Media AkuakulturPub Date : 2021-07-03DOI: 10.15578/MA.16.1.2021.45-56
Andi Akhmad Mustafa, A. Asaad, Dominggus Linthin
{"title":"PERFORMA BUDIDAYA UDANG WINDU (Penaeus monodon) PADA MUSIM KEMARAU DI TAMBAK KECAMATAN MARUSU KABUPATEN MAROS","authors":"Andi Akhmad Mustafa, A. Asaad, Dominggus Linthin","doi":"10.15578/MA.16.1.2021.45-56","DOIUrl":"https://doi.org/10.15578/MA.16.1.2021.45-56","url":null,"abstract":"Salah satu program dari Gubernur Sulawesi Selatan periode 2018-2023 adalah mengembalikan kejayaan udang windu di Sulawesi Selatan. Telah dilakukan kegiatan yang bertujuan mengetahui performa budidaya udang windu di tambak pembudidaya yang dilaksanakan pada musim kemarau tahun 2019 di Kecamatan Marusu Kabupaten Maros. Kegiatan budidaya udang windu teknologi tradisional plus dilaksanakan di tambak Dusun Kurilompo, Desa Nisombalia Kecamatan Marusu Kabupaten Maros. Sebanyak enam petak tambak pembudidaya ditebari tokolan udang windu dengan padat penebaran dari 10.000 sampai 30.000 ekor/ha. Setelah dipelihara selama 69 sampai 80 hari dilakukan panen dan selanjutnya dilakukan penentuan sintasan, bobot rata-rata, produksi udang windu, dan rasio konversi pakan (RKP). Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif. Hasil kegiatan menunjukkan bahwa kualitas air di tambak Kecamatan Marusu, Kabupaten Maros pada musim kemarau dicirikan dengan salinitas yang berkisar antara 36,63-69,40 ppt; suatu kondisi yang tidak optimal untuk budidaya udang windu. Pada saat panen didapatkan sintasan udang windu dari 27,57% sampai 66,67%; bobot rata-rata dari 14,29-40,00 g/ekor; produksi dari 90,1-800,0 kg/ha/musim; dan RKP dari 0,54:1 sampai 2,10:1. Disimpulkan bahwa budidaya udang windu di tambak bersalinitas tinggi di daerah ini merupakan penyebab utama rendahnya sintasan, bobot rata-rata, produksi udang windu, dan RKP. Direkomendasikan bahwa perbaikan budidaya udang dengan menjaga tingkat salinitas dalam nilai optimal harus disosialisasikan kepada pembudidaya udang windu di daerah tersebut.One of the main aquaculture development targeted by the South Sulawesi Province for the period 2018-2023 is to restore the glory of tiger shrimp farming in South Sulawesi. The recent study was carried out to uncover redevelopment opportunities of tiger shrimp culture and determine the performance of tiger shrimp culture in the farmers’ ponds. The study was performed during the dry season in Marusu Subdistrict Maros District, in 2019. Traditional plus tiger shrimp farming activities were carried out in the ponds of Kurilompo Subvillage, Nisombalia Village, Marusu Subdistrict, Maros District. A total of six brackishwater ponds were stocked with tiger shrimp fingerling with stocking densities of 10,000-30,000 ind./ha. After being cultured for 69 to 80 days, the shrimp were harvested and measured their survival rate, average weight, production of tiger shrimp, and feed conversion ratio (FCR). The data obtained were analyzed with descriptive statistics. The results showed that water quality in brackishwater ponds of Marusu Subdstrict Maros District, in the dry season is characterized by salinity ranging from 36.63 to 69.40 ppt, a condition that is not optimal for tiger shrimp culture. At harvest, the survival rate, average weight, production, and FCR of the farmed average tiger shrimp were 27.57%-66.67%, 14.29-40.00 g/ind., 90.1-800.0 kg/ha/season, and 0.54:1-2.10:1, respectively. It is co","PeriodicalId":334563,"journal":{"name":"Media Akuakultur","volume":"1 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-07-03","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"129073350","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Media AkuakulturPub Date : 2021-07-03DOI: 10.15578/MA.16.1.2021.33-43
I. Mastuti, Zafran Zafran, K. Mahardika
