. Petugas SPBU yang mempunyai skor indeks Oral Hygiene Simplified (OHIS) baik menderita gingival lead line ringan 25% dan selebihnya normal 75%. Petugas SPBU yang mempunyai skor OHIS sedang mengalami gingival lead line ringan 47,2%, sedang 22,2%, dan berat 5,56%. Petugas SPBU yang mempunyai skor OHIS buruk mengalami gingival lead line berat 60% dan ringan 40%. Petugas SPBU dengan masa kerja singkat mengalami derajat gingival lead line ringan 45%, sedang 15%, berat 5%, dan tidak mengalami 35%. Petugas SPBU dengan masa kerja lama mengalami gingival lead line ringan 27%, sedang 43,2%, berat 16,2%, dan tidak mengalami gingival lead line 13,5%. Ada hubungan yang signifikan antara skor OHIS dengan derajat keparahan gingival lead line (p= 0,000). Demikian juga ada hubungan masa kerja dengan derajat keparahan gingival lead line (p= 0,036). Sebagai kesimpulan, oral higiene dan masa kerja memperparah gingival lead line pada petugas SPBU.","PeriodicalId":418369,"journal":{"name":"Dentika Dental Journal","volume":"5 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2013-07-11","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"122343156","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"PERBEDAAN PENURUNAN SKOR PLAK ANTARA MENGUNYAH BUAH APEL DAN JAMBU BIJI PADA SISWA SMP NEGERI","authors":"L. Natamiharja, Evawati Sitorus","doi":"10.32734/DENTIKA.V17I3.1730","DOIUrl":"https://doi.org/10.32734/DENTIKA.V17I3.1730","url":null,"abstract":"Plak merupakan faktor etiologi utama terjadinya karies dan penyakit periodontal. Beberapa buah segar, setengah matang, berair, dan berserat dapat menurunkan indeks plak, seperti buah apel dan jambu biji. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan penurunan skor plak setelah mengunyah buah apel dan jambu biji dibandingkan dengan menyikat gigi. Rancangan penelitian adalah pre and post test group design. Jumlah sampel adalah 60 siswa dan dibagi menjadi 3 kelompok secara random yaitu kelompok mengunyah buah apel, mengunyah buah jambu biji dan menyikat gigi (sebagai kontrol). Yang mana masing-masing kelompok terdiri atas 20 siswa. Analisis data menggunakan uji Anova. Hasil penelitian menunjukkan rerata skor plak sebelum mengunyah buah apel adalah 1,21 ± 0,33, sesudah mengunyah buah apel 0,95 ± 0,30. Rerata skor plak sebelum mengunyah buah jambu biji adalah 1,69 ± 0,31, sesudah mengunyah buah jambu biji 1,11 ± 0,33. Rerata skor plak sebelum menyikat gigi adalah 1,92 ± 0,34, sesudah menyikat gigi 1,01 ± 0,35. Ada perbedaan yang bermakna rerata skor plak sebelum dan sesudah mengunyah buah apel, mengunyah buah jambu biji dan menyikat gigi (p< 0,05). Selisih rerata skor plak sebelum dan sesudah mengunyah buah apel adalah 0,25 ± 0,10, mengunyah buah jambu biji 0,57 ± 0,14 dan menyikat gigi 0,90 ± 0,21. Secara statistik ada perbedaan yang bermakna (p< 0,001). Sebagai kesimpulan, mengunyah jambu biji lebih baik dalam menurunkan skor plak dibandingkan dengan mengunyah buah apel, tetapi menyikat gigi paling efektif dalam menurunkan skor plak.","PeriodicalId":418369,"journal":{"name":"Dentika Dental Journal","volume":"120 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2013-07-11","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"121366529","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"Deskripsi Radiografi Panoramik pada Maksila dengan Posisi Vertlkal dan Horizontal","authors":"Cek Dara Manja","doi":"10.32734/DENTIKA.V17I3.1704","DOIUrl":"https://doi.org/10.32734/DENTIKA.V17I3.1704","url":null,"abstract":"Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui deskripsi posisi kepala untuk menghasilkan distorsi minimal pada maksila secara vertikal dan horizontal dengan menggunakan radiografi panoramik konvensional dan digital. Penelitian menggunakan satu buah tengkorak yang dipasangi staples secara vertikal dan horizontal. Pengukuran dilakukan pada lima radiografi panoramik konvensional dan lima radiografi panoramik digital (masing-masing posisi 00, +50, +100, -50, -100), pada maksila yang terdapat gambaran garis radiopak vertikal dan horizontal (alveolar daerah 