Virene L. Nayoan, Lydia E. V. David, J. Sinolungan
{"title":"Gambaran Self Compassion pada Mahasiswa Semester 7 Fakultas Kedokteran Program Studi Pendidikan Dokter Universitas Sam Ratulangi","authors":"Virene L. Nayoan, Lydia E. V. David, J. Sinolungan","doi":"10.35790/msj.v5i1.45281","DOIUrl":"https://doi.org/10.35790/msj.v5i1.45281","url":null,"abstract":"Abstract: Medical school demands the medical students to be competent in their education, therefore, various academic responsibility can become a source of pressure or stressors for the students. Stress can be overcome when a person has self-kindness, common humanity, and mindfulness. These are the components of self-compassion. This study aimed to obtain the description of self-compassion among students of seventh semester (final semester), Faculty of Medicine of Sam Ratulangi University. This was a descriptive and quantitative study. Samples were taken using purposive sampling technique and 132 respondents were involved in this study. Questionnaires on Indonesian adaptation of the Self Compassion Scale questionnaire with the Likert model were distributed to the respondents. The results showed that based on the level of self-compassion, 92 students (70%) had moderate level of self-compassion, 36 students (27%) had high level of self-compassion, and four students (3%) had low level of self-compassion. Common humanity aspect was in the high category. Self-kindness, self-judgment, isolation, mindfulness, and over-identification aspects were in the moderate category. In conclusion, the average level of self-compassion in students of seventh semester, Faculty of Medicine of Sam Ratulangi University are at moderate level.\u0000Keywords: self compassion; final year medical students; academic responsibility; stress\u0000 \u0000Abstrak: Jurusan kedokteran menuntut mahasiswa kedokteran agar kompeten dalam pendidikannya sehingga berbagai tuntutan akademik dapat menjadi sumber tekanan atau stresor bagi mahasiswa. Stresor dapat dihadapi ketika seseorang mempunyai self-kindness, common humanity, dan mindfulness. Ketiga hal tersebut merupakan aspek dari self compassion. Penelitian bertujuan untuk mengetahui gambaran self compassion pada mahasiswa semester 7 (semester akhir) Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi. Penelitian menggunakan metode kuantitatif deskriptif dengan membagikan kuesioner Skala Welas Diri (SWD) adaptasi Bahasa Indonesia dari Self Compassion Scale (SCS) model Likert. Sampel diambil dengan teknik purposive sampling dan terkumpul sebanyak 132 responden. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa sebanyak 92 responden (70%) memiliki tingkat self compassion sedang, 36 responden (27%) memiliki tingkat self compassion tinggi, dan empat responden (3%) memiliki tingkat self compassion rendah. Aspek kemanusiaan universal berada dalam kategori tinggi. Aspek mengasihi diri, menghakimi diri, isolasi, kewawasan, dan overidentifikasi berada dalam kategori sedang. Simpulan penelitian ini ialah rerata tingkat self compassion pada mahasiswa Semester 7 Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi berada pada tingkat sedang.\u0000Kata kunci: self compassion; mahasiswa kedokteran semester akhir; tuntutan akademik; stres","PeriodicalId":118600,"journal":{"name":"Medical Scope Journal","volume":"41 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-06-18","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"132830146","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pricilla W. Tangkere, Ronald Rompies, Adrian Umboh