{"title":"PERKEMBANGAN JUMLAH EKTOPARASIT Pseudorhabdosynochus spp. PADA INSANG KERAPU HIBRIDA CANTIK (Epinephelus fuscoguttatus x E. polyphekadion) MELALUI METODE KOHABITASI","authors":"I. Mastuti, Zafran Zafran, K. Mahardika","doi":"10.15578/MA.16.1.2021.33-43","DOIUrl":"https://doi.org/10.15578/MA.16.1.2021.33-43","url":null,"abstract":"Genus Pseudorhabdosynocus merupakan Monogenea yang sering menginfeksi ikan kerapu. Pengaruh perbedaan jarak antara ikan sakit dengan ikan sehat terhadap perkembangan jumlah Pseudorhabdosynochus spp. pada ikan kerapu hibrida “cantik” dipelajari dalam penelitian ini melalui metode kohabitasi. Kohabitasi dilakukan dengan dua metode yaitu (a) menempatkan lima ekor ikan sakit ke dalam keranjang dengan jarak 25 cm dari dasar bak, dan (b) menempatkan lima ekor ikan sakit ke dalam keranjang dengan jarak 10 cm dari dasar bak. Kedua keranjang tersebut diapungkan ke dalam bak plastik berbeda dengan volume 100 L air laut (33 ppt) yang masing-masing telah berisi 30 ekor ikan kerapu hibrida “cantik” sehat. Masing-masing lima ekor ikan dari kedua metode kohabitasi diambil pada hari ke-2, 4, 6, 8, 10, dan 15 pemeliharaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa infeksi buatan menggunakan metode kohabitasi (b) lebih cepat menyebarkan Pseudorhabdosynochus spp. dari ikan sakit ke ikan sehat dibandingkan dengan metode kohabitasi (a). Perkembangan populasi Pseudorhabdosynochus spp. dan telurnya pada metode kohabitasi (b) lebih tinggi yaitu 1.495 ± 206,3 ekor/ikan dan 18,6 ± 3,8 telur/ikan dibandingkan dengan metode kohabitasi (a) yaitu 163,2 ± 16,3 ekor/ikan dan 3,8 ± 0,7 telur/ikan pasca 15 hari kohabitasi. Secara histopatologi, lamela insang yang terinfeksi Pseudorhabdosynochus spp. menunjukkan adanya hyperplasia epitel sel filamen insang yang menimbulkan fusi filamen. Kerusakan filamen di hampir semua lamela insang menyebabkan terganggunya sistem pernapasan ikan kerapu. Hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa penyebaran Pseudorhabdosynochus spp. semakin cepat dengan semakin dekat jarak kontak antara ikan sakit dengan ikan sehat.Pseudorhabdosynocus is a genus of Monogenea that frequently infect grouper fish. This study aimed to observe the changes of density patterns of Pseudorhabdosynochus spp. in hybrid grouper gill through cohabitation. Two cohabitation methods were applied to understand the effects of distance between sick and healthy fish in terms of parasite infection. The cohabitation methos were arranged as follows: (a) five fish infected with Pseudorhabdosynochus spp. were placed into a basket at a distance of 25 cm from the bottom of the tank, and (b) five fish infected with Pseudorhabdosynochus spp. were placed into a basket at a distance of 10 cm from the bottom of the tank. The two baskets were floated into different plastic tanks of 100 L of seawater (33 ppt), each of which contained 30 healthy hybrid groupers. Each of the five fish from the two cohabitation methods was sampled on day 2, 4, 6, 8, 10, and 15 after cohabitation. The results showed that the spread of Pseudorhabdosynochus spp. from sick fish to healthy fish with the cohabitation method b was faster than the cohabitation method a. The development number of Pseudorhabdosynochus spp. and its eggs in the cohabitation method b were higher, reaching 1,495 ± 206.3 parasite/fish and 18.6 ± 3.8 eggs/fis","PeriodicalId":334563,"journal":{"name":"Media Akuakultur","volume":"100 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-07-03","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"125974937","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Media AkuakulturPub Date : 2020-12-31DOI: 10.15578/MA.15.2.2020.71-77
Mugi Mulyono, Suharyadi Suharyadi, Sri Budiani Samsuharapan, E. Marlina, Maria Goreti Eny Kristiany, Effi Athfiyani Thaib, Amyda Suryati Panjaitan, Sinar Pagi Sektiana, I. Ilham, F. Hapsyari, A. Saputra, F. Hasanah, Yamina Safitri
{"title":"PERFORMA BUDIDAYA RUMPUT LAUT Gracilaria changii (Gracilariales, Rhodophyta) PADA LOKASI TANAM BERBEDA DI PERAIRAN UJUNG BAJI KABUPATEN TAKALAR","authors":"Mugi Mulyono, Suharyadi Suharyadi, Sri Budiani Samsuharapan, E. Marlina, Maria Goreti Eny Kristiany, Effi Athfiyani Thaib, Amyda Suryati Panjaitan, Sinar Pagi Sektiana, I. Ilham, F. Hapsyari, A. Saputra, F. Hasanah, Yamina Safitri","doi":"10.15578/MA.15.2.2020.71-77","DOIUrl":"https://doi.org/10.15578/MA.15.2.2020.71-77","url":null,"abstract":"Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi performa pertumbuhan Gracilaria changii yang ditanam di daerah budidaya dengan lokasi yang berbeda. Penelitian ini dilakukan di perairan Takalar, Sulawesi Selatan, Indonesia. Pengamatan