F. Aman, M. Mariana, Mahidin Mahidin, Farid Maulana
{"title":"Penyerapan limbah cair amonia menggunakan arang aktif ampas kopi","authors":"F. Aman, M. Mariana, Mahidin Mahidin, Farid Maulana","doi":"10.24960/JLI.V8I1.3685.47-52","DOIUrl":"https://doi.org/10.24960/JLI.V8I1.3685.47-52","url":null,"abstract":"Coffee grounds can be utilized as adsorbents, research on the use of coffee grounds has been widely practiced. Aceh is an area of coffee producers, the number of coffee shops in the area of Aceh will certainly also easily obtained coffee grounds. This research used coffee waste as an adsorbent for absorption of ammonia waste found in urea fertilizer factory liquid waste outlet. Activation of adsorbent was carried out using HCl 0.1 M for 48 hours and continued with calcination at 400 o C for 3.5 hours to improve the ability adsorbent absorption. Based on morphological analysis using SEM, there is a thickening on the pores of the adsorbent wall which indicates the ammonia attachment. The changed variable used is the length of contact time and the amount of adsorbent mass. From approach using Freundlich isotherm obtained R 2 equal to 0.9316. The highest adsorption capacity was obtained at contact time of 120 minutes with an amount of adsorbent of 0.4 grams. Abstrak Ampas kopi dapat dimanfaatkan sebagai adsorben, penelitian mengenai penggunaan ampas kopi ini telah banyak dilakukan. Aceh merupakan suatu daerah produsen kopi, banyaknya jumlah warung kopi didaerah Aceh tentunya akan dengan mudah pula ampas kopi diperoleh. Penelitian ini menggunakan ampas kopi sebagai adsorben untuk penyerapan limbah amonia yang banyak ditemukan pada outlet limbah cair pabrik pupuk urea.Aktivasi adsorben dilakukan menggunakan HCl 0,1 M selama 48 jam dan dilanjutkan dengan proses kalsinasi pada temperatur 400 o C selama 3,5 jam untuk meningkatkan kemampuan penyerapan adsorben. Berdasarkan analisa morfologi menggunakan SEM terlihat adanya penebalan pada dinding-dinding pori adsorben yang menandakan telah melekatnya amonia. Variabel berubah yang digunakan adalah lamanya waktu kontak dan jumlah massa adsorben. Dari pendekatan menggunakan isoterm Freundlich diperoleh R 2 sebesar 0,9316. Kapasitas adsorbsi yang paling tinggi diperoleh pada waktu kontak 120 menit dengan jumlah adsorben sebanyak 0,4 gram.","PeriodicalId":31936,"journal":{"name":"JLI Jurnal Litbang Industri","volume":"200 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2018-06-28","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"80094594","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"The effect of type and method of mordant towards cotton fabric dyeing quality using jengkol (Archidendron jiringa) pod waste","authors":"S. Sofyan, F. Failisnur, S. Silfia","doi":"10.24960/jli.v8i1.3830.1-9","DOIUrl":"https://doi.org/10.24960/jli.v8i1.3830.1-9","url":null,"abstract":"Jengkol pod is waste from jengkol (dogfruit). Its extract contains 5.28% tannin and can be used as a natural dye for textile to add its value. This study was conducted by extracting jengkol pod waste by using water. The treatment of this research is type and method of mordant. The mordant type was Al 2 (SO 4 ) 3 , CaO, and FeSO 4 and mordant method was conducted using three ways, simultaneous, post, and the combination of both. Dying was applied to cotton fabrics. To find out the effect of each treatment, the colored fabrics measured the strength and darkness of the color. The quality of the colored fabrics was determined by testing the color fastness against washing, acidic and alkaline sweat, light, and rubbing. The results showed that mordant type and method affected the color strength and darkness. The highest color darkness and differences were obtained in the treatment using mordant FeSO 4 for all mordant methods. The mordant type and method did not have a significant effect on the color fastness of the fabric. The average of non-mordant fabric (control) has a higher fastness value compared to the colored fabrics. Some treatments have the same color fastness as the control fabric. The CaO mordant treatment with post and