Ahmad Jukari, Suud Sarim Karimullah, Muhajir Muhajir
{"title":"Identity Politics in the Construction of Electoral Laws: A Qualitative Analysis","authors":"Ahmad Jukari, Suud Sarim Karimullah, Muhajir Muhajir","doi":"10.21580/walrev.2023.5.2.14414","DOIUrl":"https://doi.org/10.21580/walrev.2023.5.2.14414","url":null,"abstract":"This article aims to deepen the construction of general election regulations related to representation and identity politics. This research is non-doctrinal with a normative approach, using documentation studies and libraries as data sources. Research findings suggest that the electoral arrangement designs the holding of elections as a tool for preserving national identity and national interests. Although the Electoral Act does not accommodate political representation of a distinctly religious nature, its implementation involves special regulations, such as Special Autonomy for Papua Province, the Government of Aceh, and the Yogyakarta Special Territory Privileges. This regulation gives room for politics of representation based on patriotism, culture, and religion. Furthermore, the Election Act prohibits some campaign actions that could create political nuances of identity. This article is expected to contribute to a further understanding the political dynamics of representation and identity in the context of the Electoral Law in Indonesia.Artikel ini bertujuan untuk mendalami konstruksi pengaturan mengenai pemilihan umum terkait politik representasi dan politik identitas. Penelitian ini bersifat non-doktrinal dengan pendekatan normatif, menggunakan studi dokumentasi dan kepustakaan sebagai sumber data. Temuan penelitian menunjukkan bahwa pengaturan tentang Pemilu merancang penyelenggaraan pemilu sebagai alat untuk menjaga identitas nasional dan kepentingan nasional. Meskipun Undang-Undang Pemilu tidak mengakomodasi politik representasi yang bersifat kedaerahan, kesukuan, dan agama, implementasinya melibatkan regulasi khusus, seperti Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua, Pemerintahan Aceh, dan Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta. Regulasi khusus ini memberikan ruang untuk politik representasi berdasarkan kedaerahan, budaya, dan agama. Lebih lanjut, Undang-Undang Pemilu juga melarang sejumlah tindakan kampanye yang berpotensi menciptakan nuansa politik identitas. Artikel ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pada pemahaman lebih lanjut tentang dinamika politik representasi dan identitas dalam konteks Undang-Undang Pemilu di Indonesia.","PeriodicalId":255287,"journal":{"name":"Walisongo Law Review (Walrev)","volume":"266 1 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-10-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"139310214","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"Understanding the Nature of Legal Knowledge: In-Depth Critique of the Legal Fiction Principle","authors":"Adhi Putra Satria, Eugenia Brandao","doi":"10.21580/walrev.2023.5.2.17560","DOIUrl":"https://doi.org/10.21580/walrev.2023.5.2.17560","url":null,"abstract":"This article seeks to explore the meaning and purpose of the foundation of pure legal fiction, criticizing it. This article asks the fundamental question: Why should legal knowledge be understood? With arguments based on empirical facts and literature, the analysis concludes that the foundations of legal fiction become irrational when applied in social life, especially given the high quantitative complexity and legal language. Public understanding of the law is a source of ethics, customs, and empirical experience, requiring a contextual regulatory approach. Therefore, the fundamental change in the knowledge of the law that society expects to become optional provides a new foundation more in line with social reality. This articulation can contribute to positive legal thinking and broaden public insight into the role of law in everyday life.Artikel ini berupaya untuk mengeksplorasi makna dan tujuan dari asas fiksi hukum sembar memberikan kritik terhadapnya. Artikel ini mengajukan pertanyaan mendasar, yaitu mengapa pengetahuan hukum perlu dipahami? Dengan argumentasi yang didasarkan pada fakta empiris dan literatur, analisis menyimpulkan bahwa asas fiksi hukum