pertumbuhan dengan metode long line dilakukan di lima lokasi di perairan Ujung Baji, Takalar, Sulawesi Selatan. Hasil yang diperoleh memperlihatkan bahwa tingkat pertumbuhan G. changii di lokasi tanam yang berdekatan dengan muara sungai (stasiun-5) memiliki laju pertumbuhan terbaik sebesar 557,6 ± 31,51 g dan berbeda sangat nyata dibandingkan dengan lokasi tanam yang jauh dari muara sungai (stasiun-1) dengan laju pertumbuhan sebesar 266,4 ± 15,98 g. Sedangkan tingkat pertumbuhan spesifik tidak memperlihatkan adanya perbedaan yang nyata antara stasiun-5 (4,20 ± 4,2%/hari) dengan stasiun-1 (2,36 ± 2,4%/hari). Pengamatan kualitas air memberikan indikasi pengaruhnya terhadap pertumbuhan G. changii, di mana yang paling dominan adalah salinitas. This study aimed to evaluate the growth performance of Gracilaria changii cultivated at different locations. This research was conducted in Takalar waters, South Sulawesi, Indonesia. Observations on seaweed growth planted using long line method were carried out in five different locations in the waters of Ujung Baji, Takalar, South Sulawesi. The results showed that the growth rate of G. changii at the planting location near the river mouth (station-5) was the best with a growth rate of 557.6 ± 31.51 grams and significantly different compared to that of seaweed planted at the farthest location from the river mouth (station-1) with a growth rate of 266.4 ± 15.98 grams. There was no significant difference on specific growth rate between stations 5 (4.20 ± 4.2%/day) and station 1 (2.36 ± 2.4%/day). Further observation of water quality variations indicated that salinity predominantly affects the growth. G. changii in this area.","PeriodicalId":334563,"journal":{"name":"Media Akuakultur","volume":"42 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-12-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"133812593","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Media AkuakulturPub Date : 2020-12-31DOI: 10.15578/MA.15.2.2020.53-59
Otong Zenal Arifin, Fia Sri Mumpuni, Agung Sofian, Wahyulia Cahyanti, O. Hasan
{"title":"PERKEMBANGAN EMBRIO IKAN Torsoro (Tor soro) PADA SUHU INKUBASI BERBEDA","authors":"Otong Zenal Arifin, Fia Sri Mumpuni, Agung Sofian, Wahyulia Cahyanti, O. Hasan","doi":"10.15578/MA.15.2.2020.53-59","DOIUrl":"https://doi.org/10.15578/MA.15.2.2020.53-59","url":null,"abstract":"Tor soro merupakan ikan air tawar asli Indonesia bernilai ekonomis tinggi yang belum banyak dibudidayakan secara intensif karena ketersediaan benih banyak mengandalkan hasil pemijahan di alam. Salah satu faktor keberhasilan dalam pembenihan adalah kondisi lingkungan terutama suhu. Tujuan penelitian adalah untuk menentukan suhu optimal bagi perkembangan embrio, lama waktu penetasan, dan daya tetas telur ikan Tor soro. Penelitian dilakukan pada bulan September 2015 di Instalasi Riset Plasma Nutfah Perikanan Air Tawar, Bogor. Penelitian menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan empat perlakuan suhu (19°C-21°C, 22°C-24°C, 25°C-27°C, dan 28°C-30°C) dan tiga kali ulangan. Perbedaan suhu inkubasi pada penelitian ini mempengaruhi perkembangan embrio, lama waktu penetasan, dan persentase daya tetas pada telur ikan Tor soro. Suhu inkubasi yang tinggi (28°C-30°C) menyebabkan telur mati setelah delapan jam atau pada saat fase calon embrio. Suhu inkubasi 25°C-27°C menghasilkan waktu penetasan tercepat yaitu selama 77,33 ± 1,15 jam dengan daya tetas yang tinggi yaitu sebesar 84,44 ± 6,94%. Tor soro is a native freshwater fish to Indonesia. Despite its high value in local and national markets, the fish has not been widely and intensively cultured because its seed supply relies heavily on spawning in nature. One of the success factors of spawning a fish and rearing its seed in a hatchery is controlling environmental conditions, especially temperature. The aim of the study was to determine the optimal temperature for embryo development, hatching time, and hatchability of Tor soro eggs. The study was conducted in September 2015 at the Freshwater Fisheries Germplasm Research Installation, Bogor. A completely randomized design (CRD) was used in the experiment with four temperature treatments (19°C-21°C, 22°C-24°C, 25°C-27°C,and 