{"title":"Pengaruh Obesitas terhadap Laju Filtrasi Glomerulus pada Anak","authors":"Pricilla W. Tangkere, Ronald Rompies, Adrian Umboh","doi":"10.35790/msj.v5i1.45274","DOIUrl":"https://doi.org/10.35790/msj.v5i1.45274","url":null,"abstract":"Abstract: Obesity is well known as an independent risk factor for chronic kidney disease, thus assessment of renal function is more essential in obese individuals. Glomerular filtration rate (GFR) is generally accepted as the best overall index of kidney function. This study aimed to evaluate the effect of obesity on glomerular filtration rate in children. This was a literature review study. The literature search was performed by using PubMed and Google Scholar databases with “Obesity AND Glomerular Filtration Rate AND Children” as its keywords. After going through the process of searching and filtering the literatures based on inclusion and exclusion criteria, the results obtained 10 literatures to be reviewed. The literatures showed that in the short to medium terms of the duration of obesity, GFR was increased. A reduction in GFR levels then could be observed if obesity persists over time. Also, in obese children, the higher the body mass index (BMI), the lower the GFR level. In conclusion, childhood obesity affects GFR level, whereas GFR level is reduced along with the increasing duration of obesity and BMI.\u0000Keywords: childhood obesity; glomerular filtration rate; risk factors\u0000 \u0000Abstrak: Obesitas merupakan faktor risiko independen dari penyakit ginjal kronis; oleh karena itu, penilaian fungsi ginjal perlu dilakukan pada individu dengan obesitas. Laju filtrasi glomerulus (LFG) merupakan salah satu indikator yang dapat menggambarkan fungsi ginjal secara keseluruhan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh obesitas terhadap LFG pada anak. Penelitian ini dilakukan dengan metode literature review. Pencarian literatur dilakukan dengan menggunakan basis data PubMed dan Google Scholar dengan “Obesity AND Glomerular Filtration Rate AND Children” sebagai kata kunci. Hasil penelitian mendapatkan 10 literatur yang sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi, yang kemudian dilakukan review. Pada penelitian ini didapatkan bahwa peningkatan LFG (hiperfiltrasi) terjadi pada awal masa obesitas, diikuti dengan penurunan LFG seiring bertambahnya durasi obesitas. Selain itu, pada anak dengan obesitas didapatkan bahwa semakin tinggi indeks massa tubuh (IMT), maka LFG semakin rendah. Simpulan penelitian ini ialah obesitas memengaruhi LFG pada anak, yaitu nilai LFG menurun seiring dengan bertambahnya durasi obesitas dan IMT.\u0000Kata kunci: obesitas pada anak; laju filtrasi glomerulus; faktor risiko","PeriodicalId":118600,"journal":{"name":"Medical Scope Journal","volume":"130 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-06-17","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"116056474","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Manuella K. Sumakul, Novi H. Rampengan, Ronald Rompies
{"title":"Karakteristik Covid-19 Varian Delta dan Varian Omicron pada Anak","authors":"Manuella K. Sumakul, Novi H. Rampengan, Ronald Rompies","doi":"10.35790/msj.v5i1.45270","DOIUrl":"https://doi.org/10.35790/msj.v5i1.45270","url":null,"abstract":"Abstract: To date, COVID-19 has mutated into several types or variants. The variants of this virus, Delta and Omicron, become noticable and spread in all ages including children worldwide. Therefore, it is necessary to recognize the characteristics of these two variants in children. This study aimed to determine the characteristics of COVID-19 Delta and Omicron variants in children. This was a literature review study, performed by using PubMed, Google Scholar and ClinicalKey databases. The results obtained 12 literatures about the characteristics of the Delta and Omicron variants in children based on age, sex, clinical manifestations, and hospitalization. The Delta variant was most found in ages >5 years, male, had clinical manifestations of common symptoms associated with impaired olfactory and taste functions, and hospitalization of 2-5 days. Meanwhile, the Omicron variant was most found in ages <5 years, male, clinical manifestations of common symptoms associated with convulsion and wheezing, and hospitalization of 1-2 days. In conclusion, the age, clinical manifestations and hospitalization characteristics of the two variants are different except for sex characteristic.\u0000Keywords: characteristics of pediatric patients; COVID-19; Delta variant; Omicron variant; children\u0000 \u0000Abstrak: COVID-19 telah bermutasi menjadi beberapa jenis atau varian. Varian dari virus ini muncul dan menyebar pada semua kalangan termasuk anak di seluruh dunia; varian tersebut diantaranya varian Delta dan varian Omicron. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik COVID-19 varian Delta dan varian Omicron pada anak. Jenis penelitian ialah literature review. Pencarian literatur dilakukan dengan menggunakan basis data PubMed, Google Scholar dan ClinicalKey. Hasil penelitian mendapatkan, 12 literatur yang meneliti karakteristik COVID-19 varian Delta dan varian Omicron pada anak berdasarkan karakteristik usia, jenis kelamin, manifestasi klinis, dan rawat inap. Varian Delta didapatkan tersering pada usia >5 tahun, jenis kelamin laki-laki, dengan manifestasi klinik berupa gejala umum serta gangguan fungsi indra penciuman dan pengecapan, dan lama rawat inap 2-5 hari. Varian Omicron didapatkan tersering pada usia <5 tahun, jenis kelamin laki-laki, dengan dengan manifestasi klinik berupa gejala umum serta kejang dan mengi, dan lama rawat inap 1-2 hari. Simpulan penelitian ini ialah karakteristik usia, manifestasi klinis dan rawat inap dari kedua varian berbeda kecuali karakteristik jenis kelamin.\u0000Kata kunci: karakteristik pasien anak; COVID-19; varian Delta; varian Omicron","PeriodicalId":118600,"journal":{"name":"Medical Scope Journal","volume":"44 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-06-17","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"122108311","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Natasya G. Rorimpandey, Glady I. Rambert, Mayer F. Wowor
{"title":"Gambaran Interleukin 6 dan Hepidin pada Penyakit Kronis yang Dapat Menyebabkan Anemia","authors":"Natasya G. Rorimpandey, Glady I. Rambert, Mayer F. Wowor","doi":"10.35790/msj.v5i1.45131","DOIUrl":"https://doi.org/10.35790/msj.v5i1.45131","url":null,"abstract":"Abstract: Anemia of chronic diseases is the second most common anemia after iron deficiency anemia. Hepcidin is a key factor that regulates iron metabolism, meanwhile interleukin 6 plays an important role in stimulating hepcidin mRNA. Chronic inflammation can stimulate macrophages to produce IL-6 and induce hepcidin, which will inhibit iron absorption in small intestine and also reduce iron release from macrophages resulting in anemia. This study aimed obtain the description of interleukin 6 and hepcidin in chronic diseases causing anemia inter alia tuberculosis, human immunodeficiency virus (HIV), rheumatoid arthritis (RA), inflammatory bowel disease (IBD), and systemic lupus erythematosus (SLE). This was a literature review using three databases namely PubMed, Google Scholar and Elsevier. The results obtained 15 literatures to be reviewed, consisting of three articles about tuberculosis, four articles about HIV, three articles about RA, three articles about IBD, dan two articles about SLE. Most literatures showed increased IL-6 and hepcidin levels, therefore, both could be used as diagnostic markers for anemia. Minimum and maximum levels that caused anemia in chronic diseases for IL-6 was 1.17-98.00 pg/ml and for hepcidin 0.5-228.1 ng/ml. In conclusion, in chronic diseases causing anemia, there are increases of IL-6 and hepcidin, therefore, they could be used as diagnostic markers for anemia.\u0000Keywords: interleukin 6; hepcidin; anemia of chronic diseases\u0000 \u0000Abstrak: Anemia pada penyakit kronik merupakan anemia kedua terbanyak setelah anemia defisiensi besi. Hepsidin merupakan faktor kunci yang mengatur metabolisme zat besi sedangkan interleukin 6 berperan penting dalam merangsang mRNA hepsidin. Inflamasi kronis dapat merangsang makrofag untuk memroduksi IL-6 dan menginduksi hepsidin, menghambat penyerapan besi di usus halus dan juga menurunkan pelepasan besi dari makrofag sehingga terjadi anemia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran interleukin 6 dan hepidin pada penyakit kronis yang dapat menyebabkan anemia, antara lain tuberkulosis, infeksi human immunodeficiency virus (HIV), rheumatoid arthritis (RA), inflammatory bowel disease (IBD) dan systemic lupus erythematosus (SLE). Jenis penelitian ini ialah suatu literature review dengan pencarian