menjadi tidak rasional ketika diterapkan dalam kehidupan sosial, terutama seiring dengan kompleksitas jumlah dan bahasa hukum yang tinggi. Pemahaman masyarakat terhadap hukum bersumber dari etika, kebiasaan, dan pengalaman empiris, memerlukan pendekatan regulasi yang kontekstual. Oleh karena itu, perubahan asas dari pengetahuan hukum yang diharapkan masyarakat menjadi tidak wajib, memberikan landasan baru yang lebih sesuai dengan realitas sosial. Artikulasi ini dapat memberikan sumbangan pada pemikiran hukum positifistik dan perluasan wawasan masyarakat terhadap peran hukum dalam kehidupan sehari-hari.","PeriodicalId":255287,"journal":{"name":"Walisongo Law Review (Walrev)","volume":"8 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-10-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"139310664","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"Unveiling the Issues: Feminist Legal Theory's Critique on Rape Formulation in Indonesia","authors":"Maryamul Chumairo' Al Ma'shumiyyah","doi":"10.21580/walrev.2023.5.2.13555","DOIUrl":"https://doi.org/10.21580/walrev.2023.5.2.13555","url":null,"abstract":"The crime of rape remains a crucial issue in Indonesia. The formulation of the rape offence regulated in Article 285 of the Criminal Code has several weaknesses. It is considered no longer in line with current legal developments, leading to suboptimal handling of rape cases. This research further analyzes the problematic formulation of the crime of rape in various laws and regulations, especially in the Criminal Code, and the reformulation and redefinition of rape in the new Criminal Code using the Feminist Legal Theory approach. This is a doctrinal study utilizing a literature review. The results indicate that the formulation in Article 285 of the Criminal Code has weaknesses, including issues related to the scope of rape, the conventional interpretation of intercourse, and limitation to a specific gender. Rape is closely linked to gender relations' inequality, placing female rape victims at risk of victimization from various parties. Therefore, it is essential to shape laws with a gender perspective.Tindak pidana perkosaan masih menjadi permasalahan krusial di Indonesia. Formulasi delik perkosaan yang diatur dalam Pasal 285 KUHP memiliki sejumlah kelemahan dan dianggap tidak lagi sesuai dengan perkembangan hukum, sehingga penanganan kasus perkosaan tidak optimal. Penelitian ini mengkaji lebih lanjut mengenai problematika formulasi tindak pidana perkosaan dalam berbagai peraturan perundang-undangan, khususnya dalam KUHP, serta reformulasi dan redefinisi perkosaan dalam pembahasan KUHP baru dengan menggunakan pendekatan Feminist Legal Theory. Penelitian ini bersifat doktrinal dan menggunakan studi pustaka. Hasilnya menunjukkan bahwa formulasi dalam Pasal 285 KUHP memiliki kelemahan, seperti ruang lingkup perkosaan, pemaknaan konvensional tentang persetubuhan, dan keterbatasan pada satu gender tertentu. Perkosaan terkait erat dengan ketidaksetaraan dalam relasi gender, yang membuat perempuan korban perkosaan rentan terhadap viktimisasi dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penting untuk membentuk hukum yang berperspektif gender.","PeriodicalId":255287,"journal":{"name":"Walisongo Law Review (Walrev)","volume":"83 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-10-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"139311102","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"The Concept of Legal Intensity: Harmonizing God’s Rule within Constitutional Law","authors":"Arlis Arlis","doi":"10.21580/walrev.2023.5.2.14123","DOIUrl":"https://doi.org/10.21580/walrev.2023.5.2.14123","url":null,"abstract":"The study aims to discover the idea of legal intensity in the context of the harmonization of God's rule into Constitutional Law. The method used is qualitative. The results showed that the idea of legal intensity in the context of harmonising God's rule into Constitutional Law is necessary. The harmonization is in line with the theory of the purpose of the law for the benefit of servants in the world and the hereafter. Constitutional law during the Prophet Muhammad SAW is the best example. The legal intensity regulates how to achieve a better life, specifically