28°C-30°C) and each treatment had three replications. Differences in incubation temperature in this study affect ed embryo development, hatching time, and the percentage of hatchability on Tor soro eggs. High incubation temperatures (28°C-30°C) had caused the eggs or embryo candidates to die off after eight hours. The incubation temperature of 25°C-27°C generated produces the fastest hatching time of 77.33 ± 1.15 hours with a high hatchability of 84.44 ± 6.94%.","PeriodicalId":334563,"journal":{"name":"Media Akuakultur","volume":"60 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-12-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"128376955","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"KERAGAAN PANTI BENIH UDANG SKALA KECIL DAN BESAR DI KECAMATAN SUPPA KABUPATEN PINRANG","authors":"Erna Ratnawati, Andi Akhmad Mustafa, Tarunamulia Tarunamulia","doi":"10.15578/MA.15.2.2020.79-88","DOIUrl":"https://doi.org/10.15578/MA.15.2.2020.79-88","url":null,"abstract":"Sebagai salah satu sentra produksi udang di Kecamatan Suppa Kabupaten Pinrang memiliki enam unit panti benih skala kecil (PBSK) dan tiga unit panti benih skala besar (PBSB) sebagai penyuplai benur untuk budidaya di tambak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui performa pengelolaan pembenihan PBSK dan PBSB di Kecamatan Suppa sebagai pijakan untuk meningkatkan kuantitas, kualitas, dan kontinuitas benur yang dihasilkan. Penelitian dilakukan dengan cara wawancara menggunakan kuesioner untuk mendapatkan informasi pengelolaan panti benih yang dilakukan dan sarana panti benih yang ada pada empat unit PBSK dan dua unit PBSB. Pengukuran dan pengambilan contoh air sumber dilakukan di perairan Suppa di Selat Makassar. Kualitas air sumber dapat mendukung kegiatan produksi benur di panti benih pada musim kemarau, tetapi kualitas air menurun pada musim hujan berupa penurunan suhu dan salinitas air, dan peningkatan kandungan amonia nitrogen total dan nitrat. Bak-bak pemeliharaan larva/pascalarva yang digunakan panti benih di Kecamatan Suppa berbentuk empat persegi panjang dengan dasar bak yang hampir datar dan memiliki volume bervariasi dari 4 sampai dengan 21 m3. Setiap siklus produksi dapat diproduksi benur 1.600.000 sampai 2.250.000 ekor dengan 5-12 siklus/tahun pada PBSK dan 9.500.000 sampai 17.500.000 ekor dengan 5 siklus/tahun pada PBSB. Kunci keberhasilan produksi benur adalah pengelolaan kulitas air tertutama menjaga salinitas, suhu, dan oksigen terlarut sesuai kebutuhan benur. Produksi total benur PBSK dan PBSB di Kabupaten Suppa adalah 209.500.000 ekor/tahun. Pengelolaan kualitas air panti benih di musim hujan di Kecamatan Suppa dapat dilakukan dengan menerapkan Cara Pembenihan Ikan yang Baik dan memodifikasi sarana atau penggunaan sarana tambahan. Suppa Subdistrict is one of the shrimp production centers in Pinrang District. Currently, there are six units of small-scale shrimp hatchery and three units of large-scale shrimp hatchery operated in the subdistrict that supply shrimp fries to local shrimp grow-out brackishwater ponds. This study was conducted to determine the performance of the small and large-scale hatcheries in Suppa Subdistrict in relation to hatchery’s management. The overarching objective of this study was to devise an improved hatchery management to increase the quantity, quality, and production continuity of shrimp fries from the hatcheries. An interview was conducted using a structured questionnaire to elaborate the existing hatchery management practices and facilities of four units of small-scale and two units of large-scale hatcheries. The measurement and sampling of water quality parameters were carried out in Suppa coastal waters of Makassar Strait, where most of the hatcheries sourced their seawater supply. Water quality during the dry season was sufficient to support the hatchery’s activities. However, water quality during the rainy season decreased in terms of reduced water temperature and salinity, and increased total a","PeriodicalId":334563,"journal":{"name":"Media Akuakultur","volume":"140 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-12-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"115987484","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Media AkuakulturPub Date : 2020-12-31DOI: 10.15578/MA.15.2.2020.97-104
