Al-Mazaahib: Jurnal Perbandingan Hukum最新文献

筛选
英文 中文
Keadilan Gender dalam Kewarisan Islam: Kajian Sosiologis Historis
Al-Mazaahib: Jurnal Perbandingan Hukum Pub Date : 2021-09-12 DOI: 10.14421/al-mazaahib.v9i1.2293
Anjar Kususiyanah
{"title":"Keadilan Gender dalam Kewarisan Islam: Kajian Sosiologis Historis","authors":"Anjar Kususiyanah","doi":"10.14421/al-mazaahib.v9i1.2293","DOIUrl":"https://doi.org/10.14421/al-mazaahib.v9i1.2293","url":null,"abstract":"This study aims to examine the justice toward women in Islamic inheritance system with a historical-sociological approach. The research method used in this research is descriptive qualitative research as an effort to understand the concepts found in a research process, using content analysis techniques and library research. From this research, it is found that according to the sociological-historical approach, the inheritance of women in Islam is not initially regulated and only applies based on customs. In pre-Islamic times, women did not have inheritance rights, even as inheritance for their closest men. that the revelation of the verse regarding Islamic inheritance did not just appear, but as a response to traditions and problems in pre-Islamic Arab society. The provision for the distribution of inheritance 2:1 is not a courtesy and universal provision. This provision cannot justify that the text is clear. The right or wrong of this provision must be measured to what extent it reflects the value of justice and equality as muhkam and universal principle. The inheritance verse makes the Arab community aware that women are not objects of inheritance; but, instead inheritance subjects like men who have the right to inherit and be inherited. So that the verse about inheritance in Q.S. An Nisa (4): 11-12, this is an effort to improve the position of women in society by adjusting the sosial conditions of society according to the era so that the distribution of inheritance 2:1 is not justice, if, it is synchronized with the current sosial phenomena.","PeriodicalId":375931,"journal":{"name":"Al-Mazaahib: Jurnal Perbandingan Hukum","volume":"110 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-09-12","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"131809137","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
引用次数: 3
Kaffārah Rules on Having Intercourse During Ramaḍān: Gender Analysis of Imam Nawāwī and Ibn Qudāmah’s Opinions Kaffārah在Ramaḍān期间的性交规则:伊玛目Nawāwī和伊本Qudāmah意见的性别分析
Al-Mazaahib: Jurnal Perbandingan Hukum Pub Date : 2021-09-12 DOI: 10.14421/al-mazaahib.v9i1.2291
M. Billah, Rifqi Nurdiansyah, Kaukabilla Alyaparangu
{"title":"Kaffārah Rules on Having Intercourse During Ramaḍān: Gender Analysis of Imam Nawāwī and Ibn Qudāmah’s Opinions","authors":"M. Billah, Rifqi Nurdiansyah, Kaukabilla Alyaparangu","doi":"10.14421/al-mazaahib.v9i1.2291","DOIUrl":"https://doi.org/10.14421/al-mazaahib.v9i1.2291","url":null,"abstract":"This article tries to analyze the doctrine of kaffārah as the repentance for those who break the fast doing an intercourse in the day of Ramaḍān based on the opinions of Imam Nawāwī and Ibn Qudamah viewed from the perspective of gender. This is a library research that used descriptive-comparative methods along with normative and