11, 13, 15, 17, 21, 23, 25, 27). Pengukuran gambaran garis radiopak vertikal dan horizontal pada radiografi panoramik konvensional (manual) menggunakan jangka digital dan pada radiografi panoramik digital (computerized) menggunakan perangkat lunak EZ menu measurement. Dilakukan penghitungan persentase gambaran garis radiopak vertikal dan horizontal pada radiografi panoramik konvensional dan digital maksila. Kemudian membandingkan hasil pengukuran radiografi panoramik konvensional dan digital dengan hasil pengukuran sebenarnya pada tengkorak. Hasil penelitian menunjukkan persentase distorsi minimal pada radiografi panoramik konvensional dan digital berbeda pada masing-masing alveolar daerah maksila. Persentase distorsi minimal alveolar daerah posterior pada radiografi panoramik konvensional adalah pada posisi +100 sebesar 3,03% dan radiografi panoramik digital pada posisi 00 sebesar 1,35%. Sebagai kesimpulan, deskripsi posisi untuk menghasilkan distorsi minimal pada maksila secara vertikal dan horizontal pada radiografi panoramik konvensional adalah +100 dan pada panoramik digital adalah 00.","PeriodicalId":418369,"journal":{"name":"Dentika Dental Journal","volume":"31 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2013-07-11","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"126550554","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"EFEK OPSONISASI SERUM TERHADAP AKTIVITAS FAGOSITOSIS SEL MAKROFAG YANG TERPAPAR AGREGAT BAKTERI ACTINOMYCETEMCOMITANS SETELAH PEMBERIAN MINYAK ATSIRI TEMU PUTIH","authors":"Juni Handajani","doi":"10.32734/DENTIKA.V17I3.1703","DOIUrl":"https://doi.org/10.32734/DENTIKA.V17I3.1703","url":null,"abstract":"Makrofag sebagai sel fagosit mononuklear berperan dalam respons imun innate dan adaptif. Ekstrak polisakarida temu putih (Curcuma zedoaria Rosc.) secara in vitro diketahui dapat meningkatkan aktivitas fagositosis. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efek opsonisasi serum terhadap aktivitas fagositosis sel makrofag yang telah diinduksi minyak atsiri temu putih. Subjek penelitian adalah 10 ekor tikus Wistar jantan yang dibagi menjadi 2 kelompok (perlakuan dan kontrol), masing-masing kelompok terdiri atas 5 ekor. Kelompok perlakuan diberi minum minyak atsiri temu putih dosis 30,6 μl/ml dan kelompok kontrol diberi akuabides selama 14 hari pada hari ke-7. Gingiva anterior rahang bawah tikus diolesi A. actinomycetemcomitans sebanyak 100 μl dalam CMC 2% setelah pemberian minum. Pada hari ke-15, tikus pada masing-masing kelompok dianestesi lalu diambil darahnya dari plexus retroorbitalis untuk pembuatan serum. Latex beads diinkubasi dalam serum tikus selama 1 jam. Uji fagositosis makrofag peritoneal dilakukan terhadap latex beads teropsonisasi. Pewarnaan menggunakan Giemsa 20% lalu dilakukan pengamatan aktivitas fagositosis dengan menghitung indeks dan prosentase fagositosis di bawah mikroskop cahaya. Data dianalisis menggunakan uji t. Hasil penelitian menunjukkan terdapat perbedaan bermakna efek opsonisasi serum terhadap aktivitas fagositosis sel makrofag yang telah diinduksi minyak atsiri temu putih (p< 0,05). Sebagai kesimpulan, opsonisasi serum mampu meningkatkan aktivitas fagositosis sel makrofag yang telah diinduksi minyak atsiri temu putih.","PeriodicalId":418369,"journal":{"name":"Dentika Dental Journal","volume":"1 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2013-07-11","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"123129486","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"PENGARUH PENAMBAHAN FIBER GLASS REINFORCED TERHADAP PENYERAPAN AIR DAN STABILITAS WARNA BAHAN BASIS GIGI TIRUAN NILON TERMOPLASTIK","authors":"Ariyani, Haslinda Z Tamin, M. Indra","doi":"10.32734/DENTIKA.V17I3.1714","DOIUrl":"https://doi.org/10.32734/DENTIKA.V17I3.1714","url":null,"abstract":"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan fiber glass reinforced terhadap penyerapan air dan stabilitas warna serta korelasi antara penyerapan air dan stabilitas warna pada bahan basis nilon termoplastik. Jenis penelitian ini merupakan eksperimental