constitutionality. When the country's laws are of superior quality, then Allah Swt will prosper the country. The provisions in Article 29 Paragraph 1 of the Constitution of the Republic of Indonesia of 1945 state that the state based on the One True God in substance contains the principle of tawhid by God's rules. Students' views on harmonising God's rule into Indonesian Constitutional Law generally agree with the idea of legal intensity. The idea of legal intensity among them has universal criteria: the path of God Almighty's rule, sincerity, gratitude, bound by promises to God, with God, fitrah, quality of law, scientific responsibility, Adat basandi syara' syara' basandi kitabullah syara' mangato adat mamakai. Students agreed because the idea of legal intensity was very good and influential in realizing the state's goals.Penelitian bertujuan untuk menemukan gagasan intensitas hukum dalam konteks harmonisasi aturan Tuhan ke dalam Hukum Tata Negara. Metode yang digunakan adalah kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa gagasan intensitas hukum dalam konteks harmonisasi aturan Tuhan ke dalam Hukum Tata Negara sangat diperlukan. Harmonisasi tersebut sejalan dengan teori tujuan hukum untuk kesejahteraan hamba di dunia dan akhirat. Hukum tata negara pada masa Rasulullah SAW merupakan contoh terbaik. Intensitas hukum mengatur cara mencapai kehidupan yang lebih baik, khususnya tentang konstitusionalitas. Ketika hukum negara berkualitas unggul, maka Allah Swt akan memberkahi negara tersebut. Ketentuan dalam Pasal 29 Ayat 1 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyebutkan bahwa negara berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa secara substansi mengandung prinsip tauhid oleh aturan Tuhan. Pandangan mahasiswa tentang harmonisasi aturan Tuhan ke dalam Hukum Tata Negara Indonesia umumnya setuju dengan gagasan intensitas hukum. Gagasan intensitas hukum di antara mereka memiliki kriteria universal: jalur aturan Tuhan Yang Maha Esa, ikhlas, syukur, terikat oleh janji kepada Tuhan, bersama Tuhan, fitrah, mutu hukum, tanggung jawab ilmiah, Adat basandi syara' syara' basandi kitabullah syara' mangato adat mamakai. Mahasiswa setuju karena gagasan intensitas hukum sangat bagus dan berpengaruh dalam mewujudkan tujuan negara.","PeriodicalId":255287,"journal":{"name":"Walisongo Law Review (Walrev)","volume":"92 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-10-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"139310449","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Devi Riyanti, Adhi Budi Susilo, Ahmad Shamsul Abd Aziz
{"title":"Legal Analysis of the Role of the Regional Assembly in the Monitoring of Notaries After Amendment of Law No. 2/2014","authors":"Devi Riyanti, Adhi Budi Susilo, Ahmad Shamsul Abd Aziz","doi":"10.21580/walrev.2023.5.2.14728","DOIUrl":"https://doi.org/10.21580/walrev.2023.5.2.14728","url":null,"abstract":"Notaris, a specialized position appointed by the state, must adhere to the law in its activities. An institution is responsible for implementing and overseeing notaries in a specific region (district/city) to ensure that notaries do not violate their duties. Thus, establishing a Regional Supervisory Council is essential to act as the vanguard in conducting guidance and supervision of notaries. The research methodology employed is juridical-empirical, with a descriptive analysis specification. The findings reveal that the role of the Regional Supervisory Council in guiding and overseeing notaries in Semarang Regency is based on Ministerial Regulations and decisions, and its actions are grounded in the Notary Law, specifically Article 70 of Law No. 2 of 2014, an amendment to Law No. 30 of 2004 concerning the Position of Notary Public. Challenges faced by the Regional Supervisory Council for Notaries in executing its authority are twofold. Internally, there are constraints related to minimal budgeting, limited supporting facilities, and the busy schedules of each official. Externally, challenges include several notaries lacking permanent offices, the coexistence of signboards for Land Deed Officials with notaries, which should be separate, and the disorganized arrangement of notarial protocols.Notaris merupakan jabatan