gender equity approach that discusses the text and modern context. The data was derived from the fikih’s books. This article shows that Muslims who commit a sexual intercourse in the day of Ramaḍān are burdened by an expiation that is mentioned in ḥadīṡ. Imam Nawawi stated that wife is not burdened by an expiation if she commits the intercourse, either by her willingness or under the compulsion. While Ibn Qudāmah stated that wife is burdened by an expiation if she commits it by her willingness and the legal burden will be lost if she is being under compulsion. From the perspective of gender, there is no difference between both man and woman’s kaffārah obligation. Both will get the consequence from all they have done, because both are the subjects of law. They should discuss each other on what choices to expiate their sins.","PeriodicalId":375931,"journal":{"name":"Al-Mazaahib: Jurnal Perbandingan Hukum","volume":"41 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-09-12","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"126839729","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
引用次数: 2
PERNIKAHAN DI BAWAH UMUR PERSPEKTIF TOKOH NAHDLATUL ULAMA; ANTARA KIYAI PESANTREN DAN DOSEN KAMPUS DI YOGYAKARTA 未成年婚姻视角学者NAHDLATUL;KIYAI PESANTREN和日惹的大学讲师之间
Al-Mazaahib: Jurnal Perbandingan Hukum Pub Date : 2020-12-01 DOI: 10.14421/al-mazaahib.v8i2.2219
Alvina Maula Azkia
{"title":"PERNIKAHAN DI BAWAH UMUR PERSPEKTIF TOKOH NAHDLATUL ULAMA; ANTARA KIYAI PESANTREN DAN DOSEN KAMPUS DI YOGYAKARTA","authors":"Alvina Maula Azkia","doi":"10.14421/al-mazaahib.v8i2.2219","DOIUrl":"https://doi.org/10.14421/al-mazaahib.v8i2.2219","url":null,"abstract":"Secara toeritis, pernikahan meniscayakan kesiapan, baik fisik maupun mental. Namun kenyataan di lapangan, peristiwa nikah di bawah umur masih banyak Hal ini tentu menjadi masalah kesadaran tersendiri bagi masyarakakat yang enggan mematuhi peraturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Keadaan ini memicu perbedaan pendapat di kalangan tokoh NU di Yogyakarta. Baik Kiayi di Pesantrean dan Dosen di Universitas memiliki argumentasinya masing-masing. Kiyai di Pesantren melihat bahwa hal tersebut tidak meniciderai aturanaturan hukum Islam. Sebab yang menjadi patokan adalah baligh dan bukan batasan usia. Sedangkan menurut pandanga tokoh NU yang bekerja sebagai dosen di univesitas menyatakan tidak setuju atas praktik pernikahan di bawah umur. Bukan karena batasan umur, melainkan sebagai upaya prefentif agar dapat menghindari kemudaratan-kemudaratan, baik secara fisik-material maupun secara psikis-non material. Artikel ini bertujuan untuk menganalisa pandangan tokoh-tokoh NU terhadap pernikahan di bawah umur antara Kiyai di Pesantren dan Dosen di Universitas. Artikel ini menggunakan metode penelitian kuantitatif dengan menjadikan wilayah Yogyakarta sebagai area kajian lapangannya.","PeriodicalId":375931,"journal":{"name":"Al-Mazaahib: Jurnal Perbandingan Hukum","volume":"5 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-12-01","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"121775300","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
引用次数: 0
PENGGUNAAN OBAT PENUNDA HAID UNTUK BERPUASA RAMADHAN (PERSPEKTIF ULAMA NU DAN ULAMA SALAFI) 斋戒期间使用月经延迟药物(乌尔特的观点和萨拉菲特乌斯)