data menggunakan tiga sumber database yaitu PubMed, Google Scholar dan Elsevier. Hasil penelitian mendapatkan 15 literatur yang dilakukan review. Terdapat tiga artikel tentang tuberkulosis, empat artikel infeksi HIV, tiga artikel RA, tiga artikel IBD, dan dua artikel SLE. Sebagian besar literatur memperlihatkan peningkatan kadar IL-6 dan hepsidin sehingga keduanya dapat dijadikan penanda diagnostik anemia pada penyakit kronis. Nilai minimum dan maksimum IL-6 pada beberapa penyakit kronis yang dapat menyebabkan anemia ialah 1,17-98,00 pg/ml dan hepsidin 0,5-228,1 ng/ml. Simpulan penelitian ini ialah pada penyakit kronis yang dapat menyebabkan anemia terdapat peningkatan kadar IL-6 dan hepsidin s","PeriodicalId":118600,"journal":{"name":"Medical Scope Journal","volume":"21 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-06-16","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"127647627","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Angelina T. Ampow, Joan F. J. Timban, Alfa G. E. Y. Rondo
{"title":"Gambaran Foto Toraks Pasien Tuberkulosis Paru dengan Efusi Pleura di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Periode Januari – Juni 2022","authors":"Angelina T. Ampow, Joan F. J. Timban, Alfa G. E. Y. Rondo","doi":"10.35790/msj.v5i1.45128","DOIUrl":"https://doi.org/10.35790/msj.v5i1.45128","url":null,"abstract":"Abstract: Although tuberculosis is a long-known infectious disease, it is still one of the leading causes of death worldwide. Chest X-ray could be used to detect tuberculous lesion. This study aimed to obtain the imaging of chest X-ray in pulmonary tuberculosis patients with pleural effusion at Prof. Dr. R. D. Kandou Hospital from January to June 2022. This was a retrospective and descriptive study with a cross-sectional design. The results showed that of 440 pulmonary tuberculosis patients at Prof. Dr. R. D. Kandou Hospital, 291 patients (66.1%) had pleural effusion dominated by age of 56-65 years (25.1%) and male (64.9%). Comorbidities in pulmonary tuberculosis with pleural effusion was mostly chronic kidney disease (CKD) (51.02%). The most common chest X-ray characteristics were infiltrates (93.5%) and cavities (91.4%), and the most common lesion was far advanced (97.6%). In conclusion, the majority of pulmonary tuberculosis patients with pleural effusion were males in the age group of 56-65 years with CKD comorbidity, and chest X-ray features of infiltrate and cavities with far advanced lesions.\u0000Keywords: chest X-ray; pulmonary tuberculosis; pleural effusion\u0000 \u0000Abstrak: Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi yang sudah lama dikenal tapi masih menjadi salah satu penyebab utama kematian di dunia. Untuk menemukan lesi TB dapat dilakukan pemeriksaan foto toraks Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran foto toraks pasien TB paru dengan efusi pleura di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou periode Januari – Juni 2022. Jenis penelitian ialah deskriptif retrospektif dengan desain potong lintang. Hasil penelitian menunjukkan dari 440 pasien TB paru di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou didapatkan 291 pasien (66,1%) dengan efusi pleura, didominasi oleh usia 56-65 tahun (25,1%), jenis kelamin laki-laki (64,9%). Penyakit penyerta pada TB paru dengan efusi pleura paling banyak yaitu penyakit ginjal kronik (PGK) (51,02%). Gambaran foto toraks yang ditemukan paling sering ialah infiltrat (93,5%) dan kavitas (91,4%). Luas lesi yang ditemukan paling sering yaitu far advanced (97,6%). Simpulan penelitian ini ialah pasien tuberkulosis paru dengan efusi pleura paling banyak ditemukan pada laki-laki kelompok usia 56-65 tahun dengan penyakit penyerta PGK, serta gambaran foto infiltrat dan kavitas dengan lesi luas (far advanced).