Wiwin Kusuma Perdana Sari, Dhini Arum Pratiwi, M. Muslimin
{"title":"KAJIAN BUDIDAYA RUMPUT LAUT Gelidium corneum DENGAN BEBERAPA METODE DAN PENEMPATAN BIBIT DI PERAIRAN TABULO SELATAN, GORONTALO","authors":"Wiwin Kusuma Perdana Sari, Dhini Arum Pratiwi, M. Muslimin","doi":"10.15578/MA.15.2.2020.97-104","DOIUrl":"https://doi.org/10.15578/MA.15.2.2020.97-104","url":null,"abstract":"Rumput laut Gelidium corneum merupakan salah satu spesies rumput laut penghasil agar dengan kandungan agarosa tertinggi dibandingkan jenis rumput laut lainnya. Hingga saat ini, produksi rumput laut Gelidium corneum masih mengandalkan perolehan dari alam sehingga volumenya masih sangat terbatas. Berdasarkan kondisi tersebut, kajian terhadap upaya budidaya rumput laut G. corneum dengan menerapkan beberapa teknik budidaya rumput laut yang sudah ada untuk mendapatkan metode dan penempatan bibit budidaya yang paling sesuai untuk G. corneum. Kegiatan uji coba dilakukan di perairan Tabulo Selatan, Gorontalo. Rancangan percobaan didesain menggunakan faktorial yang terdiri atas dua, yaitu faktor metode (long line dan kantong) dan faktor penempatan bibit di dalam perairan (permukaan dan dasar). Hasil kajian menunjukkan bahwa penerapan metode kantong yang ditempatkan di dasar perairan menunjukkan performansi pertumbuhan rumput laut G. corneum yang paling baik, dengan nilai rata-rata laju pertumbuhan harian 2,92%. Gelidium corneum produces agar with the highest agarose content compared to other seaweed species. The current production of G. corneum still relies heavily on wild stock which is very limited. This study was conducted to determine the best cultivation technique and seed placement in the farming of G. corneum. The study was carried out in the waters of South Tabulo, Gorontalo. This study used a factorial design which consisted of two cultivation methods (long line and bag) and two seed placement levels in the waters (surface and bottom). From the four treatments, G. corneum grown in the bags and placed at the bottom showed the best growth performance with a mean daily growth rate of 2.92%.","PeriodicalId":334563,"journal":{"name":"Media Akuakultur","volume":"101 31","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-12-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"131943021","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Media AkuakulturPub Date : 2020-12-31DOI: 10.15578/MA.15.2.2020.61-70
Herlinah Herlinah, Samuel Lante, Andi Tenriulo, Rosmiati Rosmiati, Agus Nawang
{"title":"KERAGAMAN FENOTIPE TRUSS MORFOMETRIK POPULASI IKAN BERONANG Siganus guttatus (Bloch, 1787) ASAL PERAIRAN BARRU, LAMPUNG, DAN SORONG","authors":"Herlinah Herlinah, Samuel Lante, Andi Tenriulo, Rosmiati Rosmiati, Agus Nawang","doi":"10.15578/MA.15.2.2020.61-70","DOIUrl":"https://doi.org/10.15578/MA.15.2.2020.61-70","url":null,"abstract":"Evaluasi keragaman fenotip dan genetik ikan beronang dilakukan sebagai langkah awal untuk mengembangkan program pemuliaan jenis ikan tersebut secara berkelanjutan. Penelitian bertujuan untuk menganalisis keragaman fenotip atau morfologi populasi ikan beronang asal Barru, Lampung, dan Sorong dengan menggunakan metode truss morfometrik. Jumlah sampel ikan dari masing-masing populasi sebanyak 60 ekor. Terdapat 21 karakter truss morfometrik yang digunakan untuk mengkarakterisasi keragaman bentuk tubuh antar populasi ikan beronang. Analisis komponen utama atau principal component (PCA) dan analisis pengelompokan atau cluster analyses (CA) digunakan untuk mengidentifikasi dan menentukan pola variabilitas morfologi, perbedaan dan hubungan antar populasi. Hasil karakterisasi jarak morfometri menunjukkan bahwa terdapat dua komponen utama atau kelompok utama populasi ikan beronang. Pada komponen utama pertama, hampir semua karakter yang diuji berkontribusi untuk membedakan bentuk tubuh ikan beronang dengan nilai kontribusi sebesar 77,4%. Karakter tersebut adalah kepala depan, badan tengah, badan belakang, dan pangkal ekor yang dianggap sebagai karakter penyumbang utama. Pada komponen utama kedua hanya ada tiga karakter yang berkontribusi yaitu dua karakter pada kepala yaitu ujung mulut