Al-Mazaahib: Jurnal Perbandingan Hukum Pub Date : 2020-12-01 DOI: 10.14421/al-mazaahib.v8i2.2220
Devi Aswinda
{"title":"PENGGUNAAN OBAT PENUNDA HAID UNTUK BERPUASA RAMADHAN (PERSPEKTIF ULAMA NU DAN ULAMA SALAFI)","authors":"Devi Aswinda","doi":"10.14421/al-mazaahib.v8i2.2220","DOIUrl":"https://doi.org/10.14421/al-mazaahib.v8i2.2220","url":null,"abstract":"Obat penunda haid secara medis mampu menunda datangnya haid dalam waktu yang relatif cukup lama. Obat tersebut dapat digunakan kaum wanita apabila hendak melakukan ibadah secara penuh seperti ibadah haji. Namun beberapa kalangan memanfaatkan obat penunda haid ini untuk kepentingan ibadah puasa Ramadhan, supaya sempurna amalan-amalan yang dilakukan selama bulan Ramadan. Penulis meneliti bagaimana pandangan Ulama NU dan Ulama Salafi, tentang pembolehan penggunaan obat penunda haid ini bagi perempuan yang akan melaksananakan ibadah Puasa Ramadan. Pilihan penulis kepada Ulama NU dan Salafi, karena dalam beberapa sikap ibadahnya, kedua kelompok tersebut cenderung memiliki perbedaan bahkan terkadang kontradiktif, meski tetap dalam koridor keislaman yang sah. Disamping itu penulis ingin mengetahui lebih jauh tentang proses dalam menentukan suatu hukum melalui dengan metode istinbat yang digunakan. Melalui teori Al-Ikhtilafu fi al-Qowaid alUshuliyah, penulis berusaha mencari titik temu atas perbedaan Kaidah Ushuliyah yang digunakan. Hasil dari penelitian ini adalah Ulama NU membolehkan wanita mengonsumsi obat penunda haid untuk menyempurnakan ibadahnya di Bulan Ramadhan. Dengan alasan menyempurnakan ibadah adalah hak setiap makhluk Allah, asalkan langkah yang ditempuh tidak membahayakan. Demikian Ulama Salafi, membolehkan wanita mengonsumsi obat penunda haid untuk berpuasa Ramadhan. Akan tetapi Ulama Salafi menyarankan untuk lebih baik meninggalkan dan tidak mengonsumsinya. Dengan asumsi bahwa mengonsumsi obat penunda haid seaman apapun tetap akan menimbulkan madharat bagi wanita yang mengonsumsinya.","PeriodicalId":375931,"journal":{"name":"Al-Mazaahib: Jurnal Perbandingan Hukum","volume":"91 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-12-01","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"128757625","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
引用次数: 0
STUDI KOMPARATIF HADIS-HADIS TENTANG JUMLAH RAKAAT SALAT SUNAH RAWATIB MUAKKAD MENURUT IMAM AL-BUKHARI DAN IMAM MUSLIM 根据伊玛目·阿布哈里(AL-BUKHARI)和穆斯林牧师的说法,关于RAKAAT SALAT salaah RAWATIB MUAKKAD数量的比较研究
Al-Mazaahib: Jurnal Perbandingan Hukum Pub Date : 2020-12-01 DOI: 10.14421/al-mazaahib.v8i2.2217
Moh. Abdullah
{"title":"STUDI KOMPARATIF HADIS-HADIS TENTANG JUMLAH RAKAAT SALAT SUNAH RAWATIB MUAKKAD MENURUT IMAM AL-BUKHARI DAN IMAM MUSLIM","authors":"Moh. Abdullah","doi":"10.14421/al-mazaahib.v8i2.2217","DOIUrl":"https://doi.org/10.14421/al-mazaahib.v8i2.2217","url":null,"abstract":"Dalam praktik masyarakat umat Islam, salat sunah rawatib sangat tidak asing didengar dikarenakan begitu banyak manfaat yang didapatkan juga amal ibadah untuk melengkapi kekurangan dari amal-amal ibadah yang wajib. Dalam salat sunah rawatib sendiri terbagi menjadi dua yakni muakkad dan ghairu muakkad, namun dalam salat sunah rawatib muakkad terdapat perbedaan pendapat dalam hal jumlah rakaat. pendapat pro