\u0000Kata kunci: foto toraks; tuberkulosis paru; efusi pleura","PeriodicalId":118600,"journal":{"name":"Medical Scope Journal","volume":"71 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-06-03","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"126250012","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"Analisis Penerapan Sasaran Keselamatan Pasien di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit X Provinsi Sulawesi Utara","authors":"Astryd Sendoh, J. M. Pertiwi, J. Manoppo","doi":"10.35790/msj.v5i1.48229","DOIUrl":"https://doi.org/10.35790/msj.v5i1.48229","url":null,"abstract":"Abstract: Patient safety is the cornerstone of health service quality and a top priority in providing health services worldwide. This study was aimed to obtain an overview of the implementation of patient safety goals at the Emergency Department of X Hospital, North Sulawesi Province. This was a qualitative study carried out at the Emergency Department of X Hospital, North Sulawesi Province from November 2022 to January 2023. The research instruments were the researchers themselves (human instruments). The results showed that the understanding of health workers about patient safety goals (SKP 1-3, 5, 6) at the Emergency Department of X Hospital and the availability of facilities and infrastructure supporting its implementation were in accordance with hospital accreditation standards of the Ministry of Health of the Republic of Indonesia 2022 but they were not optimal, therefore, the implementation of patient safety goals was also not optimal. Moreover, the related facilities and infrastructure of SKP 4 were not yet optimal. In conclusion, the patient safety goals at the Emergency Department of X Hospital North Sulawesi Province have been implemented in accordance with the hospital accreditation standards of the Ministry of Health of the Republic of Indonesia 2022 but are not optimal due to the obstacles in health workers’ compliance. The related facilities and infrastructure are not yet optimal since the new hospital has just begun to operate.\u0000Keywords: patient safety goals; health workers; Emergency Department\u0000 \u0000Abstrak: Keselamatan pasien merupakan landasan kualitas pelayanan kesehatan dan prioritas utama dalam memberikan pelayanan kesehatan di seluruh dunia. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran penerapan sasaran keselamatan pasien di Instalasi Gawat Darurat (IGD) RS X Provinsi Sulawesi Utara. Jenis penelitian ialah kualitatif yang dilakukan di IGD RS X Provinsi Sulawesi Utara pada bulan November 2022-Januari 2023. Instrumen penelitian yang digunakan ialah peneliti sendiri (human instrument). Hasil penelitian mendapatkan bahwa pemahaman tenaga kesehatan mengenai Sasaran Keselamatan Pasien (SKP 1–3, 5, 6) di IGD RS X Provinsi Sulawesi serta ketersediaan sarana dan prasarana yang mendukung pelaksanaannya sudah sesuai dengan standar akreditasi Rumah Sakit Kementerian Kesehatan RI tahun 2022 tetapi belum optimal sehingga penerapan SKP belum optimal. Sarana dan prasarana pendukung pelaksanaan SKP 4 di IGD masih dalam pemenuhan sesuai standar yang ditetapkan. Simpulan penelitian ini ialah sasaran keselamatan pasien di IGD RS X Provinsi Sulawesi Utara sudah diterapkan sesuai standar akreditasi rumah sakit Kementerian Kesehatan RI 2022 tetapi belum optimal karena adanya kendala pada kepatuhan petugas. Sarana dan prasarana terkait belum optimal dan masih dalam proses melengkapi karena rumah sakit baru beroperasi.\u0000Kata kunci: sasaran keselamatan pasien; petugas kesehatan; Instalasi Gawat Darurat","PeriodicalId":118600,"journal":{"name":"Medical Scope Journal","volume":"10 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-05-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"126453379","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Rocky V. Pangerapan, Herdy Munayang, B. H. Kairupan