khusus dari negara dituntut untuk tunduk pada undang-undang dalam kegiatannya, terdapat suatu badan yang mempunyai kewenangan dan kewajiban dalam melaksanakan dan pengawasan notaris di daerah (Kabupaten/kota) agar notaris tidak melakukan pelanggaran dalam menjalankan tugas jabatanya maka perlu adanya Majelis Pengawas Daerah sebagai garda depan dalam melaksanakan Pembinaan dan Pengawasan terhadap notaris Metode dalam penelitian ini adalah yuridis empiris, spesifikasi yang digunakan bersifat deskritif analisis (1). Hasilnya, peran Majelis Pengawas Daerah dalam pembinaan dan pengawasan notaris di wilayah Kabupaten Semarang dalam menjalankan tugas mengacu pada Peraturan Menteri, keputusan menteri dan untuk dasar tindakannya mengacu pada undang-undang jabatan notaris pada Pasal 70 Undang-Undang No 2 Tahun 2014 perubahan atas Undang-Undang No 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris Kendala yang di hadapi oleh Majelis Pengawas Daerah Notaris dalam melaksanakan kewenangannya. bersifat intern meliputi: anggaran yang minim, sarana penunjang yang terbatas dan kesibukan masing-masing pengurus. lalu yang bersifat ekstern adalah beberapa Notaris yang belum mempunyai kantor tetap,Masih terdapat papan nama Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dengan Notaris, yang seharusnya tandanya dipisah dan protokol notaris yang tidak tertata rapi","PeriodicalId":255287,"journal":{"name":"Walisongo Law Review (Walrev)","volume":"108 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-10-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"139311191","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"The Legal Basis of Information Technology Based Cofinancing Services in Indonesia","authors":"A. Noor, Ali Maskur","doi":"10.21580/walrev.2022.4.2.13520","DOIUrl":"https://doi.org/10.21580/walrev.2022.4.2.13520","url":null,"abstract":"The rapidly growing information technology-based co-financing service (LPBBTI) in Indonesia requires a forceful legal basis for the parties involved in information technology-based financial services. As a rule-of-law country, Indonesia must make the rule of law the commander in chief and guide behavior. This research seeks to find the legal basis of LPBBTI in the laws and regulations of Indonesia, which is carried out by document study and uses a statute approach. The data obtained were then analyzed qualitatively. This research did not find any legal basis for LPBBTI in the law, but there are several laws related to LPBBTI, such as the Civil Code and Law No. 11 of 2008. The legal basis for LPBBTI specifically only exists in the Financial Services Authority Regulation No. 10/POJK.05/2022 and No. 13/POJK.02/2018.Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI) yang berkembang pesat di Indonesia memerlukan landasan hukum kuat sebagai panduan para pihak yang terlibat dalam layanan keuangan berbasis teknologi informasi tersebut. Indonesia sebagai penganut negara hukum harus menjadikan hukum sebagi panglima dan pedoman dalam bertingkah laku. Penelitian ini berusaha menemukan landasan hukum LPBBTI dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia yang dilakukan dengan studi dokumen dan menggunakan pendekatan statute. Data yang diperoleh kemudian dianalisa secara kualitatif. Penelitian ini tidak menemukan landasan hukum LPBBTI dalam undang-undang tetapi ada beberapa undang-undang yang terkait dengan LPBBTI seperti Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Undang-Undang No. 11 tahun 2008. Dasar Hukum LPBBTI terdapat dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 10/POJK.05/2022 dan No. 13/POJK.02/2018.","PeriodicalId":255287,"journal":{"name":"Walisongo Law Review (Walrev)","volume":"50 13","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-01-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"113990460","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"Review of Fiqh and Statutory Law Concerning Wakaf Land Exchange Affected in the Semarang - Demak Toll Road Project","authors":"Ja'far Baehaqi, Nur Khoirin","doi":"10.21580/walrev.2022.4.2.15418","DOIUrl":"https://doi.org/10.21580/walrev.2022.4.2.15418","url":null,"abstract":"Replacement of waqf land is a problematic issue. This study aims to find answers to