kontra terjadi antara ulama masalah kedua hadis yang bertentangan tentang jumlah rakaat yang dikemukakan oleh Imam al-Bukhari dan Imam Muslim. Menurut Imam al-Bukhari dalam hadisnya menyebutkan bahwa jumlah rakaatnya adalah 10 rakaat, berbeda dengan Imam Muslim yang menyebutkan 12 rakaat. Terdapat nuansa perbedaan atau pertentangan dalam kedua hadis tersebut, yang mana kedua hadis sama-sama kuat dan bersumber dari Rasulullah Saw. Maka pembahasan dalam tulisan ini menjelaskan hukum melaksanakannya salat rawatib muakkad. Dalam menyelesaikan permasalahan tersebut terdapat dua keilmuan. Dalam ilmu usul fiqh, pertentangan tersebut dikenal dengan istilah ta’arudh al-Adillah sedangkan dalam ilmu kaidah fiqhiyyah ulama biasa menggunakan kaidah fiqhiyah al-I’malu Khoiru Min al-Ihmali. Adapun penyelesaiannya menggunakan al-Jam’u wa al-Taufiq atau menggumpulkan dan menggabungkan kedua dalil dan juga Tarjih atau memilih salah satu diantara kedua hadis tersebut.","PeriodicalId":375931,"journal":{"name":"Al-Mazaahib: Jurnal Perbandingan Hukum","volume":"41 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-12-01","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"123227404","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
引用次数: 0
IZIN POLIGAMI DALAM BINGKAI MAQASHID SYARIAH DAN HUKUM PROGRESIF
Al-Mazaahib: Jurnal Perbandingan Hukum Pub Date : 2020-12-01 DOI: 10.14421/al-mazaahib.v8i2.2216
Abdul Halim
{"title":"IZIN POLIGAMI DALAM BINGKAI MAQASHID SYARIAH DAN HUKUM PROGRESIF","authors":"Abdul Halim","doi":"10.14421/al-mazaahib.v8i2.2216","DOIUrl":"https://doi.org/10.14421/al-mazaahib.v8i2.2216","url":null,"abstract":"Penelitian ini dilatarbelakangi oleh realitas sosial bahwa kendatipun pengaturan mengenai poligami dalam UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan telah mendekati setengah abad, namun sampai saat ini masih terjadi pro dan kontra terhadap ketentuan tersebut. Tulisan ini memaparkan regulasi izin poligami dalam bingkai Maqashid Syariah dan Hukum Progresif. Hasil pembahasan memberikan pemahaman bahwa ketentuan yang mengatur tentang izin poligami didasarkan pada pertimbangan untuk memberikan kemanfaatan dan kebahagiaan kepada 94 Abd. Halim, Izin Poligami dalam Bingkai Maqashid Syariah... (93-111)masyarakat, yaitu untuk melindungi kemaslahatan semua pihak yang terkait dalam suatu perkawinan. Tegasnya, ketentuan ini mengandung nilai-nilai maqashid sayariah dan hukum progresif. Ketentuan ini telah berusaha menggeser pemahaman yang telah berada pada posisi paham status quo---bahwa poligami adalah urusan pribadi (suami) yang tidak bisa dicampuri oleh penguasa dan selanjutnya pelaksanaannya tidak hanya sekedar private affairs, tetapi memilki segi keagamaan, segi sosial, dan segi hukum.","PeriodicalId":375931,"journal":{"name":"Al-Mazaahib: Jurnal Perbandingan Hukum","volume":"2 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-12-01","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"125809413","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
引用次数: 1
JUAL BELI DENGAN SISTEM TEBASAN; STUDI ANTAR PERSPEKTIF TOKOH NU STRUKTURAL DAN TOKOH NU KULTURAL DI DESA SUMUR, KECAMATAN TAMANSARI, KEBUPATEN BOYOLALI 用切球系统进行交易;在威尔斯村、街道、博约拉利基金会、巴德曼萨里、巴德里和文化背景之间进行研究