{"title":"Hubungan antara Aktivitas Fisik dan Depresi pada Remaja Sekolah Menengah Pertama","authors":"Rocky V. Pangerapan, Herdy Munayang, B. H. Kairupan","doi":"10.35790/msj.v5i1.45123","DOIUrl":"https://doi.org/10.35790/msj.v5i1.45123","url":null,"abstract":"Abstract: Depression is a common mental disorder characterized by persistent sadness and loss of interest in many activities, accompanied by an inability to carry out daily activities for at least two weeks. This study aimed to analyze the relationship between physical activity and depression in junior high school adolescents. This was an observational and analytical study with a cross-sectional design conducted in all junior high school at Malalayang District in November 2022. Data collection technique used the Children Depression Inventory questionnaire (CDI) for depression and the International Physical Activity Questionnaire (IPAQ) for physical activity. The evaluation was grouped into none, mild, moderate, severe for depression, and mild, moderate, severe for physical activity. The results obtained 400 students as respondents. Most respondents had no depression with a total of 233 students (58%) and most respondents had a high level of physical activity with a total of 160 students (40%). The Chi-Square test obtained a p-value of 0.743 (p>0.05) for the relationship between level of depression and physical activity. In conclusion, there is no significant relationship between physical activity and depression in junior high school adolescents at Malalayang District.\u0000Keywords: junior high school students; adolescents; depression; physical activity\u0000 \u0000Abstrak: Depresi merupakan gangguan mental yang umum ditemukan ditandai dengan rasa sedih yang terus-menerus dan kehilangan minat melakukan aktivitas, disertai dengan ketidakmampuan melakukan aktivitas sehari-hari setidaknya selama dua minggu. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara aktivitas fisik dan depresi pada remaja SMP. Jenis penelitian ialah analitik observasional dengan desain potong lintang yang dilakukan pada seluruh Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Kecamatan Malalayang pada bulan November 2022. Teknik pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner Children Depression Inventory (CDI) untuk depresi dan International Physical Activity Questionnaire (IPAQ) untuk aktivitas fisik. Penilaiannya dikelompokkan dalam tidak ada, ringan, sedang, berat untuk depresi, serta ringan, sedang, berat untuk aktivitas fisik. Hasil penelitian mendapatkan 400 responden. Responden terbanyak memiliki tingkat depresi tidak ada dengan jumlah 233 siswa (58%) dan responden terbanyak memiliki tingkat aktivitas fisik tinggi dengan jumlah 160 siswa (40%). Uji statistik Chi-Square mendapatkan nilai p=0,743 (p>0,05) terhadap hubungan antara tingkat depresi dan aktivitas fisik. Simpulan penelitian ini ialah tidak terdapat hubungan bermakna antara aktivitas fisik dan depresi pada remaja SMP di Kecamatan Malalayang.\u0000Kata kunci: siswa Sekolah Menengah Pertama; remaja; depresi, aktivitas fisik","PeriodicalId":118600,"journal":{"name":"Medical Scope Journal","volume":"144 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-05-17","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"123299340","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Reskita A. Igirisa, Harsali F. Lampus, Andriessanto C. Lengkong
{"title":"Patofisiologi dan Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Hernia Inguinalis pada Anak","authors":"Reskita A. Igirisa, Harsali F. Lampus, Andriessanto C. Lengkong","doi":"10.35790/msj.v5i1.45120","DOIUrl":"https://doi.org/10.35790/msj.v5i1.45120","url":null,"abstract":"Inguinal hernia in children is a common surgical problem. Albeit, pathophysiology related to the incidence of inguinal hernias and its predisposing factors are not fully accepted. This study aimed to determine the pathophysiology and the predisposing factors the lead to inguinal hernia in children. This was a literature study using various medical literatures in line with the topic from the ClinicalKey, Pubmed, and Google Scholar databases. The results obtained 11 literatures that fulfilled the criteria. The pathophysiology of inguinal hernia was closely related to the failure of processus vaginalis obliteration and genetic factors related to the formation of connective tissue. Predisposing factors for inguinal hernias included increased intra-abdominal pressure, patent processus vaginalis, low birth weight, gender, prematurity, and syndromes associated with connective tissue disorders. In conclusion, the pathophysiology of hernia inguinalis in children is strongly related to the failure of procesus vaginalis to obliterate and genetic factors in the formation of connective tissues with a variety of predisposing factors.