{"title":"ANALISA POTENSI JERAMI PADI SEBAGAI PAKAN TERNAK SAPI POTONG MELALUI PENDEKATAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DI KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG","authors":"Reza Asra, Muhd Irwan","doi":"10.55678/jstip.v2i1.622","DOIUrl":"https://doi.org/10.55678/jstip.v2i1.622","url":null,"abstract":"Kebutuhan produk peternakan bagi masyarakat mengalami peningkatan seiring dengan peningkatan jumlah penduduk, peningkatan daya beli masyarakat dan terbukanya cara pandang masyarakat terhadap peternakan. Namun, peningkatan kebutuhan tersebut tidak diikuti dengan peningkatan produk peternakan itu sendiri terutama yang bersumber dari sapi pedaging yang mengakibatkan kebutuhan daging sapi masih dipenuhi melalui impor. Salah satu penyebab hal itu terjadi karena faktor pakan yang belum tersedia secara maksimal Tanpa penyelesaian faktor pakan maka upaya pengembangan sapi pedaging tidak akan maksimal dan Indoensia pasti akan menjadi negara importir yang berkepanjangan. Permasalahan lain yang dihadapi oleh peternak sapi potong adalah degradasi padang penggembalaan yang berimplikasi terhadap penurunan produksi pakan ternak. Padahal pakan yang bersumber dari padang penggembalaan termasuk pakan yang paling murah. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan Sistem Informasi Geografis (SIG) untuk mengetahui sebaran luasan sawah dan produksi jerami di Kabupaten Sidrap dan selanjutnya dikonversi ke dalam satuan ternak. Berdasarkan pemetaan yang dilakukan maka diperoleh hasil jumlah luasan sawah di Kabupaten Sidrap adalah 50097,11 Ha dengan total produksi jerami sebesar 601.164.793 kg per tahun dalam kondisi (506.300.989 dalam kondisi kering). Produksi jerami tersebut dapat menampung 221940,16 ST per tahun jika digunakan secara tunggal dengan nilai konversi 6,25 Kg bahan kering per ST per hari. Berdasarkan hasil pemetaan dengan sistem informasi geografis dan konversi kebutuhan ternak maka diperoleh hasil bahwa produksi jerami di Kabupaten Sidrap mampu menyediakan pakan sebesar 221940,16 ST per tahun dalam penggunaan tunggal. Meskipun demikian, penggunaan secara tunggal tidak disarankan karena faktor pembatas pada jerami tersebut.","PeriodicalId":229541,"journal":{"name":"Jurnal Sains dan Teknologi Industri Peternakan","volume":"74 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-02-25","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"114948855","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Anang Widigdyo, David Kurniawan, Adiguna Sasama Wahyu Utama, H. Kurniawan
{"title":"PENGARUH PENAMBAHAN ZEOLIT DAN TRICHODERMA SP. TERHADAP KUALITAS PUPUK ORGANIK DARI KOTORAN AYAM","authors":"Anang Widigdyo, David Kurniawan, Adiguna Sasama Wahyu Utama, H. Kurniawan","doi":"10.55678/jstip.v2i1.619","DOIUrl":"https://doi.org/10.55678/jstip.v2i1.619","url":null,"abstract":"The purpose of this study was to determine the effect of the addition of zeolite and Trichoderma S.p on the quality of organic fertilizer from chicken manure. This study used an experimental method with 4 treatments: P0, control treatment; P1, Fecal Fermentation (FF) with 5% zeolite; P2, FF with zeoilt 7.5%; P3, FF with 10% zeolite. Observational analysis was carried out at the Fertilizer Testing Laboratory of the Blitar Regency Agriculture Service which included parameters of C-organic levels, NPK levels. The results showed that the value of C-Organic and N,P,K levels of fermented fertilizer added with Zeolite still met the SNI threshold on the manufacture of organic fertilizer from poultry manure. The highest results were obtained in the P3 treatment with a higher organic C-value than the control P0 treatment. Meanwhile, the highest total N, P, K levels were the control treatment P0. Based on the results of observational data, research has shown that the addition of zeolite in the manufacture of organic fertilizer from chicken manure can increase the value of macro-nutrient content which can increase soil fertility and prevent soil degradation.","PeriodicalId":229541,"journal":{"name":"Jurnal Sains dan Teknologi Industri Peternakan","volume":"21 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-02-25","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"132154861","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"TOTAL PLATE COUNT (TPC) DANGKE YANG DIBUAT DENGAN BERBAGAI LEVEL GETAH PEPAYA KERING DAN SUHU PEMANASAN","authors":"Muhammad Irfan, Imam Jufri","doi":"10.51817/jstip.v1i2.458","DOIUrl":"https://doi.org/10.51817/jstip.v1i2.458","url":null,"abstract":"ABSTRACT \u0000Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui Total Plate Count pada dangke yang dibuat dengan berbagai level getah papaya kering dan suhu pemanasan yang berbeda sebagai dasar untuk menentukan kualitas dangke. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah secara eksperimental dengan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) pola faktorial3 x 8 dengan 3 kali ulangan. Faktor A adalah suhu pemanasan (65°C, 70°C, 75°C, 80°C, 85°C, 90°C, 95°C, 100°C)dan faktor B adalah konsentrasi getah pepaya kering (0,3%, 0,4% dan 0,5%). Dengan parameter yang diukur adalah Total Plate Count (TPC). Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa Level getah pepaya kering dan suhu pemanasan tidak berpengaruh terhadap Total Plate Count (TPC) pada dangke \u0000 Kata kunci: Dangke, Total Plate Count (TPC), Getah Pepaya","PeriodicalId":229541,"journal":{"name":"Jurnal Sains dan Teknologi Industri Peternakan","volume":"173 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-08-26","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"122871566","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"STATUS HEMATOLOGIK AYAM SENTUL DENGAN PENAMBAHAN EKSTRAK KULIT MANGGIS (Garcinia mangostana L.) YANG DISUPLEMENTASI Cu DAN Zn DALAM RANSUM","authors":"Avita Alawiyah, L. Adriani, Denny Rusmana","doi":"10.51817/jstip.v1i2.465","DOIUrl":"https://doi.org/10.51817/jstip.v1i2.465","url":null,"abstract":"Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan ekstrak buah manggis yang disuplementasi dengan Cu dan Zn dalam ransum terhadap jumlah eritrosit, kadar hemoglobin, dan nilai hematokrit ayam sentul fase layer. Penelitian menggunakan 40 ekor ayam sentul betina, dan dipelihara dari umur 28 minggu sampai 35 minggu yang bertempat di Test Farm Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran. Analisis Sampel dilakukan di Laboratorium Fisiologi Ternak dan Biokimia, Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran. Metode yang digunakan adalah eksperimental dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Perlakuan terdiri dari lima macam dengan empat ulangan, yaitu, P0 = ransum basal, P1 = ransum basal+60 mg/kg ransum ekstrak kulit manggis + Cu 0,3 mg dan Zn 2,4 mg; P2 = ransum basal+120 mg/kg ransum ekstrak kulit manggis + Cu 0,6 mg dan Zn 4,8 mg; P3= ransum basal+180 mg/kg ransum ekstrak kulit manggis + Cu 0,9 mg dan Zn 7,2 mg; P4= ransum basal+240 mg/kg ransum ekstrak kulit manggis + Cu 1,2 mg dan Zn 9,6 mg. Hasil penelitian menunjukan bahwa pemberian ekstrak kulit manggis yang disuplementasi Cu dan Zn memberikan pengaruh tidak berbeda nyata (P>0.05). Disimpulkan bahwa, penambahan ekstrak kulit manggis yang disuplementasi dengan Cu dan Zn mampu mempertahankan jumlah eritrosit, kadar hemoglobin, dan nilai hematokrit berada pada kisaran normal.","PeriodicalId":229541,"journal":{"name":"Jurnal Sains dan Teknologi Industri Peternakan","volume":"63 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-08-25","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"124790589","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
M. Anwar, Nursapriani Nursapriani, A. Nugraha, L. Syahrir, Syamsunir Syamsunir
{"title":"PENGARUH PRODUKTIVITAS PETERNAK TERHADAP PENDAPATAN PETERNAK USAHA AYAM RAS PETELUR DI KECAMATAN KULO KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG","authors":"M. Anwar, Nursapriani Nursapriani, A. Nugraha, L. Syahrir, Syamsunir Syamsunir","doi":"10.51817/jstip.v1i2.463","DOIUrl":"https://doi.org/10.51817/jstip.v1i2.463","url":null,"abstract":"Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh produktivitas peternak usaha ayam petelur terhadap pendapatan peternak usaha ayam petelur di Kecamatan Kulo Kabupaten Sidenreng Rappang serta untuk variabel dominan berpengaruh terhadap produksi dan Pendapatan peternak usaha ayam petelur di Kecamatan Kulo Kabupaten Sidenreng Rappang. Metode penelitian yang digunakan adalah Deskriptif Kuantitatif dengan pendekatan survey populasi dalam penelitian adalah Jumlah Usaha Peternakan Ayam petelur yang ada di Kecamatan Kulo Kabupaten Sidrap sebanyak 108 Peternak dan sampel 52 Peternak. Teknik Analisis Data dengan menggunakan analisis SPSS lalu Produktivitas Peternak Usaha Ayam Petelur Untuk menguji dan menganalisis fungsi peningkatan pendapatan usaha ayam petelur di Kecamatan Kulo Kabupaten Sidenreng Rappang. Hasil penelitian faktor yang dominan berpengaruh terhadap pendapatan adalah harga telur ayam, upah tenaga kerja, biaya pakan. Direkomendasikan kepada pihak terkait yakni instansi pemerintah