atas – isthmus (A3); dan ujung mulut atas - pangkal sirip punggung (A4). Karakter lainnya terdapat pada badan yakni pangkal sirip punggung-pangkal sirip perut (B3). Hasil analisis pengelompokan berhasil mengidentifikasi dua kelompok yaitu kelompok 1 populasi ikan beronang asal Lampung dengan perbedaan persentase 60% terhadap kelompok 2. Di mana kelompok 2 adalah populasi ikan beronang asal Barru dan Sorong dengan persentase kemiripan sebesar 80%. Evaluation of phenotype and genetic diversities of rabbitfish was conducted as the first step to develop a sustainable breeding program of the species. The research aimed to analyze the phenotype or morphological variability of rabbitfish populations in Barru, Lampung, and Sorong using truss morphometric method. The number of fish samples was 60 fish from each population. There were 21 truss morphometric characters were used to characterize the body shape variability among the rabbitfish populations. Principal component (PCA) and cluster analyses (CA) were used to identify and determine the patterns of morphological variability, dissimilarity and relationships among the populations. The results of morphometric distance characterization indicated two main components or main groups of population of the rabbitfish. In the main first component, almost all of the characters tested contributed to distinguishing the body shape of the rabbitfish with the contributing value of 77.4%. The characters were the front head, mid-body, rear body and tail base of which the latter is considered as the main contributing character. In the second main component , there were only three contributing characters which were two characters on the head namely ","PeriodicalId":334563,"journal":{"name":"Media Akuakultur","volume":"113 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-12-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"116031383","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Media AkuakulturPub Date : 2020-12-31DOI: 10.15578/MA.15.2.2020.89-96
Rommy Suprapto, B. Iswanto, H. Marnis, J. Haryadi
{"title":"SKRINING MARKA MHC-I DAN MHC-II PADA IKAN LELE AFRIKA (Clarias gariepinus) SEBAGAI GEN PENYANDI RESISTEN PENYAKIT Motile Aeromonas Septicaemia (MAS)","authors":"Rommy Suprapto, B. Iswanto, H. Marnis, J. Haryadi","doi":"10.15578/MA.15.2.2020.89-96","DOIUrl":"https://doi.org/10.15578/MA.15.2.2020.89-96","url":null,"abstract":"Salah satu kendala yang dihadapi para pembudidaya ikan lele adalah serangan penyakit yang menyebabkan kematian massal sehingga mengakibatkan kerugian. Alternatif solusi yang dapat dilakukan adalah melakukan seleksi ikan lele tahan penyakit berbasis marka molekuler untuk memperoleh populasi unggul ikan lele. Seleksi dilakukan pada gen marka yang berkaitan dengan sistem imun yaitu MHC-I dan MHC-II. Tujuan penelitian ini adalah melakukan skrining marka MHC-I dan MHC-II pada ikan lele strain Mutiara, Paiton, Kenya, dan Sangkuriang yang merupakan koleksi di Balai Riset Pemuliaan Ikan (BRPI) Sukamandi. Jumlah sampel ikan pada tiap strain yang diambil untuk strain Mutiara, Paiton, Kenya, dan Sangkuriang masing-masing 14, 13, 3, dan 13 sampel. Analisis keberadaan marka MHC-I dan MHC-II dilaksanakan di Laboratorium Fisiologi dan Genetika BRPI Sukamandi. Skrining keberadaan marka MHC-I dan MHC-II dilakukan menggunakan metode PCR. Hasil menunjukkan persentase ikan yang positif membawa marka MHC-I adalah strain Mutiara 85,71%; strain Paiton 30,77%; strain Kenya 100%; dan strain Sangkuriang 92,31%; selanjutnya skrining ikan yang positif membawa marka MHC-II pada strain Mutiara menunjukkan persentase sebanyak 71,43%; strain Paiton 61,54%; strain Kenya 100%; dan pada strain Sangkuriang 0%. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa ikan lele strain Mutiara, Paiton, dan Kenya adalah populasi yang potensial untuk menjadi kandidat dalam kegiatan seleksi ikan lele tahan penyakit berbasis marka molekuler MHC-I dan MHC-II. One of the challenges faced by catfish farmers is disease outbreaks that can cause mass mortality resulting in significant economic losses. This study aimed to provide an alternative solution to overcome this issue by selecting disease-resistant catfish via molecular markers to obtain a catfish’s superior population. The selection was carried out on marker genes related to the immune system, namely MHC-I and MHC-II. This study screened the MHC-I and MHC-II markers on catfish strains of Mutiara, Paiton, Kenyan, and Sangkuriang, which were the collections of Balai Riset Pemuliaan Ikan (BRPI) Sukamandi. The number of fish samples for Mutiara, Paiton, Kenyan, and Sangkuriang strains were 14, 13, 3, and 13 samples, respectively. Analysis of the presence of MHC-I and MHC-II markers was carried out at the Physiology and Genetics Laboratory of BRPI Sukamandi. Screening for the presence of MHC-I and MHC-II markers was carried out using the PCR method. The results showed that the percentages of positive fish carrying MHC-I marker were 85.71% for Mutiara strain, 30.77% for Paiton strain, 100% for Kenyan strain, and 92.31% for Sangkuriang strain. Furthermore, the percentages of positive screening of fish carrying MHC-II markers were 71.43% for Mutiara strains, 61.54% for Paiton strains, 100% for Kenyan strain, and 0% for Sangkuriang strain. This study’s findings suggest that the catfish strains of Mutiara, Paiton, and Kenyan are the potential populations to serve a","PeriodicalId":334563,"journal":{"name":"Media Akuakultur","volume":"38 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-12-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"132101088","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Media AkuakulturPub Date : 2020-12-31DOI: 10.15578/MA.15.2.2020.105-111
Nunak Nafiqoh, Lila Gardenia, Desy Sugiani, Uni Purwaningsih
{"title":"POTENSI KOMBINASI TANAMAN OBAT HERBAL SEBAGAI BAHAN PENGENDALI PENYAKIT BAKTERI, JAMUR, DAN PARASIT PADA IKAN LELE","authors":"Nunak Nafiqoh, Lila Gardenia, Desy Sugiani, Uni Purwaningsih","doi":"10.15578/MA.15.2.2020.105-111","DOIUrl":"https://doi.org/10.15578/MA.15.2.2020.105-111","url":null,"abstract":"Ikan lele merupakan komoditas ikan yang mempunya nilai jual yang cukup baik di pasar. Tingginya permintaan ikan lele memicu intensifikasi produksi dengan melakukan budidaya dengan padat tebar tinggi, sehingga resiko ikan terserang penyakit akan lebih besar. Upaya untuk menghindari penggunaan obat-obatan kimiawi terutama antibiotik perlu segera dilakukan. Oleh sebab itu informasi tentang bahan alami yang mampu menggantikan fungsi antibiotik sintetis namun tidak meninggalkan residu sangat diperlukan. Penelitian ini ditujukan untuk melihat potensi efektivitas dari kombinasi enam jenis tanaman obat herbal dalam pengendalian penyakit akibat bakteri, jamur, dan parasit pada ikan lele. Hasil menunjukkan bahwa kombinasi tanaman obat herbal dengan dosis yang diekstrak adalah 1:10 w/v (tanaman obat herbal: pelarut) efektif dalam menekan pertumbuhan bakteri Flavobacterium columnare secara in vitro dengan diameter zona bening 16 ± 3 mm. Sementara untuk jamur yang tidak diidentifikasi spesiesnya dosis yang mampu mematikan pertumbuhan hifanya adalah 300 mL/mL-1 dan pada dosis 1 g.L-1 serbuk kombinasi tanaman obat herbal mampu menurunakan jumlah parasit dari kelompok Trichodina, Gyrodactylus, dan Dactylogyrus mulai hari ke-2 pasca perendaman. Sedangkan dosis aman yang dapat digunakan oleh ikan lele adalah 1,82 g.L-1. Catfish is a valuable fish commodity in local and national markets. The increasing demand for catfish has led to the farming intensification of the fish. As a result, fish disease outbreaks frequently occur in most of catfish farming centres. Efforts to prevent these outbreaks and reduce the use of antibiotics and other chemical have been developed primarily through the use of natural ingredients such as medicinal herbs. This study was aimed to study the potential use of six medicinal herbs combination in controlling diseases in catfish caused by bacteria, fungi and parasites. The results showed that the medicinal herbs' combination effectively suppressed the growth of the bacterium Flavobactrium columnare in vitro with a clear zone diameter of 16 ± 3 mm after the application of the herbs combination extract of 1:10 w/v (herbs: solvent). The extract dosage use of 300 mL/mL-1 was able to destroy the hyphal structure of an unidentified fungus. At a dose of 1 g.L-1, the powder form of the combination of the medicinal herbs was able to reduce the number of parasites of Trichodina, Gyrodactylus and Dactylogyrus on the 2nd day after immersion. This study recommends that the safe dose of the extract for catfish is 1.82 g.L-1.","PeriodicalId":334563,"journal":{"name":"Media Akuakultur","volume":"1 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-12-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"129731600","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Media AkuakulturPub Date : 2020-06-29DOI: 10.15578/MA.15.1.2020.15-22