\u0000Keywords: inguinal hernia in children; pathophysiology; risk factors; processus vaginalis; Marfan syndrome\u0000 \u0000Abstrak: Hernia inguinalis pada anak merupakan suatu kejadian yang umum terjadi pada ranah bedah. Berbagai pendapat mengenai patofisiologi terkait kejadian hernia inguinalis dan faktor predisposisi yang dapat menyebabkan hernia inguinalis pada anak belum disepakati sepenuhnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui patofisiologi terkait kejadian hernia inguinalis pada anak dan faktor predisposisi kejadian ini. Jenis penelitian ialah suatu literature review menggunakan berbagai literatur kedokteran yang sejalan dengan topik dan berasal dari database ClinicalKey, Pubmed, dan Google Scholar. Hasil penelitian mendapatkan 11 literatur yang memenuhi kriteria penelitian. Patofisiologi terjadinya hernia inguinalis erat kaitannya dengan kegagalan penutupan prosesus vaginalis dan juga faktor genetik yang berhubungan dengan pembentukan jaringan ikat. Faktor predisposisi dari hernia inguinalis antara lain peningkatan tekanan intra-abdomen, prosesus vaginalis yang paten, berat badan bayi lahir rendah, jenis kelamin, prematuritas, dan sindrom terkait gangguan jaringan ikat. Simpulan penelitian ini ialah patofisiologi terjadinya hernia inguinalis pada anak erat kaitannya dengan kegagalan penutupan prosesus vaginalis dan faktor genetik dalam pembentukan jaringan ikat dengan faktor predisposisi yang bervariasi.\u0000Kata kunci: hernia inguinalis; anak; patofisiologi; faktor risiko; prosesus vaginalis; sindrom Marfan","PeriodicalId":118600,"journal":{"name":"Medical Scope Journal","volume":"40 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-05-17","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"114784793","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"Analisis Peran Kepolisian Daerah (Polda) Sulut dalam Pengembangan Health Tourism di Wilayah Hukum Sulawesi Utara","authors":"F. Alkatiri, Gustaaf A. E. Ratag, A. Manampiring","doi":"10.35790/msj.v5i1.45515","DOIUrl":"https://doi.org/10.35790/msj.v5i1.45515","url":null,"abstract":"Abstrak \u0000Keselamatan dan keamanan wisatawan memegang peranan penting dalam membangun citra destinasi untuk meningkatkan kunjungan wisatawan ke suatu lokasi. Wisatawan tidak hanya mempertimbangan keindahan alam atau hal menarik lainnya, namun juga mempertimbangkan aspek kesehatan untuk tujuan health tourism. Provinsi Sulawesi Utara sebagai salah satu daerah yang tengah gencar mempromosikan destinasi wisata daerahnya dan membangun kerjasama antara pemerintah daerah, Dinas Pariwisata, fasilitas kesehatan seperti rumah sakit, dan Kepolisian. Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk menganalisis kontribusi Polda Sulawesi Utara dengan pengelola tempat wisata sesuai faktor-faktor yang menghambat Polda Sulawesi Utara, dan upaya serta strategi yang telah dilakukan Polda Sulawesi Utara dalam pengembangan health tourism. \u0000Penelitian ini dilakukan dengan metode kualitatif deksriptif, dengan pengambilan data primer melalui in-depth interview dan menggunakan pedoman wawancara. Analisis data dilaksanakan menggunakan model interaktif Miles dan Hubberman melalui langkah pengumpulan data, reduksi data, penyajian data dalam bentuk narasi, dan pemeriksaan keabsahan data dengan triangulasi. \u0000Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) peran kepolisian dalam pengembangan health tourism telah dilaksanakn dengan cukup baik namun masih kurang maksimal, dimana kepolisian hanya sebagai petugas keamanan selama dalam pengawalan wisatawan asing dan kurang dilibatkan dalam monitoring keamanan wilayah dan wisatawan; 2) hambatan kepolisian dalam menjalankan perannya yaitu belum adanya sistem berjenjang mengenai pengaturan pengamanan antar wilayah dan sistem pelaporan pengamanan wisatawan serta belum adanya koordinasi stakeholder terkait baik pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten, Dinas