combined mordant method had better color fastness against alkaline sweat and light than controlled fabric treatment. Abstrak Kulit jengkol merupakan limbah yang dihasilkan dari buah jengkol. Ektrak kulit jengkol mengandung tanin sebesar 5,28% dan dapat dimanfaatkan sebagai pewarna alam tekstil untuk meningkatkan nilai tambahnya. Penelitian dilakukan dengan mengekstrak kulit jengkol menggunakan air. Perlakuan penelitian yaitu jenis dan metode mordan. Jenis mordan yang digunakan adalah Al 2 (SO 4 ) 3 , CaO, dan FeSO 4 . Metode mordan dilakukan dengan tiga cara yaitu simultan, pasca, dan gabungan. Pewarnaan diaplikasikan pada kain katun. Untuk melihat pengaruh masing-masing perlakuan maka kain yang telah diwarnai diukur arah dan ketuaan warnanya. Kualitas kain hasil pewarnaan dilihat dengan menguji ketahanan luntur warna terhadap pencucian, keringat asam dan basa, sinar, dan gosokan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis dan metode mordan mempengaruhi arah dan ketuaan warna kain. Ketuaan dan perbedaan warna paling tinggi diperoleh pada perlakuan menggunakan mordan FeSO 4 untuk semua metode mordan baik simultan, pasca, dan gabungan. Jenis dan metode mordan tidak memberikan pengaruh yang berarti terhadap ketahanan luntur warna kain. Kain kontrol tanpa mordan rata-rata mempunyai nilai ketahanan luntur yang lebih tinggi dibandingkan dengan kain yang diwarnai. Beberapa perlakuan mempunyai ketahanan luntur warna yang sama dengan kain kontrol. Perlakuan mordan CaO dengan metode mordan pasca dan gabungan mempunyai ketahanan luntur warna terhadap keringat basa dan sinar yang lebih baik dari perlakuan kain kontrol.","PeriodicalId":31936,"journal":{"name":"JLI Jurnal Litbang Industri","volume":"56 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2018-06-28","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"83284916","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Monik Kasman, Anggrika Riyanti, Salmariza Sy, M. Ridwan
{"title":"Reduksi pencemar limbah cair industri tahu dengan tumbuhan melati air (Echinodorus palaefolius) dalam sistem kombinasi constructed wetland dan filtrasi","authors":"Monik Kasman, Anggrika Riyanti, Salmariza Sy, M. Ridwan","doi":"10.24960/JLI.V8I1.3832.39-46","DOIUrl":"https://doi.org/10.24960/JLI.V8I1.3832.39-46","url":null,"abstract":"Tofu industry wastewater contains high organic material which reduces dissolved oxygen, contaminates water, and odor that potentially contaminates and pollutes receiving surface water. Constructed wetland is one of the recently proven efficient technologies for wastewater treatment. This is due to vegetation diversity. Constructed wetland systems have been developed using water jasmine plants combined with filtration systems for the reduction of BOD, TSS, and oil and grease in tofu wastewater as a function of detention time. Detention times were varied at 5, 7, 9, 11, 13, and 15 days. The results revealed that the reduction of BOD, TSS, and oil and grease was influenced by detention time. The reduction efficiency of BOD, TSS, and oil and grease decreased with increasing the detention time. The combined system of constructed wetland and filtration using water jasmine plants effectively reduces the pollution parameters in tofu industry wastewater with a reduction efficiency for BOD, TSS, and oil and greasel of 52-95%, 45-67%, and 59-78% respectively with concentration of 97 mg/L, 40 mg/L, and 4.2 mg/L at the detention time of 15 days. This results fulfill the requirement of the liquid waste standard according to the Minister of Environment Regulation No. 5 year 2014. Abstrak Limbah cair industri tahu mengandung bahan organik tinggi yang dapat menurunkan oksigen terlarut, mengotori, dan menimbulkan bau menyengat sehingga berpotensi mencemari perairan penerima. Constructed wetland merupakan salah satu teknologi pengolahan limbah cair yang efisien, efektif, dan tepat guna karena menggunakan keragaman vegetasi. Penelitian sistem constructed wetland menggunakan tanaman melati air ( Echinodorus palaefolius) yang dikombinasikan dengan sistem filtrasi bertujuan untuk penurunan pencemar