Jamaliah Jamaliah, Eva Prasetiyono, Denny Syaputra
{"title":"KELULUSHIDUPAN BENIH IKAN NILA (Oreochromis niloticus) PADA PROSES TRANSPORTASI SISTEM TERTUTUP DENGAN PENAMBAHAN PERASAN DAUN UBI KAYU AKSESI BATIN (Manihotes culenta Crantz)","authors":"Jamaliah Jamaliah, Eva Prasetiyono, Denny Syaputra","doi":"10.15578/MA.15.1.2020.15-22","DOIUrl":"https://doi.org/10.15578/MA.15.1.2020.15-22","url":null,"abstract":"Kebutuhan masyarakat terhadap ikan nila perlu didukung dengan ketersediaan benih secara berkelanjutan untuk kegiatan budidaya. Masalah yang sering dihadapi adalah terjadinya kematian benih ketika ditransportasikan akibat stres. Daun ubi kayu memiliki kandungan flavonoid dan saponin yang bermanfaat sebagai pencegah stres pada ikan selama proses pengangkutan. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan konsentrasi optimal penambahan perasan daun ubi kayu aksesi batin sebagai bahan anestesi alami pada transportasi sistem tertutup benih ikan nila. Konsentrasi daun ubi kayu aksesi batin yang diujikan adalah 0 g/L (P-0/kontrol); 6,25 g/L (P-1); 7,50 g/L (P-2); dan 8,75 g/L (P-3). Ikan ditransportasikan pada sistem tertutup selama delapan jam dengan suhu udara berkisar 28°C-30°C. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan perasan daun ubi kayu aksesi batin pada masing-masing perlakuan menghasilkan kelulushidupan benih ikan nila sebesar 80% (P-0/kontrol), 100% (P-1), 98% (P-2), dan 38,88% (P-3); dengan kadar glukosa darah sebesar 245 mg/dL (P-0/kontrol); 102,33 mg/dL (P-1); 196,66 mg/dL (P-2); dan 307,66 mg/dL (P-3). Konsentrasi terbaik untuk aplikasi transportasi benih ikan nila adalah konsentrasi 6,25 g/L. Pada konsentrasi tersebut kondisi ikan tidak mengalami stres yang dominan dengan sedikit perubahan kadar glukosa darah yang relatif rendah dan mempertahankan kondisi kualitas air lebih baik dibandingkan dengan kontrol dan perlakuan lainnya. Market demands for tilapia are steadily increased annually which require a sustainable and consistent availability of its seed supply. One of the issues in the supply chain of tilapia seed is the juvenile mortality during transportation caused by a prolonged stress. Cassava leaf contains flavonoid and saponin, which were suspected to be useful to prevent fish stress during the transportation process. This research aimed to determine the optimal concentration of cassava leaf extract of Batin accession as a natural anesthetic to nile tilapia transported in a closed system. The concentrations of cassava leaf extract of Batin accession used in this research were 0 g/L (P-0, control treatment), 6.25 g/L (P-1), 7.50 g/L (P-2), and 8.75 g/L (P-3). Tilapia seeds were transported within a closed transportation system for eight hours, with air temperatures ranging between 28°C-30°C. The results showed that the addition of cassava leaf extract of Batin accession in each treatment produced survival rates of tilapia seed of 80% (P-0/control), 100% (P-1), 98% (P-2), and 38.88% (P-3), with blood glucose levels of 245 mg/dL (P-0/control), 102.33 mg/dL (P-1), 196.66 mg/dL (P-2), and 307.66 mg/dL (P-3). The best concentration of cassava extract for tilapia seed transportation was achieved by treatment P-1. The concentration of cassava extract used in P-1 was successfully reduced the seed stress level indicated by a relatively slight change in the blood glucose level. The concentration was also proved to keep better conditions of t","PeriodicalId":334563,"journal":{"name":"Media Akuakultur","volume":"23 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-06-29","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"125046313","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}