Kesehatan, dinas pariwisata, kemenhumkam, dan pengelola wisata dengan polda dalam menjalankan tugas pokok Keskamtibmas; 3) program health tourism harus diketahui oleh semua pihak, adanya sistem yang dibuat secara digital, adanya sistem yang mengatur secara jelas tugas pengamanan kepolisian daerah serta adanya koordinasi setiap stakeholder yang terkait. \u0000Kesimpulan dari penelitian ini adalah Sulawesi Utara telah memiliki potensi untuk memajukan industri pariwisata khususnya health tourism, namun kontribusi Kepolisian daerah dalam pengembangan health tourism masih kurang berjalan secara maksimal, sehingga diharapkan pemerintah dapat melibatkan kinerja Kepolisian Polda Sulut secara aktif. \u0000 ","PeriodicalId":118600,"journal":{"name":"Medical Scope Journal","volume":"178 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-05-16","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"133979859","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Mordekhai L. Laihad, Livy A. Rarung, Hizkia Rumampuk
{"title":"Penggunaan Opioid-Free Anaesthesia (OFA): Laporan Kasus","authors":"Mordekhai L. Laihad, Livy A. Rarung, Hizkia Rumampuk","doi":"10.35790/msj.v5i1.47644","DOIUrl":"https://doi.org/10.35790/msj.v5i1.47644","url":null,"abstract":"Perioperative use of opioids has many detrimental effects on health care outcomes and is currently accelerating the worldwide epidemic of opioid addiction prescription and overdose death. Due to the excessive use of opioids and their side effects, a new strategy was developed in order to achieve a balanced general anesthesia, namely opioid-free anesthesia (OFA). This technic can be used in most surgeries using alternative analgesic drugs. We reported a female patient, 59 years old, referred to the Department of Anesthesia from the Department of Surgery for elective thyroidectomy. The patient was diagnosed as ASA 3, Actual: difficult airway, subclinical hyperthyroidism, drug allergy, controlled hypertension (with amlodipine 10 mg); Potential: difficult intubation. We used general anasethesia with endotracheal tube, premedication with midazolam 2 mg iv, analgesic with dexme-detomidine 0.1 mcg /kg BW worn out in 10 minutes. The operation went smoothly and on the 2nd day after surgery, the patient was transferred to the regular ward. In conclusion, the use of non-opioid anesthetic drugs is an effective and rational choice in order to reduce the side effects of postoperative opioids in this patient.\u0000Keywords: anesthesia; opioid-free; hyperthyroid\u0000 \u0000Abstrak: Penggunaan opioid perioperatif memiliki banyak efek merugikan pada hasil perawatan kesehatan dan saat ini mempercepat epidemi kecanduan peresepan opioid dan kematian akibat overdosis di seluruh dunia. Oleh karena penggunaan opioid yang berlebihan dan efek sampingnya, maka dikembangkanlah suatu strategi baru dalam rangka mencapai anestesi umum yang seimbang yaitu opioid-free anaesthesia (OFA). Teknik ini dapat digunakan pada sebagian besar operasi dengan memakai obat analgesik alternatif. Kami melaporkan seorang pasien perempuan, 59 tahun, dirujuk ke Bagian Anestesi dari Bagian Bedah untuk operasi elektif tiroidektomi. Diagnosis pasien ini ialah ASA 3, Aktual: difficult airway, hipertiroid subklinis, alergi obat, hiperetensi terkontrol (amlodipin 10 mg); Potensial: sulit intubasi. Teknik anestesi ialah general anaesthesia (GA) dengan endotracheal tube (ETT), dengan premedikasi midazolam 2 mg iv, analgetik dexmedetomidine 0,1 mcg/kg BB habis dalam 10 menit. Operasi berjalan lancar dan pada hari kedua pasca bedah, pasien dipindahkan ke ruang rawat biasa. Simpulan studi ini ialah penggunaan obat anestesi non-opiod merupakan pilihan yang efektif dan rasional dalam rangka mengurangi efek samping opioid paska operasi pada pasien ini.\u0000Kata kunci: anestesi; bebas opioid; hipertiroid","PeriodicalId":118600,"journal":{"name":"Medical Scope Journal","volume":"1 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-05-10","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"128599699","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}