kabupaten sidrap dinas peternakan untuk berperan aktif memberikan bimbingan dan penyuluhan kepada peternak usaha ayam petelur produksi usaha peterak ayam peterlur dapat meningkat. Peternak ayam petelur perlu peninjauan kembali baik sehingga pendapatan dapat atau penghasilan bisa lebih meningkat lagi yaitu dengan pemeliharaan dan Perawatan menggunakan pakan yang lebih baik agar out put lebih continue. ","PeriodicalId":229541,"journal":{"name":"Jurnal Sains dan Teknologi Industri Peternakan","volume":"14 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-08-25","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"122227552","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"PERBANDINGAN LAMA FERMENTASI MENGGUNAKAN Aspergillus niger TERHADAP KADAR NUTRISI KULIT KENTANG","authors":"Sri Sukaryani, Desy Lestari, Engkus Ainul Yakin","doi":"10.51817/jstip.v1i2.464","DOIUrl":"https://doi.org/10.51817/jstip.v1i2.464","url":null,"abstract":"ABSTRAK \u0000Kulit kentang merupakan salah satu limbah dapur yang masih bisa dimanfaatkan sebagai pakan ternak, namun disisi lain kulit kentang jika dimanfaatkan sebagai pakan ternak memiliki nilai gizi yang kurang karena kandungan serat kasar (SK) yang tinggi sehingga perlu dilakukan fermentasi menggunakan Aspergillus niger. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kadar nutrisi kulit kentang yang difermentasi menggunakan Aspergillus niger. Desain percobaan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola searah dengan 3 perlakuan dan 6 kali ulangan. Data hasil penelitian ini dianalisis menggunakan Analysis of Variance (ANOVA) dan Multiple Range Test (DMRT) pada level signifikansi 5 % & 1 %. Hasil penelitian menunjukan bahwa fermentasi kulit kentang menggunakan Aspergillus niger sebesar 2% berpengaruh nyata terhadap lemak kasar (P<0,05) tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap kadar protein terlarut dan kadar serat kasar (P>0,05). Nilai rata-rata protein terlarut pada perlakuan P1: 15,09%, P2: 15,66% dan P3: 17,21%, nilai rata-rata kadar serat kasar pada perlakuan P1: 54,82%, P2: 53,36% dan P3: 52,58%, serta rata-rata kadar lemak kasar pada perlakuan P1: 14,20%, P2: 15,26% dan P3 15.77%. Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa fermentasi kulit kentang selama 1-3 minggu menggunakan Aspergillus niger sebanyak 2% berpengaruh nyata terhadap lemak kasar, tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap kadar protein terlarut dan kadar serat kasar. Namun secara visual kadar protein terlarut mengalami peningkatan serta kadar serat kasar mengalami penurunan. \u0000. Kata kunci: Aspergillus niger, fermentasi, kadar nutrisi, kulit kentang \u0000 \u0000ABSTRACT \u0000 Potato peel is one of the kitchen wastes that can still be used as animal feed, but on the other hand, potato skins if used as animal feed have less nutritional value because of the high crude fiber content, so it is necessary to ferment it using Aspergillus niger. The purpose of this research was to determine the nutritional content of potato peels fermented using Aspergillus niger. The experimental design used a completely randomized design (CRD) with a unidirectional pattern with 3 treatments and 6 replications. The data from this study were analyzed using Analysis of Variance (ANOVA) and Multiple Range Test (DMRT) at a significance level of 5% & 1%. The results showed that potato peel fermentation using Aspergillus niger at 2% had a significant effect on crude fat (P<0.05) but had no significant effect on soluble protein content and crude fiber content (P>0.05). The average value of dissolved protein in treatment P1: 15.09%, P2: 15.66% and P3: 17.21%, the average value of crude fiber content in treatment P1: 54.82%, P2: 53.36 % and P3: 52.58%, and the average crude fat content in the treatment P1: 14.20%, P2: 15.26% and P3 15.77%. The conclusion of this study was that the fermentation of potato skins for 1-3 weeks using Aspergillus niger as much as 2% had a significant effect on crude fat, but had no signif","PeriodicalId":229541,"journal":{"name":"Jurnal Sains dan Teknologi Industri Peternakan","volume":"88 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-08-25","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"116483123","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"PEMBERIAN WORTEL SEBAGAI PAKAN TAMBAHAN TERHADAP PENAMPILAN ITIK PEDAGING","authors":"Sri Sukaryani, Nur Endang Sukarini","doi":"10.51817/jstip.v1i2.466","DOIUrl":"https://doi.org/10.51817/jstip.v1i2.466","url":null,"abstract":"ABSTRAK \u0000Penelitian bertujuan untuk menguji pengaruh pemberian wortel kukus sebagai pakan tambahan terhadap penampilan itik pedaging. Materi penelitian itik pedaging pejantan “Hybrid” umur 14 hari dengan berat badan awal rata-rata + 308,9 g/ekor sebanyak 60 ekor, dibagi dalam 4 perlakuan, tiga ulangan, masing-masing ulangan 5 ekor itik. Pakan basal untuk fase starter terdiri dari: konsentrat BR1 (63%), bekatul (28%), polar (9%) dan fase fnisher terdiri dari konsentrat BR1 (50%), bekatul (30%), polar (20%). Perlakuan yang diberikan yaitu T1: Pakan basal tanpa imbuhan wortel; T2: Pakan basal + wortel kukus (10% jumlah pakan yang diberikan). T3 : Pakan basal + wortel kukus (20% jumlah pakan yang diberikan). T4: Pakan basal + wortel kukus (30% jumlah pakan yang diberikan). Variabel yang diamati adalah kinerja itik pedaging (konsumsi pakan, pertambahan bobot badan, konversi pakan). Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL), Analisa data dengan menggunakan Analysiss of variance dilanjutkan Uji Duncan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan wortel kukus dalam pakan dari level 10 sampai 30% tidak berbeda nyata terhadap penampilan itik pedaging (P>0,05). Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah bahwa penambahan wortel kukus sebagai pakan tambahan pada itik pedaging tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap penampilan itik pedaging. \u0000 Kata kunci: itik pedaging, konsumsi pakan, konversi pakan, pertambahan berat badan \u0000 wortel \u0000ABSTRACT \u0000The aim of the research was to examine the effect of giving steamed carrots as additional feed on the appearance of meat ducks. The research material was \"Hybrid\" male meat ducks aged 14 days with an average initial body weight of + 308.9 g/head as many as 60 tails, divided into 4 treatments, three replications, each replicated 5 ducks. The basal feed for the starter phase consisted of: BR1 concentrate (63%), bran (28%), polar (9%) and the finisher phase consisted of BR1 concentrate (50%), rice bran (30%), polar (20%). The treatments given were T1: Basal feed without added carrots; T2: Basalt feed + steamed carrots (10% of feed amount). T3 : Basalt feed + steamed carrots (20% of the amount of feed given). T4: Basalt feed + steamed carrots (30% of the amount of feed given). The variable observed was the performance of broiler ducks (feed consumption, body weight gain, feed conversion). The study used a completely randomized design (CRD), data analysis using the Analysis of variance followed by Duncan's test. The results showed that the addition of steamed carrots in the feed from level 10 to 30% was not significantly different to the appearance of broiler ducks (P>0.05). The conclusion that can be drawn from this study is that the addition of steamed carrots as additional feed for broiler ducks does not have a significant effect on the appearance of broiler ducks. \u0000 \u0000Keywords: broiler ducks, feed consumption, feed conversion, weight gain, carrot \u0000 ","PeriodicalId":229541,"journal":{"name":"Jurnal Sains dan Teknologi Industri Peternakan","volume":"32 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-08-25","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"129787270","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"POTENSI LIMBAH TERNAK RUMINANSIA DI KABUPATEN SIDRAP","authors":"Nurul Purnomo, A. M","doi":"10.51817/jstip.v1i1.196","DOIUrl":"https://doi.org/10.51817/jstip.v1i1.196","url":null,"abstract":"Increasing livestock population has an impact on increasing livestock waste production. Livestock waste can be a source of environmental pollution but can also be processed into organic fertilizer and biogas. But until now there has been no research into waste production and the distribution of ruminant livestock waste production in Sidrap Regency. This study aims to determine the production of ruminant livestock waste and the distribution of livestock waste production in Sidrap Regency. The results showed that ruminant livestock waste production in Sidrap District reached 204,903 tons / year consisting of 235,797 tons / year of cattle livestock waste, 17,290 tons / year of buffalo and 1,816 tons / year of goats. Livestock waste production is spread throughout the entire district area. The highest livestock waste production in Pituriase District, amounting to 84,274 tons / year, then Watang Pulu District 78,235 tons / year, Panca Lautang 27,186 tons / year, Kulo 12,164 tons / year, Pitu Riawa 10.765 tons / year, Maritengae 9,867 tons / year, Panca Lautang 27,186 