BOD, TSS, dan minyak lemak dalam limbah cair industri tahu sebagai pengaruh variasi waktu detensi. Waktu detensi meliputi 5, 7, 9, 11, 13, dan 15 hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa reduksi pencemar BOD, TSS, dan minyak lemak dipengaruhi oleh waktu detensi. Efisiensi reduksi BOD, TSS, dan minyak lemak meningkat dengan bertambahnya waktu detensi. Sistem kombinasi constructed wetland dan filtrasi menggunakan tumbuhan melati air efektif mereduksi parameter pencemar limbah cair industri tahu dengan efisiensi reduksi untuk BOD, TSS, dan minyak lemak berturut-turut 52-95%, 45-67%, dan 59-78% dengan konsentrasi 97 mg/L, 40 mg/L dan 4,2 mg/L pada waktu detensi 15 hari. Hasil ini mememenuhi baku mutu limbah cair industri tahu sesuai Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 5 tahun 2014.","PeriodicalId":31936,"journal":{"name":"JLI Jurnal Litbang Industri","volume":"68 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2018-06-28","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"84849598","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"Pengaruh pemlastis dioktil ftalat terhadap sifat fisis dan mekanis kulit sintetis","authors":"M. Sholeh, Siti Rochani","doi":"10.24960/JLI.V8I1.3712.17-22","DOIUrl":"https://doi.org/10.24960/JLI.V8I1.3712.17-22","url":null,"abstract":"The aim of this research was to investigate the effect of dioctyl phtalate (DOP) on physical and mechanical properties of synthetic leather made from polyvinyl chloride (PVC). The leather was made from emulsion of PVC resin by addition of additives such as dioctyl phtalate (DOP) as plasticizer, BaCd as stabilizer, CaCO 3 as filler, and pigment as top coat coloring agent. Syntetic leather was made in four layers, those are polyurethane (PU) coat, top coat, base coat, and twill weave fabric. PU coat was added to give abrasion resistant, high flexibility, and aging resistant. Emboss paper was used to make the surface looked like natural leather. DOP was varied at top coat from 45, 50, 55, 60, until 65 part. The thickness of each layers were: 0.1 mm (PU coat), 0.6 mm (top coat), 0.1 mm (base coat), and 0.3 mm (fabric). Mechanical and physical properties of the synthetic leather such as tensile strength, elongation, resistance to tearing, resistance to peeling, resistance to crocking by rubbing, resistance to printing, resistance to low temperature, and resistance to aging were tested. Synthetic leather with 55 part of DOP was found to give the optimum physical and mechanical properties. Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kadar dioktil ftalat (DOP) terhadap sifat fisis dan mekanis kulit sintetis berbahan baku polivinil klorida (PVC). Kulit sintetis dibuat dari bahan resin PVC jenis emulsi dengan penambahan bahan aditif DOP sebagai pemlastis, BaCd sebagai penstabil, dan CaCO 3 sebagai bahan pengisi, serta pigmen untuk pewarna lapisan atas. Kulit sintetis dibuat dengan 4 lapisan, yaitu lapisan poliuretan (PU), lapisan atas, lapisan dasar, dan kain penguat twill weave . Lapisan PU ditambahkan untuk memberikan sifat tahan abrasi, fleksibilitas tinggi, dan tahan pengusangan. Untuk membuat permukaan menyerupai kulit asli digunakan kertas embos. Pada penelitian ini DOP divariasi jumlah penambahannya pada lapisan atas berturut-turut 45, 50, 55, 60, dan 65 bagian. Ketebalan lapisan PU 0,1 mm, lapisan atas 0,6 mm, lapisan dasar 0,1 mm, dan kain penguat 0,3 mm. Kulit sintetis hasil percobaan diuji sifat-sifat fisis dan mekanisnya meliputi kekuatan tarik, kemuluran, ketahanan sobek, ketahanan rekat, ketahanan luntur warna terhadap gosokan, ketahanan terhadap pelekatan, ketahanan terhadap temperatur rendah, dan ketahanan terhadap pengusangan. Kulit sintetis yang mempunyai sifat fisis dan mekanis yang optimal adalah kulit sintetis yang mengandung DOP 55 bagian pada lapisan atas.","PeriodicalId":31936,"journal":{"name":"JLI Jurnal Litbang Industri","volume":"23 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2018-06-28","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"90770200","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}