Al-Mazaahib: Jurnal Perbandingan Hukum Pub Date : 2020-06-01 DOI: 10.14421/al-mazaahib.v8i1.2214
Umi Kholifah
{"title":"JUAL BELI DENGAN SISTEM TEBASAN; STUDI ANTAR PERSPEKTIF TOKOH NU STRUKTURAL DAN TOKOH NU KULTURAL DI DESA SUMUR, KECAMATAN TAMANSARI, KEBUPATEN BOYOLALI","authors":"Umi Kholifah","doi":"10.14421/al-mazaahib.v8i1.2214","DOIUrl":"https://doi.org/10.14421/al-mazaahib.v8i1.2214","url":null,"abstract":"Jual beli dengan sistem tebasan merupakan pembelian hasil tanaman sebelum dipetik. Dalam praktiknya sistem tebasan dilakukan oleh pemborong yaitu dengan cara membeli hasil pertanian sebelum masuk masa panen. Praktik jual beli seperti ini mengandung gharar ( الغرر ) yang mengakibatkan transaksi jual beli menjadi tidak sah. Penyebab dikarenakan tanpa penakaran yang sempurna, dan ketidakjelasan jumlah dari barang yang diperjual-belikan dapat menimbulkan kerugian kepada salah satu pihak yang melakukan akad. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa tentang bagaimana bagaimana praktik jual beli dengan sistem tebasan yang dilakukan di Desa Sumur, serta bagaimana pandangan tokoh-tokoh NU, baik struktural maupun kultural mengenai jual beli dengan sistem tebasan tersebut. Lantas kemudian menganalisa perspektif kedua belah pihak untuk dibandingkan antara persamaan dan perbedaan pandangannya. Penelitian ini menggunakan kajian lapangan (field research). Adapun pendekatan yang digunakan adalah pendekatan normativ dan sosiologis. Penelitian ini menghasilkan temuan bahwa tokoh NU struktural membolehkan jual beli dengan sistem tebasan namun harus memenuhi rukun dan syarat yang telah diatur dalam hukum Islam secara sempurna. Jika terdapat syarat-syarat yang belum terpenuhi, maka jual beli tersebut batal atau tidak sah. Pendapat Tokoh NU kultural membolehkan jual beli tebasan secara keseluruhan, yang penting di dalam jual beli ini adalah kesepakatan yang terjadi di antara kedua belah pihak.","PeriodicalId":375931,"journal":{"name":"Al-Mazaahib: Jurnal Perbandingan Hukum","volume":"10 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-06-01","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"122243393","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
引用次数: 1
PEREMPUAN SEBAGAI PEMBATAL SALAT: STUDI ATAS PANDANGAN NASR AD-DIN A-ALBANI DAN FATIMA MERNISSI
Al-Mazaahib: Jurnal Perbandingan Hukum Pub Date : 2020-06-01 DOI: 10.14421/al-mazaahib.v8i1.2211
M. Irfan
{"title":"PEREMPUAN SEBAGAI PEMBATAL SALAT: STUDI ATAS PANDANGAN NASR AD-DIN A-ALBANI DAN FATIMA MERNISSI","authors":"M. Irfan","doi":"10.14421/al-mazaahib.v8i1.2211","DOIUrl":"https://doi.org/10.14421/al-mazaahib.v8i1.2211","url":null,"abstract":"Islam hadir dengan membawa semangat kesetaraan antara lakilaki dan perempuan, baik dalam hal ibadah maupun lainnya. Namun demikian, terdapat sejumlah nash Al-Qur’an dan juga hadis nabi yang mengesankan adanya subordinasi terhadap perempuan. Salahnya adalah hadis yang menyatakan bahwa lewatnya perempuan di depan orang yang salat bisa menjadi penyebab batalnya salat. Dalam hal ini, perempuan, anjing dan keledai seolah diposisikan secara setara dan sama-sama bisa menjadi penyebab batalnya salat. Berkaitan dengan hadis ini, Muhammad Nas}r ad-Di>n al-Albi>ni memegangi makna literal hadis nabi tersebut. Dengan demikian, menurutnya, perempuan