problems regarding mechanisms and procedures for replacing waqf land affected by the Semarang-Demak Toll Road project as well as an analysis from the point of view of fiqh and law. With research on normative law/doctrinal law as optical and field data as a basis for analysis, this research finds that the many stages taken and the involvement of many parties in the process of replacing waqf land is an effort and legal engineering to guarantee benefit, both in the form of immortality of waqf land and designation. Engineering carried out is an act/action that is not prohibited according to sharia. Therefore, engineering to replace waqf land is permissible and legal. Legal engineering, as stated in various laws and regulations, is a manifestation of functional legal instrumentation. Various laws and regulations, especially the Waqf Law and its implementing regulations have become a means of achieving development goals. In fact, the Waqf Law, unlike other laws and regulations, is able to penetrate so deeply in reaching theological matters. This is reasonable because the Waqf Law is nothing but the result of the positivization of Islamic law/fiqhPenggantian tanah wakaf merupakan masalah yang problematik. Penelitian ini bertujuan untuk menemukan jawaban atas permasalahan mengenai mekanisme dan prosedur penggantian tanah wakaf yang terkena proyek Jalan Tol Semarang-Demak serta analisis dari sudut pandang fikih dan hukum. Dengan penelitian terhadap hukum normatif/doktrin hukum sebagai optik dan data lapangan sebagai dasar analisis, penelitian ini menemukan bahwa banyaknya tahapan yang ditempuh dan keterlibatan banyak pihak dalam proses penggantian tanah wakaf merupakan upaya dan rekayasa hukum untuk menjamin kemanfaatan, baik berupa keabadian tanah wakaf maupun peruntukannya. Rekayasa yang dilakukan merupakan perbuatan/perbuatan yang tidak dilarang menurut syariah. Oleh karena itu, rekayasa untuk menggantikan tanah wakaf diperbolehkan dan sah. Rekayasa hukum, sebagaimana tertuang dalam berbagai peraturan perundang-undangan, merupakan perwujudan dari instrumentasi hukum fungsional. Berbagai peraturan perundang-undangan, khususnya UU Wakaf dan peraturan pelaksanaannya telah menjadi sarana pencapaian tujuan pembangunan. Padahal, UU Wakaf, tidak seperti peraturan perundang-undangan lainnya, mampu menembus begitu dalam hingga menyentuh persoalan teologis. Hal ini wajar karena UU Wakaf tidak lain merupakan hasil positivisasi hukum/fiqh Islam.","PeriodicalId":255287,"journal":{"name":"Walisongo Law Review (Walrev)","volume":"113 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-11-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"124745908","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"Reconstruction of Islamic Family Law in Indonesia Through Constitutional Court Decisions","authors":"Najichah Najichah","doi":"10.21580/walrev.2022.4.2.13407","DOIUrl":"https://doi.org/10.21580/walrev.2022.4.2.13407","url":null,"abstract":"No law is perfect as well as in the Marriage Law, there are many criticisms of the articles in the UUUP which are considered not to follow the spirit of family law reform. Many articles are considered discriminatory, have multiple interpretations, and do not provide legal justice. The proposed revision of the contents of the UUP began during the Reformation period, but the debate just ended. Amid the impasse in 2003 the Constitutional Court (MK) was born as one of the judicial institutions in Indonesia through the amendment of the 1945 Constitution. The birth of the Constitutional Court gave fresh air to groups who felt that their constitutional rights were violated by Marriage Law No.1 of 1975. This research is a descriptive-analytic library research, the problem approach used is a normative-juridical approach. The results of the study found that the Constitutional Court acted as an interpreter, and reinforcer changed Islamic family law, and even made a new Islamic family law using the glasses of the constitution. Based on the decision of the Constitutional Court which is final and binding, the Constitutional Court's decision functions as a negative legislator and a positive legislator as in Decision No.46/PUU-VIII/2010, Decision No.69/PUU-XIII/2015 and Decision