laboratoris, dengan sampel nilon termoplastik berbentuk silindris berukuran diameter 15 + 1 mm dan ketebalan 0,5 + 0,1 mm. Jumlah sampel adalah 27 dengan 9 sampel untuk setiap kelompok. Sampel dilakukan pengujian nilai penyerapan air dan stabilitas warna. Untuk mengetahui pengaruh penambahan fiber glass reinforced terhadap penyerapan air dan stabilitas warna dilakukan uji statistik Anova dan Uji-Pearson untuk melihat korelasi antara penyerapan air dan stabilitas warna pada setiap kelompok. Hasil penelitian menunjukkan terdapat pengaruh penambahan fiber glass reinforced pada bahan basis nilon termoplastik terhadap penyerapan air (p= 0,005) dan terhadap stabilitas warna (p= 0,042). Berdasarkan uji Pearson tidak ada korelasi antara penyerapan air dan stabilitas warna untuk setiap kelompok, kelompok tanpa fiber dengan r= 0,241; p= 0,532, kelompok fiber 1% dengan r= -0,170; p= 0,965 dan pada kelompok fiber 1,5% dengan r= -0,591; p= 0,094. Nilai koefisien korelasi (r) pada kelompok fiber 1% dan fiber 1,5% adalah negatif, artinya ada kecenderungan hubungan yang berlawanan antara penyerapan air dan stabilitas warna. Sebagai kesimpulan, penambahan fiber glass reinforced 1% dan 1,5%, dapat menurunkan nilai penyerapan air dan meningkatkan stabilitas warna bahan basis gigi tiruan nilon termoplastik.","PeriodicalId":418369,"journal":{"name":"Dentika Dental Journal","volume":"302 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2013-07-11","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"132617021","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"Perbedaan Tensile Bond Strength Resin Komposit Berbasis Silorane dengan Menggunakan Sistem Adhesif yang Berbeda pada Restorasi Klas I","authors":"B. Sary","doi":"10.32734/DENTIKA.V17I3.1706","DOIUrl":"https://doi.org/10.32734/DENTIKA.V17I3.1706","url":null,"abstract":"Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tensile bond strength resin komposit berbasis silorane terhadap dentin dengan menggunakan bahan adhesif self-etch two-step yang berbeda (Silorane System Adhesive dan Adper SE Plus) pada restorasi klas I premolar bawah. Sampel berjumlah 32 buah gigi premolar satu dan dua rahang bawah yang diekstraksi untuk keperluan ortodonti, terdiri atas dua kelompok perlakuan yaitu kelompok I diaplikasikan sistem adhesif self-etch two-step (Silorane System Adhesive) dengan resin komposit berbasis silorane. Kelompok II diaplikasikan sistem adhesif self-etch two-step (Adper SE Plus) dengan resin komposit berbasis silorane. Gigi direstorasi di permukaan oklusal, dan dipotong sampai batas servikal. Permukaan oklusal sampel ditumpat dengan resin komposit menggunakan sistem adhesif sesuai kelompok. Semua sampel ditanam dalam tabung plastik berdiameter 13 mm dan tinggi 17 mm berisi self curing acrylic. Sampel diuji tarik dengan menggunakan alat uji tarik Torsee`s Electronic System Universal Testing Machine (2tf “Senstar”, SC-2-DE, Tokyo-Japan) dengan beban maksimal 200 kgf, dengan kecepatan regangan 1 mm/detik. Kelompok I yang menggunakan bahan adhesif Silorane System Adhesive dengan resin komposit silorane (Filtek P90) memiliki nilai rerata tensile bond strength sebesar 552,96 ± 109.88 N. Nilai ini lebih besar dibandingkan dengan kelompok II yang menggunakan bahan adhesif self-etch (Adper SE Plus) dengan resin komposit silorane (Filtek P90 ), yaitu sebesar 478.48 ± 87,67 N. Analisis statistik menggunakan uji t ( t-test ). Hasil penelitian menunjukkan ada perbedaan secara signifikan (p< 0,005 ). Restorasi pada sampel kelompok II (Adper SE Plus) lebih banyak yang lepas dibandingkan dengan kelompok I (Silorane System Adhesive). Sebagai kesimpulan, ada perbedaan tensile bond strength resin komposit berbasis silorane dengan menggunakan bahan adhesif self-etch two-step yang berbeda (Silorane System Adhesive dan Adper SE Plus).","PeriodicalId":418369,"journal":{"name":"Dentika Dental Journal","volume":"30 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2012-05-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"114387265","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}