yang lewat di depan seseorang yang sedang menjalankan salat bisa menjadikan salatnya batal. Sementara itu, Fatima Mernissi berpendapat sebaliknya, bahwa lewatnya perempuan di depan orang yang sedang salat tidak bisa secara otomatis membatalkan salat. Dia berarguen bahwa ada kecenderungan patriarki yang tersimpan dalam hadis tersebut. Nasr ad-Din al-Albani berpegang pada hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah dan Abu Zarr, sementara Fatimah Mernissi berpegang pada hadis Aisyah dan Ummu Salamah. Hadis-hadis tersebut ‘tampak’ saling bertentangan namun sebenarnya bisa dikompromikan dengan menggunakan metode al-jam’u wa at-tawfiq. Dengan menggunakan metode tersebut dapatlah dikatakan bahwa melintasnya perempuan di depan orang yang sedang menjalankan salat tidaklah membatalkan salat, namun memutus kehusyu’an salat. Hal ini sejalan dengan kata yaqt}a’u dalam hadis tersebut, yang makna aslinya adalah memutus. Dengan demikian, hadis tersebut harus dipahami bahwa melintasnya perempuan bisa menjadi pemutus kehusyukan salat, bukan sebagai pembatal salat.","PeriodicalId":375931,"journal":{"name":"Al-Mazaahib: Jurnal Perbandingan Hukum","volume":"7 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-06-01","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"130734912","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
引用次数: 0
DISKRESI PEMBERIAN STATUS KEWARGANEGARAAN TERHADAP ARCANDRA TAHAR OLEH MENTERI HUKUM DAN HAM DALAM PERSPEKTIF SIYASAH DUSTŪRIYYAH 宪报给予公民权对ARCANDRA TAHAR尘埃中由司法部长和人权视角SIYASAHŪRIYYAH
Al-Mazaahib: Jurnal Perbandingan Hukum Pub Date : 2020-06-01 DOI: 10.14421/al-mazaahib.v8i1.2213
S. Sudarti
{"title":"DISKRESI PEMBERIAN STATUS KEWARGANEGARAAN TERHADAP ARCANDRA TAHAR OLEH MENTERI HUKUM DAN HAM DALAM PERSPEKTIF SIYASAH DUSTŪRIYYAH","authors":"S. Sudarti","doi":"10.14421/al-mazaahib.v8i1.2213","DOIUrl":"https://doi.org/10.14421/al-mazaahib.v8i1.2213","url":null,"abstract":"Diskresi yang dikeluarkan oleh Kementerian Hukum dan HAM melalui Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM nomor AHU-1 AH.10.01 Tahun 2016 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia atas nama Arcandra Tahar menimbulkan pro dan kontra di kalangan masyarakat karena dinilai bertentangan dengan peraturan perundang-undangan kewarganegaraan Indonesia. Menteri Hukum dan HAM memberikan status kewarganegaraan kepada Arcandra Tahar yang berstatus sebagai stateless dengan alasan untuk memberikan perlindungan maksimum, namun diskresi tersebut justru tidak mengindahkan ketentuan perundang-undangan sebagai payung hukum bagi penyelenggara negara dalam mengambil keputusan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis diskresi Menteri Hukum dan HAM tersebut dengan menggunakan siyasah dusturiyyah. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian pustaka dengan metode deskriptif analitis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM bernomor AHU1 AH.10.01 Tahun 2016 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia atas nama Arcandra Tahar telah melanggar prinsipprinsip dalam siyasah dusturiyyah.","PeriodicalId":375931,"journal":{"name":"Al-Mazaahib: Jurnal Perbandingan Hukum","volume":"60 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-06-01","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"128128727","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