No.22/PUU- XV/2017. In addition, the Constitutional Court also provides interpretation and strengthening of Islamic family law as stated in decision No.68/PUU/XII/2014. Based on the four decisions of the Constitutional Court, the Constitutional Court has an important and effective role in reforming Islamic family law in Indonesia.Undang-undang tidak ada yang sempurna begitu pula dalam UU Perkawinan, banyak kritisi tentang pasal-pasal dalam UUP yang dianggap tidak sesuai dengan semangat pembaharuan hukum keluarga. Banyak pasal yang dianggap diskriminatif, multitafsir dan tidak memberikan keadilan hukum. Sesungguhnya usulan revisi terhadap isi UUP sudah mulai pada masa Reformasi, namun perdebatan tersebut berhent begitu saja. Di tengah kebuntuan tersebut pada tahun 2003 Mahkamah Konstitusi (MK) lahir sebagai salah satu lembaga yudisial di Indonesia melalui amandemen UUD45. Lahirnya MK memberikan angin segar bagi kelompok yang merasa hak-hak konstitusi dilanggar dengan adanya UU Perkawinan No.1 tahun 1975. Penelitian ini merupakan jenis penelitian pustaka (library research) bersifat deskriptif-analitik, pendekatan masalah yang digunakan adalah pendekatan normatif-yuridis. Hasil penelitian menemukan MK berperan sebagai penafsir, penguat, mengubah hukum keluarga Islam bahkan membuat hukum keluarga Islam yang baru dengan mengunakan kacamata kontitusi. Berdasarkan putusan MK yang bersifat final and binding maka putusan MK berfungsi sebagai negatif legislator dan postitif legislator sebagaimana dalam putusan Putusan No.46/PUU-VIII/2010, Putusan No.69/PUU-XIII/2015 dan Putusan No.22/PUU-XV/2017. Selain itu MK juga memberikan penafsiran dan penguatan hukum keluarga Islam sebagaimana dalam putus","PeriodicalId":255287,"journal":{"name":"Walisongo Law Review (Walrev)","volume":"28 8 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-10-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"134091749","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"Relevance of the Position of the Victims in Indonesian Positive Law and Islamic Criminal Law","authors":"Yayan Muhammad Royani","doi":"10.21580/walrev.2022.4.2.13244","DOIUrl":"https://doi.org/10.21580/walrev.2022.4.2.13244","url":null,"abstract":"The position of the victim in the criminal justice system is not considered as a subject or object. These problems are inseparable from the understanding that criminal law only regulates the relationship between the state and individuals. Positive laws governing the position of victims are contained in the Criminal Code and Criminal Procedure Code as well as regulations outside the criminal justice system. The regulation is very limited to the victim as a legal object, not a determinant. In the perspective of Islamic law, the position of the victim is regulated in the crime of qisas and takzir. Victims get the right to determine punishment for criminals by implementing qisas, forgiveness or diyat. In the takzir crime, the ruler or judge can determine to compensate the victim as a forgiving or reducing crime. This research is a normative juridical research with a comparative approach. The results of the study indicate that there are similarities and differences in the regulation regarding the position of victims in positive law and Islamic law. Equality lies in the types of rights received by victims in the form of material compensation, compensation, restitution and rehabilitation except in takzir in the form of a decision to marry a rape victim. The difference lies in the position of the victim in positive law which does not include the victim as part of the criminal justice system, while in Islamic law as in qisas, the victim is an inseparable part of the criminal justice system.Kedudukan korban dalam sistem peradilan pidana tidak dianggap sebagai subjek ataupun objek. Permasalahan tersebut tidak terlepas dari pemahaman bahwa hukum pidana hanya mengatur hubungan antara negara dan individu. Hukum positif yang mengatur tentang kedudukan korban terdapat dalam KUHP dan KUHAP serta regulasi di luar sistem peradilan pidana. Pengaturannya sangat terbatas kepada korban sebagai objek hukum bukan penentu. Dalam perspektif hukum Islam kedudukan korban diatur dalam tindak pidana qisas dan takzir. Korban