tons / year, Kulo 12,164 tons / year, Pitu Riawa 10.765 tons / year, Maritengae 9,867 tons / year, Panca Lautang Rijang 9,120 tons / year, Watang Sidenreng 8,407 tons / year, Tellu Limpoe 7,624 tons / year, Two Pitue 5,023 tons / year and Baranti 2,238 tons / year. Based on the results of the study, it can be concluded that the production of livestock waste in Sidrap Regency reaches 204,903 tons / year and is spread unevenly throughout the district.","PeriodicalId":229541,"journal":{"name":"Jurnal Sains dan Teknologi Industri Peternakan","volume":"58 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-02-27","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"124971142","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"STUDI KOMPARATIF PERTUMBUHAN RUMPUT MULATO PADA LAHAN PASCA TAMBANG YANG DIBERI PUPUK BERBEDA","authors":"M. Irwan, M. Armayani","doi":"10.51817/jstip.v1i1.197","DOIUrl":"https://doi.org/10.51817/jstip.v1i1.197","url":null,"abstract":"To determine the effectiveness of the use of organic fertilizers on the growth rate of grass mulato (brachiaria hybrid cv mulato) which is planted on the soil after mining PT. Vale, bro. located in sorowako, East Luwu Regency, South Sulawesi Province. This Research was conducted using a completely randomized design (CRD) factorial (4 x 3) with 3 times replication for each treatment combination. Factor A as a type of fertilizer and Factor B as a cutting age. Experiments are 36 total units. The results showed that the plant height given liquid organic fertilizer was significantly higher (P <0.01) than the plant height rate in the post-mining soil which was given granular fertilizer. This difference occurs because liquid organic fertilizer is faster absorbed by plants than organic solid fertilizer (granules). Post-mining land which is used as a medium for mulato grass growth is actually not a barrier to use. The conclusion of this research is the use of organic fertilizers in the cultivation of grass mulato (Brachiaria hybrid cv. Mulato) on post-mining land gave a positive response. The use of organic liquid fertilizer provides the best response compared to the control and solid organic fertilizer (granule).","PeriodicalId":229541,"journal":{"name":"Jurnal Sains dan Teknologi Industri Peternakan","volume":"144 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-02-27","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"131686256","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"PENGARUH BODY CONDITION SCOR TERHADAPAT EFISIENSI REPRODUKSI SAPI PERAH","authors":"Musdalifa Mansur","doi":"10.51817/jstip.v1i1.254","DOIUrl":"https://doi.org/10.51817/jstip.v1i1.254","url":null,"abstract":"ABSTRAK \u0000Keberhasilan usaha perkembangbiakan sangat terkait dengan tingkat produktifitas dan reproduksi, salah satuanya adalah body condition score. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efisiensi reproduksi pada induk sapi perah yang mengalami gangguan reproduksi. Penelitian ini dilakukan secara survei dengan pengumpulan data primer dan sekunder. Pengambilan data primer dilakukan dengan cara pengamatan dan wawancara langsung dengan peternak menggunakan daftar pertanyaan yang tersedia, sedangkan data sekunder diperoleh dari petugas inseminator di Dusun Panette Kecamatan Cendana Kabupaten Enrekang Sulawesi Selatan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada ternak normal body condition score berkisar antara 2,75-3,5 sedangkan pada ternak yang mengalami gangguan reproduksi body condition score berkisar antara ≤2,5 - ≥3,75. Perhitungan body condition score sangat diperlukan untuk mengetahui berapa besar jumlah nutrisi yang diberikan agar kondisi sapi dalam keadaan optimal. Kemampuan seekor ternak untuk memenuhi kriteria body condition score tertentu sangat dipengaruhi oleh level cadangan energi dan lemak tubuh yang mana sangat bergantung pada manajemen pakan dan kontrol penyakit, dan kedua hal tersebut juga menjadi sumber penyebab terjadinya gangguan reproduksi sehingga ternak yang mengalami gangguan reproduksi seringkali disertai body condition score yang buruk ataupun sebaliknya. Kesimpulan penelitian ini adalah semakin rendah atau semakin tinggi body condition score seekor ternak maka akan mempengaruhi efisiensi reproduksinya","PeriodicalId":229541,"journal":{"name":"Jurnal Sains dan Teknologi Industri Peternakan","volume":"31 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-02-27","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"117075984","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}