引用次数: 0
PERBEDAAN HUKUM KUNUT NAZILAH DI TENGAH PANDEMI COVID-19 MENURUT MUHAMMADIYAH DAN NAHDLATUL ULAMA 根据伊斯兰教和伊斯兰学者NAHDLATUL的说法,纳扎里纳的法律在COVID-19大流行中存在差异
Al-Mazaahib: Jurnal Perbandingan Hukum Pub Date : 2020-06-01 DOI: 10.14421/al-mazaahib.v8i1.2212
Radika Fawwazulhaq Al-Mahbubi
{"title":"PERBEDAAN HUKUM KUNUT NAZILAH DI TENGAH PANDEMI COVID-19 MENURUT MUHAMMADIYAH DAN NAHDLATUL ULAMA","authors":"Radika Fawwazulhaq Al-Mahbubi","doi":"10.14421/al-mazaahib.v8i1.2212","DOIUrl":"https://doi.org/10.14421/al-mazaahib.v8i1.2212","url":null,"abstract":"Dunia hari ini sedang dihadapkan pada persoalan yang besar dan serius dengan terjadinya pandemi Covid-19. World Health Organization (WHO) telah menetapkan Covid-19 sebagai pandemi setelah penyebarannya begitu cepat yang menjangkit ke berbagai negara-negara di dunia. Tak terkecuali negara Indonesia yang telah diketahui terdampak sejak awal tahun 2020. Berbagai cara penanggulangan telah dilakukan seperti pisychal distancing ataupun social distancing sesuai intruksi dari (WHO). Dengan mayoritas penduduk beragama Islam, beberapa organisasi Islam menghimbau untuk melakukan kunut nazilah. Di antara organisasi itu adalah Muhamadiyah dan Nahdlatul Ulama. Bagi keduanya kunut ini sebagai wujud penanganan secara ruhaniah agar pandemi segera selesai. Tetapi temuan fatwa hukum di antara keduanya terjadi perbedaan dalam menetapkan hukum kunut nazilah di tengah pandemi Covid 19 Menurut Muhammadiyah kunut nazilah di tengah pandemi Covid-19 menghasilkan dua putusan. Pertama, kunut nazilah tidak lagi boleh diamalkan. Kedua, boleh diamalkan atau dikerjakan dengan tidak menggunakan kata kutukan atau permohonan terhadap perorangan. Adapun dalil yang digunakan sebagai dasar penetapan hukum ini adalah hadis Rasulullah Saw yang mana beliau pernah melakukan kunut saat terjadi penganiayaan oleh orang kafir terhadap kelompok Islam sampai dengan turunnya surah ‘Ali Imron ayat 128. Sementara Nahdlatul Ulama menetapkan hukum kunut nazilah di tengah pandemi Covid-19 adalah sunah. Karena mengikuti pendapat ulama dari kalangan Syafi’iyyah di mana disunnahkan melakukan kunut saat terjadi nazilah. Perbedan di antara keduanya dikarenakan perbedaan dalam menggunakan metode serta perbedaan dalam memahami dasar hukum yang ada. Muhamadiyah memahami ada unsur nasikh dan mansukh atas turunnya surah ‘Ali Imran 128 ini. Hal ini berbeda dengan Nahdlatul Ulama yang hanya memahami ayat tersebut hanya sebagai teguran tidak sampai kepada penghapusan nash.","PeriodicalId":375931,"journal":{"name":"Al-Mazaahib: Jurnal Perbandingan Hukum","volume":"39 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-06-01","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"115896494","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
引用次数: 0
0
×
引用
GB/T 7714-2015
复制
MLA
复制
APA
复制
导出至
BibTeX EndNote RefMan NoteFirst NoteExpress
×
提示
您的信息不完整,为了账户安全,请先补充。
现在去补充
×
提示
您因"违规操作"
具体请查看互助需知
我知道了
×
提示
确定
请完成安全验证×
相关产品
×
本文献相关产品
联系我们:info@booksci.cn Book学术提供免费学术资源搜索服务,方便国内外学者检索中英文文献。致力于提供最便捷和优质的服务体验。 Copyright © 2023 布克学术 All rights reserved.
京ICP备2023020795号-1
ghs 京公网安备 11010802042870号
Book学术文献互助
Book学术文献互助群
群 号:481959085
Book学术官方微信