mendapatkan hak sebagai penentu hukuman bagi pelaku tindak pidana dengan pelaksanaan qisas, pemaafan atau diyat. Pada tindak pidana takzir penguasa atau hakim dapat menentukan mengganti kerugian korban sebagai pemaaf atau pengurang tindak pidana. Penelitian merupakan penelitian yuridis normatif dengan pendekatan perbandingan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat persamaan dan perbedaan pengaturan tentang kedudukan korban dalam hukum positif maupun hukum Islam. Persamaan terletak pada jenis hak yang diterima korban berupa pengganti kerugian materi, konpensasi, restitusi dan rehabilitasi kecuali dalam takzir berupa putusan untuk menikahi seorang korban perkosaan. Perbedaan terletak pada kedudukan korban dalam hukum positif yang tidak memasukan korban bagian dalam sistem peradilan pidana, sedangkan dalam hukum Islam sebagaimana qisas, korban merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sistem peradilan pidana","PeriodicalId":255287,"journal":{"name":"Walisongo Law Review (Walrev)","volume":"84 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-10-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"115238373","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"Animal Abuse in the Perspective of Positive Legal and Islamic Criminal Law","authors":"Inka Sahira, M. Rosyid","doi":"10.21580/walrev.2022.4.2.13093","DOIUrl":"https://doi.org/10.21580/walrev.2022.4.2.13093","url":null,"abstract":"Massive cases of animal abuse occur and are left unchecked, requiring more attention. This article aims to analyze cases of dog abuse in the perspective of positive law in Indonesia and Islamic criminal law. This article is qualitative with a normative juridical legal research method and is presented descriptively. Field case data were obtained through interviews with dog lover’s communities, police, and former dog slaughterers in Yogyakarta. This article finds that the criminal act of molesting dogs at slaughterhouses in Yogyakarta has fulfilled the criminal element of violating Law no. 41 of 2014 concerning Amendments to Law No. 18 of 2009 concerning Livestock and Animal Health and Government Regulation no. 95 of 2012 concerning Veterinary Public Health and Animal Welfare. Mistreatment of dogs has fulfilled the elements of an act called jarīmah and is subject to ta'zīr whose punishment provisions are the authority of the government. So that according to both perspectives, animal abuse is a criminal act and deserves punishment. The omission of the case proves that the law is not implemented properly. This article recommends all parties to participate in guarding and monitoring the welfare and safety of animals from acts of abuse.Kasus penganiayaan hewan yang massif terjadi dan terbiarkan, membutuhkan perhatian lebih. Artikel ini bertujuan untuk mengalisis kasus penganiayaan anjing dalam perspektif hukum positif di Indonesia dan hukum pidana Islam. Artikel ini bersifat kualitatif dengan metode penelitian hukum yuridis normatif dan disajikan secara deskriptif. Data kasus lapangan didapatkan melalui wawancara dengan komunitas pecinta anjing, Polsek Pundong, dan mantan jagal anjing di Yogyakarta. Artikel ini menemukan bahwa tindak pidana penganiayaan anjing di rumah jagal di Yogyakarta telah memenuhi unsur pidana melanggar UU No. 41 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU No. 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan dan PP No. 95 Tahun 2012 tentang Kesehatan Masyarakat Veteriner dan Kesejahteraan Hewan. Penganiayaan anjing telah memenuhi unsur-unsur suatu perbuatan disebut jarīmah dan dikenakan ta’zīr yang ketentuan hukumannya menjadi wewenang pemerintah. Sehingga menurut kedua perspektif, tindakan penganiayaan hewan merupakan tindakan pidana dan layak mendapatkan hukuman. Pembiaran kasus membuktikan bahwa hukum tidak terlaksana dengan baik. Artikel ini merekemondasikan kepada semua pihak untuk ikut serta mengawal dan mengawasi kesejahteraan dan keamanan hewan dari tindakan penganiayaan.","PeriodicalId":255287,"journal":{"name":"Walisongo Law Review (Walrev)","volume":"50 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-10-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"128299903","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}